KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO)

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

KEPUTUSAN DEWAN PENGAWAS PERUM PERHUTANI (Selaku Pengurus Perusahaan) NOMOR : 136/KPTS/DIR/2001 PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 625/KPTS-II/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA OPERASI (KSO) PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 11 SERI E

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KERJASAMA DESA

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 / HUK / 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN KERJASAMA DESA BUPATI TANAH BUMBU,

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KERJASAMA PEMANFAATAN HUTAN LINDUNG

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA

PEMERINTAH KABUPATEN SIAK KECAMATAN BUNGARAYA DESA BUNGARAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN. Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 37 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 406 /KMK.06/2004 TENTANG USAHA JASA PENILAI BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN. 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA NOMOR 92 TAHUN 2015

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 12 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PENYERTAAN MODAL DAERAH BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN INDRAMAYU. Salinan NO : 2/LD/2011

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

SALINAN KEPALA DESA KALIGONDO KECAMATAN GENTENG KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DESA KALIGONDO NOMOR 03 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI TANAH DATAR PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI SELAKU PENDIRI DANA PENSIUN PERHUTANI Nomor : 218/Kpts/Dir/2009 TENTANG ARAHAN INVESTASI DANA PENSIUN PERHUTANI

DATA HARVESTMON PARTNER DATA LAHAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 78

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik. melalui peningkatan pendapatan dan memberikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN WONOSOBO

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 67 TAHUN 2011

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 11/KPTS/1994 TENTANG PEDOMAN PERIKATAN JUAL BELI SATUAN RUMAH SUSUN

Nomor : Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Unit UBH-KPWN, yang selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK PERTAMA.

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

NOMOR 7 TAHUN 2017 TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

NGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

Transkripsi:

KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) Menimbang: a. Bahwa pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat merupakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh PT Perhutani (Persero) dengan Masyarakat Desa Hutan atau PT Perhutani (Persero) dan Masyarakat Desa Hutan dengan pihak yang berkepentingan dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. b. Bahwa jiwa berbagi sebagaimana tersebut pada butir a.dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan rasa memiliki, meningkatkan peran dan tanggung jawab bersama antara PT Perhutani (Persero) dengan Masyarakat Desa Hutan serta pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan. c. Bahwa dalam rangka mewujudkan sebagaimana tersebut pada butir b, PT Perhutani menetapkan pengaturan berbagi hasil hutan kayu. d. Bahwa pengaturan berbagi hasil hutan kayu sebagaimana tersebut pada butir c perlu ditetapkan dengan keputusan Direksi PT Perhutani (Persero). Mengingat: a. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. b. Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. c. Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. d. Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2001 tentang Perubahan Perum Perhutani menjadi PT Perhutani (Persero). e. Surat Keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani (Selaku Pengurus Perusahaan) Nomor 136 /KPTS/Dir/2001 Tentang pengelolaan hutan bersama masyarakat. MEMUTUSKAN : Menetapkan: Keputusan Direksi PT Perhutani (Persero) tentang Pedoman Berbagi Hasil Hutan Kayu sebagaimana tercantum dalam keputusan ini. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Hasil Hutan Kayu adalah hasil hasil hutan berupa semua jenis kayu tebangan dari kawasan hutan produksi yang dikelola proses Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. 2. Berbagi Hasil Hutan Kayu adalah pembagian hasil hutan kayu sebagaimana tersebut pada ayat 1antara Perusahaan dengan Kelompok Masyarakat Desa Hutan atau Perusahaan dan Kelompok masyarakat desa hutan dengan Pihak yang Berkepentingan didasarkan pada nilai dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak. 3. Faktor produksi adalah semua unsur masukan produksi berupa lahan, tenaga kerja, teknologi dan atau modal yang dapat mendukung proses produksi sampai hutan menghasilkan keluaran produksi dalam pengelolaan sumberdaya hutan. 4. Masyarakat Desa Hutan adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. 5. Kelompok Masyarakat Desa Hutan adalah perkumpulan orang-orang desa hutan berbentuk kelompok ekonnomi, kelompok sosial maupun kelompok budaya yang tumbuh dari keswadayaan. 6. Pihak Yang Berkepentingan adalah pihak-pihak diluar Perusahaan dan Masyarakat Desa Hutan yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, yaitu Pemerintahan Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Usaha swasta, Lembaga Pendidikan dan Lembaga Donor. 1

