BAB I PENDAHULUAN. negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Akhlak sebagai potensi yang bersemayam dalam jiwa menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional, bab IV ayat 5 yang menyebutkan : Setiap warga

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan di Indonesia juga sudah tercantum dalam pembukaan. kehidupan berbangsa dan bernegara adalah dengan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan pondasi kemajuan suatu negara, maju tidaknya

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan Ini Memuat : A. Latar Belakang, B. Fokus Penelitian,C. Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan matematika dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. sekarang merupakan persoalan yang penting. Krisis moral ini bukan lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Upaya mewujudkan pendidikan karakter di Indonesia yang telah

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring berkembangnya zaman memberikan dampak yang besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. manusia Indonesia, yaitu manusia yang mampu berfikir tinggi dan kreatif,

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hanya memberikan informasi saja atau mengarahkan ke satu tujuan saja.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. 11 Tahun 2008 Kerangka Indikator untuk Pelaporan Pencapaian Standar

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas menentukan masa depan bangsa. Sekolah. sekolah itu sendiri sesuai dengan kerangka pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 3 disebutkan, pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia yang bermanfaat bagi lingkungan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kunci utama dalam terlaksananya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai peran penting pada kehidupan saat ini, apabila

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana mengubah kepribadian dan pengembangan diri. Oleh

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya kebijakan dari pemerintah

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wadah yang didalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS RESENSI

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk. pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. dijangkau dengan sangat mudah. Adanya media-media elektronik sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan bagi

RENCANA AKSI NASIONAL PENDIDIKAN KARAKTER KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasai saat ini suatu bangsa dituntut bersaing dan selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. dan masa kini. Sebagai implikasinya terkandung makna link and match yang

NUR ENDAH APRILIYANI,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu dari sekian banyak hal yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

I. PENDAHULUAN. positif dan negatif pada suatu negara. Orang-orang dari berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia memerlukan berbagai macam pengetahuan dan nilai. Terkait

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Suatu bangsa bisa dikatakan telah maju apabila seluruh warga negaranya

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN. karena itu dibutuhkan sistem pendidikan dan manajemen sekolah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea 4 dinyatakan bahwa negara bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan tujuan tersebut, setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pengajaran seperti tercantum pada Pasal 31 ayat 1 UUD 1945 (Fattah, 2004: 2). Secara operasional, implementasinya tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab IV ayat 5 yang menyebutkan : Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Menurut Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Hal itu menunjukkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. 1

2 Salah satu misi mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan ialah mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, berketerampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia. Visi yang terkandung dalam RPJP tersebut menyiratkan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Mengacu pada aturan-aturan dasar tersebut, secara formal upaya-upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan hukum yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Krisis akhlak tersebut bukan hanya terjadi pada orang tua, orang dewasa, melainkan juga pada anak-anak usia sekolah (Zakaria, 2004: 14). Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, upaya pemberian pendidikan budi pekerti mulai dirintis baik yang terintegrasi dalam mata pelajaran maupun berdiri sendiri dalam bentuk pendidikan akhlak dan budi pekerti atau pengembangan kepribadian seperti yang terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pendidikan ke arah pemilikan budi pekerti luhur para siswa merupakan tanggungjawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh semua guru. Dengan demikian, kurang tepat kalau dikatakan bahwa mendidik

3 para siswa agar berbudi pekerti luhur hanya tanggungjawab guru mata pelajaran tertentu, misalnya guru PPKn atau guru pendidikan agama. Walaupun dapat dimengerti bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan budi pekerti adalah para guru yang relevan dengan budi pekerti. Semua guru harus menjadi sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya. Sebab tidak akan berarti apa-apa bila seorang guru PPKn mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan dengan cara demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter. Atau seorang guru pendidikan agama dalam menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar yaitu dengan menunjukkan dalil/ketentuan dari agama, perilaku para Nabi dan sahabat, sementara guru lain hanya mengatakan "pokoknya jawabannya harus seperti itu, kalau tidak begitu salah." Setiap guru mengajar untuk membelajarkan para siswanya sesuai dengan tujuan utuh pendidikan. Tujuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajaran yang dikemas dalam tujuan instruksional khusus (TIK). Rumusan tujuan yang berdasarkan pandangan behaviorisme dan menghendaki rumusan tujuan yang terukur sudah tidak dapat dipertahankan lagi (Joni, 1996: 42). Para pengembang kurikulum harus dapat membuka diri dalam mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua kualitas manusia dapat dinyatakan terukur berdasarkan kriteria tertentu. Terdapat tujuan-tujuan yang dapat diukur dan bersifat dapat dikuasai dalam satu atau dua pengalaman belajar, tetapi ada juga yang baru tercapai dalam waktu belajar yang lebih panjang. Oleh karena itu, pemaksaan suatu pendekatan dalam pengembangan tujuan tidak dapat dipertahankan lagi (Hasan, 2000: 51).

