BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
UJI TARIK BAHAN KULIT IMITASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KUAT TARIK BAJA 2/4/2015. Assalamualaikum Wr. Wb.

BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS

Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

TEGANGAN (YIELD) Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya. rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik.

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Kajian Pustaka. Bahan Aluminium 5xxx

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Aluminium diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Orang-orang Yunani

bermanfaat. sifat. berubah juga pembebanan siklis,

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

I. PENDAHULUAN. 26, Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

Kategori Sifat Material

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Sifat Sifat Material

MODUL PRAKTIKUM METALURGI (LOGAM)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan pelaksanaan percobaan serta analisis sebagai berikut:

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. PENGUJIAN TARIK

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli

PROSES MANUFACTURING

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan

I. PENDAHULUAN. dengan semakin banyaknya permintaan aluminium dikalangan konsumen.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. KEGIATAN BELAJAR 3. Sifat-sifat fisis dan mekanis bahan teknik dapat dijelaskan dengan benar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR

L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati. produk puli pada pengecoran evoporatif (lost foam casting) dengan berbagai sistem saluran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm-

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

MATERIAL TEKNIK LOGAM

PERANCANGAN POROS DIGESTER UNTUK PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS OLAH 12 TON TBS/JAM DENGAN PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. melakukan rekayasa guna memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks, tak terkecuali dalam hal teknologi yang berperan penting akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

ILMU BAHAN LISTRIK_edysabara. 1 of 6. Pengantar

PENGARUH JARAK DARI TEPI CETAKAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA CORAN ALUMINIUM

BAB 3. PENGECORAN LOGAM

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW)

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

ANALISIS KEKUATAN TARIK BAJA ST37 PASCA PENGELASAN DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGIN MENGGUNAKAN SMAW. Yassyir Maulana

PENGARUH PUTARAN TERHADAP LAJU KEAUSAN Al-Si ALLOY MENGGUNAKAN METODE PIN ON DISK TEST

TUGAS AKHIR PENELITIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU DENGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DARI KOKAS LOKAL DENGAN PEREKAT TETES TEBU DAN ASPAL

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

MAKALAH MATERIAL TEKNIK

BAB I PENDAHULUAN. tentang unsur tersebut. Berikut potongan ayat tersebut :

BAB II KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISA SIFAT MEKANIK PROPELLER KAPAL BERBAHAN DASAR ALUMINIUM DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Cu. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna

Materi #2 TIN107 Material Teknik 2013 SIFAT MATERIAL

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

11 BAB II LANDASAN TEORI

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

PENGUJIAN KEKUATAN TARIK PRODUK COR PROPELER ALUMUNIUM. Hera Setiawan 1* Gondangmanis, PO Box 53, Bae, Kudus 59352

ANALISIS HASIL PENGECORAN SENTRIFUGAL DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL ALUMINIUM

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

BAB V KERAMIK (CERAMIC)

KONSEP TEGANGAN DAN REGANGAN NORMAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tembaga merupakan salah satu logam non-ferrous yang paling penting

Analisis Sifat Fisis dan Mekanis Pada Paduan Aluminium Silikon (Al-Si) dan Tembaga (Cu) Dengan Perbandingan Velg Sprint

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aluminium Aluminium telah menjadi salah satu logam industri yang paling luas penggunaannya di dunia. Aluminium banyak digunakan di dalam semua sektor utama industri seperti angkutan, konstruksi, listrik, peti kemas dan kemasan, alat rumah tangga serta peralatan mekanis. Adapun sifat-sifat aluminium antara lain sebagai berikut : a) Kuat Aluminium memiliki sifat yang kuat terutama bila dipadu dengan logam lain. Digunakan untuk pembuatan komponen yang memerlukan kekuatan tinggi seperti : pesawat terbang, kapal laut, bejana tekan, kendaraan dan lain-lain. b) Tahan terhadap korosi Sifatnya durabel sehingga baik dipakai untuk lingkungan yang dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti air, udara, suhu dan unsur-unsur kimia lainnya, baik di ruang angkasa atau bahkan sampai ke dasar laut. c) Mudah dibentuk Proses pengerjaan aluminium mudah dibentuk karena dapat disambung dengan logam/material lainnya dengan pengelasan, brazing, solder, adhesive bonding, sambungan mekanis, atau dengan teknik penyambungan lainnya. d) Ringan Memiliki bobot sekitar 1/3 dari bobot besi dan baja, atau tembaga dan banyak digunakan dalam industri transportasi seperti angkutan udara. e) Memantulkan sinar dan panas Aluminium dapat dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan pantul yang tinggi yaitu sekitar 95% dibandingkan dengan kekuatan pantul

