PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG PENJELASAN ATAS UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

dokumen-dokumen yang mirip
PP 43/1998, UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUPLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 4 Tahun T e n t a n g PENYANDANG CACAT

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENYANDANG CACAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 26 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 26 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH

WALIKOTA PANGKALPINANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANGKA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

USAHA KESEJAHTERAN ANAK BAGI ANAK YANG MEMPUNYAI MASALAH Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor 2 Tahun 1988 Tanggal 29 Februari 1988

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN LANJUT USIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2004 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL LANJUT USIA

UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SINTANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN LANJUT USIA

4. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN LANJUT USIA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA WALIKOTA BLITAR,

SALINAN BUPATI MANGGARAI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA

PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG CACAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENDERITA CACAT (Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1980 Tanggal 29 Oktober 1980) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN PRASARANA OLAHRAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. UMUM. menjadi...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

2 Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. penjelasan pasal demi pasal BAB I KETENTUAN UMUM.

WALIKOTA PALANGKA RAYA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2004 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL LANJUT USIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KESETARAAN KEMANDIRIAN DAN KESEJAHTERAAN DIFABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PANDUAN WAWANCARA. 1. Bagaimanakah Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Lampung dalam penyampaian

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG MEKANISME PENYELENGARAAN PELAYANAN BAGI KESEJAHTERAAN LANJUT USIA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN TENTANG PENYELENGGARAAN KEOLAHRAGAAN KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

2017, No Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-H

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

~Ja/wn,a PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DAERAH

PP 43/2004, PELAKSANAAN UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL LANJUT USIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG AKADEMI ILMU PENGETAHUAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG PENJELASAN ATAS UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UMUM. Dalam pembangunan nasional penyandang cacat mempunyai kedudukan hak, kewajiban, dan peran yang sama dengan warga Negara Indonesia lainnya. Oleh karena itu peran penyandang cacat dalam pembangunan nasional perlu untuk lebih ditingkatkan serta didayagunakan seoptimal mungkin. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat yang diundangkan pada tanggal 28 Februari 1997 merupakan suatu bentuk upaya dari Pemerintah bersama-sama dengan masyarakat untuk meningkatkan peran penyandang cacat dalam pembangunan nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat tersebut menitik beratkan kepada upaya peningkatan kesejahteraan social penyandang cacat di segala aspek kehidupan dan penghidupan guna mewujudkan kesamaan kedudukan, hak, kewajiban, dan peran penyandang cacat. Untuk melaksanakan upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat mengamanatkan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan dari undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Sehubungan dengan hal tersebut. Peraturan Pemerintah ini disusun untuk memberikan kejelasan serta menjabarkan secara utuh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tersebut berkenaan dengan upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat agar pelaksanaannya dapat memberikan hasil yang optimal sehingga dapat terwujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi kesamaan kesempatan, rehabilitasi, pemberian bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial yang dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab bersama dari Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan penyandang cacat sendiri. Kesamaan kesempatan diwujudkan melalui penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat baik yang berbentuk fisik maupun yang berbentuk non fisik pada sarana dan prasarana umum. Pengaturan mengenai pembinaan dimaksudkan agar pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kebijaksanaan Pemerintah. Selain hal tersebut di atas, Peraturan Pemeritah ini juga mengatur mengenai pengawasan, lembaga koordinasi, dan pengendalian peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 Angka 2

Angka 3. Angka 4 Angka 5 Angka 6 Angka 7 Angka 8 Angka 9 Angka 10 Angka 11 Angka 12 Pasal 2. Jenis kecacatan sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat adalah terdiri dari cacat fisik, cacat mental, dan cacat fisik dan mental. Penentuan jenis dan tingkat derajat kecacatan yang dimaksud dalam Pasal ini dilakukan apabila terjadi keragu-raguan tentang kecacatan yang disandang seseorang. Pasal 3 Yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamaatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi dan hak dan kewajiban warga negara sesuai dengan Pancasila. Penjelasan pengertian kesejahteraan sosial berlaku seterusnya untuk pengertian yang sama, kecuali ditentukan lain dalam penjelasan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 4 Pasal 5. Yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, pendidikan, sosial, ketenagakerjaan, ekonomi, pelayanan umum, hukum, budaya, politik, pertahanan keamanan, olah raga, rekreasi, dan informasi. Penjelasan pengertian aspek kehidupan dan penghidupan ini berlaku seterusnya untuk pengertian yang sama kecuali ditentukan lain dalam penjelasan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 6. Pasal 7. Pasal 8. Kewajiban penyediaan aksesibilitas yang dimaksud dalam Pasal ini tidak dikenakan sanksi pidana, namun dapat dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 9. Dengan adanya aksesibilitas, maka penyandang cacat dapat memperoleh dan memanfaatkan kesamaan kesempatan seperti anggota masyarakat lainnya dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan sehingga dapat menunjang mobilitas dan kemandirian penyandang cacat. Pasal 10. Pasal 11. Ayat (2) Huruf a. Pelayanan informasi dapat diberikan melalui antara lain suara, bunyi, atau tulisan yang diperuntukkan bagi penyandang cacat. Huruf b. Pelayanan khusus misalnya tempat tiket penjualan tiket angkutan umum yang diperuntukkan khusus bagi penyandang cacat. Pasal 12. Pasal 13. Pasal 14. Pasal 15. Pasal 16. Pasal 17. Pasal 18. Yang dimaksud dengan Menteri lain adalah para Menteri selain Menteri yang bertanggungjawab di bidang kesejahteraan sosial yang bidang tugas dan fungsinya terkait secara langsung dalam pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan penyandang cacat. Penjelasan pengertian Menteri ini berlaku seharusnya untuk pengertian yang sama, kecuali ditentukan lain dalam penjelasan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 19.

