Pembentukan Karakter dan Komunikasi Matematika Melalui Model Problem Posing Berbantuan Scaffolding Materi Segitiga

dokumen-dokumen yang mirip
Penerapan Metode Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Barisan dan Deret Bilangan Pada Siswa Kelas IX E SMPN 1 Kalidawir

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri dan Karakter Siswa SMP Kelas VIII Melalui Pembelajaran Model 4K

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI KELAS VIII SMP

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

PENGGUNAAN METODE ROLE PLAYING DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS DI KELAS V SD

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS MENYELESAIKAN SOAL OPEN-ENDED MENURUT TINGKAT KEMAMPUAN DASAR MATERI SEGIEMPAT DI SMP

Keefektifan CTL Berbantuan Macromedia Flash Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis pada Materi Segiempat

PEMBENTUKAN KARAKTER DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA MELALUI MODEL PROBLEM POSING BERBANTUAN SCAFFOLDING MATERI SEGITIGA KELAS VII

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV PADA PEMELAJARAN IPS MELALUI METODE PROBLEM SOLVING DI SD NEGERI 03 KOTO KACIAK MANINJAU

PENGGUNAAN MEDIA BERBASIS TEKS DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA

Unnes Journal of Mathematics Education PEMBENTUKAN KARAKTER DAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI MODEL SUPERITEM BERBANTUAN SCAFFOLDING

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DITINJAU DARI KEMAMPUANKOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

PENINGKATAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB SISWA SD MELALUI PENILAIAN PRODUK PADA PEMBELAJARAN MIND MAPPING

Unnes Journal of Mathematics Education

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DI MTs NEGERI I SUBANG

PENINGKATAN KARAKTER DAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE DIPADU TALKING STICK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS MELALUI PENERAPAN PENGAJARAN REMEDIAL INCREASE OF LEARNING ENGLISH THROUGH APPLICATION REMEDIAL TEACHING

Efektivitas Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Pada Aspek Koneksi Matematika

PENGARUH PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA MATERI SEGIEMPAT DI SMP

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN REALISTIK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DENGAN PENDEKATAN PMRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA

PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH KALKULUS II

PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DISERTAI TUGAS PETA PIKIRAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIKA SISWA

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE BERBANTUAN MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI 1 PURWOSARI

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN BRAIN BASED LEARNING DI SDN 20 KURAO PAGANG

Penerapan Metode Problem Posing (Pramudita Rahmanto) 1

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1, ayat (1) 31, ayat (1). 1 Undang-Undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia manapun di planet bumi ini. Untuk menciptakan SDM yang

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center learning) menjadi

Nur Indah Sari* STKIP Pembangunan Indonesia, Makassar. Received 15 th May 2016 / Accepted 11 th July 2016 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI PECAHAN DI SMP

BAB I PENDAHULUAN. kajian yang tidak pernah berhenti, dan upaya ke arah pendidikan yang lebih baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DIKAJI DARI TEORI BRUNER DALAM MATERI TRIGONOMETRI DI SMA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS LAPORAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW)

PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TIPE TGT DENGAN MULTIMEDIA DALAM PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS V SDN 6 PANJER TAHUN AJARAN 2014/2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENCARI KATA DAN ISTILAH. Daryuni

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik

PENERAPAN TEAMS GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS KELAS IV SDN BLABAK 1 KANDAT KEDIRI

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THREE-STEP INTERVIEW

Noviana Kusumawati Pendidikan Matematika FKIP Universitas Pekalongan Jl. Sriwijaya No 3 Pekalongan, ABSTRAK

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN INSTRUMENTAL DAN RELASIONAL SISWA SMP.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONSEP MATEMATIKA SISWA MTs AISYIYAH

ANALISIS KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KEAKTIFAN SISWA SMA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING

EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN SELF CONFIDENCE MATEMATIS SISWA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. karakter kuat, berpandangan luas ke depan untuk meraih cita-cita yang

454 Penerapan Model Pembelajaran

KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA GAYA KOGNITIF REFLEKTIF-IMPULSIF DALAM MENYELESAIKAN MASALAH OPEN-ENDED

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL ANALISIS MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN MASALAH

IMPLEMENTASI STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE EVERYONE IS A TEACHER HERE

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAME TOURNAMENT

PENGEMBANGAN KARAKTER KEDISIPLINAN DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI MODEL LAPS-HEURISTIK MATERI LINGKARAN KELAS-VIII

kemajuan. Begitu pula sebaliknya, jika Pendidikan merupakan kebutuhan PENDAHULUAN pendidikan berkualitas buruk, bisa

Kata Kunci: Teams Games Tournament (TGT), Media Konkret, Sifat-sifat Bangun Datar Sederhana, Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber

Unnes Journal of Mathematics Education

BAB I PENDAHULUAN. siswa, pengajar, sarana prasarana, dan juga karena faktor lingkungan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.