7. Perusahaan adalah Perseroan Terbatas Perhutani (Persero) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2001. 8. Kayu Perkakas adalah kayu yang peruntukannya sebagai bahan baku industri dan bahan bangunan lainnya dengan ukuran panjang dan diameter sesuai dengan peraturan perusahaan yang berlaku. 9. Kayu bakar adalah kayu yang tidak digunakan sebagai bahan baku industri dan bahan bangunan lainnya dengan ukuran panjang dan diameter sesuai dengan peraturan perusahan yang berlaku. BAB II TUJUAN Pasal 2 Berbagi hasil hutan kayu bertujuan untuk : 1. Meningkatkan peran dan tanggungjawab Perusahaan dan Masyarakat Desa Hutan, dan Pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan dalam rangka keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan. 2. Meningkatkan pendapatan Perusahaan dan Masyarakat Desa Hutan secara simultan dan berkelanjutan. 3. Meningkatkan kontribusi Perusahaan terhadap Pemerintah Daerah dalam rangka pembangunan wilayah 4. Meningkatkan hubungan kerjasama antara Perusahaan dengan Masyarakat Desa Hutan dan dengan Pihak yang Berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya hutan. 5. Menumbuhkembangkan rasa memiliki terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan bagi Perusahaan, Masyarakat Desa Hutan dan Pihak yang Berkepentingan. BAB III OBYEK BERBAGI Pasal 3 1. Hasil Hutan Kayu yang menjadi obyek berbagi adalah kayu perkakas dan kayu bakar dari kawasan hutan produksi yang dikelola melalui proses Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. 2. Kayu perkakas dan kayu bakar sebagaimana tersebut pada ayat 1 adalah kayu yang berasal dari tebangan yang direncanakan meliputi tebang habis (tebangan Adan B) dan tebangan penjarangan (Tebangan E); dan tebangan force majeur meliputi tebangan tak tersangka (tebangan D) dan tebangan hutan yang dihapuskan (Tebangan C). BAB IV NILAI DAN PROPORSI BERBAGI Bagian Pertama Umum Pasal 4 1. Proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap kayu perkakas yang berasal dari proses Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat diterimakan dalam bentuk uang tunai. 2. Proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap kayu bakar yang berasal dari tebangan penjarangan lanjutan dan tebang habis diterimakan dalam bentuk barang berupa kayu atau uang tunai. 3. Besarnya nilai uang sebagaimana tersebut pada ayat 1 dan ayat 2 dihitung berdasarkan proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan setelah dikalikan dengan Harga Jual Dasar (HJD) dengan memperhitungkan biaya eksploitasi dan biaya pemasaran. Bagian Kedua Tebangan yang Direncanakan Pasal 5 Proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil hutan kayu jati atau kayu selain jati yang perjanjiannya kerjasamanya dilakukan pada kondisi hutan berupa tanah kosong adalah seratus persen dari hasil tebangan penjarangan pertama; sebesar-besarnya dua puluh lima persen dari setiap hasil tebangan penjarangan lanjutan; dan sebesar-besarnya dua puluh lima persen dari hasil tebang habis (Tebangan A). 2

