RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

dokumen-dokumen yang mirip
Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI. Sentra HAM UI & ICW

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS ATAS RUU PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Oleh:Ahsanul Minan, Staff Ahli FKB DPR RI

CACATAN TERHADAP RUU PERLINDUNGAN SAKSI BERDASARKAN UU DAN PP TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Jalan Jenderal Gatot Subroto - Jakarta Nomor : 60 /KOM.IIIIV/2005 Jakarta, 19 Mei 2005

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengadakan wawancara terhadap responden yang telah ditentukan oleh penulis,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Aktivitas Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Lingkup Kerja Lpsk. Disusun Oleh: Kombes Pol (Purn). basuki Haryono, S.H., M.H.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Institute for Criminal Justice Reform

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI TANGGAL 18 JULI 2006

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN RESTITUSI BAGI ANAK YANG MENJADI KORBAN TINDAK PIDANA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang d

Draft RPP pemberian Kompensasi & Restirusi Korban Pemerintah 2006

-2- Di dalam Pasal 7 ayat (4) dinyatakan bahwa pemberian Kompensasi bagi Korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Un

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

Transkripsi:

Seri Advokasi kebijakan # Perlindungan Saksi RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jalan siaga II No 31 Pejaten Barat Jakarta 12510 Indonesia Tel : (62-61) 797 2662, 791 92564 Fax : (62-61) 791 92519 Email : elsam@nusa.or.id website : www.elsam.or.id LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 1

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana adalah keterangan saksi dan/atau korban yang mendengar, melihat atau mengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana dalam rangka menemukan dan mencari kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana; b. Bahwa penegak hukum dalam menemukan dan mencari kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan saksi dan/atau korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu; c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan perlindungan bagi saksi dan/atau korban yang sangat penting keberadaannya dalam proses peradilan pidana; d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-undang tentang perlindungan saksi dan Korban; Mengingat : (1) Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 2

(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3208); (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3327); (4) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 84; Tambahan lembaran Negara Nomor 3713); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini, yang di maksud dengan : 1. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri. 2. Korban adalah seseorang yang mengalami sendiri penderitaan fisik maupun mental serta kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. 3. Lingkungan Peradilan adalah lingkungan peradilan yang meliputi Peradilan Umum dan peradilan Militer. LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 3

4. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan/atau korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 5. Ancaman adalah segala bentuk perbuatan yang mempunyai implikasi memaksa seorang saksi dan/atau korban untuk melakukan sesuatau hal yang berkenaan dengan pemberian kesaksiannya dalam suatu proses peradilan pidana. 6. Keluarga saksi dan/atau korban adalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus, atau mempunyai hubungan darah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga, atau mempunyai hubungan perkawinan dengan saksi dan/atau korban, dan atau orang-orang yang menjadi tanggungan saksi dan/atau korban. 7. Perlindungan adalah bentuk perbuatan untuk memberi tempat bernaung atau berlindung bagi seseorang yang membutuhkan sehingga merasa aman terhadap ancaman sekitarnya. Pasal 3 Perlindungan Saksi dan korban berasaskan pada : a. penghargaan atas harkat dan martabat manusia; b. Rasa aman; dan c. Keadilan. Pasal 4 Perlindungan Saksi dan Korban bertujuan memberikan rasa aman kepada Saksi dan Korban dalam memberikan keterangan pada proses peradilan pidana. BAB II PERLINDUNGAN DAN HAK-HAK SAKSI DAN KORBAN Pasal 5 (1) Seorang Saksi dan Korban berhak memperoleh: a. perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik maupun psikologis dari orang lain yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, tengah atau telah diberikannya atas suatau perkarapidana; b. hak untuk memilih dan menetukan bentuk perlindungan dan dukungan kemanan; LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 4