sebuah cermin. Sifat pantul ini menjadikan aluminium sangat baik untuk peralatan penahan radiasi panas f) Konduktor listrik Aluminium dapat menghantarkan arus listrik dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan tembaga. Karena aluminium tidak mahal dan ringan, maka aluminium sangat baik untuk kabel-kabel listrik overhead maupun bawah tanah (Ir. Tata Surdia. M.S. Met. E). g) Konduktor panas Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada mesin-mesin/alat-alat pemindah panas sehingga dapat memberikan penghematan energy h) Non magnetik Aluminium sangat baik untuk penggunaan pada peralatan elektronik, pemancar radio/tv dan lain-lain. Dimana diperlukan faktor magnetisasi negatif. i) Mampu diproses ulang-guna Mendaur ulang kembali melalui proses peleburan dan selanjutnya dibentuk menjadi produk seperti yang diinginkan. Proses ulang-guna ini dapat menghemat energi, modal dan bahan baku yang berharga. j) Menarik Aluminium sering digunakan tanpa diberi proses pengerjaan akhir. Tampak permukaan aluminium sangat menarik dan karena itu cocok untuk perabot rumah (hiasan), bahan bangunan dan mobil. Disamping itu aluminium dapat diberi surface treatment, dapat dikilapkan, disikat atau dicat dengan berbagai warna, dan juga diberi proses anodisasi. Proses ini menghasilkan lapisan yang juga dapat melindungi logam dari goresan dan jenis abrasi lainnya. k) Memiliki ketangguhan yang baik Dalam keadaan dingin dan tidak seperti logam lainnya yang menjadi getas bila didinginkan. Sifat ini sangat baik untuk penggunaan pada transportasi LNG dimana suhu gas cair LNG mencapai dibawah -150 C.

2.2. Magnesium Paduan magnesium (Mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat jenisnya. Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium, hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu diatas 150 C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi. Gambar 2.1. Diagram Phase Magnesium, Suhu( C) Vs Mg(%) Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan hanya digunakan untuk industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana diperlukan nilai inersia yang rendah. Magnesium mempunyai temperatur 650 C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.1. Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan cukup kuat. Unsur ini mudah ternoda di udara, dan magnesium yang terbelah-belah secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah api putih. Kebakaran dapat dengan mudah terjadi, sehingga magnesium harus ditangani

secara hati-hati. Terutama jika logam ini dalam keadaan terbelah-belah secara halus. Air tidak boleh digunakan pada magnesium yang terbakar atau kebakaran yang berdasarkan magnesium. Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk Incendiary Bombs. Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding aluminium dan dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan Missile. Logam ini memperbaiki karakter mekanik, fabrikasi dan las aluminium ketika digunakan sebagai Alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan Conventional Propellants. Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (Milk of Magnesia), klorida, sulfat (Epsom salts) dan sitrat digunakan dalam kedokteran. Magnesite digunakan untuk Refractory, sebagai batu bata dan lapisan di tungkutungku pemanas. 2.3. Paduan Aluminium - Magnesium Aluminium banyak dipakai dengan paduan unsur lain, sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya, serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan yang ditambahkan pada aluminium selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus. Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660 o C hingga 450 o C. Namun, hal ini tidak menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60 o C. Keberadaan magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut.