PENGGUNAAN METODE COMPLETE SENTENCE

ANALISIS KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA PADA MATERI KULIAH GEOMETRI ANALITIK DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA IKIP PGRI PONTIANAK

PEMAHAMAN SISTEM PEMERINTAHAN PUSAT MELALUI METODE DISKUSI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL. Sumarni

PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 1 LIMBOTO DALAM MENYELESAIKAN SOAL PADA MATERI HIMPUNAN JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SEARCH SOLVE CREATE SHARE (SSCS) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII-2 SMP NEGERI 13 PEKANBARU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desy Mulyani, 2013

KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA PADA MATERI SEGITIGA DI KELAS VIII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Penerapan Model Pembelajaran Think-Pair-Share untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. di tingkat dasar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN MEDIA PETA DI KELAS V SDN 002 BAGAN BESAR DUMAI

PENERAPAN MODEL MIND MAP DALAM PENINGKATAN HASIL BELAJARAN IPS TEMA SEJARAH PERADABAN INDONESIA PADA SISWA KELAS V DI SD NEGERI 1 SRUWENG

BAB I PENDAHULUAN. dalam persaingan global. Maka sebagai bangsa, kita perlu terus mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW DALAM PENINGKATAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS V SD

Oleh : Destyana Ayu Wulandari A

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

KEEFEKTIFAN RESOURCE BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK MATERI LINGKARAN

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

Transkripsi:

JURNAL KREANO, ISSN : 2086-2334 Diterbitkan oleh Jurusan Matematika FMIPA UNNES Volume 4 Nomor 1 Bulan Juni Tahun 2013 Pembentukan Karakter dan Komunikasi Matematika Melalui Model Problem Posing Berbantuan Scaffolding Materi Segitiga Septiani, M.D. 1 ; Sukestiyarno; Suyitno, A. Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Email: 1 maulina.dwiseptiani@gmail.com Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) membentuk membentuk karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika siswa melalui pembelajaran matematika dengan model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding pada materi pokok segitiga kelas VII dan (2) mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding pada materi pokok segitiga kelas VII dapat mencapai KKM yang ditentukan atau tidak. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif kolaboratif. Subjek penelitian dipilih dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika kelima subjek penelitian mengalami peningkatan. Hasil tes kemampuan komunikasi matematika kelima subjek penelitian juga telah mencapai KKM yang telah ditentukan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding dapat membentuk karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika siswa. Kata Kunci: Karakter; Komunikasi Matematika; Problem Posing; Scaffolding. Abstract The purpose of this research is (1) to forming a responsibility character and mathematics communication skills of students through mathematics learning with model of Problem Posing assisted scaffolding on triangles material of grade VII and (2) to know the mathematics communication ability of students can achieve the specified Minimum Mastery Criteria (MMC) or not. This research is a collaborative qualitative research. The subjects research are chosen by purposive sampling technique. The research results showed that the responsibility character and mathematics communication skills of the five subjects was increase. The mathematics communication ability test results showed that the five subjects can achieve the specified MMC. Based on the explanation above can be concluded that the application of learning model problem posing assisted scaffolding can form the responsibility character and mathematics communication skills of students. Keywords: Character; Mathematics Communication; Problem Posing; Scaffolding. Diterima pada Disetujui pada Diterbitkan Informasi Tentang Artikel : 22 April 2013 : 19 Mei 2013 : Juni 2013 41

