GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2014 T E N T A N G

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LINTAS KABUPATEN/KOTA UNTUK USAHA PERKEBUNAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR

- 1 - PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 47 Tahun : 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DARI PURUK CAHU BANGKUANG BATANJUNG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU IZIN USAHA PERKEBUNAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG JUAL BELI TENAGA LISTRIK LINTAS NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.29/Menhut-II/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA KEDIRI PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Re

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

~ 2 ~ C:\Documents and Settings\BAHAN WEB\Per-UU\NSPK hilang Agustus1.rtf

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2010 T E N T A N G TATA CARA IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU RAKYAT

PERATURAN BUPATI TANGERANG TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMERIKSAAN DAN PENERBITAN IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

2011, No Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tah

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN HASIL BUKAN KAYU

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PEMBERIAN IZIN LINGKUNGAN DI KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 21 TAHUN 2015 SERI E.16

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN WILAYAH GEOGRAFIS PENGHASIL PRODUK PERKEBUNAN SPESIFIK LOKASI

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN WILAYAH GEOGRAFIS PENGHASIL PRODUK PERKEBUNAN SPESIFIK LOKASI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2009

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.28/Menhut-II/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LOKASI

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 18/Menhut-II/2010 TENTANG SURAT IZIN BERBURU DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN BERBURU

Transkripsi:

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2014 T E N T A N G PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI DALAM USAHA PERKEBUNAN DI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, Menimbang: a. bahwa untuk mengatur tatalaksana pengelolaan kawasan nilai konservasi tinggi dalam usaha perkebunan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 huruf b., Pasal 8 ayat (2), dan Pasal 51 ayat (8) Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan. Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah Dan Perubahan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan Dan Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1284) Sebagai Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1622); 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 4. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tengan Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan; 5. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan;

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN GUBERNUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN NILAI KONSERVASI TINGGI DALAM USAHA PERKEBUNAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pengertian Pasal 1 Dalam peraturan gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. 2. Usaha Perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa perkebunan. 3. Pelaku Usaha Perkebunan adalah pekebun dan perusahaan perkebunan yang mengelola usaha perkebunan. 4. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan usaha perkebunan dengan skala usaha tidak mencapai skala tertentu. 5. Perusahaan Perkebunan adalah badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola usaha perkebunan dengan skala tertentu. 6. Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) adalah suatu areal yang memiliki satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi. 7. Nilai Konservasi Tinggi (NKT) adalah sesuatu yang bernilai konservasi tinggi pada tingkat lokal, regional atau global yang meliputi nilai-nilai ekologi dan keanekaragaman hayati, jasa lingkungan, sosial dan budaya. 8. Rencana kerja pembangunan kebun adalah rencana yang disusun oleh pemohon Izin Usaha Perkebunan yang berisi Kewajiban Usaha Perkebunan Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Nilai Tinggi Pasal 2 Pelaku usaha perkebunan mempunyai tanggungjawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati. Pasal 3 (1) Sebagai pelaksanaan tanggung jawab sebagaimana Pasal 2 setiap usaha perkebunan dengan luasan di atas 25 hektar wajib melaksanakan pengelolaan kawasan bernilai konservasi tinggi yang ada di areal usahanya.

3 (2) Pengelolaan KBKT sebagaimana ayat (1) meliputi: a. Menyusun perencanaan pengelolaan kawasan bernilai konservasi tinggi; b. Melaksanakan kegiatan pengelolaan dan perlindungan terhadap kawasan bernilai konservasi tinggi; c. Melaporkan pelaksanaan pengelolaan kawasan bernilai konservasi tinggi. (3) Pelaku usaha perkebunan bertanggungjawab melindungi terjadinya kerusakan NKT dalam KBKT di dalam areal perkebunannya. Lingkup Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Pasal 4 (1) Kawasan bernilai konservasi tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), meliputi kawasan yang bernilai dalam hal: a. Keanekaragaman hayati b. Jasa lingkungan c. Sosial dan budaya (2) Kawasan yang bernilai konservasi tinggi dalam hal keanekaragaman hayati meliputi: a. Kawasan yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang penting; b. Kawasan bentang alam yang penting bagi dinamika ekologi secara alami; c. Kawasan yang mempunyai ekosistem langka atau terancam punah. (3) Kawasan yang bernilai konservasi tinggi dalam hal jasa lingkungan meliputi: a. Kawasan yang menyediakan jasa-jasa lingkungan alami. (4) Kawasan yang bernilai konservasi tinggi dalam hal sosial dan budaya meliputi: a. Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat lokal; b. Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya tradisional masyarakat. BAB II PERENCANAAN PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI Umum Pasal 4 (1) Perencanaan pengelolaan KBKT dimaksud Pasal 3 ayat (2) huruf a. disusun oleh pemrakarsa usaha perkebunan pada tahap perencanaan awal suatu usaha dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan rencana kerja pembangunan perkebunan yang merupakan syarat permohonan Izin Usaha Perkebunan. (2) Rencana pengelolaan KBKT harus meliputi, setidaknya: a. Identifikasi nilai konservasi tinggi; b. Pemetaan KBKT; c. Penyusunan rencana kegiatan pengelolaan KBKT.