Gambar 2.2. Al-Mg phase diagram, Temperatur ( C) Vs % Mg(http://www.aluminiumlearning.com) Gambar diagram fasa Al-Mg diatas memperlihatkan penambahan Mg hingga komposisi 35.0%Mg akan cenderung menurunkan temperatur cair dari paduan aluminium. Penambahan Mg pada aluminium untuk fasa biner akan menghasilkan berbagai fasa seperti Al (0-17.1%Mg), Al2Mg2 (36.1 37.8%Mg), Al12Mg17 (42-58%Mg), Mg (87-100%Mg). Unsur Mg pada paduan aluminium alloy type 6063 dapat memperbaiki sifat mekanis hinggan kisaran 0.451-0.651% ( Omotoyinbo,2010). 2.4. Teori Pengecoran 2.4.1.Sejarah Pengecoran Sejarah pengecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira 4.000 sebelum Masehi, sedangkan tahun yang lebih tepat tidak diketahui. Pengecoran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Penggunaan logam oleh orang ialah ketika orang membuat perhiasan dari emas atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak dengan menempa tembaga, hal itu dimungkinkan karena logam-logam ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah orang menempanya. Kemudian

secara kebetulan orang menemukan tembaga mencair, selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair kedalam cetakan, dengan demikian untuk pertama kalinya orang dapat membuat coran yang berbentuk rumit. Coran tersebut dibuat dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik cairnya lebih rendah dari titik cair tembaga. Pengecoran perunggu di lakukan pertama di Mesopotamia, kira-kira 3000 tahun sebelum Masehi. Teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan Cina. Teknik pengecoran Mesopotomia diteruskan juga ke Eropa padatahun 1500-1400 sebelum Masehi dan pada abad ke 14 saja pengecoran besi kasar dilakukan secara besar-besaran. Cara pengecoran pada zaman itu ialah menuangkan secara langsung logam cair yang di dapat dari biji besikedalam cetakan, jadi tidak dengan jalan mencairkan kembali besi kasar seperti cara sekarang.coran paduan Alumanium dibuat pada akhir abad 19 setelah cara pemurnian elektrolisasi (Purnomo., 2004). 2.4.2. Proses Pengecoran Proses pengecoran akan dihasilkan aluminium dengan sifat-sifat yang diinginkan. Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang tidak baik, maka dipergunakanlah aluminium alloy untuk memperbaiki sifat tersebut. Beberapa elemen alloy yang sering ditambahkan diantaranya tembaga, magnesium, mangan, nikel, silikon dan sebagainya(ir.tata Surdia M.S. Met. E). Desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh hasil coran yang baik, yaitu ; bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari coran hendaknya mudah, cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran. Pembuatan cetakandibutuhkan saluran turun yang mangalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran, tebal irisan dan macam logam dari coran. Selanjutnya diperlukan penentuan keadaan-keadaan penuangan seperti temperatur penuangan dan laju penuangan. Kwalitas coran tergantung pada saluran turun, penambah, keadaan penuangan, dan lain-lainya, maka penentuanya memerlukan pertimbangan yang teliti. Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan. Bagian-

bagian tersebut terdiri dari : cawan tuang, saluran turun, pengalir, dan saluran masuk. 1. Cawan tuang Merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung dari ladel. Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun di bawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat melakukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal. Kalau perbandingan antara : H tinggi logam cair dalam cawan tuang dan d diameter cawan, harganya terlalu kecil, umpamanya kurang dari 3, maka akan terjadi pusaran-pusaran dan timbullah terak atau kotoran yang terapung pada permukaan logam cair. Karena itu dalamnya cawan tuang sebaiknya dibuat sedalam mungkin. Sabaliknya kalau terlalu dalam, penuangan menjadi sukar dan logam cair yang tersisa dalam cawan tuang akan terlalu banyak sehingga tidak ekonomis (Ir.Tata Surdia M.S. Met. E). 2. Saluran turun Salurun turun adalah saluran yang pertama yang membawa cairan logam dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran turun dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran. Kadang-kadang irisannya sama dari atas sampai bawah, atau mengecil dari atas kebawah yang pertama dipakai kalau dibutuhkan pengisian yang cepat dan lancar, sadangkan yang kedua dipakai apabila diperlukan penahan kotoran sebanyak mungkin. Salurun turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan mempergunakan satu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas yang dibuat dari samot. Samot ini cocok untuk membuat salurun turun yang panjang. Ukuran diameter saluran turun bervariasi, tergantung dari berat coran. 3. Pengalir

Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian-bagian yang cocok pada cetakan. Pengalir biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas permukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat. Pengalir lebih baik sebesar mungkin untuk melambatkan pendinginan logam cair. Logam cair dalam pengalir masih membawa kotoran yang terapung, terutama pada permulaan penuangansehingga harus dipertimbangkan untuk membuang kotoran tersebut. Perpanjangan pemisah dibuat pada ujung saluran pengalir agar logam cair yang pertama masuk akan mengisi seluruh ruang pada cetakan, serta membuat kolam putaran pada saluran masuk dan membuat saluran turun bantu. 4. Saluran Masuk Salauran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada irisan pengalir, agar dapat mencegah kotoran masuk kedalam rongga cetakan. Bentuk irisan saluran masuk biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga atau setengah lingkaran yang membesar kearah rongga cetakan untuk mencegah terkikisnya cetakan. Irisannya diperkecil ditengah dan diperbesar lagi kearah rongga saluran dan irisan terkecil ini mudah diputuskan sehingga mencegah kerusakan pada coran. 2.4.3. Pembuatan Cetakan Jenis - jenis cetakan yang sering digunakan pada proses pengecoran logam yaitu : a. Cetakan Pasir Cetakan dibuat dengan jalan memadatkan pasir, pasir yang akan digunakan adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempeng. Pasir ini biasanya dicampur pengikat khusus, seperti air, kaca, bentonit, semen, resin ferol, minyak pengering. Bahan

tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan cetakan (Tata Surdia, 1992). b. Cetakan Logam Cetakan ini dibuat dengan menggunakan bahan yang terbuat dari logam. Cetakan jenis logam biasanya dipakai untuk industri-industri besar yang jumlah produksinya sangat banyak, sehingga sekali membuat cetakan dapat dipakai untuk selamanya. Cetakan logam harus terbuat dari bahan yang lebih baik dan lebih kuat dari logam coran, karena dengan adanya bahan yang lebih kuat maka cetakan tidak akan terkikis oleh logam coran yang akan di tuang. Membuat coran harus dilakukan proses-proses seperti : pencairan logam, membuat cetakan, menuang, membongkar dan membersihkan coran. Proses pencairkan logam dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam tanur yang dipakai. Umumnya kupola atau tanur induksi frekwensi rendah dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi digunakan untuk baja tuang dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan. Tanur-tanur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logamlogam tersebut. 2.5 Bentuk Bentuk Porositas Porositas adalah salah satu cacat yang terjadi pada produk aluminium, dan akan menjadi awal suatu produk dikatakan gagal. Porositas pada aluminium ada 2 jenis yaitu yang berasal dari shrinkage dan gas. Namun pada kebanyakan kasus porositas terjadi adalah kombinasi dari keduanya yaitu akibat shrinkage dan juga gas yang terperangkap selama proses pembekuan. Gambar 2.3 menunjukkan berbagai porositas yang terjadi pada paduan aluminium.

Gambar 2.3 Jenis-jenis porositas pada aluminum (a) Porositas shrinkage (b) Porositas gas (c) Porositas gabungan antara Porositas shrinkage dengan Porositas gas. 2.5.1 Cara Menghilangkan Porositas Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan porositas, diantaranya: a. Menggunakan Gas Pelindung Aluminium mempunyai pelindung dipermukaan. Permukaan pelindung ini sangat tipis dan hanya terbentuk pada saat pembentukan aluminium. Dalam proses pengecoran perlu digunakan gas pelindung sehingga kemungkinan aluminium cair untuk dimasuki oleh material lain akan

