PENDEKATAN DALAM PENGAJARAN MATEMATIKA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

BAB I PENDAHULUAN. lebih maju dan lebih kompetitif baik dalam segi kognitif (pengetahuan), afektif

Drs. Slamin, M.Comp.Sc., Ph.D. Program Studi Sistem Informasi Universitas Jember

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

HAKIKAT PENDIDIKAN MATEMATIKA. Oleh: Nur Rahmah Prodi Pendidikan Matematika Jurusan Tarbiyah STAIN Papopo

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan kelak. Ini berakibat poses pembelajaran matematika harus

Kegiatan Belajar 1 HAKIKAT MATEMATIKA

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika

Unit 5 PENALARAN/LOGIKA MATEMATIKA. Wahyudi. Pendahuluan

PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF

PEMBUKTIAN, PENALARAN, DAN KOMUNIKASI MATEMATIK. OLEH: DADANG JUANDI JurDikMat FPMIPA UPI 2008

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi dengan cepat, melimpah dan mudah. Siswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

PERBANDINGAN HASIL TES KETERAMPILAN PENALARAN FORMAL MAHASISWA SEBELUM DAN SESUDAH PERKULIAHAN PENGANTAR DASAR MATEMATIKA

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Pengertian Logika. B. Tujuan Penulisan

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses pemberian pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. diberikan kepada siswa di semua jenjang pendidikan. Siswa dituntut untuk

Buka Untuk melihat materi yang menyangkut matematika dan fisika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Karena

METODE BERVARIASI DAPAT MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI I OLO-OLOHO KECAMATAN PAKUE KABUPATEN KOLAKA UTARA

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATERI AJAR VOLUME BANGUN RUANG SISI LENGKUNG. Abu Khaer

BAB II HAKIKAT DAN PERANAN MATEMATIKA

Ilmu Alamiah Dasar. Oleh : Dini Rohmawati

Unit 6 PENALARAN MATEMATIKA. Clara Ika Sari Budhayanti. Pendahuluan. Selamat belajar, semoga Anda sukses.

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GENDER

Geometri di Bidang Euclid

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh

BAB IV PENALARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

DESKRIPSI MATA KULIAH : MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KODE MK : MT 503

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Nasional sebagai usaha untuk mencerdaskan anak bangsa

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Penalaran Matematis. Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu sektor penentu keberhasilan untuk

METODA PEMBUKTIAN DALAM MATEMATIKA

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

La Masi, Saleh dan Safarudin. Jurusan PMIPA/Matematika FKIP Unhalu Kampus Bumi Tridharma Kendari 93232

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN. Semakin tinggi kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang di miliki oleh suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

SILABUS MATEMATIKA KEMENTERIAN

ILMU ALAMIAH DASAR (IAD) NANIK DWI NURHAYATI, S. SI, M.SI Telp = (271) ; Blog =nanikdn.staff.uns.ac.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

modern. Matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan

LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN PENELITIAN. Oleh Agus Hasbi Noor

BAB I PENDAHULUAN., karena dengan bekal pendidikan khususnya pendidikan formal diharapkan

: ERNA DWI JAYANTI NIM A

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA SEKOLAH DASAR PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DAN IPS MELALUI KELOMPOK KECIL

Rumusan masalahan. Tujuan Penelitian. Kajian Teori. memahaminya. Demikian pula dengan siswa kelas IX SMP Negeri 1 Anyar masih

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia itu sendiri (Dwi Siswoyo,dkk, 2007: 16). Oleh karena itu pendidikan

PENELITIAN DAN METODE ILMIAH. BY: EKO BUDI SULISTIO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas.

BAGAIMANA MENENTUKAN BENAR TIDAKNYA SUATU PERNYATAAN?

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan cara berfikir logis, sistematis, dan kritis. Matematika banyak berhubungan dengan ide-ide abstrak yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan perlu dilakukan secara menyeluruh meliputi

HUBUNGAN ANTARA MINAT BELAJAR MATEMATIKA DAN KEMAMPUAN SPATIAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA POKOK BAHASAN DIMENSI TIGA

Pembelajaran Fisika Dengan Menerapkan Model Inkuiri Terbimbing Dalam Menumbuhkan Kemampuan Berfikir Logis Siswa di SMA Negeri 8 Bengkulu

BAB I PENDAHULUAN. masalah kualitas pendidikan atau hasil belajar siswa merupakan topik yang sangat

STUDI PENALARAN DEDUKTIF MAHASISWA PGMI STAIN PURWOKERTO DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMBUKTIAN MATEMATIKA. Mutijah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan

TEORI BELAJAR VAN HIELE

Filsafat Ilmu dan Logika. Matematika dan Statistika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MAKALAH. GEOMETRI BIDANG Oleh Asmadi STKIP Muhammadiyah Pagaralam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. A. Analisis. Analisis diuraikan secara singkat memiliki arti penyederhanaan data.

