PERATURAN MENTERI KEUANGAN /PMK.010/201... TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,



dokumen-dokumen yang mirip
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK. 012/2006 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN,

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.05/2015 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN MODAL VENTURA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 18/PMK.010/2012 TENTANG PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMINAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 222/PMK.010/2008 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAN PERUSAHAAN PENJAMINAN ULANG KREDIT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Infrastruktur. Perusahaan. Pembiayaan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 100 /PMK.010/2009 TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR MENTERI KEUANGAN,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

- 2 - Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Nega

- 1 - GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan Syariah OTORITAS JASA KEUANGAN

PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

No.11/ 9 /DPbS Jakarta, 7 April 2009 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA

Prosedur Perubahan Anggaran Dasar, Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris atau Pengurus dan Pengawas

Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat.

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK

2 dan Luas Cakupan Wilayah Usaha Lembaga Keuangan Mikro) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 321, Tambahan Lembaran Negara Republik I

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /POJK.05/2016 TENTANG USAHA PERGADAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/22/PBI/2004 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2015 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT

- 2 - e. ketentuan mengenai pengangkatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus memperoleh pers

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA

No. 11/ 24 /DPbS Jakarta, 29 September SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN MODAL VENTURA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No.11/ 28 /DPbS Jakarta, 5 Oktober 2009 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /POJK.05/2016 TENTANG USAHA PERGADAIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 51 /SEOJK.05/2017 TENTANG PENDAFTARAN, PERIZINAN USAHA, DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PERGADAIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN NOMOR 18 / PMK.010/2012 TENTANG PERUSAHAAN MODAL VENTURA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /SEOJK.03/2016 TENTANG BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

1. CONTOH FORMAT PERMOHONAN IZIN USAHA Nomor : (tanggal bulan tahun) Lampiran : Perihal : Permohonan Izin Usaha

No. 11/ 25 /DPbS Jakarta, 29 September SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 20/POJK.03/2014 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2013 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DI INDUSTRI KEUANGAN NON-BANK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. KETENTUAN UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29/POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 35 /POJK.05/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN MODAL VENTURA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 486/KMK.017/1996 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melak

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA

PRESS RELEASE PENERBITAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 1 /PBI/2009 TENTANG BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - FORMULIR 1 PERMOHONAN PENDAFTARAN PENYELENGGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAFTARAN, PERIZINAN USAHA, DAN KELEMBAGAAN PENYELENGGARA LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

2 Lingkup pengaturan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini adalah BPR yang berbadan hukum Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Perusahaan Daerah. Sementar

2018, No Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN SEKUNDER PERUMA

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.04/2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.01/2016 TENTANG LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 31 /SEOJK.05/2016

Syarat Pendirian Bank dengan Besarnya Modal Dasar dan Modal Disetor

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2013 TENTANG PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/14/PBI/2011 TENTANG PENILAIAN KUALITAS AKTIVA BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/24/PBI/2004 TENTANG BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 10/9/PBI/2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam P

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dana pihak ke-1 dan kepemilikan saham pada bank syariah bukopin tahun 2013

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

- 2 - RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2016 TENTANG LEMBAGA PENDANAAN EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.010/201... TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perusahaan Pembiayaan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 64); 3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756); 4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164); 5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan; 6. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010; 7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 634/KMK.013/1990 tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing); 8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing);

-2-9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143.1/PMK.01/2009; 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 2. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan sewa guna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen, dan/atau usaha kartu kredit. 3. Pemberi Sewa Guna Usaha (Lessor) adalah Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri dan melakukan kegiatan sewa guna usaha. 4. Penyewa Guna Usaha (Lessee) adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari Pemberi Sewa Guna Usaha. 5. Pembeli Piutang (Factor) adalah Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri dan melakukan kegiatan anjak piutang. 6. Penjual Piutang (Client) adalah perusahaan yang menjual piutang dagang jangka pendek kepada Pembeli Piutang. 7. Penyedia Pembiayaan Konsumen adalah Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri dan melakukan kegiatan pembiayaan konsumen. 8. Konsumen adalah perusahaan atau perorangan yang menerima