semakin kecil. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap kemungkinan porositas yang terjadi. b. Menggunakan Pengikat Oksida Pada saat melting atau pencairan logam aluminium kebanyakan orang menggunakan zat aditif sebagai pengikat oksida sehingga diharapkan kadar oksida dapat berkurang atau bahkan mencapai tahap nol. c. Menjaga Permukaan Aluminium Sebelum Dicairkan Melakukan pengontrolan terhadap permukaan aluminium apalagi terhadap proses pemotongan gerinda atau gergaji listrik. Hal ini akan dapat mempengaruhi komposisi dari material itu sendiri. Sehingga residu yang tidak kita inginkan akan ikut tercampur ke dalam material aluminium. Sehingga kalau ada residu lain yang tercampur, maka material akan lebih tidak terkontrol cacat porositasnya. d. Mengontrol Permukaan Cetakan Permukaan harus halus karena akan mempengaruhi laju aliran coran di dalam cetakan. Kalau permukaan tidak halus hal ini akan mempengaruhi laju aliran cairan logam. Sehingga akan menimbulkan turbulensi dalam cetakan. Kalau menimbulkan turbulensi, maka gas atau udara akan terjebak di dalam cetakan sehingga hasil cetakan akan mengalami porositas. 2.6 Variabel Riset Dan Analisis Sebelum peleburan dilakukan, terlebih dahulu di tentukan aluminium yang ingin di lebur. Pada penelitian ini ada 3 variasi yang dikerjakan. Peleburan pertama aluminium dibutuhkan sebanyak 1,55 kg dimana magnesium yang akan dipadu sebanyak 2%, sehingga dapat diketahui kekerasan yang terkandung dalam paduan Al - Mg. Tetapi pada peleburan selanjutnya, kandungan magnesium yang akan dicampur bervariasi. Peleburan pertama, total Al-Mg yang akan dilebur 1,581 kg. Aluminium 1.55 kg, jadi Magnesium yang dibutuhkan 31 gram.

Perhitungannya sebagai berikut : Keterangan : Aluminium : 1550 gram a = % magnesium yang diinginkan Magnesium : 31 gram Solusi : 1550 x a = 31 jadi, 100 a = 31 x 100 1550 = 2 % Hasil % magnesium yang diinginkan pada percobaan ini = 1,935 %, tetapi sering terjadi perbedaan hasil uji komposisi yang tidak sesuai dengan variasi yang diinginkan pada paduaan Al Mg ini. Penyebabnya ialah pada waktu peleburan yang dilakukan banyak terdapat kotoran pada cairan aluminium. Maka sebaiknya menggunakan bahan kimia berupa fluks. Fluks fungsinya ialah pembersih kotoran yang terkandung di dalam Al-Mg pada waktu dilebur. Sehingga pada waktu peleburan tidak menghasilkan ampas/kotoran yang banyak. Demikian pula pada peleburan selanjutnya untuk mendapatkan variasi paduan Al Mg yang dikerjakan. 2.7 Uji Tarik Uji tarik termasuk dalam pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujiannya sangat sederhana dan sudah memiliki standarisasi di seluruh dunia (Amerika ASTM E8 dan Jepang JIS 2241). Dengan melakukan uji tarik suatu bahan, maka akan diketahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap energi tarikan dan sejauh mana material itu bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiffness). Gambar mesin uji tarik dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 mesin uji tarik Bila gaya tarik terus diberikan kepada suatu bahan (logam) sampai putus, maka akan didapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva seperti digambarkan pada Gambar 2.5. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang. Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut. Gambar 2.5 Hasil dan kurva pengujian tarik (www.infometrik.com) Hal paling penting dalam pengujian tarik adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate Tensile Strength disingkat dengan UTS, atau Tegangan Tarik

Maksimum. Gambar spesimen uji tarik yang sesuai dengan standar E8 ASTM volume 3 bisa dilihat pada gambar 2.6. Gambar 2.6 Sampel standar uji tarik E8 ASTM volume 3 Gambar 2.7 Profil data hasil uji tarik (www.infometrik.com) Analisa uji tarik dimulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam gambar. Keterangannya dalah sebagai berikut: Batas Elastis σe (Elastic Limit)