Pasal 20. Yang dimaksud dengan penyediaan aksesibilitas yang dilakukan secara bertahap adalah dengan mempertimbangkan kemampuan Pemerintah dan masyarakat serta didasarkan kepada kebutuhan dan prioritas penyandang cacat. Pasal 21. Penyediaan aksesibilitas pada sarana dan prasarana umum yang telah ada tersebut pelaksanaannya secara bertahap serta memperhatikan prioritas aksesibilitas yang dibutuhkan penyandang cacat. Sekalipun secara bertahap, penyediaan aksesibilitas tersebut merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh penyelenggara/pengelola sarana dan prasarana umum. Pasal 22. Pasal 23 Perlakuan yang sama dimaksudkan agar penyandang cacat sebagai peserta didik mendapatkan kesamaan perlakuan sebagaimana peserta didik lainnya, termasuk didalamnya kesamaan perlakuan untuk mendapatkan sarana dan prasarana pendidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan adalah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 24. Yang dimaksud dengan penyelenggara satuan pendidikan adalah Pemerintah atau masyarakat yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pendidikan. Pasal 25 Pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang cacat adalah pendidikan luar biasa. Yang dimaksud dengan pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental. Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dalam ayat ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa. Pasal 26. Ketentuan dalam Pasal ini mempertegas kembali ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, dan agama sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan. Hal ini termasuk tenaga kerja penyandang cacat.

Pasal 27. Ketentuan dalam Pasal ini mempertegas kembali ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Dalam hal ini pengusaha wajib memberikan tanggungjawab dan hak-hak pekerja tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, dan agama. Hal ini termasuk pekerja penyandang cacat. Pasal 28. Keharusan mempekerjakan penyandang cacat pada perusahaan oleh pengusaha adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Pasal 29. Lihat penjelasan Pasal 28. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 30 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Huruf d. Setiap penyandang cacat yang boleh melakukan pekerjaan adalah penyandang cacat yang sehat jasmani dan rohani. Huruf e. Huruf f. Huruf g. Cukup jelas Pasal 31. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Pasal ini adalah Undang-undang Nomor 25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan lainnya di bidang ketenagakerjaan. Pasal 32. Penumbuhan iklim usaha telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan Pemerintah antara lain Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Pelaksanaan penumbuhan iklim usaha bagi penyandang cacat didasarkan kepada peraturan perundang-

undangan dan kebijaksanaan Pemerintah yang ada dan juga kondisi serta ketrampilan dan/atau keahlian penyandang cacat yang bersangkutan. Pasal 33 Pasal 34. Bantuan yang diberikan oleh Menteri merupakan stimulan untuk mendorong dan menggiatkan penyandang cacat dalam menciptakan dan mengembangkan lapangan pekerjaan bagi penyandang cacat. Ayat (3). Cukup jelas Pasal 35. Yang dimaksud dengan fungsi sosial adalah kemampuan dan peran seseorang untuk berintegrasi melalui komunikasi dan interaksi dalam hidup bermasyarakat secara wajar. Pasal 36. Pasal 37. Yang dimaksud dengan fasilitas rehabilitasi adalah sarana dan prasarana pelayanan rehabilitasi, antara lain pusat rehabilitasi, panti sosial, rumah sakit, lembaga pelatihan, dan unit rehabilitasi sosial keliling. Pasal 38. Yang dimaksud dengan rehabilitasi yang dilaksanakan secara terpadu adalah penanganan rehabilitasinya baik medik, pendidikan, pelatihan, dan sosial dilakukan sebagai satu kesatuan di dalam satu lembaga rehabilitasi. Menteri ini terkait dalam Pasal ini adalah Menteri yang bertanggungjawab di bidang kesehatan, pendidikan dan ketenagakerjaan. Pasal 39. Yang dimaksud dengan tidak mampu adalah tidak mampu dari segi kondisi serta kejadian financial untuk membiayai pelaksanaan rehabilitasi. Keringanan pembiayaan dapat seluruh atau sebagaian biaya pelaksanaan rehabilitasi. Pasal 40. Pasal 41. Yang dimaksud dengan kemampuan fungsional secara maksimal adalah dapat melaksanakan fungsi organ