Sebuah Pengantar Populer Karangan Jujun S. Sumantri Tentang Matematika Dan Statistika

MAKALAH FILSAFAT ILMU. Penalaran Induktif dan Penalaran Deduktif. Patricia M D Mantiri Pend. Teknik Informatika. Tema: Disusun oleh:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan mata pelajaran yang penting untuk diajarkan di MI karena

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. lambang yang formal, sebab matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Filsafat Ilmu dan Logika

TEKNIK PEMBUKTIAN. (Yus Mochamad Cholily)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat.

BAB I HAKEKAT IPA. Ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, termasuk gejala-gejala alam ang ada. fisika biologi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU

Geometri dan Pengukuran dalam Kurikulum Matematika

Titin Sumartini Guru SDN Sepanjang Jaya VI Kecamatan Rawalumbu Kota Bekasi

FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah

ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL BANGUN RUANG SISI LENGKUNG SISWA KELAS VIII SMP PGRI 1 KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Depdiknas (2006) memaparkan bahwa salah satu tujuan pembelajaran

Transkripsi:

138 PENDEKATAN DALAM PENGAJARAN MATEMATIKA Utu Rahim Jurusan PMIPA/Matematika FKIP Unhalu, Kampus Bumi Tridharma, Kambu, Kendari 93232 Abstrak: Proses belajar mengajar adalah proses yang dilakukan oleh guru, siswa, dan seluruh komponen yang, dapat digunakan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Keterlibatan guru dan siswa dalam kegiatan ini tidak mungkin dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Kegiatan tersebut memerlukan berbagai pendekatan mengajar antara lain, pendekatan spiral, induktif, deduktif, formal, dan pendekatan kontekstual. Pendekatan-pendekatan tersebut bertujuan untuk mencapai proses belajar mengajar secara optimal. Kata kunci: Pendekatan spiral, deduktif, induktif, formal dan pendekatan kontekstual. A. Pendahuluan Dalam melaksanakan suatu proses belajar mengajar, sebaiknya setiap guru melakukannya dengan menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran. Kegiatan mengajar yang dilakukan guru dengan pendekatan tertentu akan bermakna, apabila materi yang disajikan kepada siswa dapat dimengerti oleh sebagian besar siswa atau seluruh siswa. Harus dipahami, bahwa kadang-kadang guru dalam mengajar, melakukan pendekatan dengan cara lain sedangkan siswa juga melakukannya dengan pendekatan yang tidak diberikan oleh gurunya. Misalnya, guru menyampaikan operasi penjumlahan dengan pendekatan garis bilangan, tetapi siswa dapat melakukannya dengan pendekatan himpunan. Pendekatan pembelajaran yang digunakan sebaiknya dipahami setiap guru dengan benar, sehingga pada saat mengajar guru mengetahui pendekatan mana yang cocok dengan materi yang hendak diajarkan. Jika hal ini disadari oleh semua guru, maka pendekatan mengajar itu menjadi sangat penting untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam melaksanakan proses pembelajaran sebaiknya guru menguasai pendekatan pembelajaran yang sedang digunakannya. Pada tulisan ini dikemukakan berbagai pendekatan pembelajaran matematika di kelas yang biasa digunakan guru. Dengan mengetahui berbagai informasi tentang pendekatan Penguasaan pelaksanaan suatu pendekatan pembelajaran dapat diketahui jika guru diberikan informasi tentang berbagai pendekatan npembelajaran yang digunakan. Pada tulisan ini dibahas beberapa pendekatan yang sering digunakan guru dalam proses pembelajaran matematika. B. Pendekatan Mengajar MIPMIPA, Vol. 5, No. 2, Juli 2006: 138-145