Pasal 6 1. Proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil hutan kayu jati atau selain kayu jati dari hasil tebangan penjarangan pertama (tebangan E) yang perjanjian kerjasamanya dilakukan pada kondisi hutan berupa tegakan adalah seratus persen. 2. Proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil hutan kayu jati atau kayu selain jati dari hasil tebangan penjarangan lanjutan (tebangan E) yang dilaksanakan pertamakali setelah perjanjian kerjasama pada kondisi hutan berupa tegakan, diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut : P = ( U Ut ) x 25% I Keterangan: P adalah proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil tebangan penjarangan lanjutan yang pertama kali dilaksanakan (dalam persentase). U adalah umur tanaman atau tegakan pada saat tebangan penjarangan lanjutan dilaksanakan pertamakali setelah kesepakatan perjanjian kerja sama (dalam tahun). Ut adalah umur tanaman atau tegakan pada saat dilakukan kesepakatan perjanjian kerjasama (dalam tahun). I adalah interval waktu antara tebangan penjarangan yang telah dilaksanakan dengan tebangan penjarangan berikutnya. 25% adalah proporsi terbesar hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan atas hasil tebangan penjarangan lanjutan. 3. Proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil hutan kayu jati atau kayu selain jati dari hasil tebangan penjarangan lanjutan (Tebangan E) yang dilaksanakan setelah penjarangan sebagaimana tersebut pada pasal 6 ayat 2 adalah sebesar-besarnya dua puluh lima persen. Pasal 7 Proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil hutan kayu jati atau kayu selain jati dari tebang habis (tebangan A dan tebangan B) yang perjanjian kerjasamanya dilakukan pada kondisi hutan berupa tegakan, diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut: Pa = ( D Ut ) x 25% D Keterangan: Pa adalah proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil tebangan akhir (dalam persentase). D adalah umur tegakan tegakan saat pelaksanaan tebang habis (tebangan A dan tebangan B). Ut adalah umur tanaman atau tegakan pada saat dilaksanakan kesepakatan Perjanjian kerjasama (dalam tahun). 25% adalah proporsi terbesar hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan atas hasil tebangan penjarangan lanjutan. Bagian Ketiga Tebangan Force Majeur Pasal 8 1. Proposi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil hutan kayu jati atau kayu selain jati yang perjanjian kerjasamanya dilakukan pada kondisi hutan berupa tanah kosong atau berupa tegakan adalah sebesar-besarnya dua puluh lima persen dari hasil tebangan tak tersangka (tebangan D), setelah ditetapkan dalam Berita Acara bahwa kayu tersebut ditebang karena proses alam (bukan karena kesengajaan). 2. Proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil hutan kayu jati atau kayu selain jati dari hasil tebangan hutan yang dihapuskan (tebangan C) yang perjanjian kerjasamanya dilakukan pada kondisi berupa tanah kosong atau berupa tegakan adalah sebesar-besarnya dua puluh lima persen. 3