tubuhnya dalam rangka melaksanakan kegiatan dengan selayaknya sesuai dengan kecacatan yang disandang. Pasal 42. Pasal 43. Ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku dalam Pasal ini adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan beserta peraturan pelaksanaannya. Pasal 44. Pasal 45. Pasal 46. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Pasal ini adalah Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan pelaksanaannya. Pasal 47. Pasal 48. Huruf a. Asesmen pelatihan dimaksudkan sebagai kegiatan pendaftaran bagi penyandang cacat dalam rangka menemukenali bakat, minat untuk menentukan jenis keterampilan yang akan diberikan. Huruf b. Bimbingan dan penyuluhan jabatan dimaksudkan sebagai proses pemberian penerangan tentang potensi diri yang meliputi intelegensia, bakat, minat, dan kepribadian. Huruf c. Latihan keterampilan ini dimaksudkan sebagai upaya peningkatan mutu/kualitas tenaga kerja penyandang cacat agar pemakai jasa tenaga kerja penyandang cacat merasa saling membutuhkan dan ditangani secara profesional. Huruf d. Penempatan disini dimaksudkan sebagai penggunaan tenaga kerja penyandang cacat secara optimal dan produktif berdasarkan prinsip penempatan tenaga kerja yang tepat pada pekerjaannya. Huruf e. Pembinaan lanjut ini dimaksudkan sebagai upaya pemantapan dan pengembangan kemampuan penyandang cacat. Pasal 49. Pasal 50. Pasal 51. Huruf a. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan/mendorong penyandang cacat dalam mengikuti program rehabilitasi sosial. Huruf b. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendorong kemauan dan kemampuan penerimaan pelayanan serta pembinaan ketaqwaan.

Huruf c. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memelihara kesehatan jasmani dan perkembangannya. Huruf d. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kemampuan peserta latih secara perseorangan agar dapat mengatasi segala permasalahan sosial yang dihadapi. Huruf e. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penyandang cacat agar mau dan mampu bekerja sesuai dengan bakat, kemampuan dan pengalamannya. Huruf f. Kegiatan ini ditujukan kepada penyandang cacat yang mempunyai kelainan tambahan agar dapat menunjang dalam kegiatan lainnya. Huruf g. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan penyandang cacat dan masyarakat lingkungannya agar terjadi integrasi sosial dalam hidup bermasyarakat. Huruf h. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dan keterampilan agar usaha/kerja yang dilakukan dapat berdaya guna dan berhasil guna. Huruf i. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya pemantapan dalam kehidupan dan penghidupan penyandang cacat dalam hidup bermasyarakat. Pasal 52. Pasal 53. Pasal 54. Pasal 55. Pasal 56. Pasal 57. Pasal 58. Pasal 59. Pasal 60.

Pasal 61. Pasal 62. Huruf a. Penetapan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan oleh Menteri dilakukan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Huruf b. Bimbingan dan penyuluhan dilakukan agar bagi yang merawat penyandang cacat yang bersangkutan dapat memberikan perlindungan dan pelayanan sosial secara tepat dan benar sehingga dapat terwujud taraf hidup yang wajar bagi penyandang cacat. Ayat (3). Pasal 63. Pasal 64. Pasal 65. Pasal 66. Pasal 67. Peran masyarakat yang besifat wajib misalnya keharusan bagi pengusaha untuk mempekerjakan penyandang cacat sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang cacat. Pasal 68 Pasal 69. Pasal 70.

Pasal 71. Pasal 72. Pasal 73. Pasal 74. Pasal 75, Pasal 76. Pasal 77. Pasal 78. Pasal 79. Pasal 80. Pasal 81. Pasal 82. Pasal 83. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah perorangan termasuk penyandang cacat, kelompok, badan hukum atau usaha, dan lembaga atau organisasi yang bergerak di bidang sosial. Ayat (3). Pasal 84. Pasal 85.

Pasal 86. Pasal 87. Pasal 88. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3754.