BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA. 110º.27'.56,81" sampai dengan 110º.32'.4,64" Bujur Timur dan 007º.17'

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian sangat memerlukan tanah pertanian. Dalam perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. karena didalamnya menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak. juga merupakan modal utama pembangunan karena semua kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. bermukim, tanah juga mengandung nilai ekonomi bagi masyarakat, dapat

BUPATI NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BAB I PENDAHULUAN. dengan meninggalpun manusia masih memerlukan tanah. 1. industrialisasi keberadaan tanah pertanian mulai terganggu.

BAB I PENDAHULUAN. pemilikan tanah sebgai sebesar besarnnya untuk kemakmuran rakyat. 1. menetapkan kemajuan yang sudah dicapai. 2

BAB I PENDAHULUAN. usaha memantapkan kemajuan yang sudah dicapai. 1. untuk jangka panjang. Sejalan dengan pola Tataguna Tanah ini

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Yang Maha Esa yang wajib kita jaga dan kelola dengan sebaik-baiknya

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 3A TAHUN 2014 TENTANG ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KE NON PERTANIAN DI KABUPATEN BLORA

PENDAHULUAN. bangsa Indonesia dan oleh karena itu sudah semestinya pemanfaatan fungsi bumi,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 7 TAHUN 2008 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 7 TAHUN TAHUN 2004 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lahan permukiman, jalan, industri dan lainnya. 1. hukum pertanahan Indonesia, negara berperan sebagai satu-satunya

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

dalam penulisan ini khususnya properti.

LEMBARAN DAERAH KOTA PALOPO TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E NOMOR 05 PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO NOMOR 5 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 09 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

Aria Alantoni D2B Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 57 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II PEMBAHASAN. yang terdiri dari kata Land dan Reform. Land artinya tanah, sedangkan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 2 Tahun 2008 Seri D

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

NOMOR SERI : D TENTANG BEKASI DENGAN RAHMAT WALIKOTA BEKASI, hasil. dalam. kembali daerah; kebijakan. segera. dalam Dinas

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN EVALUASI PERKEMBANGAN DAERAH OTONOM BARU

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktifitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi tanah merupakan

B U P A T I S R A G E N

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR : 14 TAHUN 2009 TENTANG

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR 2

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG

L E M B A R A N D A E R A H

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN KETAPANG

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 16 SERI D

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008 NOMOR 16 SERI D

BUPATI BUTON UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT dan GUBERNUR PAPUA BARAT

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Secara konstitusional Undang-undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 2 TAHUN 2008

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 8 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR PAPUA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008

PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 70 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN WEWENANG BUPATI KEPADA CAMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BERITA DAERAH KABUPATEN SERANG

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

PEMERINTAH KOTA DUMAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 21 TAHUN 2015

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh wilayah baik tingkat pusat maupun tingkat daerah. Tanah merupakan sarana fisik yang mendasar sebagai kebutuhan pelaksanaan program pembangunan, karena di atas tanah tersebut akan banyak bermunculan sarana-sarana fisik yang membantu untuk mengembangkan kemajuan di setiap wilayah. Pembangunan fasilitas-fasilitas memerlukan tanah sedangkan tanah merupakan sumber daya alam yang sifatnya terbatas. Kebutuhan akan tanah semakin meningkat dari tahun ke tahun dan keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin pesat mengakibatkan permintaan akan perumahan untuk tempat tinggal meningkat, yang mengakibatkan meningkatnya permintaan akan tanah. Selain faktor pertambahan jumlah penduduk, pertumbuhan perekonomian juga ikut berpengaruh yaitu menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan maupun bangunan industri. Pembangunan infrastruktur lainnya juga menjadi faktor penyebab meningkatnya permintaan tanah seperti gedung perkantoran baik pemerintah maupun swasta, sarana pendidikan, kesehatan, olahraga dan sarana-sarana umum lainnya. 1

Kondisi demikian mengakibatkan permintaan terhadap tanah untuk penggunaan tersebut semakin meningkat. Akibatnya banyak tanah pertanian mengalami alih fungsi ke penggunaan tersebut. Intensitas pembangunan yang membutuhkan penyediaan tanah yang relatif luas untuk berbagai keperluan menuntut alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian. Pengalihan fungsi tanah pertanian tidak terlepas dari proses transformasi struktur ekonomi yang terjadi yakni dari yang berbasiskan sektor pertanian ke sektor industri, jasa, dan perdagangan. Pertumbuhan penduduk dan aktivitas perekonomian memerlukan tanah untuk perumahan, industri, sarana dan prasarana penunjang lainnya. Masalah ini sebelumnya telah ditulis oleh Emi Liandari Sukmawati pada tahun 1996 dengan judul Perijinan Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Non Pertanian. Pada penulisan sebelumnya ditekankan pada masalah perijinan dalam alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian di Kota Salatiga. Hakekat ijin alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian adalah untuk membatasi, mengendalikan atau bahkan melarang peralihan fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian. Tetapi pada kenyataanya hakekat ijin alih fungsi tanah pertanian tidak seperti yang diharapkan yaitu mengendalikan peralihan fungsi tanah pertanian. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemberian ijin alih fungsi, antara lain: 1 a. Pemerintah Kota belum siap dengan Peraturan Daerah tentang tata ruang. 1 Emi Liandari Sukmawati, Perijinan Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Non Pertanian, Fakultas Hukum UKSW, Salatiga 1996, hal. 70 2