PENDAHULUAN Pendidikan di Indonesia bisa dikatakan masih belum berjalan dengan optimal. Lembaga-lembaga pendidikan belum mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Bahkan pendidikan nasional pun dinilai gagal membangun karakter bangsa. Hal ini terbukti dari rendahnya nilai hasil ujian nasional, terutama nilai mata pelajaran matematika (Hanafi, 2006). Menurut NCTM (2000), salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa untuk mencapai standar isi adalah kemampuan komunikasi matematika. Kemampuan komunikasi matematika memiliki peran yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Mumme & Shepherd (dalam McKenzie, 2001) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematika membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman, menetapkan pemahaman bersama, memberdayakan siswa sebagai pembelajar, menyediakan lingkungan belajar yang nyaman, dan membantu guru dalam mengidentifikasi pemahaman dan miskonsepsi dari siswa sehingga dapat mencari cara untuk mengarahkan siswa. Oleh karena itu, kemampuan komunikasi matematika siswa perlu dikembangkan dalam diri siswa. Pendidikan di sekolah saat ini tidak hanya berfungsi untuk menciptakan siswa yang pintar secara akademis saja, tetapi juga harus mampu membentuk karakter dari masing-masing individu. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3 yang menyatakan bahwa bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, tanggung jawab, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 7 Semarang diperoleh informasi bahwa kemampu-an komunikasi matematika sebagian siswa masih tergolong rendah, terutama pada materi geometri yang bersifat abstrak sehingga memerlukan visualisasi. Materi segitiga merupakan salah satu materi geometri yang diajarkan di SMP kelas VII. Kemampuan beberapa siswa dalam memahami soal atau permasalahan yang diberikan masih kurang karena mereka tidak terbiasa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal tersebut. Beberapa siswa juga mengalami kesulitan dalam menginterpretasikan suatu permasalahan dalam bentuk grafik, gambar, maupun tabel. Selain itu siswa juga kesulitan dalam menentukan langkah yang runtut karena mereka kurang memahami konsep matematika yang telah dimiliki. Selain itu juga diperoleh informasi bahwa beberapa siswa masih belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab untuk belajar, mereka hanya mau belajar jika ada tugas atau akan ulangan saja. Berdasarkan kenyataan tersebut, karakter tanggung jawab perlu dibentuk dan dikembangkan pada siswa agar siswa menyadari tanggung jawab dan perannya sebagai pelajar. Berdasarkan permasalahan di atas, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat mengarahkan pembelajaran matematika pada materi segitiga yang mampu membentuk aspek afektif berupa karakter tanggung jawab siswa dan aspek psikomotor berupa keterampilan komunikasi matematika dengan harapan dapat meningkatkan aspek kognitif berupa kemampuan komunikasi matematika. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding. Permasalahan pada penelitian ini a- dalah (1) apakah karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika siswa melalui penerapan model Problem Posing berbantuan scaffolding pada materi segitga kelas VII dapat terbentuk?; (2) apakah kemampuan komunikasi matematika siswa yang mendapat pembelajaran dengan model Problem Posing berbantuan scaffolding pada materi geometri kelas VII dapat mencapai KKM yang ditentukan? 42

Tujuan penelitian ini adalah (1) membentuk karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika siswa melalui penerapan model Problem Posing berbantuan scaffolding pada materi geometri kelas VII; (2) untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematika siswa pada pembelajaran dengan model Problem Posing berbantuan scaffolding pada materi segitiga kelas VII dapat mencapai KKM yang ditentukan atau tidak. METODE Penelitian ini adalah penelitian kualitatif kolaboratif, artinya peneliti bekerja sama dengan guru pengampu untuk memperoleh data penelitian. Penelitian dilakukan di SMPN 7 Semarang. Sistem pembagian kelas di sekolah tersebut menggunakan sistem acak yang artinya setiap siswa di masing-masing kelas memiliki kemampuan yang hampir sama. Dalam penelitian ini, subjek penelitian dipilih dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan hasil tes pendahuluan, dipilih lima orang siswa di kelas VII-E yang memperoleh ranking pertama, kuartil satu, kuartil dua, kuartil tiga, dan ranking terakhir. Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu variabel independen (variabel bebas) yaitu karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika serta variabel dependen (variabel terikat) yaitu kemampuan komunikasi matematika. Data diperoleh dengan observasi, wawancara, dan tes yang kemudian dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan analisis gain untuk mengukur peningkatan. Untuk memperoleh kelengkapan data, digunakan instrumen penunjang yaitu lembar pengamatan, soal tes kemampuan komunikasi matematika, pedoman wawancara, alat perekam serta catatan lapangan. Dalam penelitian ini digunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kuantitatif hanya digunakan pada tahap analisis uji coba instrument. Analisis data kuantitatif untuk menganalisis butir soal yang akan digunakan sebagai soal tes komunikasi matematika. Sedangkan analisis data kualititatif digunakan untuk mendeskripsikan hasil penelitian melalui 3 langkah, yaitu reduksi data, triangulasi, dan penarikan kesimpulan. HASIL Data karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika diperoleh dengan melakukan pengamatan selama pembelajaran berlangsung dan wawancara diluar jam pelajaran serta diperkuat dengan keterangan guru pengampu. Penilaian mengenai pencapaian indikator karakter tanggung jawab dinyatakan dalam pernyataan kualitatif: (1) Belum Terlihat (BT), (2) Mulai Terlihat (MT),(3) Mulai Berkembang (MK), (4) Mulai Membudaya (MB) (Hasan,2010). Melalui pembelajaran menggunakan model Problem Posing berbantuan scaffolding, peneliti melakukan tindakan evaluasi setiap pertemuan untuk mengidentifikasi sikap serta perilaku pada indikator-indikator apa yang masih pada tahap BT dan MT. Selain itu peneliti juga melakukan pengulangan-pengulangan umum agar karakter tanggung jawab mulai membudaya pada diri siswa, khususnya pada subjek penelitian. Tindakan evaluasi dan pengulangan yang dilakukan peneliti untuk meningkatkan karakter masing-masing subjek penelitian, adalah sebagai berikut: (1) Membangun pengetahuan tentang karakter tanggung jawab; (2) Memotivasi siswa akan pentingnya tanggung jawab; (3) Mendorong siswa agar mampu menghargai dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya; (4) Memberikan tugas terstruktur setiap pertemuan dan memberikan umpan balik atas tugas yang diberikan agar siswa memiliki tanggung jawab atas tugas yang diberikan; (5) Mendorong siswa untuk selalu belajar setiap hari dengan meminta siswa membuat ragkuman tentang materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya; dan (6) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya agar siswa memiliki tanggung jawab atas semua tindakan dan pekerjaan yang mereka lakukan. 43