BAB V KELEMBAGAAN Pasal 9 1. Kelompok Masyarakat Desa Hutan yang bekerjasama dengan perusahaan adalah kelompok yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Anggotanya terdiri dari warga masyarakat desa hutan diutamakan yang kehidupannya tergantung pada sumberdaya hutan; dan atau berada di bawah garis kemiskinan; dan atau mempunyai kepedulian terhadap kelestarian sumberdaya hutan; b. Memiliki stuktur organisasi, peraturan dan mekanisme kerja, rencana kerja, rencana pengelolaan dan rencana pemanfaatan hasil berbagi secara partisipatif; c. Direkomendasikan dan diajukan oleh Lembaga Pemerintahan Desa dengan surat permohonan kerjasama kepada perusahaan; d. Bersepakat bekerjasama dengan Perusahaan yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama; 2. Kelompok yang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut pada ayat 1 berhak menerima hak hasil hutan kayu setelah melakukan perlindungan sumberdaya hutan yang menjadi tanggungjawabnya sekurang-kurangnya selama tiga tahun sejak dimulainya perjanjian kerjasama. 3. Hak kelompok terhadap hasil hutan kayu sebagaimana tersebut pada ayat 2 dimuat dalam perjanjian kerjasama sebagaimana tersebut pada ayat 1 butir d. 4. Dalam keadaan sangat khusus dengan pertimbangan aspek keamanan tegakan, Kelompok Masyarakat Desa Hutan menerima haknya sebelum tiga tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berdasarkan pertimbangan Administratur/KKPH atas persetujuan Direksi. BAB VI MEKANISME BERBAGI Bagian Pertama Umum Pasal 10 1. Kayu yang menjadi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan dari tebangan penjarangan pertama diserahkan oleh Perusahaan kepada Kelompok Masyarakat Desa Hutan di lokasi tebangan dengan Berita Acara yang ditandatangani kedua belah pihak. 2. Nilai kayu yang menjadi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan dari tebangan penjarangan lanjutan dan tebang habis ditetapkan setelah kayu tersebut diterima di TPK atau TPn atau TPKh dengan Berita Acara yang ditandatangani kedua belah pihak. Bagian Kedua Pembayaran Pasal 11 1. Nilai kayu dalam bentuk uang tunai sebagaimana tersebut pada pasal 11 ayat 2 dibayarkan sesuai tahapan penerimaan kayu atau setelah seluruh kayu hasil tebangan diterima di TPK atau TPn atau TPKh. 2. Pada kondisi keuangan Perusahaan tidak memungkinkan untuk memenuhi pembayaran sebagaimana tersebut pada ayat 1, nilai kayu dalam bentuk uang tunai dibayarkan setelah kayu terjual. 3. Pembayaran sebagaimana tersebut pada ayat 1dan ayat 2 diserahkan oleh Adm/KKPH kepada pengurus Kelompok Masyarakat Desa Hutan dengan Berita Acara dan disaksikan oleh anggota kelompok dan pengurus Lembaga Pemerintahan Desa. 4. Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerjasama antara Perusahaan dengan Kelompok Masyarakat Desa Hutan. BAB VII MONITORING DAN EVALUASI Pasal 12 1. Kegiatan monitoring dan evaluasi proses berbagi hasil hutan kayu dilaksanakan secara berkala oleh Perusahaan bersama Kelompok Masyarakat Desa Hutan dan atau Pihak yang Berkepentingan secara transparan. 2. Kriteria, indikator, mekanisme dan waktu pelaksanaan monitoring dan evaluasi proses berbagi hasil hutan kayu ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama oleh pihak-pihak sebagaimana tersebut pada ayat 1. 4

3. Hasil kegiatan monitoring dan evaluasi dituangkan dalam buku laporan kegiatan dilampiri Berita Acara yang ditandatangani oleh pihak-pihak sebagaimana tersebut pada ayat 1. BAB VIII BIAYA Pasal 13 Biaya untuk melaksanakan proses berbagi hasil hutan kayu ditanggung bersama oleh Perusahaan, Kelompok Masyarakat Desa Hutan dan atau Pihak yang Berkepentingan BAB IX PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 14 1. Apabila dalam proses berbagi hasil hutan kayu terjadi sengketa atau perselisihan antara pihak-pihak yang bekerjasama diselesaikan melalui musyawarah. 2. Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, penyelesaian sengketa dilakukan melalui Pengadilan Negeri setempat. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Keputusan Direksi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Salinan Keputusan ini disampaikan Kepada Yth: 1. Menteri Kehutanan Republik Indonesia 2. Menteri Negara BUMN Republik Indonesia 3. Dewan Komisaris PT Perhutani (Persero) 4. Segenap Anggota Direksi PT Perhutani (Persero) 5. Sdr. Kepala Satuan Pengawas Intern PT Perhutani (Persero) 6. Sdr. Kepala unit I Perhutani (Persero) Jawa Tengah 7. Sdr. Kepala Unit II PT Perhutani (Persero) Jawa Timur 8. Sdr. Kepala unit III PT Perhutani (Persero) Jawa barat Ditetapkan di: Jakarta Tanggal: 02 Januari 2002 Direktur Utama Ir. Marsanto, MS. NIP. 080035531 Dikutip oleh: Agus Purnama Romadani (ARuPA) dari versi copyan Keputusan. 5