(3) Recana pengelolaan KBKT disusun berdasarkan hasil penilaian NKT oleh Tim Penilai yang bekerja secara independen. 4 Tatacara Penyusunan Rencanaan Pengelolaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Pasal 5 (1) Tim Penilai NKT dibentuk oleh pemrakarsa usaha perkebunan yang merupakan kelompok orang atau lembaga berdomisili di Indonesia meliputi unsur akademisi dan lembaga non pemerintah yang mempunyai keahlian di bidang keanekaragaman hayati, lingkungan dan sosial budaya. (2) Penilaian NKT dilakukan sesuai dengan Panduan NKT dan secara terbuka melibatkan masyarakat: a. Masyarakat yang berpotensi terkena dampak rencana usaha, baik langsung maupun tidak langsung. b. Masyarakat yang berpotensi terkena rencana pengelolaan KBKT, baik langsung maupun tidak langsung. c. lembaga non pemerintah dan akademisi yang memiliki kompetensi di bidang keanekaragaman hayati, lingkungan dan sosial budaya. (3) Dalam hal areal usaha yang direncanakan berbatasan dengan: a. areal Izin Usaha Perkebunan lainnya, penilaian NKT melibatkan pelaku usaha perkebunan lainnya; b. kawasan hutan, penilaian NKT melibatkan pengelola kawasan hutan terkait. (4) Pelibatan masyarakat maupun pihak lain yang berkepentingan sebagaimana ayat (2) dan (3) dilakukan sejak awal proses penilaian NKT. Pasal 6 (1) Hasil penilaian NKT meliputi: a. Identifikasi NKT dalam rencana areal usaha, yang memberikan analisis cermat mengenai hal-hal yang dianggap bernilai konservasi tinggi sebagaimana cakupan Pasal 4. b. Peta usulan pencadangan untuk KBKT beserta argumentasinya. c. Usulan rencana kegiatan pengelolaan KBKT yang memberikan penjelasan bagaimana KBKT dan NKT tersebut harus dikelola. (2) Hasil penilaian NKT disampaikan kepada dan terbuka untuk mendapatkan masukan masyarakat termasuk pelaku usaha perkebunan lain yang bersebelahan serta diuji sejawat oleh akademisi dan lembaga swadaya masyarakat lainnya. (3) Hasil penilaian NKT dipublikasikan untuk mendapatkan masukan, tanggapan, saran, pendapat atau sanggahan setidak-tidaknya selama 30 (tiga puluh) hari. (4) Pemrakarsa usaha menyusun rencana pengelolaan KBKT berdasarkan hasil penilaian NKT, masukan masyarakat sebagaimana ayat (3), serta uji sejawat. (5) Biaya dalam seluruh rangkaian penilaian NKT ditanggung oleh pemrakarsa usaha perkebunan.