S 1 2 3 4 5 Tabel 1. Proses Perkembangan Subjek Penelitian Tes Keterampilan Komunikasi Karakter Tanggung Jawab Pendahuluan I II III IV V I II III IV V Matematika 25 29 40 44 47 38 39 50 57 58 Gain 68 0.17 0.58 0.50 0.75 0.05 0.52 0.70 0.33 Kriteria rendah sedang sedang tinggi rendah sedang tinggi sedang 19 26 33 38 43 33 35 47 50 53 Gain 46 0.24 0.32 0.33 0.50 0.07 0.48 0.23 0.30 Kriteria rendah sedang sedang sedang rendah sedang rendah sedang 20 26 32 38 45 29 34 52 52 57 Gain 38 0.21 0.27 0.38 0.70 0.16 0.69 0.00 0.63 Kriteria rendah rendah Sedang tinggi rendah sedang rendah sedang 17 20 26 35 38 27 39 41 41 52 Gain 32 0.10 0.21 0.41 0.23 0.36 0.10 0.00 0.58 Kriteria rendah rendah Sedang rendah sedang rendah rendah sedang 20 26 32 38 45 24 29 41 41 48 Gain 14 0.21 0.27 0.38 0.70 0.14 0.39 0.00 0.37 Kriteria rendah rendah Sedang tinggi rendah sedang rendah sedang Tes Akhir 98 89 91 83 80 Proses pencapaian karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika kelima subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan selama penelitian berlangsung diperoleh hasil bahwa karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika kelima subjek penelitian mengalami perkembangan yang berbeda-beda. Berikut penjabaran analisis perkembangan karakter tanggung jawab subjek penelitian. Dari awal penelitian, S-1 sudah terlihat memiliki karakter tanggung jawab yang cukup baik terutama dalam hal belajar. Motivasi dalam mengikuti pelajaran dan tanggung jawab atas tugas yang diberikan termasuk dalam kriteria tinggi. Pada pertemuan I beberapa aspek sudah masuk dalam kriteria MK, meskipun masih ditemukan beberapa aspek yang masuk kriteria BT. Setelah mendapat tindakan berupa dorongan dan pengulangan selama pembelajaran dengan model problem posing berlangsung, karakter tanggung jawab S-1 semakin meningkat setiap pertemuan. Bahkan hampir semua aspek masuk dalam kriteria MB. Hal ini diperkuat dengan indeks gain karakter tanggung jawab S-1 yang telah dijelaskan pada hasil penelitian. Peningkatan ini diperoleh dari keberhasilan S-1 dalam mencapai setiap indikator tanggung jawab yang ditetapkan oleh peneliti. Dengan meningkatnya tanggung jawab yang dimiliki S-1, tanggung jawab untuk belajarnya pun juga akan meningkat.. Hal ini dapat berdampak positif pada prestasi akademiknya terutama dalam bidang matematika. Berbeda dengan S-1, karakter tanggung jawab S-2 masih tergolong kurang. Di awal penelitian diketahui bahwa motivasi S-2 dalam mengikuti pelajaran dan tanggung jawab atas tugas masih kurang. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan karakter tanggung jawab. Pada pertemuan I beberapa aspek masih belum terlihat pada S-2. Namun setelah mendapat tindakan berupa dorongan dan pengulangan selama pembelajaran dengan model problem posing berlangsung, karakter tanggung jawab S-2 mulai terlihat bahkan di akhir pertemuan terlihat beberapa aspek masuk kriteria MB dan sisanya masuk kriteria MK. Sama halnya dengan S-2, karakter tanggung jawab S-3 juga masih tergolong kurang. Motivasi belajar S-3 memang lebih baik jika dibandingkan S-2. Namun tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan juga masih kurang. S-3 memang sudah mengumpulkan tetapi tugas tersebut masih belum lengkap dan dikerjakan asalasalan. Dengan pemberian perlakuan selama pembelajaran problem posing berlang- 44