c. hak untuk mendapatkan nasihat hukum; d. hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan; e. hak untuk mendapatkan penerjemah; f. hak untuk bebas dari pertanyaan yang menjerat; g. hak untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; h. hak untuk mendapatkan informasi mengenai keputusan pengadilan; i. hak untuk mengetahui dalam hal terpidana di bebaskan; j. hak untuk mendapatkan identitas baru; k. hak untuk mendapatkan tempat kediaman baru (relokasi);dan/atau l. hak untuk memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan. (2) Hak sebagaimana di maksud pada ayat (1) diberikan pula kepada keluarga saksi dan/atau Korban dalam kasus-kasus tertentu sesuai dengan keputusan lembaga perlindungan saksi dan kkorban Pasal 6 Korban dalam tindak pidana dengan kekerasan dan pelanggaran HAM berat, selain berhak atas hak sebagaimana diatur dalam Pasal 5, juga berhak mendapatkan bantuan berupa : a. bantuan medis; dan b. bantuan rehabilitasi psiko-sosial. Pasal 7 (1) Korban melalui Lembaga perlindungan saksi dan korban, berhak mengajukan ke pengadilan, berupa : a. hak atas kompensasi dalam tindak pidana dengan kekerasan dan pelangaran HAM yang berat; b. hak atas restitusi atau ganti kerugian oleh pelaku tindak pidana. (2) Keputusan mengenai Kompensasi dan restitusi diberikan oleh pengadilan. (3) Ketentuan mengenai pemberian kompensasi dan restitusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 8 Perlindungan dan bantuan pada Saksi dan Korban diberikan sejak tahap penyelidikan dimulai, dan berakhir sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 5

Pasal 9 (1) Seorang Saksi dan/atau Korban yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang sangat berat, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat dimana perkara tersebut di periksa. (2) Saksi dan/atau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tandatangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian tersebut. (3) Saksi dan/atau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang. Pasal 10 Seorang saksi yang termasuk sebagai tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, namun kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkannya. BAB III LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Pasal 11 (1) Lembaga perlindungan Saksi dan Korban merupakan lembaga yang mandiri. (2) Lembaga perlindungan Saksi dan Korban dibentuk sekurang-kurangnya di setiap ibukota provinsi dan di wilayah kabupaten/kota yang dianggap perlu oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal 12 Lembaga perlindungan Saksi dan korban bertanggungjawab menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada Saksi dan Korban berdasarkan ketentuan sebagaimana di atur dalam Undang-Undang ini. LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 6

Pasal 13 (1) Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan korban terdiri atas 7 (tujuh) orang yang masing-masing berasal dari unsur Komnas HAM, Kepolisian, Kejaksaan, Departemen Kehakiman dan HAM, Akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat. (2) Ketua dan Sekretaris Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dipilih dari dan oleh anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. (3) Kriteria anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dan tata cara pemilihan Ketua dan Sekretaris diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 14 (1) Masa Jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban adalah 5 (lima) tahun. (2) Masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Pasal 15 (1) Keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dicapai, maka keputusan diambil dengan suara terbanyak. Pasal 16 (1) Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban bertanggungjawab kepada Presiden. (2) Lembaga Perlindungan saksi dan Korban membuat pertanggungjawaban secara berkala kepada Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun dan tembusannya disampaikan kepada Menteri Kehakiman dan HAM. LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 7

Pasal 17 Semua pembiayaan bagi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dibebankan kepada Negara. BAB IV TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN DAN BANTUAN Bagian Kesatu Tata cara Pemberian Perlindungan Pasal 18 Seseorang yang menjadi Saksi dan/atau Korban, berhak memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 melalui tatacara: a. Saksi dan/atau Korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban karena kemungkinan adanya ancaman terhadap dirinya; b. Lembaga perlindungan Saksi dan Korban akan melakukan pemeriksaan terhadap permohonan perlindungan saksi dan/atau korban sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. Keputusan Lembaga Perlindungan saksi dan/atau Korban diberikan secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan perlindungan diajukan. Pasal 19 (1) Dalam hal Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban berpendapat bahwa keadaan Saksi dan/atau Korban memerlukan perlindungan terhadap keamanan dirinya atau keluarganya, Saksi dan/atau Korban yang bersangkutan diminta untuk menandatangani perjanjian perlindungan. (2) Surat perjanjian yang ditandatangani Saksi dan/atau Korban dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban berisikan: a. Kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk mentaati aturan yang berkenaan dengan keselamatannya. LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 8

b. Kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk tidak berhubungan dengan cara apapun dengan orang lain selain atas persetujuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, selama ia berada dalam Perlindungan Lembaga ini. c. Kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai keberadaannya di bawah Lembaga perlindungan Saksi dan Korban. d. Kewajiban Lembaga perlindungan Saksi dan Korban untuk memberikan perlindungan sepenuhnya pada Saksi dan/atau Korban, termasuk keluarganya. Pasal 20 (1) Perlindungan atas keamanan Saksi dan/atau Korban hanya dapat dihentikan berdasarkan alasan; (2) Dalam Hal Saksi dan/atau Korban berkeberatan atas dihentikannya perlindungan oleh Lembaga perlindungan Saksi dan Korban, ia berhak untuk mengajukan keberatannya ke pengadilan yang akan memutuskan perkara tersebut. (3) Penghentian perlindungan keamanan seseorang Saksi dan/atau korban harus dilakukan secara tertulis. Bagian Kedua Tata Cara Pemberian Bantuan Pasal 21 Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diberikan kepada seseorang saksi dan/atau korban atas permintaan tertulis dari yang bersangkutan ataupun orang yang mewakilinya kepada lembaga Perlindungan saksi dan Korban. Pasal 22 (1) Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban akan menilai alasan untuk menentukan kelayakan diberikannya bantuan kepada Saksi dan/atau Korban. (2) Kriteria pemberian bantuan meliputi lama dan besarnya bantuan pada Saksi dan/atau Korban. (3) Ketentuan mengenai kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan kriteria pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 9

kriteria pemberian bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 23 Keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban mengenai bantuan pada Saksi dan/atau Korban harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permintaan tersebut. Pasal 24 (1) Dalam melakukan pemberian perlindungan dan bantuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dapat bekerjasama, dengan instansi terkait yang kompeten. (2) Instansi terkait yang kompeten wajib melaksanakan keputusan yang diambil oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. BAB V KETENTUAN PIDANA Pasal 25 (1) Setiap orang yang memaksakan kehendaknya baik memakai kekerasan maupun cara-cara tertentu, yang menyebabkan saksi dan/atau korban tidak memeperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf d, sehingga saksi dan/atau korban tidak memberikan kesaksiannya pada tahap pemeriksaan tingkat manapun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (2) Setiap orang yang melakukan pemaksaan kehendak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehingga menimbulkan luka berat pada Saksi dan/atau Korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan oleh Pejabat Publik, maka ancaman pidananya ditambah dengan 1/3 (sepertiga). LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 10

Pasal 26 (1) Setiap orang yang menghalang-halangi dengan cara apapun, sehingga Saksi dan/atau Korban tidak memperoleh perlindungan atau bantuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf d, Pasal 6, atau Pasal 7 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat Publik, ancaman pidananya ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 27 Setiap orang menyebabkan Saksi dan/atau Korban atau keluarganya kehilangan pekerjaan karena Saksi dan/atau Korban tersebut memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 28 Setiap orang yang menyebabkan dirugikan atau dikuranginya hak-hak Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, atau Pasal 7 ayat (1), disebabkan Saksi dan/atau Korban, memberikan kesaksian yangt benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal 29 (1) Setiap orang yang memberitahukan keberadaan Saksi dan/atau Korban yang tengah dilindungi dalam suatu tempat khusus yang dirahasiakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf k, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Publik, maka ancaman pidannya ditambah 1/3 (sepertiga). LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 11

BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban harus dibentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-Undang ini berlaku. Pasal 31 Ketentuan ini berlaku bagi Saksi dan/atau Korban yang tengah menjalani proses peradilan pidana yang belum mendapat putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap pada saat berlakunya Undang-undang ini. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 32 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang yang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatanya dalam Lembaga Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta Pada tanggal. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Disahkan di Jakarta Pada tanggal.. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN.NOMOR. LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 12

RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN I. UMUM Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat tergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap atau dimunculkan. Dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan dengan Saksi dan Korban, tidak sedikit kasus yang kandas ditengah jalan disebabkan ketiadaan Saksi dan Korban yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Oleh karena itu, keberadaan Saksi dan Korban merupakan suatu unsur yang sangat menentukan dalam suatu proses peradilan pidana. Peran Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana selama ini sangat jauh dari perhatian masyarakat dan penegak hukum. Adanya kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan disebabkan oleh karena keengganan saksi dan Korban untuk memberikan kesaksian kepada penegak hukum karena mendapat ancaman dari pihak-tertentu. Perlindungan Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana di indonesia, suatu fakta yang sangat berbeda dengan perlindungan bagi tersangka atau terdakwa dalam Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah merumuskan sejumlah hak bagi tersangka atau terdakwa yang melindunginya dari berbagai kemungkinan pelangaran HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP. Oleh karena itu sudah tiba saatnya memberikan perhatian yang lebih besar pada pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses peradilan piodana terutama Saksi dan Korban. Dengan berdasarkan pada asas kesamaan dalam hukum (equality before the law) yang menjadi salah satu prasyarat dalam suatu negara hukum, Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana harus pula diberi perangkat hukum untuk menjamin perlindungan hukum bagi Saksi dan Korban. Muatan utama LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 13

ketentuan tentang perlindungan Saksi dan Korban, pada prinsipinya mengandung beberapa hal pokok, yakni : 1. defenisi tentang Saksi dan Korban. 2. perlindungan dan hak-hak Saksi dan Korban. 3. lembaga yang menangani perlindungan Saksi dan Korban. 4. tata cara pemberian perlindungan dan bantuan bagi Saksi dan Korban. 5. sanksi bagi pejabat yang tidak memberikan perlindungan. 6. sanksi bagi orang yang menghalang-halangi perlindungan Saksi dan Korban. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Huruf a Peran Saksi dan Korban selama ini tidak pernah mendapat perhatian yang memadai dari penegak hukum, walaupun Saksi dan Korban yang bersangkutan berperan besar mengungkap suatu tindak pidana. Huruf b Dalam hak ini termasuk pula hak untuk tidak disiksa atau diperlakukan secara kejam dan tidak manusiawi, sesuai dengan konvensi menentang penyiksaan yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indoenesia. Huruf c Tersangka dan terdakwa telah diberikan seperangkat hak dalam KUHAP dan seharusnya Saksi dan Korban mendapat pula keadilan. Pasal 4 Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Perlindungan semacam ini merupakan perlindungan utama yang diperlukan Saksi dan Korban. Apabila dirasa perlu, Saksi dan Korban LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 14

harus ditempatkan dalam suatu tempat yang dirahasiakan dari siapapun, untuk menjamin agar Saksi dan Korban aman. Huruf b Cukub jelas Huruf c Hak ini diperlukan karena seringkali Saksi dan Korban adalah orang yang awam dan tidak mengetahui hukum beserta prosesnya, sehingga perlu mendapat bimbingan dalam menjalani proses peradilan pidana. Huruf d Huruf e Hak ini diberikan kepada Saksi dan Korban yang tidak lancar berbahasa Indonesia, dengan maksud untuk memperlancar persidangan. Huruf f Huruf g Seringkali Saksi dan korban hanya berperan dalam pemberian kesaksian di pengadilan akan tetapi Saksi dan Korban tidak mengetahui perkembangan kasus yang bersangkutan. Oleh karena itu sudah sepantasnya untuk memberikan informasi mengenai hal ini supaya Saksi dan Korban pun mengetahui sejauh mana masukan yang diberikannya itu dimanfaatkan oleh sistem peradilan. Huruf h Informasi ini penting untuk diketahui Saksi dan/atau Korban setidaknya sebagai tanda perhatian pada kesediannya Saksi dan/atau Korban dalam proses peradilan tersebut. Huruf I Ketakutan saksi dan Korban akan adanya pembalasan dendam dari terdakwa seringkali cukup beralasan dan ia layak untuk diberitahu apabila seorang terpidana yang dihukum penjara akan dibebaskan. Huruf j Dalam berbagai kasus terutama yang menyangkut kejahatan terorganisasi, keamanan Saksi dan/atau Korban dapat terancam walaupun terdaklwa sudah dihukum. Dalam kasus-kasus tertentu dapat dipikirkan kemungkinan untuk memberinya identitas baru. LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 15