5 Pasal 7 (1) Gubernur atau Bupati/Walikota melakukan pemeriksaan terhadap Rencana Pengelolaan KBKT sebagai bagian dari rencana kerja pembangunan perkebunan dalam proses penyutujuan Izin Usaha Perkebunan. (2) Apabila Rencana Pengelolaan KBKT yang disampaikan pemohon izin tidak lengkap sebagaimana Pasal 4 ayat (2), Gubernut atau Bupati/Walikota menyatakan Rencana Pengelolaan KBKT tidak lengkap dan mengembalikannya bersama permohonan Izin Usaha kepada pemrakarsa usaha untuk dilengkapi. (3) Rencana Pengelolaan KBKT yang telah disahkan merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dengan Izin Usaha Perkebunan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. (4) Pengesahan terhadap rencana pengelolaan KBKT dicantumkan sebagai diktum dalam keputusan izin usaha, dengan meliputi setidaknya: a. Dasar pertimbangan pengesahan; b. Pernyataan sahnya Rencana Pengelolaan KBKT; c. Kewajiban pelaku usaha untuk melaksanakan rencana pengelolaan KBKT yag telah disahkan. (5) Rencana Pengelolaan KBKT merupakan informasi publik yang terbuka setiap saat. (6) Pengesahan Rencana Pengelolaan KBKT tidak dikenakan biaya. Bagian Ketiga Tatacara Penyusunan Perubahan Rencanaan Pengelolaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Pasal 8 (1) Pelaku usaha Gubernur atau Bupati/Walikota wajib dan perubahan Rencana Pengelolaan KBKT apabila kegiatan usaha yang telah disahkan Rencana Pengelolaan KBKT-nya direncanakan untuk dilakukan perubahan. (2) Perubahan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. Perluasan lahan; b. Perubahan spesifikasi teknis yang dapat mempengaruhi KBKT; c. Perubahan waktu atau kegiatan usaha; d. Perubahan di lingkungan hidup yang secara mendasar akibat peristiwa alam atau karena akibat lain, sebelum dan pada waktu usaha yang bersangkutan dilaksanakan. (3) Dalam hal, terjadi perubahan atau potensi perubahan lingkungan di luar areal izin usaha yang dapat berpengaruh terhadap pengelolaan KBKT di dalam areal izin, pelaku usaha dapat mengajukan perubahan rencana pengelolaan KBKT. (4) Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diantaranya: a. Adanya izin usaha perkebunan baru yang berlokasi bersinggungan dengan KBKT. b. Perubahan kebijakan tata ruang atau peruntukan kawasan hutan yang bersinggungan dengan KBKT. (5) Perubahan Rencana Pengelolaan KBKT didahului dengan penilaian ulang NKT dan KBKT dan diajukan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota. (6) Pengesahan perubahan Rencana Pengelolaan KBKT disahkan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi atau Kabupaten/Kota atas nama Gubernur atau Bupati/Walikota.

6 BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI Kewajiban Pengelolaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Pasal 9 (1) Pemegang izin usaha perkebunan berkewajiban: a. melaksanakan kegiatan pengelolaan KBKT sebagaimana tertuang dalam Rencana Pengelolaan KBKT, b. membuat dan menyampaikan laporan pengelolaan KBKT kepada Gubernur atau Bupati/Walikota. (2) Pelaksanaan kegiatan pengelolaan KBKT sebagaimana ayat (1) huruf a. selambatnya dilaksanakan dalam waktu 1 (satu) tahun sejak memperoleh Hak Guna Usaha. (3) Rencana pelaporan pengelolaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b., disampaikan secara berkala setiap 1 (satu) tahun. Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Pasal 10 (1) Dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan KBKT, pelaku usaha perkebunan dapat bekerja sama untuk melaksanakan pengelolaan lintas batas dengan: a. Pelaku usaha perkebunan lainnya yang berbatasan; dan/atau b. Pengelola kawasan hutan. (2) Dalam hal kolaborasi pengelolaan KBKT tidak masuk dalam rencana kegiatan pengelolaan KBKT, pelaku usaha dapat mengusulkan perubahan dalam rencana pengelolaan KBKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4). BAB IV PELAPORAN DAN PEMBINAAN PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI Pelaporan Pengelolaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Pasal 11 (1) Bupati/Walikota menyampaikan rencana pengelolaan KBKT termasuk didalamnya peta KBKT yang telah disahkan dalam bentuk (cetak peta dan file elektronik) disertai dengan koordinat yang lengkap sesuai dengan peraturan perundang-undangan kepada Gubernur dan tembusan kepada Direktorat Jenderal yang membidangi perkebunan dan Badan Informasi Geospasial (BIG). (2) Pelaku usaha melaporkan perkembangan pengelolaan KBKT dalam cakupan laporan perkembangan usaha perkebunan kepada Gubernur.

