UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 21. (21/1948) Peraturan tentang menambah dan mengubah Undang - undang tahun 1947 No. 12, tentang Pajak Radio.

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Keuangan Negara perlu diperkuat; b. bahwa atas beberapa jenis tembakau belum dikenakan cukai;

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 28 (28/1948) Peraturan tentang Pasal alat pembayaran Luar Negeri. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 17. (17/1948) Peraturan tentang mengadakan perubahan dalam Undang-undang pajak pendapatan 1932 (Stbl. 1932).

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG (UU) 1946 No. 18 (18/1946) UANG, KEWAJIBAN MENYIMPAN UANG. Peraturan tentang kewajiban menyimpan uang dalam bank.

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II CIREBON

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1947 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PEMBANGUNAN DI RUMAH MAKAN DAN RUMAH PENGINAPAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1953 TENTANG BANK TABUNGAN POS. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DIBIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 51 TAHUN 1948 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah (PP) 1948 No. 22 (22/1948) PEGAWAI. PENGALAMAN KERJA, Peraturan tentang penghargaan pengalaman kerja PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

CONTOH SURAT PERJANJIAN UTANG PIUTANG DENGAN KUASA HIPOTEK

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (PERPU) NOMOR 27 TAHUN 1959 (27/1959) TENTANG BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab II : Pelanggaran Ketertiban Umum

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1954 TENTANG KEKUASAAN MENGELUARKAN SURAT PAKSA MENGENAI PAJAK-PAJAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1947 TENTANG CUKAI MINUMAN KERAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG 1946 NOMOR 22 TENTANG PENCATATAN NIKAH, NIKAH, TALAK DAN RUJUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1956 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA KONSTITUANTE

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1950 TENTANG PINJAMAN DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 36 TAHUN 1953 (36/1953) 18 DESEMBER 1953 (JAKARTA) Sumber: LN 1953/86; TLN NO.

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN PAJAK DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1947 TENTANG PERATURAN PROMES NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG No. 22 TAHUN 1948 PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1951 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENJUALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN UMUM RETRIBUSI DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUMBANGAN WAJIB ISTIMEWA TAHUN 1962 ATAS BANGUNAN Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 16 Tahun 1962 Tanggal 24 September 1962

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.04/2011 TENTANG IMPOR SEMENTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1954 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan

142/PMK.04/2011 IMPOR SEMENTARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 27. (27/1948) Dewan Perwakilan Rakyat dan pemilihan anggauta-anggautanya. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

CONTOH SURAT PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN (SPPJB)

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 23 TAHUN 1951 (23/1951) TENTANG PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN ORDONANSI PAJAK PERALIHAN TAHUN 1944

PERATURAN DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) Nomor 12 Tahun 1955 (12/1955) Tentang : Pajak Reklame

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1958 TENTANG PERKUMPULAN KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1950 TENTANG PAJAK PEREDARAN *) Presiden Republik Indonesia Serikat,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG. Nomor : 1 Tanggal : Seri : A Nomor : 1

PAJAK PEREDARAN PEMBATASAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

TENTANG PAJAK REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PERATURAN PEMERINTAH (PP) 1947 NO. 13) (13/1947) PERATURAN TENTANG ONGKOS JALAN UNTUK PEGAWAI NEGERI, YANG MELAKSANAKAN PERJALANAN DINAS.


Perda No.4/2003. Diubah dg

UNDANG-UNDANG (STOOM ORDONNANTIE) VERORDENING STOOM ORDONNANTIE 1930 ATAU DENGAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1953 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin

Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA POS DAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat pula pasal 119 ayat (3) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

LEMBARAN NEGARA TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1953 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1958 TENTANG PERKUMPULAN KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1946 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 1958 TENTANG PERKUMPULAN KOPERASI *) Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1955 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 19 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 24/PMK.04/2011 TENTANG : TATA CARA PENAGIHAN DI BIDANG CUKAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1964 TENTANG PERUBAHAN DAN TAMBAHAN ORDONANSI PAJAK KEKAYAAN 1932 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 21. (21/1948) Peraturan tentang menambah dan mengubah Undang - undang tahun 1947 No. 12, tentang Pajak Radio. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa Undang-undang "Pajak Radio" perlu ditambah dengan pasal-pasal yang mengenai pembebasan pembayaran, penagihan, penyegelan, pengembalian kelebihan pembayaran dan batas waktu penagihan; Mengingat: pasal 5 ayat 1, pasal 20 ayat 1, pasal 23 ayat 2 dan pasal IV Aturan Peralihan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia dan Maklumat Wakil Presiden tanggal 16 Oktober 1945 No. X. Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat; MEMUTUSKAN : Menetapkan peraturan sebagai berikut : UNDANG-UNDANG TAMBAHAN DARI UNDANG-UNDANG PAJAK RADIO. Pasal 1. Undang-undang pajak radio (Undang-undang No. 12 tahun 1947) diubah dan ditambah sebagai berikut : I. Semua perkataan "pesawat penerimaan radio" yang terdapat dalam Undang-undang tersebut harus dibaca "pesawat penerima radio". II. Pasal 3 diubah sebagai berikut : (1) Dibebaskan dari pajak pesawat-pesawat penerima radio : a. yang dipakai oleh dan untuk kepentingan jawatan-jawatan yang berwajib menyelenggarakan, mengawasi siaran radio dan menyediakan radio- umum; b. yang dipakai oleh Tentara melulu untuk kepentingan ketentaraan; c. yang termasuk dagangannya seorang pedagang radio, selebihnya dari satu pesawat dan ditempatkan ditempat penjualan; d. yang dipakai oleh para duta, konsul dan wakil lainnya dari negara-negara asing, pesawat-pesawat yang diperbantukan padanya yang ada di Indonesia dan orang-orang yang bekerja dan berdiam serumah dengan mereka, kesemuanya itu jika mereka ini orang asing dan di Indonesia tidak mempunyai pencaharian dan perusahaan; e. yang tidak dipakai dan oleh karena itu disegel. (2) Kepala Kantor Telepon atau pegawai yang ditunjuk olehnya ataupun pegawai yang ditetapkan oleh Kepala Pejabatan Pos, Telegrap dan Telepon diwajibkan memasang segel dimaksud dalam ayat 1 huruf e.