-3- pembiayaan pengadaan barang, baik yang berwujud maupun tidak berwujud dari Penyedia Pembiayaan Konsumen. 9. Penyedia Pembiayaan Kartu Kredit adalah Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri dan melakukan kegiatan pembiayaan kartu kredit. 10. Pemegang Kartu Kredit adalah perorangan yang menerima pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit dari Penyedia Pembiayaan Kartu Kredit. 11. Badan Usaha Asing atau Lembaga Asing adalah badan atau lembaga berbadan hukum, baik swasta maupun pemerintah yang didirikan tidak berdasarkan hukum Indonesia. 12. Hari adalah hari kerja. 13. Direksi adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undangundang mengenai perseroan perbatas bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas dan pengurus sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perkoperasian bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum koperasi. 14. Dewan Komisaris adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perseroan perbatas bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas dan pengawas sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai perkoperasian bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum koperasi. 15. Kantor Cabang adalah unit usaha dari suatu Perusahaan Pembiayaan yang menjalankan kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan. 16. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) Perusahaan Pembiayaan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan 1 (satu) Perusahaan Pembiayaan baru yang karena hukum memperoleh aset, kewajiban, dan ekuitas dari Perusahaan Pembiayaan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perusahaan Pembiayaan yang meleburkan diri berakhir karena hukum. 17. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 1 (satu) Perusahaan Pembiayaan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perusahaan Pembiayaan lain yang telah ada yang mengakibatkan aset, kewajiban, dan ekuitas dari Perusahaan Pembiayaan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perusahaan Pembiayaan yang menerima penggabungan dan

-4- selanjutnya status badan hukum Perusahaan Pembiayaan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. 18. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perusahaan Pembiayaan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perusahaan Pembiayaan tersebut. 19. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas Perusahaan Pembiayaan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perusahaan Pembiayaan atau lebih atau sebagian aset, kewajiban, dan ekuitas Perusahaan Pembiayaan beralih karena hukum kepada 1 (satu) perusahaan atau lebih. 20. Aset Produktif adalah semua aset yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan dengan maksud untuk memperoleh penghasilan. 21. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan Perusahaan Pembiayaan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. 22. Unit Usaha Syariah adalah unit kerja dari kantor pusat Perusahaan Pembiayaan yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. 23. Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu ajjir) dengan penyewa (musta jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri. 24. Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu ajjir) dengan penyewa (musta jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa. 25. Wakalah bil Ujra adalah pelimpahan kuasa oleh satu pihak (al muwakkil) kepada pihak lain (al wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan dengan pemberian keuntungan (ujrah). 26. Murabahah adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya (harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli membayarnya secara angsuran dengan harga lebih

sebagai laba. -5-27. Salam adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati para pihak. 28. Istishna adalah akad pembiayaan untuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni`) dan penjual (pembuat, shani`) dengan harga yang disepakati bersama oleh para pihak. 29. Ketua adalah Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 30. Kepala Biro adalah Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. BAB II KEGIATAN USAHA Pasal 2 Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi: a. sewa guna usaha; b. anjak piutang; c. usaha kartu kredit; dan/atau d. pembiayaan konsumen. Pasal 3 (1) Sewa guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a wajib dilakukan dalam bentuk pembiayaan pengadaan barang modal kepada Penyewa Guna Usaha untuk jangka waktu tertentu melalui angsuran dengan mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat barang modal (sewa pembiayaan). (2) Selain melakukan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemberi Sewa Guna Usaha dapat melakukan pembiayaan pengadaan barang modal kepada Penyewa Guna Usaha untuk jangka waktu tertentu melalui angsuran tanpa mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat barang modal (sewa operasi). (3) Sewa guna usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat dilakukan sebagai berikut:

