PENDIDIKAN HAK ASASI MANUSIA. Oleh. Abas Yusuf. (IP, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak) Kata kunci: Sikap, persuasi, model pendidikan HAM.

dokumen-dokumen yang mirip
KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

PANDUAN PENJURIAN DEBAT BAHASA INDONESIA. Disusun oleh: Rachmat Nurcahyo, M.A

Prinsip Dasar Peran Pengacara

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

Panduan Sukses Menjalani Assessment Centre. Copyright Andin Andiyasari Mei 2008

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat vital bagi sebuah Negara. Pendidikan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

KODE ETIK PUBLIC RELATIONS (HUMAS RUMAH SAKIT)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas dan potensi

SOEKARWO, Pelaksana Tugas yang Sarat Pertimbangan

Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 1. Sikap. Fakultas PSIKOLOGI. Filino Firmansyah M. Psi. Program Studi Psikologi

S P E E THE CODE OF M Y BUSINESS CONDUCT J E P A S S

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KIP dan Perubahan Sikap

PERKEMBANGAN PERILAKU MORAL

BAB I PENDAHULUAN. ada sekitar 730 ribu sarjana menganggur, yang terdiri dari 409 ribu lulusan S1

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

KOMUNIKASI BISNIS PESAN PERSUASIF DAN NEGATIF. Dosen : Fitria Nursanti SE., MPd. S1 Akuntansi. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

PEDOMAN POKOK NILAI-NILAI PERJUANGAN YAYASAN LBH INDONESIA DAN KODE ETIK PENGABDI BANTUAN HUKUM INDONESIA

DESKRIPSI VERBAL. JURI LOMBA DEBAT SMA TINGKAT NASIONAL DI CISARUA BOGOR (26 November s.d. 1 Desember 2012) oleh Setyawan Pujiono, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pancasila Modul ke: Makna dan aktualisasi sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan bernegara (Politik, ekonomi, sosialbudaya,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harapan para pesertanya (orang -orang yang sedang berkomunikasi). 1. untuk memperjelas keadaan atau masalah. 2

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015

PENYULUHAN KEHUTANAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Adopsi I. PENDAHULUAN. merupakan usaha untuk mengubah pengetahuan, sikap, kebiasaan dan

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013

pentransferan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Kebudayaan R.I. Fuad Hasan berpendapat bahwa, "Sebaik apapun kurikulum jika

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.

Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

MODUL KELIMA KEPEMIMPINAN. Di Susun Oleh: Erna Multahada, M.Si

NILAI-NILAI KEJUANGAN DAN KEPEMIMPINAN DALAM LINTAS BUDAYA

Oleh: Robi Dharmawan, S. IP. Pusat Studi HAM Surabaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN PERSUASI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS V

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan nilai-nilai dan hukum

KODE ETIK PSIKOLOGI. Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Sistem Etika (2) Modul ke: 09Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

HUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN INTENSI MENYONTEK

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPil DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TUGAS AKHIR PEMASYARAKATAN PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen pada dasarnya dibutuhkan oleh semua perusahaan. atau organisasi, karena tanpa semua usaha ataupun kegiatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I. Pendahuluan. Masa anak-anak adalah masa yang sangat penting bagi perkembangan

Negosiasi Bisnis. Minggu-11: Agen, Konstituen, dan Khalayak. By: Dra. Ai Lili Yuliati, MM, Mobail: ,

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

PERIKLANAN KOMUNIKASI PERSUASIF

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

Pidato Dr. R.M Marty M. Natalegawa, Menlu RI selaku Ketua ASEAN di DK PBB, New York, 14 Februari 2011

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan

KOMENTAR UMUM NO. 03

Peran Guru dalam Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab Anak pada Pendidikan Anak Usia Dini Yanuarita Niken P. I Pendahuluan Pendidikan Anak

Bab II Pengembangan Area Emosional

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Hak Asasi Manusia. Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Peneliti menjelaskan di dalam bab ini tentang: latar belakang masalah,

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. membosankan, hasilnya pun tidak akan maksimal. Manusia dapat bekerja jika hatinya

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERAKTUALISASI DIRI DAN KONFLIK PERAN DENGAN CITRA DIRI. Skripsi

Transkripsi:

98 PENDIDIKAN HAK ASASI MANUSIA Oleh Abas Yusuf (IP, FKIP, Universitas Tanjungpura, Pontianak) Abstrak: Deklarasi universal Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilancarkan PBB pada tahun 1948 telah mendapat pengakuan negara (Indonesia) yang dikukuhkan dengan TAP MPR RI No. XVII/MPR/1998. Tantangan dalam dunia pendidikan adalah bagaimana caraya agar sikap menghormati HAM dapat ditanamkan sejak dini. Persoalan yang paling sulit adalah bagaimana menumbuhkan sikap. Para ahli psikologi sosial menyarankan pentingnya menggunakan persuasi dan mengingatkan bagaimana resistensi terhadap persuasi. Sebuah model pendidikan HAM dapat digunakan untuk melaksanakan pendidikan HAM. Kata kunci: Sikap, persuasi, model pendidikan HAM. Pendahuluan Sejak didengungkannya deklarasi universal Hak Asasi Manusia (HAM) pada tahun 1948, PBB telah mengupayakan berbagai cara agar seluruh negara di dunia turut mensahkan deklarasi tersebut dan menjadikan prinsip-prinsip di dalamnya sebagai bagian integral dari aturan hukum setiap negara. Cita-cita para penegak HAM adalah melindungi semua hak yang dimiliki setiap manusia. Bukankah kita semua memiliki hak untuk bebas memilih, merasakan kehidupan yang layak, serta memiliki martabat sebagai seorang manusia? HAM bertujuan untuk menjamin semua itu. HAM berusaha menjamin kebebasan setiap manusia dari diskriminasi, kebebasan untuk hidup secara layak, kebebasan untuk mengenal dan mengembangkan potensi diri, kebebasan dari ketakutan akan tindak kekerasan baik fisik maupun mental, kebebasan dari ketidakadilan maupun pelanggaran hukum, kebebasan untuk berbicara dan mengemukakan pendapat, kebebasan untuk membuat keputusan, serta kebebasan untuk memiliki pekerjaan yang layak tanpa tindak eksploitasi (UNDP, 2000). Di Indonesia sendiri, HAM telah diakui negara. HAM yang diakui meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun (TAP MPR RI No XVII/MPR/1998 tentang HAM). Gambaran kehidupan seperti itulah yang selama ini dicita-citakan, agar tercipta budaya yang damai dan saling menghargai antar sesama manusia. Tantangan dalam dunia pendidikan adalah bagaimana caranya agar sikap menghormati HAM ini dapat ditanamkan sejak dini. Pertanyaan yang harus dijawab oleh

Pendidikan luar sekolah dalam kerangka (M. Syukri) 99 para pendidik intelektual adalah: bagaimana seseorang dapat memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan HAM? Bagaimanakah caranya agar kita dapat belajar untuk hidup saling berdampingan dan saling menghormati hak masing-masing? Jawabannya ternyata tidaklah sederhana, karena orang yang berbeda akan memandang HAM secara berbeda pula. Yang dianggap sebagai hak bagi orang tertentu bisa saja dianggap merugikan bagi orang lain. Sebagai contoh, bukankah kebebasan mengemukakan pendapat dapat menuai keluhan pencemaran nama baik? Jika demikian, maka siapa yang bersalah dan melanggar HAM? Lagipula, mengapa harus mengalah pada hak orang lain jika hal itu merugikan diri sendiri? Inilah tantangan bagi mereka yang ingin mewujudkan dunia yang saling menghargai hak satu sama lain. Namun, meskipun tidak mudah, mempelajari dan mengajarkan sikap menghormati HAM adalah tanggung jawab kita bersama sebagai seorang pendidik. Setelah sikap tertanam, serahkan pada hukum untuk memelihara sikap tersebut. Meskipun sulit, jika perdamaian lebih membawa kebaikan daripada kekerasan, maka ia layak diperjuangkan. Fokus Perhatian Pendidikan HAM Kemanakah sebaiknya para pendidik mengarahkan fokusnya? Pengetahuan peserta didik, sikap, atau perilaku? Tentu saja ketiganya perlu diperhatikan. Tanpa pengetahuan tentang HAM, sulit bagi peserta didik untuk mengetahui mana yang perlu dihormati. Tanpa sikap yang menghargai HAM, menghormatinya adalah sebuah kebetulan belaka. Tanpa perilaku yang sejalan dengan HAM, segala upaya untuk mendidik adalah sia-sia. Meskipun ketiga hal di atas penting, namun sikap adalah hal yang paling sulit ditanamkan diantara ketiganya, dan paling sentral. Para ahli psikologi sosial menyatakan bahwa pengetahuan membuahkan sikap, dan perilaku bersumber dari sikap. Meskipun pengetahuan membuahkan sikap, namun menumbuhkan sikap baru di dalam diri seseorang tidaklah sesederhana itu, karena sikap lebih sulit ditumbuhkan daripada sekedar membagikan pengetahuan. Seseorang bisa saja mengetahui sesuatu, tapi tidak meyakini dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, penerimaan akan sebuah sikap sangat bergantung pada penerimaan sosial. Sikap yang benar di dalam masyarakat yang menentang akan berbuah pengucilan. Untuk dapat bertahan dalam lingkungan masyarakat yang masih mengabaikan, sebuah sikap harus cukup kuat berakar dalam hati. Dan disitulah tugas kita sebagai pendidik, menanamkan sikap yang kuat melalui perancangan program dan proses pendidikan yang tepat. Mengubah Sikap Dalam psikologi sosial, sikap ditanamkan dan dirubah dengan menggunakan pesan, dan dikenal dengan sebutan persuasi. Elemen kunci dalam persuasi ada tiga (Baron & Byrne, 2004), yaitu komunikator, pesan, dan siapa yang akan dipersuasi. Dengan demikian, untuk dapat melakukan persuasi dengan efek yang diinginkan, idealnya harus dilakukan oleh seorang komunikator