(3) Segel itu dipasang demikian rupa, sehingga pesawat yang bersangkutan tidak dapat dipakai dengan tidak merusak segel itu". III. Sesudah pasal 9 ditambahkan pasal-pasal baru sebagai berikut: Pasal 9a. Penuntutan oleh Kepala Kantor Penetapan Pajak guna menagih pajak, biaya penagihan dan denda yang dikenakan menurut Undang-undang ini, dan permintaan kembalinya apa yang telah dibayar oleh yang berkepentingan, diadakan dan dikerjakan menurut cara sebagai ditetapkan dalam Undang-undang Peraturan Bea Meterai 1921. Pasal 9b. Pajak, biaya penagihan, denda dan ongkos-ongkos tersebut di pasal 9a dapat dipungut dengan mengadakan tuntutan atas semua harta bergerak dan harta tidak bergerak kepunyaan wajib pajak, pun juga atas pesawat radio yang bersangkutan, dengan tidak mengindahkan dalam tangan siapa pesawat itu berada. Pasal 9c. (1) Tuntutan piutang pajak, biaya penagihan, denda dan ongkos-ongkos tersebut di pasal 9a, berhak utama dari hutang-hutang lain, terkecuali hutang yang berhak utama yang disebutkan dalam pasal 1139 No. 1 dan No. 4 dan 1149 No. 1 dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan pasal 80 dan 81 dari Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan gadai yang diadakan menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan yang berlaku sebelum awal bulan untuk mana pajak itu harus dibayar. (2) Hak Utama ini tidak berlaku lagi setahun terhitung dari awal bulan untuk mana pajak itu dibayar atau jika dalam waktu tersebut dikeluarkan surat paksa, setahun terhitung dari tanggalnya pemberitahuan tuntutan untuk membayar yang terakhir. Pasal 9d. Pegawai yang berkewajiban memasang segel dimaksud dalam pasal 3 ayat 2 diberi kuasa juga untuk menyegel pesawat yang pajaknya menunggak 2 bulan berturut-turut dan membukanya setelah tunggakan, biaya penagihan, denda dan ongkos dibayar sepenuhnya. Pasal 9e. Jika dinyatakan dengan bukti, bahwa untuk salah satu pesawat penerima radio ada kelebihan pembayaran uang pajak, Kepala Kantor Pos yang bersangkutan dapat mengembalikan pembayaran uang kelebihan itu kepada yang berhak. Pasal 9f. (1) Penagihan pajak, denda, biaya penagihan dan ongkos penuntutan yang wajib dibayar