4 Hasil belajar atau pengalaman belajar dari sebuah proses pembelajaran dapat berdampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung pengajaran dinamakan dampak instruksional (instrucional effects) sedangkan dampak tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam berbagai kegiatan belajar yang khas yang dirancang oleh guru yang disebut dampak pengiring (nurturant effects) (Joni, 1996: 45). Program-program pendidikan budi pekerti sepatutnya menghasilkan warga negara yang aktif, yakni warga negara yang memiliki kompetensi yang diperlukan dalam lingkungan hidupnya (environmental competence) sebagai berikut: (1) kompetensi fisik (physical competence), yang dapat memberikan nilai tertentu terhadap suatu obyek. (2) kompetensi hubungan antarpribadi (interpersonal competence), yang dapat meberi pengaruh kepada orang-orang melalui hubungan antara sesama. (3) kompetensi kewarganegaraan (civic competence), yang dapat memberi pengaruh kepada urusan-urusan masyarakat umum (Elias, 2001: 63). Terkait dengan pengelolaan pembelajaran budi pekerti bahwa dalam penilaian hasil belajar, semua guru akan dan seharusnya mengukur kemampuan siswa dalam semua ranah (Waridjan, 1991: 7). Dengan penilaian seperti itu maka akan tergambar sosok utuh siswa sebenarnya. Artinya, dalam menentukan keberhasilan siswa harus dinilai dari berbagai ranah seperti pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor). Seorang siswa yang menempuh ujian Matematika secara tertulis, sebenarnya siswa tersebut dinilai kemampuan penalarannya yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal Matematika. Juga dinilai kemampuan budi pekertinya yaitu kemampuan melakukan kejujuran

5 dengan tidak menyontek dan bertanya kepada teman dan hal ini disikapi karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak baik. Di samping itu, ia dinilai kemampuan gerak-geriknya, yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal ujian dengan tulisan yang teratur, rapi, dan mudah dibaca (Waridjan, 1991: 9). Selain penilaian dilakukan terhadap semua kemampuan pada saat ujian berlangsung, boleh jadi seorang guru memperhitungkan tindak-tanduk siswanya di luar ujian. Seorang guru mungkin saja tidak akan meluluskan seorang siswa yang mengikuti ujian mata pelajaran tertentu karena perilaku siswa tersebut sehari-harinya adalah kurang sopan, selalu usil, dan suka berbuat keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian siswa itu berhasil baik tanpa menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan tulisan yang jelas dan rapi. Oleh karena itu, akan tepat apabila pada setiap mata pelajaran dirumuskan tujuan pengajaran yang mencakupi kemampuan dalam semua ranah. Artinya, pada setiap rencana pembelajaran termuat kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor; dampak instruksional; dan dampak pengiring (Soenardjo dan Handono, 2000: 66). Dengan demikian, seorang guru akan menilai kemampuan dalam semua ranah ujian suatu mata pelajaran secara absah, tanpa ragu, dan dapat dipertangungjawabkan. Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian masal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, seperti Jakarta, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh

6 karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian siswa melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan budi pekerti (Zakaria, 2004: 43). Pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari Pendidikan Budi Pekerti dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Budi pekerti berkembang melalui empat tahap yaitu tahap anatomi, heteronomi, sosionomi, dan anatomi (Rachman, 2000: 78). Mengingat budi pekerti berkembang melalui tahapan-tahapan perkembangan anak dan pengaruh lingkungan dimana anak memiliki hak mengembangkan dirinya maka pendidikan budi pekerti hendaknya diberikan secara dini, sekarang, dan selalu setiap waktu. Oleh karena itu, guru di sekolah, orang tua di rumah, instruktur/pelatih di tempat kursus, tokoh masyarakat di masyarakat dalam mengembangkan budi pekerti anak harus bersifat spontan dan segera. Spontan dalam merespon, menegur, mengarahkan ketika anak berbuat tidak sesuai dengan nilai budi pekerti; segera memberi penguatan ketika anak berbuat sesuai dengan nilai budi pekerti.

7 Sekolah Dasar Negeri 01 Tugu sebagai sekolah yang berada pada level kota kecamatan dalam kenyataannya berhasil menjadi sekolah unggul. Hal itu didasarkan pada penilaian masyarakat sekaligus keberhasilan SD Negeri 01 Tugu dalam lima tahun terakhir dalam hal: tingkat kelulusan 100%, NEM kelulusan rata-rata 8,00, serta 95% lulusan SD Negeri 01 Tugu di terima di SMP negeri favorit di Kabupaten Karanganyar. Kondisi tersebut tidak lepas dari pengelolaan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan yang tidak saja mencakup interaksi guru, siswa dengan sumber belajar tetapi juga orang tua siswa. Pengelolaan kegiatan belajar di SD Negeri 01 Tugu dilaksanakan dengan implmentasi manajemen pembelajaran yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan serta pengendalian. Keunikan dalam kegiatan pembelajaran di SD Negeri 01 Tugu adalah diadopsinya sistem pembelajaran dari negeri Cina. Pertama, SD Negeri 01 Tugu memberlakukan sistem semakin bisa semakin cepat pulang. Pelaksanaan sistem tersebut yakni siswa yang dapat menyelesaikan tugas dari guru akan pulang lebih dahulu. Siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas dari guru akan pulang belakangan sampai mereka dalam menyelesaikan tugas tersebut. Sistem ini selain mampu memacu motivasi berprestasi siswa juga mendorong orang tua untuk mendukung kesuksesan belajar anak. Orang tua menjadi tahu seberapa jauh kemampuan belajar anaknya. Apabila anak pulang terlebih dahulu berarti termasuk anak pandai, sedangkan apabila anak pulang belakangan berarti sedang mengalami kesulitan belajar atau memang termasuk anak yang kurang pandai.