sung selama lima kali pertemuan, maka diperoleh peningkatan karakter tanggung jawab S-3. Pada pertemuan I karakter tanggung jawab S-3 memang di bawah S-2, namun dalam perkembangannya perolehan skor S-3 dapat menungguli S-2. Sebagian besar aspek sudah masuk kriteria MB seperti yang telah diuraikan pada hasil penelitian. Karakter tanggung jawab S-4 dan S- 5 tidak jauh berbeda, karakter keduanya dapat dikatakan rendah. Di awal penelitian hampir semua aspek masih belum terlihat. Motivasi belajar mereka termasuk rendah karena mereka memang tidak terlalu menyukai pelajaran matematika. Tanggung jawab akan tugas dan peran mereka dalam melaksanakan kegiatan diskusi juga masih belum terlihat. Meskipun tanggung jawab S-5 dalam mengerjakan tugas sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan S-4. Tanggung jawab belajar yang dimiliki S-4 sangatlah kurang terutama dalam hal pengumpulan tugas. S-4 sering tidak mengumpulkan tugas jika mengumpulkan S-4 mengerjakannya dengan asal-asalan sehingga masih banyak yang salah dan tidak lengkap. Sehingga hasil akhir pencapaian indikator karakter tangggung jawab S-5 lebih tinggi jika dibandingkan dengan S-4. Bahkan skor S-5 dapat mengungguli S-2. Secara keseluruhan setelah dilakukan pemberian dorongan (scaffolding) selama pembelajaran problem posing berlangung kepada S-4 dan S-5 sehingga karakter tanggung jawab mereka pun mengalami peningkatan. Semua aspek sudah mulai terlihat dalam diri S-4 dan S-5 dan beberapa aspek juga sudah mulai membudaya. Dari uraian pembahasan di atas dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa secara umum karakter tanggung jawab kelima subjek penelitian mengalami peningkatan, sudah ada yang mulai terlihat bahkan ada yang mulai membudaya, dengan pemberian dorongan dan kegiatan pengulangan yang dilakukan selama pembelajaran menggunakan model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding berlangsung. Dengan terbentuknya tanggung jawab siswa, dapat membantu meningkatkan motivasi belajar siswa serta kemampuan kognitif siswa. Sehingga dapat dijadikan solusi untuk memperbaiki kesuksesan hasil belajar siswa, terutama dalam pembelajaran matematika. Penelitian ini juga bertujuan untuk membentuk keterampilan komunikasi matematika yang ditunjukkan dari peningkatan aspek-aspek keterampilan komunikasi matematika yang dimiliki masing-masing subjek penelitian. Penilaian keterampilan tidak hanya berdasarkan hasil akhir pekerjaan subjek penelitian melainkan dilakukan dari kegiatan pengamatan terhadap proses yang dilakukan subjek penelitian dalam mengkomunikasikan ide matematikanya selama pembelajaran berlangsung. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara untuk meng-crosscheck hasil pengamatan selama pembelajaran berlangsung dan untuk menilai keterampilan komunikasi matematika siswa secara lisan. Secara umum, berdasarkan hasil tes pendahuluan diketahui bahwa pada dasarnya kelima subjek penelitian tersebut belum menguasai keterampilan komunikasi matematika. Berdasarkan hasil penelitian, juga diketahui bahwa keterampilan komunikasi matematika masing-masing subjek penelitian berbeda-beda satu sama lain sehingga memerlukan perlakuan yang berbeda pula dari peneliti. Berikut dijelaskan pembahasan dari kelima kasus tersebut S-1 memiliki motivasi belajar yang termasuk tinggi sehingga menyebabkan kemampuan kognitifnya juga tinggi terutama di bidang matematika. Pada dasarnya, keterampilan komunikasi matematika S-1 bisa dikatakan cukup baik. S-1 sudah mampu memahami soal dengan baik meskipun dia tidak terbiasa menuliskan informasi yang ada dalam soal. Keterampilan S-1 dalam memilih strategi atau langkah dalam menyelesaikan suatu permasalahan juga baik, S-1 sudah mampu memilih rumus yang tepat dan mampu mengaitkan dengan konsep yang sudah ada sebelumnya, meskipun dia belum terampil menuliskannya secara runtut sehingga bisa dipa- 45