b. Kehebatan para pemohon dalam mengusahakan tanahnya agar dialihfungsikan. c. Pertambahan jumlah penduduk. d. Kebutuhan sarana dan prasarana pembangunan. e. Kebutuhan tanah untuk industri. Sedangkan penelitian ini ditekankan pada diskripsi pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian di wilayah Pemerintah Kota Salatiga yang terjadi pada tahun 2011. Pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di Kota Salatiga pada tahun 2011 tersebut menarik untuk dikaji mengingat Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 baru diundangkan pada 8 Agustus 2011. Dengan demikian sepanjang tahunn 2011, di Salatiga telah terjadi pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian dengan mengacu pada dasar peraturan tata ruang yang berbeda yakni peraturan yang ada sebelum dan sesudah Perda Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut diundangkan. Ketentuan mengenai rencana tata ruang merupakan salah satu peraturan yang menjadi dasar pertimbangan dalam memutuskan dikabulkan tidaknya permohonan peralihan tanah pertanian menjadi non pertanian. Dalam pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di wilayah Pemerintah Kota Salatiga pada tahun 2011 tersebut, maka hal-hal yang perlu dilihat antara lain adalah: a. Dasar peraturan perundang-undangan b. Prosedur atau tata cara 3

c. Pihak-pihak yang berwenang d. Syarat-syarat yang harus dipenuhi Atas dasar alasan-alasan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian Kota Salatiga dan mengambil judul: Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Non Pertanian di Wilayah Pemerintah Kota Salatiga Untuk memperjelas judul tersebut, perlu dikemukakan definisi konsep sebagai berikut: Pelaksanaan merupakan suatu proses atau cara. Alih Fungsi diartikan sebagai mengubah atau mengganti kegunaan peruntukkan dari suatu fungsi atau kegunaan menjadi fungsi atau kegunaan lainnya. Tanah Pertanian adalah tanah yang digunakan untuk usaha pertanian dalam arti mencakup persawahan, perkebunan hutan, perikanan, tegalan, padang penggembalaan dan semua penggunaan lainnya yang layak dikatakan sebagai usaha pertanian. 2 Non Pertanian adalah sektor selain pertanian seperti pendidikan, perindustrian, ilmu pengetahuan, perhubungan, pariwisata, perdagangan, kesehatan, kependudukan, perumahan dan pemukiman dan sektor lainnya. 2 Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/107/1985 tanggal 25 Maret 1985 tentang Pencegahan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian Yang Tidak Terkendalikan 4

Dengan mengacu pada definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dalam judul tersebut adalah suatu proses mengubah kegunaan tanah yang digunakan untuk kegiatan pertanian seperti persawahan, perkebunan, tegalan menjadi tanah yang kegunaannya selain untuk kegiatan pertanian seperti pendidikan, perindustrian, perhubungan, perdagangan, kesehatan, kependudukan dalam wilayah sistem wewenang dan kekuasaan yang dijalankan di Kota Salatiga. 1.2 Latar Belakang Masalah Ketersediaan tanah merupakan faktor penting untuk menjamin kelangsungan penyediaan pangan dan tempat berlangsungnya kegiatan ekonomi. Pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi senantiasa mempengaruhi sisi permintaan terhadap tanah yang luasnya tidak bertambah. Oleh karena itu permasalahan penggunaan dan penguasaan tanah akan senantiasa menjadi persoalan untuk diselesaikan agar dapat dicapai struktur penggunaan tanah yang baik dan penguasaan tanah yang adil sehingga kemakmuran seluruh rakyat dapat terwujud. Pembangunan tidak akan terselenggara tanpa tersedianya tanah. Tanah diperlukan sebagai sumber daya sekaligus sebagai tempat menyelenggarakan pembangunan. Sebaliknya tanah tidak akan memberikan kemakmuran tanpa pembangunan, karena yang memberikan kemakmuran adalah kegiatan manusia di atas tanah melalui pembangunan. Oleh karena itu penataan pertanahan tidak dapat dipisahkan dari penyelenggaraan pembangunan nasional. 5