Dalam Gambar 2.7. dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan nol pada titik O (lihat inset dalam Gambar 2.7.). Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, Hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari 0.02%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005%. Tidak ada standarisasi yang universal mengenai nilai ini. Batas Proporsional σp (Proportional Limit) Titik sampai dimana penerapan hukum Hooke masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis. Deformasi Plastis (Plastic Deformation) Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada Gambar 2.7. yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing. Tegangan Luluh Atas σuy (Upper Yield Stress) Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis. Tegangan Luluh Bawah σly (Lower Yield Stress) Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini. Regangan Luluh εy (Yield Strain) Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis. Regangan Elastis εe (Elastic Strain) Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula. Regangan Plastis εp (Plastic Strain) Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

Regangan Total (Total Strain) Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εt = εe+εp. Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis. Tegangan Tarik Maksimum TTM (UTS, Ultimate Tensile Strength) Pada Gambar 2.7. ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik. Kekuatan Patah (Breaking Strength) Pada Gambar 2.7. ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah. Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Tegangan yang terjadi adalah beban yang terjadi dibagi luas penampang bahan dan regangan adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan. Atau secara matematis dapat ditulis : ε = l l 0 x100% Dan (2.1) (2.2) Hubungan kedua persamaan ini adalah: E = σ ε (2.3) Dimana : σ = Tegangan (MPa) ε = Regangan (%)

l 1 = Panjang akhir (cm) l 0 = Panjang awal (cm) E = Modulus elastisitas (MPa) 2.8 Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan Brinnel merupakan pengujian standar skala industri, tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur kekerasannya. Didalam aplikasi manufaktur, material diuji untuk dua pertimbangan, sebagai riset karakteristik suatu material baru dan juga sebagai suatu analisa mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut menghasilkan spesifikasi kualitas tertentu. Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan (Brinnel). Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan). Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian kekerasan, yakni: Brinell (HB/BHN), Rockwell (HR/RHN), Vickers (HV/VHN), dan Micro Hardness. Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada: 1. Permukaan material 2. Jenis dan dimensi material 3. Jenis data yang diinginkan 4. Ketersediaan alat uji. 2.8.1 Metode Brinell Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja

(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Ganbar 2.8 adalah alat uji kekerasan material logam (Brinnel). Gambar 2.8. Alat uji kekerasan material logam (Brinnel) 2.8.2 Metode Vickers Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. 2.8.3 Metode Rockwell Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah:

1. HRa (Untuk material yang sangat keras). 2. HRb (Untuk material yang lunak). 3. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). 2.8.4 Metode Micro Hardness Pengujian ini identor-nya menggunakan intan kasar yang di bentuk menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal panjang dan pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini digunakan untuk menguji suatu material adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk identor yang khusus berupa knoop memberikan kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan tipis atau mengukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan. Rumus perhitungan Brinnel Hardness Number (BHN) : BHN = P πd(d D 2 d 2 )... (2.1) Dimana: P : beban penekan (Kg) D : diameter bola penekan (mm) d : diameter lekukan (mm) 2.9 Pengujian Komposisi berikut : Dalam proses pengujian komposisi diperhatikan beberapa hal sebagai

a. Sebelum melakukan pengujian harus memperhatikan sampel yang akan diuji, dimana permukaan benda yang diuji harus halus dan rata, maka sebelumnya material harus di gerinda ataupun di polis b. Meletakkan benda yang akan diuji di meja patri posisi pas dia atas lubang yang ada di tengah meja patri. c. Menghubungkan tuas penghubung antara benda kerja dengan meja patri. d. Menutup cover ruang benda yang diuji. e. Menekan tombol start ( tombol warna hijau ) f. Melihat hasil test pengujian pada komputer yang telah terhubung dengan mesin metal analizer. Gambar 2.9. Alat uji komposisi ( Metal Analizer ) Gambar 2.10. Meja patri dan material yang diuji