139 Perlu dipahami bahwa pengertian metode, pendekatan, dan teknik mengajar mempunyai satu tujuan yang sama, yaitu agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan dan maksimal. Simanjuntak dkk (1992) mengatakan bahwa metode pengajaran dikatakan efektif apabila menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan atau dengan kata lain tujuan tercapai. Selanjutnya dikatakan bahwa bila makin tinggi kekuatannya untuk menghasilkan sesuatu makin efektif metode tersebut. Dengan demikian metode mengajar adalah cara mengajar yang berlaku umum untuk semua mata pelajaran, hanya materinya saja yang disesuaikan dengan metode yang hendak digunakan. Teknik mengajar merupakan penyampaian materi yang dilakukan oleh guru dengan membutuhkan keahlian tertentu. Soedjana (1986) mengatakan bahwa teknik mengajar adalah cara mengajar yang memerlukan keahlian atau bakat khusus. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pendekatan mengajar adalah suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam suatu pembelajaran perlu diketahui bahwa pada materi yang sama, seorang guru menerangkannya dengan pendekatan lain misalnya garis bilangan, tetapi mungkin guru lain dengan pendekatan yang lain pula, misalnya dengan pendekatan himpunan. Berikut ini dikemukakan beberapa pendekatan yang digunakan dalam mengajarkan matematikia. 1. Pendekatan Spiral Pendekatan dalam proses belajar mengajar, merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan belajar mengajar. Salah satu pendekatan yang sering digunakan dalam pelajaran matematika adalah pendekatan spiral. Soedjana (1986) mengatakan bahwa pendekatan spiral adalah pendekatan yang dipakai untuk mengajarkan konsep. Selanjutnya dikatakan bahwa pendekatan spiral materi tidak diajarkan dari awal sampai selesai dalam sebuah selang waktu, tetapi diberikan dalam beberapa selang waktu yang terpisah-pisah.. Pada selang waktu pertama konsep diajarkan secara sederhana, misalnya dengan cara intuitif melalui benda-benda konkret atau gambar-gambar sesuai dengan kemampuan murid. Pada tahap berikutnya konsep yang diajarkan secara sederhana dapat diperluas lagi, sehingga murid dalam belajar matematika dapat dilakukannya secara sistematik. Secara singkat dapat dikatakan pendekatan spiral merupakan suatu prosedur yang dimulai Pendekatan dalam Pengajaran Matematika (Utu Rahim)

140 dengan cara sederhana dari konkret ke abstrak, dari cara intuitif ke analisa dari eksplorasi (penyelidikan) kepenguasaan dalam jangka watu yang cukup lama, dalam waktu yang terpisah-pisah mulai dari tahap yang paling rendah hingga yang paling tinggi. Uraian di atas dapat diperjelas dengan materi fungsi berikut ini. Fungsi pada mulanya diperkenalkan kepada siswa SD dengan bentuk = 4 + 7, kemudian diperluas lagi pada waktu siswa berada di SMP dengan menggunakan notasi y = 4x + 7 dan selanjutnya pada waktu siswa berada di SMA mungkin dapat diperluas lagi menjadi y = f(x). 2. Pendekatan Deduktif Pendekatan deduktif berdasarkan pada penalaran deduktif. Soedjana (1986) mengatakan bahwa pendekatan deduktif merupakan cara berpikir untuk menarik kesimpulan dari hal yang umum menjadi kasus yang khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Dalam silogisme ini biasanya terdiri dari dua pernyataan yang benar dan sebuah kesimpulan (konklusi). Kedua pernyataan pendukung silogisme itu disebut premis (hipotesis) yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu premis mayor dan premis minor. Dari kedua premis inilah dapat diperoleh sebuah kesimpulan. Pada hakikatnya matematika merupakan suatu ilmu yang diadakan atas akal (rasio) yang berhubungan dengan benda-benda yang membutuhkan pemikiran abstrak. Di samping itu dapat dipahami pula, bahwa matematika itu adalah ilmu yang deduktif, sehingga mengajarkannya juga harus menggunakan pendekatan deduktif. Ruseffendi (1988) mengatakan bahwa pendekatan deduktif tidak asing lagi bagi kita, sebab pendekatan itu merupakan ciri khas dari pengajaran matematika. Uraian di atas dapat diperjelas dengan contoh berikut, jika dua pasang sudut dari dua segitiga sama besar, maka pasangan sudutnya yang ketiga sama pula. Pernyataan di atas dapat dibuat silogismenya sebagai berikut : Premis mayor : Jumlah ketiga sudut segitiga adalah 180 o. Premis minor : Dua pasang sudut dua segitiga sama besar Kesimpulan : Pasangan sudut yang ketiga dari dua segitiga itu sama Contoh di atas menunjukkan kepada kita bahwa penarikan kesimpulan pada kedua premis itu merupakan bukti bahwa matematika itu adalah ilmu yang dipelajari dengan MIPMIPA, Vol. 5, No. 2, Juli 2006: 138-145