Tanah sebagai bagian permukaan bumi, mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai tempat atau ruang untuk kehidupan dengan segala kegiatannya, sebagai sumber kehidupan, bahkan sebagai suatu bangsa, tanah merupakan unsur wilayah dalam kedaulatan negara. Sebagai karunia Tuhan sekaligus sumber daya alam yang strategis bagi bangsa, negara, dan rakyat, tanah dapat dijadikan sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup bangsa sehingga perlu campur tangan negara untuk mengaturnya. Hal ini sesuai dengan amanat konstitusional sebagaimana tercantum pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi: Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara sebagai organisasi kekuasan rakyat pada tingkatan yang tertinggi, menguasai tanah untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat melaui: 3 1. pengaturan hubungan hukum orang dengan tanah, 2. mengatur perbuatan hukum orang terhadap tanah, dan 3. perencanaan persediaan peruntukan dan penggunaan tanah bagi kepentingan umum. Negara berwenang untuk mengatur tentang peruntukan, persediaan dan penggunaan tanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas. 3 Luthfi Ibrahim Nasoetion, Konversi Lahan Pertanian: Aspek Hukum dan Implementasinya, Badan Pertanahan Nasional, Jakarta, 2003, hal. 42 6

Dengan demikian tujuan itu terlihat jelas bahwa tanah yang dimaksud adalah untuk kepentingan umum dan dipergunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan bersama. Selain itu bahwa setiap hak atas tanah harus memiliki fungsi sosial dengan pengertian tanah tersebut wajib digunakan, dan penggunaannya tidak boleh merugikan kepentingan orang lain. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut UUPA, pada Pasal 2 ayat (1) ditegaskan lagi bahwa bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan bahwa hak menguasai dari negara memberikan wewenang untuk: 1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; 2. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air, dan ruang angkasa; 3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Dengan mengacu pada ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 2 UUPA tentang penguasaan oleh Negara, maka dalam hal ini Pemerintah perlu membuat rencana umum persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya seperti yang disebutkan dalam Pasal 14 UUPA untuk keperluan: 1. negara; 7

2. peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; 3. pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan; 4. memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu; 5. memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian dan kelangsungan hidup, penyedia lapangan kerja dan penyediaan pangan. Pelaksanaan alih fungsi tanah dilakukan dengan memperhatikan peran tanah untuk kepentingan umum dalam kehidupan manusia. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka meskipun negara telah menjadi negara industri. Sehubungan dengan itu, pengendalian tanah pertanian merupakan salah satu kebijakan nasional yang cukup tepat untuk tetap memelihara sektor pertanian dalam kapasitas penyediaan pangan dalam kaitannya untuk mencegah menurunnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi dalam jangka panjang mengingat sifat multi fungsi tanah pertanian. 4 Pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi senantiasa mempengaruhi permintaan terhadap tanah yang luasnya bersifat tetap. Pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri, pemukiman dan yang lainnya. Perkembangan yang sedemikian pesat menuntut permintaan terhadap tanah untuk penggunaan pembangunan tersebut terus 4 Direktorat Pangan dan Pertanian, Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, 2006, hal. 1 8

meningkat. Akibatnya banyak tanah pertanian yang mengalami perubahan penggunaan menjadi non pertanian. Di Kota Salatiga sepanjang tahun 2011 mengalami kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian yang tersebar di empat Kecamatan sebagaimana tersebut dalam tabel berikut. Tabel 1 Alih Fungsi Tanah Pertanian ke Non Pertanian Kota Salatiga Tahun 2011 Kecamatan Status Jumlah Bidang Luas (m²) Argomulyo Tegal Sawah 10 1 19.844 400 Sidomukti Tegal Sawah 12 1 17.740 365 Sidorejo Tegal Sawah 7 15 18.592 16.300 Tingkir Tegal Sawah 6 10 13.347 11.756 Jumlah 62 98.344 Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 10 Mei 2012 Dari tabel tersebut di atas nampak bahwa pada tahun 2011 di Kota Salatiga terdapat 62 bidang tanah yang dialih fungsikan dari pertanian menjadi non pertanian dengan luas 98.344 m². Terdiri dari 35 bidang berstatus tegal dengan luas keseluruhan 69.523 m² dan 27 bidang berstatus sawah dengan luas keseluruhan 28.821 m². Sepanjang tahun 2011 Kota Salatiga terjadi kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian yang berdasarkan pada peraturan tentang rencana 9