hami oleh pembaca. Keterampilan komunikasi matematika S-1 secara lisan juga cukup baik, hal ini terlihat ketika kegiatan diskusi kelompok dan kegiatan wawancara berlangsung. Dalam hal pemberian scaffolding, peneliti tidak mengalami kendala yang begitu besar karena S-1 tidak membutuhkan scaffolding yang begitu mendalam. Scaffolding dilakukan ketika S-1 mengalami kesalahan dalam hal perhitungan karena kelemahan S-1 terletak dalam hal ketelitian. Beberapa kali ditemukan kasus bahwa S-1 kurang teliti dalam membaca soal maupun ketika melakukan perhitungan sehingga menyebabkan jawaban akhirnya kurang tepat. Dengan diterapkannya model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding dapat meningkatkan keterampilan komunikasi matematika S-1. Scaffolding dilakukan terhadap S-1 hanya hingga pada pertemuan ketiga. Karena pada pertemuan IV, S-1 sudah memiliki ketiga aspek yang menjadi tujuan penelitian, baik dari aspek tanggung jawab, keterampilan komunikasi matematika maupun kemampuan komunikasi matematika dengan cukup baik, sehingga pemberian scaffolding dihentikan tetapi untuk penerapan model pembelajaran problem posing tetap dilakukan terhadap semua siswa termasuk S-1. Dari hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya, keterampilan dalam komunikasi matematika S-1 mengalami peningkatan setiap pertemuannya. Jika dibandingkan dengan hasil tes pendahuluan, S-1 mendapatkan nilai tertinggi di kelas pada tes akhir. Hal ini mengindikasikan bahwa pembentukan komunikasi matematika pada S-1 sudah tercapai sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Jika keterampilan komunikasinya baik, maka akan diimbangi dengan kemampuan komunikasi matematika yang baik pula sehingga dapat memberikan hasil prestasi S-1 yang lebih optimal daripada saat dia belum memiliki keterampilan komunikasi matematika yang baik. S-2 tidak jauh berbeda dengan S-1. S-2 sebenarnya memiliki kemampuan kognitif yang cukup baik mekipun motivasi belajarnya masih kurang jika dibandingkan dengan S-1. Berdasarkan hasil tes pendahuluan, diketahui bahwa keterampilan komunikasi matematika S-2 secara tertulis dapat dikatakan masih kurang. Namun setelah dilakukan wawancara, diketahui bahwa S-2 sebenarnya sudah mempunyai keterampilan komunikasi matematika yang baik, S-2 mampu menjelaskan jawabannya dengan baik, tetapi S-2 kurang terampil menuliskan ide matematikanya. Hal ini dikarenakan S-2 tidak terbiasa. Selain itu juga tidak ada tuntutan dari guru untuk menuliskannya. Masalah ketelitian, S-2 memang memiliki ketelitian yang lebih baik jika dibandingkan dengan S-1. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk meningkatkan kemampuan kognitif di bidang matematika perlu adanya keterampilan komunikasi matematika yang baik secara verbal maupun tertulis. Pemberian scaffolding kepada S-2 dilakukan lebih mendalam jika dibandingkan dengan S-1 karena kemampuan S-2 masih di bawah S- 1, sehingga S-2 masih memerlukan scaffolding lebih banyak daripada S-1. Berdasarkan hasil penelitian, setelah diterapkannya model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding diketahui bahwa keterampilan komunikasi matematika S-2 meningkat setiap pertemuannya, meskipun tidak sebesar S-1. Oleh karena itu kemampuan komunikasi siswa juga meningkat. Berbeda dengan 2 subjek penelitian sebelumnya, kemampuan kognitif S-3 memang masih kurang jika dibandingkan dengan S-1 dan S-2. Kemampuan S-3 dalam memahami soal sudah baik. S-3 juga sudah mampu memilih strategi yang tepat dalam menyelesaikan suatu permasalahan namun kelemahannya adalah S-3 belum mampu menuliskannya secara jelas dan runtut. S-3 lebih menyukai cara instan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. S-3 juga sering tidak menulis rumus dengan lengkap 46