-6- a. Pemberi Sewa Guna Usaha melakukan Sewa Guna Usaha atas barang modal dari pemasok bagi Penyewa Guna Usaha (direct lease); dan/atau b. Pemberi Sewa Guna Usaha membeli barang Penyewa Guna Usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali (sale and leaseback). (4) Sewa guna usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) antara Pemberi Sewa Guna Usaha dan Penyewa Guna Usaha wajib diikat dengan perjanjian tertulis. (5) Sepanjang perjanjian sewa guna usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi sewa guna usaha berada pada Pemberi Sewa Guna Usaha. Pasal 4 (1) Anjak piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, wajib dilakukan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek yang memiliki jatuh tempo paling lama 2 (dua) tahun. (2) Piutang dagang jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. piutang dari transaksi perdagangan; dan/atau b. piutang dari kegiatan usaha pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (3) Anjak piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Anjak piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang (without recourse); dan/atau b. Anjak piutang dengan jaminan dari Penjual Piutang (with recourse). (4) Dalam anjak piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, seluruh risiko atas tidak tertagihnya piutang yang dijual kepada Pembeli Piutang ditanggung Pembeli Piutang. (5) Dalam anjak piutang dengan jaminan dari Penjual Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, sebagian atau seluruh risiko tidak tertagihnya piutang yang dijual kepada Pembeli Piutang ditanggung Penjual Piutang. (6) Anjak piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) antara Pembeli Piutang dan Penjual Piutang wajib diikat dengan perjanjian tertulis.

-7- Pasal 5 (1) Usaha kartu kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, wajib dilakukan dalam bentuk kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. (2) Usaha kartu kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara Penyedia Pembiayaan Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit wajib diikat dengan perjanjian tertulis. (3) Penyedia Pembiayaan Kartu Kredit harus mengikuti ketentuan Bank Indonesia sepanjang berkaitan dengan sistem pembayaran. Pasal 6 (1) Pembiayaan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, wajib dilakukan dalam bentuk pembiayaan untuk pengadaan barang, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, berdasarkan kebutuhan Konsumen dengan pembayaran secara angsuran. (2) Selain bentuk pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyedia Pembiayaan Konsumen dapat melakukan pembiayaan dalam bentuk pembiayaan kembali atas barang milik Konsumen yang pengadaannya berasal dari Penyedia Pembiayaan Konsumen yang sama, dengan pembayaran secara angsuran. (3) Kebutuhan Konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi: a. Pembiayaan kendaraan bermotor; b. Pembiayaan alat-alat rumah tangga; c. Pembiayaan barang-barang elektronik; d. Pembiayaan perumahan. (4) Pembiayaan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) antara Penyedia Pembiayaan Konsumen dan Konsumen wajib diikat dengan perjanjian tertulis. Pasal 7 Ketentuan mengenai pokok-pokok perjanjian tertulis kegiatan Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), Pasal 4 ayat (6), Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 6 ayat (4), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Ketua.

-8- BAB III PENDIRIAN DAN PERIZINAN Pasal 8 (1) Perusahaan Pembiayaan didirikan dalam bentuk badan hukum: a. perseroan terbatas; atau b. koperasi. (2) Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sahamnya dapat dimiliki oleh: a. warga negara Indonesia; b. badan usaha atau lembaga Indonesia yang berbadan hukum; c. Badan Usaha Asing atau Lembaga Asing; d. Negara Republik Indonesia; dan/atau e. pemerintah daerah. (3) Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk badan hukum koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, kepemilikannya berdasarkan undang-undang mengenai perkoperasian. Pasal 9 (1) Untuk melakukan kegiatan sebagai Perusahaan Pembiayaan, badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Menteri. (2) Pemberian izin usaha oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Ketua atas nama Menteri. Pasal 10 Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) wajib secara jelas mencantumkan dalam anggaran dasar bahwa maksud dan tujuan perusahaan hanya untuk menjalankan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Pasal 11 (1) Permohonan untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), diajukan oleh Direksi kepada Menteri c.q. Ketua sesuai dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran

-9- I Peraturan Menteri Keuangan ini. (2) Pengajuan permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan: a. akta pendirian dan/atau perubahan anggaran dasar terakhir yang telah disahkan dan/atau disetujui oleh instansi berwenang, yang paling sedikit memuat: 1. nama yang mencantumkan kata Finance atau Multifinance; 2. tempat kedudukan; 3. kegiatan usaha sebagai Perusahaan Pembiayaan; 4. permodalan; 5. kepemilikan; 6. wewenang, tanggung jawab, masa jabatan Direksi dan Dewan Komisaris. b. daftar anggota Direksi dan Dewan Komisaris, disertai dengan: 1. fotokopi tanda pengenal berupa kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; 2. fotokopi nomor pokok wajib pajak (NPWP), kecuali bagi anggota Dewan Komisaris yang tidak berdomisili di Indonesia; 3. daftar riwayat hidup dengan dilengkapi pas foto berwarna yang terbaru berukuran 4 x 6 cm; 4. bukti pengalaman paling kurang di tingkat manajerial selama 2 (dua) tahun di bidang Perusahaan Pembiayaan atau perbankan di Indonesia paling sedikit bagi salah satu Direksi; 5. surat pernyataan yang menyatakan: a) tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor perbankan; b) tidak tercatat dalam daftar tidak lulus (DTL) di sektor perbankan; c) tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan di sektor jasa keuangan; dan d) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; 6. hasil penilaian kemampuan dan kepatutan sebagai calon anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris Perusahaan Pembiayaan;

-10- c. daftar kepemilikan, berupa 1. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masingmasing kepemilikan saham, bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas; atau 2. daftar anggota berikut jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, serta daftar hibah, bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum koperasi; d. data pemegang saham atau anggota dalam hal: 1. perorangan, dilampiri dengan: a) dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1, angka 2, angka 3; dan b) surat pernyataan yang menyatakan: 1) tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor perbankan; 2) tidak tercatat dalam daftar tidak lulus (DTL) di sektor perbankan; 3) tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan di sektor jasa keuangan; 4) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; dan 5) setoran modal tidak berasal dari pinjaman dan kegiatan pencucian uang (money laundering); 2. badan usaha atau lembaga, dilampiri dengan: a) akta pendirian badan usaha atau lembaga, termasuk anggaran dasar berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat persetujuan atau telah dilaporkan kepada instansi berwenang termasuk bagi Badan Usaha Asing atau Lembaga Asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asal; b) laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik dan/atau laporan keuangan terakhir; c) daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masingmasing kepemilikan saham; d) dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1, angka 2, dan angka 3 bagi Direksi dari badan usaha atau lembaga yang bersangkutan; dan e) surat pernyataan masing-masing anggota Direksi dari badan usaha atau lembaga yang bersangkutan,

-11- menyatakan: 1) tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor perbankan; 2) tidak tercatat dalam daftar tidak lulus (DTL) di sektor perbankan; 3) tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan di sektor jasa keuangan; dan 4) tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; f) surat pernyataan direktur utama atau presiden direktur badan usaha atau lembaga yang bersangkutan, menyatakan bahwa setoran modal tidak berasal dari pinjaman dan kegiatan pencucian uang (money laundering). 3. Negara Republik Indonesia, dilampiri dengan Peraturan Pemerintah mengenai penyertaan modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian perusahaan pembiayaan. 4. pemerintah daerah, dilampiri dengan: a) fotokopi dokumen yang menyatakan keputusan pembentukan pemerintah daerah; dan b) anggaran pendapatan dan belanja daerah. e. sistem dan prosedur kerja, struktur organisasi, dan kepegawaian; f. neraca awal/pembukaan perusahaan dan fotokopi bukti setoran modal pada salah satu bank umum di Indonesia yang dilegalisasi oleh bank penerima setoran; g. rencana kerja untuk 2 (dua) tahun pertama yang sekurangkurangnya memuat: 1. rencana pembiayaan dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mewujudkan rencana dimaksud; 2. proyeksi arus kas, neraca dan perhitungan laba/rugi bulanan dimulai sejak Perusahaan Pembiayaan melakukan kegiatan operasional; h. bukti kesiapan operasional antara lain berupa: 1. daftar aset tetap dan inventaris; 2. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor; 3. contoh perjanjian pembiayaan; dan 4. nomor pokok wajib pajak (NPWP);