menurut Undang-undang ini, habis waktunya sesudah tiga tahun terhitung dari akhir bulan untuk mana pajak seharusnya dibayar. (2) Tuntutan pengembalian kelebihan pembayaran uang pajak, denda, biaya penagihan dan ongkos penuntutan habis waktunya tiga tahun dihitung dari timbulnya hak untuk meminta kembali. Pasal 2. Undang-undang ini berlaku sejak pengumumannya, Diumumkan pada tanggal 12 Juni 1948. Wakil Sekretaris Negara, RATMOKO. Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 12 Juni 1948. WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENJELASAN MOHAMMAD HATTA. Menteri Keuangan, A.A. MARAMIS. UNDANG-UNDANG No. 21 TAHUN 1948. TENTANG UNDANG-UNDANG TAMBAHAN DARI UNDANG-UNDANG PAJAK RADIO. Pasal 3 Undang-undang Pajak Radio dalam mana diatur pembebasan pembayaran pajak diubah sedemikian rupa, sehingga pesawat-pesawat penerima radio yang dipakai oleh Jawatanjawatan yang pekerjaannya langsung atau tidak langsung berhubungan dengan penyelenggaraan siaran radio, yaitu jawatan R.R.I. dan P.T.T. tidak dikenakan pajak. Pembebasan ini mengenai pesawat-pesawat yang dipakai guna menyelenggarakan dan mengawasi siaran-siaran radio dan yang dipakai guna menyelenggarakan dan mengawasi siaran-siaran radio yang dipakai sebagai radio Umum. Untuk menghindarkan salah faham, maka yang dipandang sebagai radio umum dalam Undang-undang ini yaitu pesawat-pesawat dari Jawatan R.R.I. yang dipergunakan/dipinjamkan untuk ditempatkan ditempat-tempat dimana umum (sembarang orang) sewaktu-waktu dapat mendengarkan siaran-siaran penerangan-penerangan dlsb, sehingga perkataan "Umum" harus diberi arti yang sebenar-benarnya. Dengan begitu maka dari pesawat-pesawat radio yang ditempatkan (dipinjamkan) dikantor-kantor atau gedung-gedung dan "dikatakan" dipergunakan sebagai radio umum pajak radio

tak dapat dibebaskan, meskipun pesawat-pesawat itu ada kepunyaan jawatan R.R.I.. Pembebasan pajak dari pesawat-pesawat yang dipakai oleh jawatan lain yang maksudnya dipergunakan sebagai radio umum, tidak diberikan, karena penerangan dengan radio dianggap R.R.I.-lah yang mempunyai kewajiban dan untuk mana diberi pembebasan pajaknya. Selanjutnya pesawat-pesawat yang dipakai oleh Tentara melulu untuk kepentingan ketentaraan dianggap perlu diberi pembebasan. Pembebasan mengenai para duta, konsul negara asing dan lain-lain sebagainya adalah suatu pembebasan yang telah lazim dimuat di dalam lain-lain Peraturan pajak, yang sifatnya sama atau hampir sama dengan Undang-undang pajak radio ini. Selain dari itu sudah selayaknya dan seadilnya, jika pesawat-pesawat yang merupakan barang dagangan seorang pedagang radio, dibebaskan juga, oleh karena pesawat itu tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, sedangkan harus dijaga supaya pajak jangan menjadi rintangan bagi perdagangan. Untuk menjaga jangan sampai dilakukan kecurangan-kecurangan untuk mendapatkan pembebasan, maka ditetapkan, bahwa pesawat-pesawat yang dibebaskan itu harus memenuhi syaratsyarat : a. ditempatkan ditempat penjualan radio; b. untuk dijual. Agar supaya dengan diadakan pembebasan ini tidak pula timbul ketidak-adilan disebabkan pedagang tidak diharuskan membayar pajak meskipun ia dapat memakai pesawat yang ada ditempat penjualan, bahwa pedagang ditempat penjualan, harus membayar pajak untuk satu pesawat. Pesawat-pesawat yang untuk percobaan atau demonstrasi ditempatkan dirumah calon pembeli dengan idzin Kepala Kantor Pos yang bersangkutan dapat dianggap sebagai ditempatkan ditempat penjualan. Untuk pesawat yang dipakai dirumah (bukan tempat penjualan) untuk kepentingannya pedagang sendiri, dengan sendirinya harus dibayar pajak juga. Pasal 9a. Sesuai dengan aturan penagihan dan pengembalinan apa yang telah dibayar dari pajak-pajak tidak langsung yang telah ada (bea meterai, bea balik nama, bea warisan dll.nya), untuk menguatkan penagihan dan memaksa wajib pajak taat kepada Undang-undang, maka diadakan pasal 9a. Cara mengerjakan aturan-aturan mengenai soal itu dapat disesuaikan dengan cara yang ditetapkan dalam Undang-undang Peraturan Bea Meterai 1921 (Tambahan ditetapkan dengan Stbl. 1936 No. 692), dengan menunjuk pada Peraturan tersebut. Pasal 9b dan c. Pasal 9d. Dalam pasal-pasal ini diadakan Peraturan tentang cara pemungutan pajak atas barang-barang kepunyaan wajib pajak serta tentang hak lebih dari piutang pajak. Pasal ini diadakan, agar wajib pajak yang melalaikan kewajibannya dua bulan berturut-turut tidak diberi kesempatan untuk mempergunakan pesawat yang bersangkutan, sebelum segala hutang yang terjadi karena kelalaian itu dibayar sepenuhnya.

Pasal 9e. Pasal 9f. Pengembalian kelebihan pembayaran menurut pasal ini ialah pengembalian kelebihan pembayaran uang pajak dsb. yang dengan disengaja dibayar atau seharusnya tidak usah dibayar. Sesuai dengan Peraturan tentang batas waktu baik dalam hal penagihan, maupun dalam hal permintaan kembali kelebihan pembayaran yang pajak dsb. yang mengenai bea meterai pemba- tasan waktu itu ditetapkan juga 3 tahun.