sehingga pembaca tidak bisa langsung memahami jawabannya. Sama halnya dengan S-1 dan S-2, setelah diterapkannya model pembalajaran problem posing berbantuan scaffolding, keterampilan komunikasi matematika S-3 juga meningkat. Mengenai kendala untuk meningkatkan keterampilan S-3, tidak terlalu berarti karena pada dasarnya S-3 sudah bisa memahami soal dengan cukup baik hanya saja dia masih memerlukan bimbingan agar mampu menjelaskan ide matematika dengan runtut dan jelas. Dalam hal pemberian scaffolding pada kasus ketiga ini, peneliti menerapkan perlakuan scaffolding yang lebih mendalam terhadap S-3 jika dibandingkan dengan S-1 dan S-2 untuk membentuk keterampilan komunikasi matematikanya. Scaffolding terhadap S-3 dilakukan hingga pertemuan terakhir dengan kadar yang semakin menurun. Dengan berbagai perlakuan tersebut, keterampilan komunikasi matematika S-3 dapat meninkat bahkan perolehan skor S-3 dapat mengunguli skor S- 2. Demikian juga dengan hasil tes akhir kemampuan komunikasi matematika, S-3 berhasil mencapai ketuntasan KKM yang ditentukan dan hasilnya lebih tinggi daripada S-2. Sedangkan untuk S-4 motivasi belajarnya termasuk rendah karena memang S- 4 tidak terlalu menyukai pelajaran matematika. Hal ini dikarenakan anggapan S-4 bahwa matematika merupakan peajaran yang sulit dan membosankan. Hal ini menyebabkan kemampuan kognitifnya juga rendah. Berdasarkan hasil penelitian, S-4 memiliki keterampilan komunikasi masih tergolong rendah. S-4 juga belum terampil mengkomunikasikan ide matematika secara tertulis dengan runtut dan jelas. S-4 juga sering tidak menuliskan rumus dengan lengkap. Pembaca harus mampu mengikuti alur berpikirnya terlebih dahulu untuk memahami hasil pekerjaannya. Keterampilan dalam visualisasi gambar yang dimiliki S-4 juga masih kurang. Dengan diterapkannya model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding, S-4 berhasil mencapai ketuntasan KKM yang ditentukan. Meskipun, peneliti harus memberikan scaffolding yang lebih mendalam daripada S-3. Scaffolding diberikan kepada S-4 hingga di pertemuan terakhir dengan tingkat atau kadar yang semakin berkurang karena S-4 menunjukkan peningkatan dalam hal keterampilan komunikasi matematikanya, sehingg kemampuan komunikasi matematikanya juga meningkat. Hal ini ditunjukkan dari peningkatan perolehan hasil tes kemampuan komunikasi matematika. Sedangkan untuk motivasi S-5 tidak jauh berbeda dengan S-4. Motivasi belajar S-5 juga tergolong rendah. S-5 juga mengalami kesulitan dalam menerima materi yang diberikan sehingga kemampuan kognitifnya sangat rendah, terutama dalam matematika. Berdasarkan uraian hasil penelitian, S-5 memiliki keterampilan komunikasi yang kurang. S-5 sering mengalami kesulitan dalam menentukan strategi dalam menyelesaikan masalah karena S-5 belum terlalu memahami soal dengan baik. Logika berpikirnya juga kurang, sehingga S-5 belum terampil menuliskan jawaban secara runtut dan jelas. Keterampilan visualisasi gambar juga terrmasuk rendah meskipun masih lebih baik jika dibandingkan dengan S-4. Sifatnya ini membuat peneliti merasa lebih kesulitan jika dibandingkan dengan subjek penelitian yang lain. S-5 sangat lemah dalam komunikasi verbal maupun tertulis. Ketika melakukan kegiatan diskusi, S-5 juga tergolong pasif di kelas. Dia jarang menyampaikan ide matematika, S-5 hanya melihat temannya berdiskusi sambil sesekali mencatat. Pada penelitian ini, peneliti memberikan scaffolding yang lebih mendalam daripada subjek penelitian lain. Diperlukan waktu yang lebih lama dan lebih intensif untuk membentuk keterampilan komunikasi matematika pada S-5. Selain itu, karena logika berpikir dan daya tangkapnya kurang sehingga diperlukan pendalaman materi lagi oleh peneliti. Scaffolding diberikan secara mendalam hingga akhir pertemuan. Hal ini akan membantu S-5 dalam 47