8 Kedua, pelibatan orang tua dalam kegiatan pembelajaran dalam ruangan kelas. Apabila ada anak yang mengalami kesulitan dalam belajarnya, guru akan memanggil orang tua ke sekolah. Selain bertujuan untuk memberitahu orang tua tentang kemajuan belajar anak, juga mencari penyebab terhambatnya kemajuan belajar anak khususnya yang berasal dari lingkungan keluarga seperti ketersediaan sarana dan prasarana, perhatian orang tua, pengawasan orang tua, dan sebagainya. Di samping itu, orang tua juga berperan sebagai tutor bagi anak dalam kelas. Orang tua dapat mendampingi anak-anaknya yang mengalami kesulitan dalam belajarnya dengan menjadi tutor yang membantu mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa. Keunikan ditinjau dari segi lokasi bahwa sebagai sekolah yang termasuk daerah pinggiran, capaian prestasi belajar siswanya dalam berbagai event baik akademik maupun non akademik cukup membanggakan. Dari segi prestasi akademik, capaian prestasi akademik siswa SD Negeri 01 Tugu dari tahun ke tahun masih yang terbaik khususnya di wilayah Kecamatan Jumantono. Capaian prestasi non akademik siswa SD Negeri 01 Tugu adalah menjadi juara baik tingkat kecamatan maupun kabupaten dalam berbagai event olahraga maupun lomba rumpun mapel seperti lomba sains Fisika dan Matematika Atas konsistensi prestasi yang dicapai tersebut, SD Negeri 01 Tugu menjadi sekolah dasar unggul. Capaian prestasi baik akademik maupun non akademik siswa SD Negeri 01 Tugu masuk kategori sangat bagus mengingat input siswa yang hanya berasal dari wilayah Jumantono dan sekitarnya yang merupakan daerah terpencil.

9 Berdasarkan gejala-gejala di atas maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji tentang pengelolaan kegiatan pembelajaran dengan mengambil judul penelitian : Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Dasar (Studi Situs Sekolah Dasar Negeri 01 Tugu). B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dirumuskan fokus penelitian yaitu Pengelolaan pembelajaran Pendidikan Dasar di SD Negeri 01 Tugu. Fokus penelitian tersebut dijabarkan menjadi 3 sub fokus sebagai berikut. 1. Perencanaan pembelajaran pada Pendidikan Dasar di SD Negeri 01 Tugu. 2. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Dasar di SD Negeri 01 Tugu. 3. Evaluasi pembelajaran Pendidikan Dasar di SD Negeri 01 Tugu. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan: 1. Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran Pendidikan Dasar di SD Negeri 01 Tugu. 2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Dasar di SD Negeri 01 Tugu. 3. Mendeskripsikan evaluasi pembelajaran Pendidikan Dasar di SD Negeri 01 Tugu. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini memiliki signifikansi teoretis dan praktis.

10 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini memiliki sumbangan teoretis dalam khasanah pengetahuan dalam bidang manajemen pendidikan khususnya acuan penelitian pengelolaan pembelajaran Pendidikan Dasar. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini bermanfaat terhadap pihak-pihak terkait sebagai berikut: a. Bagi Kepala Sekolah Bahan informasi mengenai pentingnya pengelolaan pembelajaran dalam meningkatkan mutu pendidikan sehingga Kepala Sekolah dapat mengoptimalkan manajemen pengelolaan pembelajaran baik melalui penataan administrasi pembelajaran, sarana prasarana, lingkungan, guru, siswa maupun stakeholder terkait. b. Bagi Komite Sekolah Bahan informasi dalam pengambilan keputusan, terutama yang terkait langsung dengan peran serta komite sekolah terhadap manajemen sekolah. c. Bagi Dinas Pendidikan Bahan informasi dalam rangka melakukan pembinaan terhadap Kepala Sekolah maupun guru tentang pengelolaan pembelajaran melalui supervisi akademis melalui Pengawas Sekolah maupun pendidikan dan pelatihan tentang pengelolaan pembelajaran.

11 E. Definisi Istilah Definisi istilah yang terdapat dalam judul penelitian ini adalah berikut ini. 1. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang melalui pengalaman. Hasil proses belajar dapat di pengaruhi dalam diri individu itu sendiri dalam tingkah laku baik faktor internal maupun faktor eksternal. 2. Mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa. 3. Pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa yang ditujukan untuk melakukan perubahan sikap dan pola pikir siswa kearah yang lebih baik untuk mencapai hasil belajar yang optimal 4. Pengelolaan kegiatan pembelajaran adalah suatu proses yang manajemen pembelajaran yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan serta pengendalian.