141 pendekatan deduktif, karena cara berpikir untuk menarik kesimpulan membutuhkan penalaran yang serius dari orang yang mempelajarinya. Sekalipun pelajaran matematika harus diajarkan dengan pendekatan deduktif, tetapi pendekatan tersebut tidak selalu membawa hasil yang diinginkan, baik bagi guru maupun siswa, karena ketidak berhasilan siswa sekaligus juga merupakan ketidak berhasilan guru. Dengan demikian pendekatan deduktif juga harus ditunjang dengan pendekatan lain seperti pendekatan induktif, pendekatan formal, pendekatan kontekstual dan lain-lain. 3. Pendekatan Induktif Pendekatan induktif merupakan suatu proses berpikir yang dilakukan dengan cara tertentu untuk menarik kesimpulan. Soedjana (1986) mengatakan bahwa pendekatan induktif adalah pendekatan yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan, baik diperoleh dengan akal maupun dengan percobaan. Untuk mendapatkan suatu pengetahuan yang dilakukan dengan pendekatan ini, diperlukan percobaan secara empiris. Proses berpikir demikian disebut penalaran induktif. Dengan kata lain pendekatan induktif dimulai dari contoh-contoh, kemudian membuat suatu kesimpulan. Banyak hal dalam matematika yang dapat dijadikan sebagai contoh dalam pendekatan induktif, salah satu contoh di antaranya adalah sebagai berikut : y = x 5 maka y = 5x 4 y = x 4 maka y = 4x 3 y = x 3 maka y = 3x 2 y = x 2 maka y = 2x y = x 1 maka y = 1x 0 maka y = 1 y = x 0 maka y = 0x -1 = 0 dan seterusnya. Jika fungsi tersebut di atas, pangkatnya dimisalkan dengan n maka fungsi itu menjadi y = x n sehingga y = nx n - 1. 4. Pendekatan Formal Sebelum adanya program pengajaran matematika modern, geometri diajarkan di SMP dan SMA deduktif formal. Pengajarannya mirip dengan apa yang diajarkan oleh Euclid dua ribu tahun yang lalu di Yunani. Cara deduktif itu sesuai dengan sistemnya. Suatu sistem formal dengan unsur-unsur atau istilah-istilah yang tidak didefinisikan, Pendekatan dalam Pengajaran Matematika (Utu Rahim)

142 kemudian dibuat definisi-definisi mengenai unsur-unsur atau istilah-istlah itu dan ditetapkan sejumlah anggapan dasar atau aksioma yang merupakan pernyataanpernyataan mengenai unsur-unsur itu. Fakta-fakta atau dalil-dalil dalam sistem ini menyusul sebagai konsekuensi logis dengan penalaran deduktif. Hubungan dalam sistem itu dapat digambarkan sebagai berikut: Unsur/istilah yang tidak didefinisikan Unsur/istilah yang tidak didefinisikan Unsur/istilah yang didefinisikan Sifat/dalil/teori Banyak sifat dalil yang diturunkan, hal ini harus dibuktikan kebenarannya. Jika sudah terbukti benar, maka dalil atau sifat itu berlaku secara umum dalam sistemnya. Dalam sistem ini tidak akan ada kontradiksi, sehingga matematika biasa disebut ilmu deduktif. Berikut ini adalah salah satu contoh dari sistem geometri yang dibuktikan / diselesaikan dengan pendekatan formal, yaitu dimulai dari unsur yang tidak diketahui seperti garis, titik, dan bidang, kemudian dilanjutkan dengan aksioma seperti kesamaan ditambah dengan suatu kesamaan pasti menghasilkan kesamaan, kemudian dilanjutkan dengan postulat seperti : jika sebuah bidang memuat dua titik dari sebuah garis, maka bidang itu memuat semua titik garis itu. Selanjutnya dibuat sebuah definisi seperti : dua garis berpotongan memiliki satu titik sekutu, titik ini disebut titik potong. Uraian di atas agar lebih jelas, maka marilah kita perhatikan contoh berikut ini. Diketahui dua garis g1 dan g2 berlainan saling berpotongan. Buktikan bahwa semua titik dari g1 g2 dimuat oleh sebuah bidang. Bukti: karena g1 dan g2 berpotongan, g1 g2 memuat titik di T, karena g1 dan g2 berlainan, misalnya g1 memuat titik P T. Postulat menjamin garis g2, yaitu memuat sebuah titik Q yang berlainan dari T. berdasarkan postulat yang mengatakan bahwa tiap tiga titik yang non kolinier (tidak segaris) dimuat tepat oleh sebuah bidang. Jadi ada tepat sebuah bidang α yang memuat T, P dan Q. Sesuai dengan postulat yang mengatakan bahwa jika sebuah bidang memuat dua titik dari sebuah garis, maka bidang itu memuat memuat semua titik garis itu. Hal ini α memuat garis g1 dan g2. Dengan demikian terbukti bahwa dua garis g1 dan g2 yang berlainan yang berpotongan adalah sebidang. MIPMIPA, Vol. 5, No. 2, Juli 2006: 138-145