Huruf k Apabila keamanannya sudah sangat mengkhawatirkan, pemberian tempat baru pada Saksi dan/atau Korban layak dipertimbangkan agar Saksi dan/atau Korban dapat meneruskan kehidupannya adanya ketakutan yang berkepanjangan setelah memberi kesaksian kemudian menjadikan terdakwa dihukum karena kejahatan yang berat. Huruf l Dalam banyak kasus, saksi dan/atau Korban tidak mempunyai cukup kemampuan membiayai dirinya untuk mendatangi lokasi aparat yang berwenang sehingga perlu mendapat bantuan biaya dari negara. Ketentuan senacam ini memang sudah ada sebenarnya untuk tingkat persidangan, akan tetapi sangat jarang diterapkan karena berbagai alasan. Ayat (2) Pasal 6 Huruf a Tindak kekerasan pada dasarnya menyebabkan penderitaan fisik pada korban. Dalam hal ini Negara berkewajiban untuk memberikan bantuan pada korban untuk membantu menyembuhkan luka-lukanya. Huruf b Dalam hal ini Korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya, bantuan psikolog sangat diperlukan untuk membantu kembali menjalani kehidupanya yang telah dikacaukan oleh adanya tindak kekerasan. Pasal 7 Ayat (1) Huruf a Huruf b Hak ini adalah untuk menimbulkan rasa tanggung jawab pada pelaku dan kepeduliannya pada penderitaan korban. Ayat (2) Ayat (3) LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 16

Pasal 8 Pasal 9 Ayat (1) Yang dimaksud dengan ancaman sangat berat dalam ayat ini adalah ancaman yang menyebabkan Saksi dan/atau Korban tidak dapat memberikan kesaksiannya. Ayat (2) Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang dalam ayat ini adalah pejabat Kepolisian, Kejaksaan, dan Hakim atau Notaris. Ayat (3) Kehadiran pejabat ini adalah untuk memastikan bahwa Saksi dan/atau Korban tidak berada dalam paksaan atau tekanan ketika Saksi dan/atau Korban memberi keterangan. Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Lembaga yang mandiri adalah lembaga yang independen tanpa campur tangan dari pihak manapun. Ayat (2) Pasal 12 Pasal 13 Ayat (1) Dari unsur Lembaga Swadaya masyarakat adalah juga termasuk tokoh adat atau tokoh agama. Ayat (2) Ayat (3) Pasal 14 LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 17

Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Cukup Jelas Pasal 18 Huruf a Huruf b Huruf c Ketentuan ini ditujukan untuk melindungi Saksi dan/atau Korban sendiri dari berbagai kemungkinan yang akan melemahkan perlindungan pada dirinya. Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Instansi terkkait yang kompeten adalah lembaga pemerintah dan non pemerintah atau LSM yang memiliki kapasitas dan hak-hak untuk memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung yang dapat mendukung kerja lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang diperlukan dan disetujui keberadaannya oleh saksi dan Korban. Pasal 25 LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 18

Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Cukup Jelas Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 19

KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Keberadaan suatau peradilan pidana yang adil (fair trail) merupakan tuntutan dan prinsip dasar hak asasi manusia yang universal dan ciri negara yang demokratis. Kelancaran dan keberhasilan suatu proses peradilan, khususnya peradilan pidana, akan tergantung pada alat bukti yang berhasil dimunculkan di pengadilan. Salah satu alat bukti yang menentukan adalah yang menyangkut keterangan saksi dan korban. Sebagaimana kita ketahui bersama, banyak kasus yang terjadi belum dapat diselesaikan secara cepat atau tidak dapat terungkap, karena tidak ada atau kurangnya alat bukti yang didapat anatara lain dari saksi dan korban. Sebagaian besar saksi dan Korban merasa enggan atau takut memberi keterangan karena mereka tidak mendapat perlindungan hukum yang jelas. Apalagi dalam kasus-kasus besar yang mungkin melibatkan pihak-pihak yang mempunyai kekuatan atau kekuasaan tertentu dalam masyarakat, mempunyai peluang untuk memberikan penekanan atau intimidasi pada saksi dan korban agar tidak memberikan kesaksiannya. Di lain pihak, perhatian dari para penegak hukum, bahkan masyarakat akan pentingnya perlindungan terhadap saksi dan korban, maupun keluarganya masih terlihat kurang. Hal itu juga didukung oleh belum memadainya perangkat hukum yang memberikan jaminan kepada saksi dan korban untuk dapat menyampaikan apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dikatakan karya agung bangsa Indonesia, atau perundang-undangan lainnya, belum memberikan perlindungan kepada saksi dan korban. Kecuali Undang-Undang No 26 tahun 2001 tentang pengadilan HAM yang memerintahkan pengaturan Perlindungan Saksi dan Korban melalui Peraturan pemerintah untuk itu telah diterbitkan Peratiran Pemerintah No 2 Tahun 2001 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi dalam pelanggaran HAM. Pembentuk undang-undang diwaktu yang lalu sepertinya, lebih memfokuskan pada perlindungan hukum bagi pelakun tindak pidana yang bersangkutan. Sedangkan perlindungan saksi dan korban terabaikan padahal tanpa saksi dan korban, penegakan hukum tidak akan berjalan lancar dan berkeadilan. Oleh karena itu, keberadaan undang-undang yang melindungti saksi dan korban sangat dibutuhkan agar ada kepastian hukum. LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 20