-12- i. fotokopi perjanjian kerja sama antara pihak asing dan pihak Indonesia bagi Perusahaan Pembiayaan yang di dalamnya terdapat penyertaan dari Badan Usaha atau Lembaga Asing; j. pedoman pelaksanaan penerapan prinsip mengenal nasabah (P4MN). Pasal 12 (1) Menteri menetapkan persetujuan atau penolakan permohonan izin usaha dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) Hari setelah dokumen permohonan untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diterima secara lengkap dan benar. (2) Sebelum penetapan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Biro Pembiayaan dan Penjaminan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2); b. analisis atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d, e, f, g dan h; dan c. verifikasi langsung ke kantor pemohon izin usaha, apabila diperlukan. Pasal 13 (1) Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha wajib melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 paling lama 40 (empat puluh) Hari terhitung sejak tanggal izin usaha ditetapkan. (2) Perusahaan Pembiayaan harus menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri c.q. Ketua u.p. Kepala Biro paling lama 10 (sepuluh) Hari terhitung sejak tanggal dimulainya kegiatan usaha. (3) Laporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan fotokopi perjanjian pembiayaan yang telah dilakukan. Pasal 14 (1) Perusahaan Pembiayaan dalam pelaksanaan kegiatan usahanya harus melaksanakan ketentuan mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah bagi lembaga keuangan non bank. (2) Ketentuan mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah bagi lembaga keuangan non bank diatur dalam Peraturan Menteri

-13- Keuangan tersendiri. Pasal 15 Nama Perusahaan Pembiayaan wajib dicantumkan secara jelas pada gedung kantor Perusahaan Pembiayaan. BAB IV PERMODALAN Pasal 16 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib memenuhi ketentuan permodalan sebagai berikut: a. koperasi, memiliki simpanan pokok, simpanan wajib, dan hibah paling sedikit sebesar Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). b. perseroan terbatas, memiliki modal disetor paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). (2) Ketentuan permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan dalam bentuk setoran tunai pada salah satu bank umum di Indonesia pada saat pendirian Perusahaan Pembiayaan. Pasal 17 Kepemilikan saham oleh Badan Usaha Asing atau Lembaga Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c, wajib memenuhi ketentuan paling tinggi sebesar 85% (delapan puluh lima perseratus) dari modal disetor Perusahaan Pembiayaan. Pasal 18 (1) Bagi pemegang saham yang berbentuk badan usaha atau lembaga, jumlah penyertaan modal pada Perusahaan Pembiayaan ditetapkan paling banyak sebesar: a. modal sendiri badan usaha atau lembaga yang bersangkutan, apabila tidak ada penyertaan yang telah dilakukan; atau b. modal sendiri badan usaha atau lembaga yang bersangkutan setelah dikurangi dengan penyertaan yang telah dilakukan. (2) Jumlah penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipenuhi pada saat badan usaha atau lembaga yang bersangkutan

-14- melakukan: a. penyetoran modal untuk pendirian Perusahaan Pembiayaan; dan/atau b. penambahan modal disetor Perusahaan Pembiayaan. (3) Modal sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi pemegang saham yang berbentuk: a. badan hukum perseroan terbatas merupakan penjumlahan dari modal disetor, agio/disagio saham, cadangan, saldo laba/rugi dan laba/rugi tahun berjalan. b. badan hukum koperasi merupakan penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan hibah. c. badan hukum yayasan adalah sebesar aktiva bersih yang terdiri dari aktiva bersih terikat secara permanen, aktiva bersih terikat secara temporer, dan aktiva bersih tidak terikat. d. badan hukum lain adalah sebesar kekayaan bersih yaitu selisih lebih aset dengan kewajiban. e. Badan Usaha Asing atau Lembaga Asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara tempat badan usaha tersebut didirikan. Pasal 19 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, tidak berlaku bagi pemegang saham Perusahaan Pembiayaan yang berbentuk badan hukum dana pensiun. (2) Bagi pemegang saham yang berbentuk badan hukum dana pensiun, pada saat melakukan penyertaan modal pada Perusahaan Pembiayaan, jumlah penyertaan modal dilakukan sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang investasi dana pensiun. Pasal 20 Pemegang saham Perusahaan Pembiayaan paling sedikit wajib memenuhi persyaratan: a. tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor perbankan; b. tidak tercatat dalam daftar tidak lulus (DTL) di sektor perbankan c. tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan di sektor jasa keuangan; d. setoran modal pemegang saham tidak berasal dari pinjaman; e. setoran modal pemegang saham tidak berasal dari kegiatan pencucian uang (money laundering); dan f. tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang

-15- mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Pasal 21 (1) Perusahaan Pembiayaan yang melakukan perubahan pemegang saham, sementara modal disetornya kurang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), maka Perusahaan Pembiayaan tersebut wajib menyesuaikan modal disetor menjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1). (2) Penyesuaian modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diwajibkan apabila: a. tidak terdapat pemegang saham baru; b. dilakukan pengalihan saham akibat pewarisan kepada ahli waris dan/atau hibah kepada calon ahli waris atau sebab lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan; c. pemegang saham berbentuk badan hukum melakukan perubahan nama; atau d. perubahan pemegang saham terjadi akibat perubahan kepemilikan saham yang diperjualbelikan di bursa efek. Pasal 22 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib memiliki modal sendiri paling kurang sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari modal disetor. (2) Perusahaan Pembiayaan yang modal sendirinya kurang dari 50% (lima puluh perseratus) modal disetor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang saham wajib menambah setoran modal sehingga paling kurang menjadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB V DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS Pasal 23 Anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Pembiayaan paling sedikit wajib memenuhi persyaratan: a. tidak tercatat dalam daftar kredit macet di sektor perbankan; b. tidak tercatat dalam daftar tidak lulus (DTL) di sektor perbankan; c. tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan di sektor jasa

keuangan; dan -16- d. tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan/perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Pasal 24 (1) Setiap anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Pembiayaan wajib lulus penilaian kemampuan dan kepatutan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Ketua. Pasal 25 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib mempunyai paling sedikit 1 (satu) orang anggota Direksi berkewarganegaraan Indonesia. (2) Perusahaan Pembiayaan wajib mempunyai paling sedikit 1 (satu) orang anggota Direksi yang berpengalaman paling kurang di tingkat manajerial selama 2 (dua) tahun di bidang Perusahaan Pembiayaan dan/atau perbankan di Indonesia. Pasal 26 (1) Anggota Direksi Perusahaan Pembiayaan wajib menetap di Indonesia. (2) Anggota Direksi Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan rangkap jabatan sebagai anggota Direksi pada Perusahaan Pembiayaan lain. (3) Anggota Direksi Perusahaan Pembiayaan dilarang melakukan rangkap jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris pada 2 (dua) atau lebih Perusahaan Pembiayaan. Pasal 27 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib mempunyai paling sedikit 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris yang menetap di Indonesia. (2) Anggota Dewan Komisaris Perusahaan Pembiayaan yang tidak memangku jabatan sebagai anggota Direksi, dilarang melakukan rangkap jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris pada 4 (empat) atau lebih Perusahaan Pembiayaan.

-17- BAB VI STRUKTUR ORGANISASI DAN PENGGUNAAN TENAGA ASING Bagian Pertama Struktur Organisasi Pasal 28 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib mempunyai struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas paling sedikit fungsi: a. administrasi dan pembukuan; b. pemasaran, survei kelayakan, analisis pembiayaan dan penagihan; c. pengendalian internal; dan d. penerapan prinsip mengenal nasabah. (2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dengan uraian tugas, wewenang, tanggung jawab, dan prosedur kerja secara tertulis. Bagian Kedua Penggunaan Tenaga Asing Pasal 29 (1) Perusahaan Pembiayaan yang mempunyai kepemilikan saham oleh Badan Usaha Asing atau Lembaga Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat mempekerjakan tenaga asing sebagai tenaga ahli, penasihat atau konsultan, atau tenaga eksekutif selain Direksi, dengan wajib memenuhi persyaratan: a. memiliki keahlian sesuai dengan bidang tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya; dan b. memenuhi ketentuan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. (2) Perusahaan Pembiayaan yang mempekerjakan tenaga asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan kepada Menteri: a. program kerja tenaga asing tersebut sesuai dengan tugasnya; dan b. program pendidikan dan pelatihan di bidang keahliannya yang akan diberikan tenaga asing tersebut kepada pegawai dari Perusahaan Pembiayaan yang mempekerjakannya.