tata ruang yang berbeda, mengingat Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 baru diundangkan pada 8 Agustus 2011. Sehingga demikian di Salatiga telah terjadi pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian sebelum dan sesudah Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 tersebut diundangkan. Contoh tanah pertanian yang dialihfungsi menjadi non pertanian yang dilaksanakan sebelum Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 yang terdapat di Kecamatan Sidomukti Kelurahan Dukuh Salatiga, terletak di Kembangarum dengan bukti pemilikan tanah Sertipikat HM. No. 353 berstatus tegal dengan luas 514 m² dan di daerah Ngemplak dengan bukti pemilikan tanah Sertipikat HM. No. 1209 berstatus tegal seluas 423 m². Sedangkan contoh tanah pertanian yang dialihfungsi menjadi non pertanian yang dilaksanakan sesudah Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030 yang terdapat di Kecamatan Sidomukti Kelurahan Dukuh Salatiga, terletak di lingkungan Warak dengan bukti pemilikan tanah Sertipikat HM. No. 3300 berstatus tegal dengan luas 104 m² dan di daerah Ngemplak dengan bukti pemilikan tanah Sertipikat HM. No. 5053 berstatus tegal seluas 883 m². 5 5 Taufik, Wawancara, Kasubsi Penatagunaan Tanah dan Kawasan Tertentu Seksi Pengaturan Penataan Pertanahan, Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 11 Oktober 2011 10

Oleh karena itu dalam hal ini penulis ingin mengetahui pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Salatiga sepanjang tahun 2011 tersebut. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di wilayah Pemerintah Kota Salatiga pada tahun 2011. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di wilayah Kota Salatiga, meliputi: a. Dasar peraturan perundang-undangan b. Prosedur atau tata cara c. Pihak-pihak yang berwenang d. Syarat-syarat yang harus dipenuhi 1.5 Metode Penelitian 1.5.1 Jenis Penelitian 11

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif untuk memaparkan secara jelas tentang mekanisme yang dilaksanakan dalam alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di wilayah Pemerintah Kota Salatiga pada tahun 2011 yakni sebelum dan setelah berlakunya Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030.. Dengan metode ini diharapkan dapat digambarkan secara tuntas bagaimana prosedur alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Salatiga pada tahun 2011. 1.5.2 Pendekatan Pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah pendekatan empirik, dengan menggambarkan fakta yang terjadi dalam proses alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di Kota Salatiga yang terjadi pada tahun 2011, yang berkaitan dengan peraturan perundangundanganan yang dipakai sebagai dasar keputusan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian, pejabat yang berwenang berkaitan dengan proses alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian, syarat-syarat yang diperlukan berkaitan dengan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian serta tata cara pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian. 12

1.5.3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan jalan mengadakan wawancara dengan pihak Kantor Pertanahan Kota Salatiga, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas Pertanian, Kantor Kecamatan, dan Kantor Kelurahan. Data sekunder dipakai untuk melengkapi data primer. Data sekunder ini diperoleh dari literatur, peraturan perundangan dan dokumentasi tertulis lainnya yang berkaitan dengan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian. 1.5.4 Unit Amatan dan Analisa 1.5.4.1 Unit Amatan: a. Kantor Pertanahan Kota Salatiga. b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah c. Sekretariat Daerah d. Dinas Pertanian e. Kantor Kecamatan f. Kantor Kelurahan g. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria h. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 13

i. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang j. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup k. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah l. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 590/11108/SJ tanggal 24 Oktober 1984 tentang Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian. m. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 410-1851 tanggal 15 Juni 1994 tentang Pencegahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis Untuk Penggunaan Non Pertanian Melalui Penyusunan Rencana Tata Ruang. n. Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS Nomor 5334/MK/9/1994 tanggal 29 September 1994 tentang Perubahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis untuk Penggunaan Tanah Non Pertanian. 14

o. Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS Nomor 5335/MK/9/1994 tanggal 29 September 1994 tentang Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah tingkat Kabupaten/Kota. p. Surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Ketua BAPPENAS Nomor 5417/MK/10/1994 tanggal 4 Oktober 1994 tentang Efisiensi Pemanfaatan Lahan Bagi Pembangunan Perumahan. q. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 460-3346 tanggal 31 Oktober 1994 tentang Perubahan Penggunaan Tanah Sawah Beririgasi Teknis Untuk Penggunaan Tanah Non Pertanian r. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 460-1594 tanggal 5 Juni 1996 tentang Pencegahan Konversi Tanah Sawah Irigasi Teknis Menjadi Tanah Kering s. Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/107/1985 tanggal 25 Maret 1985 tentang 15

Pencegahan Perubahan Tanah Pertanian ke Non Pertanian yang Tidak Terkendalikan. t. Surat Keputusan Walikota Salatiga Nomor 591.05/23/2002 tanggal 1 Februari 2002 tentang Panitia Pertimbangan Perubahan Penggunaan Tanah Pertanian ke Non Pertanian. u. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 5 Tahun 1996 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Salatiga Tahun 1996-2006 dan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 8 Tahun 1997 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Salatiga 1997-2004. v. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010-2030. 1.5.4.2 Unit Analisa: Proses pelaksanaan alih fungsi tanah pertanian menjadi non pertanian di wilayah Pemerintah Kota Salatiga pada tahun 2011. 16