7 Pembinaan Pengelolaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Pasal 12 (3) Instansi lingkungan hidup Provinsi melakukan pembinaan terhadap pengelolaan KBKT yang berkaitan dengan jasa lingkungan. (4) Instansi kehutanan Provinsi melakukan pembinaan terhadap pengelolaan KBKT yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati. (5) Instansi perkebunan dan pertanian Provinsi melakukan pembinaan terhadap pengelolaan KBKT yang berkaitan dengan sosial dan budaya. Pasal 13 (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 meliputi: a. Pendidikan dan pelatihan perencanaan pengelolaan KBKT; b. Bimbingan teknis perencanaan pengelolaan KBKT; c. Penyusunan petunjuk teknis pengelolaan KBKT (2) Pemerintah daerah provinsi dan kabupaten membantu penyusunan rencana pengelolaan KBKT bagi usaha pelaku usaha perkebunan. BAB V PENGAWASAN DAN PERLINDUNGAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI Pengawasan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Pasal 14 (1) Pengawasan pengelolaan KBKT dilakukan oleh gubernur atau bupati/walikota berdasarkan kewenangan pemberian izin dalam cakupan evaluasi kinerja perusahaan perkebunan dan penilaian usaha perkebunan. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling kurang 6 (enam) bulan sekali melalui pemeriksaan lapangan berdasarkan laporan perkembangan usaha perkebunan. (3) Bupati/walikota menyampaikan evaluasi kinerja perusahaan kepada gubernur. Pasal 15 (1) Gubernur dan Bupati/Walikota dilarang menerbitkan IUP yang tidak permohonannya tidak dilengkapi Rencana Pengelolaan KBKT. (2) Gubernur melakukan pengawasan terhadap perencanaan pengelolaan KBKT dalam pelaksanaan pemberian izin. (3) Berdasarkan pengawasan sebagaimana ayat (1), Gubernur memberikan rekomendasi kepada pemberi izin. (4) Dalam hal pemberi izin tidak mengambil langkah yang diperlukan dan pelanggaran terus terjadi, Gubernur menyampaikan rekomendasi kepada Menteri untuk memberi peringatan terhadap pemberi izin dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri.

8 Perlindungan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi Pasal 16 (1) Pemegang Izin Usaha Perkebunan yang tidak melaksanakan rencana pengelolaan sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (1) huruf a. dikenakan sanksi administratif yang meliputi: a. Teguran tertulis; b. Paksaan pemerintah; c. Pembekuan Izin Usaha Perkebunan; d. Pencabutan Izin Usaha Perkebunan. (2) Dalam hal pelanggaran Pasal 9 ayat (1) huruf a. menyebabkan terjadinya kerusakan NKT dan KBKT sebagaimana Pasal 3 ayat (3), maka pelaku usaha dikenakan sanksi berupa: a. Pidana ganti kerugian kerusakan NKT atau pemulihan kerusakan NKT; dan b. Sanksi administratif. Pasal 17 (1) Sanksi sebagaimana dimaksud ayat (1) diterapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) didasarkan atas: a. Riwayat ketaatan pelaku usaha perkebunan; b. Tingkat pengaruh atau implikasi pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha perkebunan kawasan yang bernilai konservasi tinggi. (3) Terhadap pelanggaran yang dikenai sanksi pencabutan izin usaha perkebunan, hak atas tanah diusulkan kepada instansi yang berwenang untuk dibatalkan. (4) Pengusulan pembatalan hak atas tanah diusulkan oleh Gubernur atau Bupati untuk disampaikan melalui Menteri. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 18 (1) Seluruh Izin Usaha Perkebunan yang diterbitkan sebelum berlakukan Peraturan Gubernur ini, diberikan waktu 1 (satu) tahun untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan Perturan Gubernur ini dan menyusun Rencana Pengelolaan KBKT. (2) Pengesahan Rencana Pengelolaan KBKT sebagaimana ayat (1) dilakukan oleh instansi perkebunan di Provinsi dan Kabupaten sesuai dengan kewenangan pemberi izin masing-masing.

9 BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Kalimantan Tengah. Ditetapkan di Palangka Raya pada tanggal GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, Diundangkan di Palangka Raya pada tanggal SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH, AGUSTIN TERAS NARANG SIUN JARIAS BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014 NOMOR