memahami materi sehingga hasil pembelajarannya pun akan meningkat. Berdasarkan uraian hasil penelitian di atas, setelah diberikan berbagai perlakuan yaitu dengan diterapkannya model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding terhadap S-5, S-5 mengalami peningkatan keterampilan komunikasi matematika sehingga kemampuan komunikasi matematika pun dapat terbentuk. Dengan terbentuknya kemampuan komunikasi matematika, prestasi akademik di bidang matematika pun dapat meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan pencapaian hasil tes akhir komunikasi matematika yang meningkat jika dibandingkan dengan tes pendahuluan dan berhasil mencapai ketuntasan KKM yang ditentukan. Dari uraian pembahasan mengenai keterampilan komunikasi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding dapat membentuk keterampilan komunikasi matematika. Model pembelajaran problem posing merupakan model yang sesuai untuk membentuk komunikasi matematika siswa. Adanya keterkaitan antara model pembelajaran problem posing dengan kemampuan komunikasi matematika dapat diketahui dari hubungan antara indikator komunikasi matematika dengan tahap-tahap pembelajaran dalam model pembelajaran problem posing. Model pembelajaran problem posing yang mengharuskan siswa mempu berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis, melalui kegiatan diskusi kelompok untuk membuat suatu soal beserta penyelesaiannya. Siswa tidak hanya diminta untuk mampu mengkomunikasikan ide matematika dalam menuliskan soal beserta penyelesaiannya sehingga orang lain dapat memahami maksudnya tetapi mereka juga diminta mampu mengomunikasikan secara lisan hasil pekerjaannya mereka melalui kegiatan presentasi hasil diskusi kelompok. Jadi dapat disimpulkan jika dengan penerapan model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding dapat membentuk komunikasi matematika siswa. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa untuk semua subjek penelitian, secara umum keterampilan komunikasi matematika yang meningkat akan mempengaruhi hasil kognitif siswa terutama di bidang matematika. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan ketika individu mampu mengkomunikasikan ide matematika berarti mereka mampu berbicara dan menuliskan apa yang mereka pahami dan apa yang mereka lakukan. Mereka dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran matematika di sekolah, mereka diminta untuk memikirkan ide-ide mereka kemudian mereka diminta berbicara dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide, model dan solusi. Oleh karena itu, keterampilan komunikasi matematika dapat meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Jika hasil tes kemampuan komunikasi matematika dihubungkan dengan karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika maka akan tercipta suatu hubungan yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam perkembangannya karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika S-1 lebih tinggi jika dibandingkan dengan subjek penelitian lain. Kedua aspek ini mendukung kemampuan kognitif S-1. Terbukti dengan hasil tes pendahuluan yang diberikan, S-1 memperoleh nilai tertinggi di kelasnya. Sedangkan untuk hasil S-2 dan S-3, perkembangan keterampilan komunikasi matematika S-2 masih berada di atas perolehan S- 3. Meskipun perkembangan karakter tanggung jawab S-3 sedikit lebih unggul dari S-2, namun hasil tes akhir kemampuan komunikasi matematika S-2 lebih tinggi daripada S-3. Hal ini berbeda dengan S-4 dan S-5. Perkembangan karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika S-4 lebih unggul dari S-5 diikuti dengan hasil tes akhir S-4 yang juga lebih tinggi di atas S-5. Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan jika dengan penerapan model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding, dapat terbentuk karakter tanggung jawab 48

dan keterampilan komunikasi matematika. yang akhirnya akan berdampak pada terbentuknya kemampuan komunikasi matematika yang dapat mencapai KKM yang ditentukan. Keterampilan komunikasi memiliki kaitan langsung dengan kemampuan komunikasi matematika. Hal ini terbukti dengan perkembangan kelima subjek penelitian. Jika keterampilan komunikasi matematika siswa baik maka akan menghasilkan kemampuan komunikasi matematika yang baik pula, begitu juga sebaliknya. Sedangkan untuk perkembangan karakter tanggung jawab lebih berkaitan pada proses belajar siswa. Subjek penelitian yang unggul dalam kedua aspek, yaitu aspek afektif (karakter tanggung jawab) dan aspek psikomotor (keterampilan komunikasi matematika) akan meningkatkan aspek kognitif (kemampuan komunikasi matematika). SIMPULAN Simpulan penelitian ini adalah karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika kelima subjek penelitian mengalami peningkatan. Hal ini dapat ditunjukkan dari peningkatan indeks gain setiap pertemuannya. Peningkatan karakter tanggung jawab kelima subjek penelitian termasuk kategori tinggi dengan indeks gain dari pertemuan pertama hingga kelima S-1, S-2, S-3, S-4, S-5 berturut-turut adalah 0,96; 0,83; 0,89; 0,71 dan 0,87. Sedangkan indeks gain keterampilan komunikasi matematika dari pertemuan I sampai pertemuan V dari S-1, S-2, S-3, S- 4, S-5 berturut-turut adalah 0,91; 0,74; 0,90; 0,76 dan 0,67. Hasil tes kemampuan komunikasi matematika kelima subjek penelitian juga telah mencapai KKM yang telah ditentukan. Nilai tes kemampuan komunikasi matematika S-1, S-2, S-3, S-4, dan S-5 secara berturut-turut adalah 98, 89, 91, 83, dan 80. DAFTAR PUSTAKA Hanafi, A. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Matematika dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada Sekolah Menengah Atas Kota Palembang, Artikel dalam Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya, Vol. 4(7), pp. 121-130. Hasan, S.H. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Materi disajikan sebagai bahan pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran berdasarkan Nilai-Nilai budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas. Kurikulum. 2006. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs. Jakarta: Depdiknas. Marsigit. 2003. Pembelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi Di SMK. Makalah disajikan dalam Penataran Kurikulum Matematika Berbasis Kompetensi untuk SMK, BPG Yogyakarta, Yogyakarta, 6 Oktober. McKenzie, F. 2001. Developing Children s Communication Skill to Aid Mathematical Understanding, artikel dalam ACE Papers, Vol. 11, pp. 7-16. National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Online), (www.inherentdikti.net/files/sisdiknas.pdf, diakses 15 April 2013). 49