-18- (3) Laporan pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b untuk setiap semester yang berakhir pada bulan Juni dan Desember wajib disampaikan kepada Menteri paling lambat akhir bulan berikutnya. BAB VII KANTOR CABANG Pasal 30 (1) Perusahaan Pembiayaan dapat membuka Kantor Cabang. (2) Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki kewenangan: a. menandatangani perjanjian pembiayaan; dan/atau b. menyelenggarakan tata usaha pembukuan. Pasal 31 (1) Pembukaan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 wajib terlebih dahulu memperoleh izin Menteri. (2) Izin pembukaan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Ketua atas nama Menteri. (3) Kantor Cabang yang belum mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menandatangani perjanjian pembiayaan. Pasal 32 (1) Untuk dapat membuka Kantor Cabang, Perusahaan Pembiayaan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. perbandingan antara jumlah pinjaman dan jumlah modal sendiri ditambah pinjaman subordinasi paling tinggi sebesar 10 (sepuluh) kali; dan b. memiliki modal sendiri paling kurang sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari modal disetor. (2) Pinjaman subordinasi yang dapat diperhitungkan dalam perbandingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, paling tinggi sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari modal disetor.

-19- Pasal 33 (1) Permohonan izin pembukaan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) diajukan oleh Direksi Perusahaan Pembiayaan kepada Menteri c.q. Ketua sesuai dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan: a. bukti kepemilikan atau penguasaan gedung kantor; b. rencana kerja tahunan Perusahaan Pembiayaan dengan memuat paling sedikit: 1. nama kota dan alamat Kantor Cabang yang akan dibuka; 2. sumber pendanaan; 3. target pembiayaan; dan 4. proyeksi keuangan yang terdiri dari arus kas, neraca, dan perhitungan laba rugi; c. rencana kerja Kantor Cabang yang akan dibuka dengan memuat paling sedikit: 1. target pembiayaan dan langkah-langkah untuk mewujudkan target pembiayaan; 2. sistem dan prosedur kerja; 3. struktur organisasi; 4. personalia termasuk nama calon kepala cabang dan riwayat hidupnya serta jumlah karyawan; dan 5. proyeksi keuangan bulanan yang terdiri dari arus kas, neraca, dan perhitungan laba rugi selama 12 (dua belas) bulan. Pasal 34 (1) Menteri dapat memberikan persetujuan atau penolakan permohonan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1). (2) Ketua atas nama Menteri menetapkan persetujuan atau penolakan permohonan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari setelah dokumen permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) diterima secara lengkap dan benar. Pasal 35 Sebelum penetapan oleh Ketua atas nama Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), Biro Pembiayaan dan Penjaminan

-20- Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2); b. analisis atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2); dan c. verifikasi langsung ke Kantor Cabang yang akan dibuka, apabila diperlukan. Pasal 36 (1) Perusahaan Pembiayaan dapat menutup Kantor Cabang setelah melakukan pemberitahuan kepada debitur mengenai: a. penutupan Kantor Cabang; dan b. prosedur penyelesaian hak dan kewajiban. (2) Perusahaan Pembiayaan wajib melaporkan penutupan Kantor Cabang secara tertulis kepada Menteri c.q. Ketua u.p. Kepala Biro paling lama 10 (sepuluh) Hari setelah tanggal penutupan Kantor Cabang. (3) Laporan penutupan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan sesuai dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini. (4) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri mencabut izin pembukaan Kantor Cabang terhitung sejak tanggal penutupan. BAB VIII PEMBIAYAAN DAN ASET PRODUKTIF Bagian Pertama Pembiayaan Pasal 37 (1) Perusahaan Pembiayaan wajib memiliki aset kegiatan usaha paling kurang sebesar 40% (empat puluh per seratus) dari total aset. (2) Aset kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. piutang pembiayaan, b. aset yang disewagunausahakan, dan/atau