Rancangan Undang-Undang tentang perlindungan Saksi dan Korban terdiri dari VII Bab yang dijabarkan dalam 32 Pasal. Adapun Rinciannya sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Ketentuan Umum dalam RUU memeuat beberapa pengertian yaitu Saksi, Korban, Lingkungan Peradilan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dan Perlindungan. Bab ini juga memuat asas dan tujuan perlindungan saksi dan korban. II. PERLINDUNGAN DAN HAK-HAK ASASI DAN KORBAN Seorang Saksi dan Korban berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadinya dari ancaman fisik maupun psikologis dari orang lain, berkenaan dengan kesaksian yang akan, tengah atau telah diberikannya atas suatu tindak pidana. Di samping itu, sejumlah hak diberikan kepada Saksi dan Korban, antara lain berupa hak untuk memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan, hak untuk mendapatkan nasihat hokum, hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan, hak untuk mendapatkan identitas dan tempat kediaman baru, serta hak untuk memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai kebutuhan. Dalam tindak pidana dengan kekerasan dan pelanggaran HAM berat, seorang korban juga berhak mendapatkan bantuan medis dan rehabilitasi psiko-sosial, serta kompensasi dan/atau restitusi. III. LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban merupakan lembaga mandiri yang bertanggungjawab menangani pemberian perlindungan dan bantusn kepada saksi dan korban. Anggota lembaga ini terdiri dari unsure Komnas HAM, Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan HAM, akademisi, dan Lembaga Swadaya masyarakat. Sedangkan pembiayaan lembaga ini dibebankan kepada negara. IV. TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN DAN BANTUAN Dalam Bab ini diatur bahwa untuk memperoleh perlindungan dan atau bantuan, seorang saksi atau korban harus mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Kemudian Lembaga Perlindunganb Saksi dan Korban Melakukan pemeriksaan terhadap permohonan perlindungan atau bantuan saksi/atau korban yang telah diajukan, dan memberi keputusan tentang perlu atau tidaknya perlindungan dan bantuan diberikan kepada saksi atau korban. Dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dapat bekerjasama dengan instansi terkait yang kompeten. V. KETENTUAN PIDANA Ketetuan Pidana memeuat ancaman pidana penjara dan atau denda bagi setiap orang yang memaksakan kehendaknya atau menghalang-halangi dengan cara apapun, agar saksi dan/atau korban tidak memberikan kesaksian. Ancaman LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 21

tersebut diperberat sepertiga jika dilakukan oleh pejabat publik. Ancaman juga diberikan kepada setiap orang yang menyebabkan saksi dan/atau korban memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan pidana. VI. KETENTUAN PERALIHAN Jangka waktu pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban paling lambat satu tahun setelah ketentuan ini berlaku. Ketentuan ini juga berlaku bagi saksi dan/atau korban yang tengah menjalani proses peradilan pidana yang belum mendapat putusan hakim yang berkekuatan hokum tetap pada saat berlakunya undang-undang ini. VII. KETENTUAN PENUTUP Ketentuan ini menyebutkan saat mulai diberlakukannya undang-undang ini. Demikian secara ringkas keterangan pengusul mengenai perlunya Rancangan Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban dibuat dan materi muatan RUU ini. Demikian secara ringkas keterangan pengusul mengenai perlunya Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban dibuatnya dan materi muatan RUU ini. Jakarta, Juni 2002 PARA PENGUSUL LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT, ELSAM 22