143 5. Pendekatan Kontekstual Ruseffendi dalam Ismail (2002) mengatakan bahwa, pendekatan adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Apabila melihatnya dari sudut proses pembelajaran atau materi pembelajaran itu dikelola. Contoh pendekatan dalam pembelajaran matematika antara lain adalah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Pendekatan kontekstual adalah istilah lain dari pendekatan cara belajar siswa aktif, sebab apa yang dilakukan dalam pendekatan CBSA adalah sama dengan apa yang ada di dalam pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual ini sebagai salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang terdapat dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pada prinsipnya kurikulum tersebut adalah mengisyaratkan kepada kita, agar dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru membawa siswa ke dalam dunia nyata. Dengan kata lain, proses pembelajaran selalu digunakan dengan benda-benda konkrit yang ada di lingkungan siswa. Uraian di atas akan lebih jelas, dengan memperhatikan contoh di bawah ini. Guru menerangkan arti perkalian kepada siswa, melalui metode tanya jawab dikombinasikan dengan metode ceramah sebagai berikut. Guru : Apakah artinya? Siswa : 3 + 3 Guru : Betul. Selain 3 + 3, arti dari ialah dua kali tiga ditulis 2 x 3 Berapakah 3 + 3? Siswa : 6 Guru : Betul, karena 3 + 3 = 6 berapakah 2 x 3 Siswa : 6 juga Guru : Betul, kalau begitu 4 + 4 apakah artinya? Pendekatan dalam Pengajaran Matematika (Utu Rahim)

144 Siswa : 2 x 4 Guru : Bagus, berapakah 2 x 4 Siswa : 8 Guru : Betul, sekarang kamu Udin selain 6 + 6 apa arti dan berapa hasilnya? Udin : 2 x 6 = 12 Guru : Bagus sekali, sekarang siapa yang dapat menjawab apa artinya, Siswa : 2 + 2 + 2 Guru : Betul, Bapak ingin menggunakan perkalian. Coba siapa yang dapat, tolong maju ke depan dan tulis di papan tulis soal di atas dengan menggunakan perkalian. Siswa C : 2 x 3 Guru : Coba perhatikan apakah jawaban C itu benar? Siswa A : salah Guru : semestinya apa jawababnnya? Siswa A : 3 x 2 Guru : Mengapa? Siswa A : Sebab ada tiga himpunan yang banyaknya anggota dua-dua Guru : Betul sekali. Jadi ingat, guru sambil melihat ke siswa C bahwa karena ada tiga buah himpunan, setiap himpunan mempunyai dua anggota, maka : artinya 3 x 2 bukan 2 x 3 C. Kesimpulan Proses belajar mengajar adalah proses yang dilakukan oleh guru, siswa, dan seluruh komponen yang, dapat digunakan, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Terutama, keterlibatan guru dan siswa dalam kegiatan ini tidak mungkin dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Kegiatan tersebut memerlukan berbagai pendekatan mengajar antara lain, pendekatan spiral, induktif, deduktif, formal dan pendekatan kontekstual. MIPMIPA, Vol. 5, No. 2, Juli 2006: 138-145

145 Pendekatan-pendekatan tersebut bertujuan untuk mencapai proses belajar mengajar secara optimal. Antara satu pendekatan dengan pendekatan lain saling menunjang dalam proses belajar mengajar matematika. Artinya, jika pendekatan yang satu sulit menyelesaikan masalah yang dihadapi, maka dapat dibantu dengan pendekatan lainnya. Daftar Pustaka Ismail. 2002. Model-model Pembelajaran. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran Matematika. Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidika Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Ruseffendi, E.T. 1988. Pengantar Kepada Pembentu Guru Mengembangkan Komptensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Simanjuntak, Lisnawaty dkk. 1992. Metode Mengajar Matematika. Jakarta: Rineka Cipta. Soedjana, W. 1986. Buku materi Pokok Strategi Belajar Mengajar Matematika. PMAT 2272/2SKS/Modul 1-6. Universitas Terbuka. Jakarta: Karunika. Pendekatan dalam Pengajaran Matematika (Utu Rahim)