yang baik, dengan pesan kuat yang argumentatif dan persuasif, serta disesuaikan dengan karakteristik mereka yang ingin dipersuasi. Beberapa temuan menarik dalam psikologi sosial diharapkan dapat memberikan masukan dalam memperkuat persuasi. Di antara temuan tersebut adalah: 1. Komunikator yang kredibel lebih persuasif daripada mereka yang bukan ahlinya. Artinya, sang komunikator harus menguasai apa yang dibicarakan, ahli mengenai topik atau isu yang mereka sampaikan. 2. Komunikator yang menarik dalam cara tertentu (misalnya secara fisik) lebih persuasif daripada komunikator yang kurang menarik secara fisik dan kurang mempunyai keahlian. Ini merupakan salah satu alasan mengapa iklan sering kali menampilkan model yang menarik. 3. Ketika seorang pendengar memiliki sikap yang berlawanan dengan apa yang ingin disampaikan oleh pelaku persuasi, sering kali lebih efektif bagi komunikator untuk mengadopsi pendekatan dua sisi, dimana kedua sisi argumentasi tersebut disampaikan, daripada menggunakan pendekatan satu sisi. Artinya, sang komunikator sedemikian yakin dengan idenya sehingga memberikan kebebasan kepada pendengar untuk memilih ide mana yang lebih mereka suka. Hal ini meminimalkan kesan manipulasi. 4. Orang yang berbicara dengan cepat sering kali lebih persuasif daripada orang yang berbicara lebih lambat. 5. Persuasi dapat ditingkatkan dengan pesan yang merangsang emosi yang kuat (terutama rasa takut, namun harus digunakan dengan bijaksana) pada pendengar, khususnya ketika komunikasi memberikan rekomendasi tertentu tentang bagaimana mencegah atau menghindari kejadian yang menyebabkan rasa takut yang digambarkan. Resistensi Terhadap Persuasi Jika ada yang bertanya, mengapa persuasi tidak selalu berhasil dilakukan, ada tiga sebab yang dapat dijadikan bahan evaluasi (Baron & Byrne, 2004). Ketiga sebab tersebut adalah: 1. Reaktansi. Reaktansi adalah upaya melindungi kebebasan pribadi. Tekanan dan paksaan untuk merubah sikap seseorang jarang sekali berhasil. Anda tidak hanya akan menolak, tapi juga akan mundur dan mengadopsi pandangan yang berlawanan dengan pandangan yang ditawarkan oleh pelaku persuasi tersebut. Ketika individu menangkap persuasi sebagai ancaman langsung terhadap kebebasan pribadinya (atau gambaran mereka sebagai orang yang mandiri), mereka akan termotivasi kuat untuk menolak. 2. Sinyal peringatan. Sinyal peringatan merupakan sinyal yang memberitahu akan adanya intensi seseorang untuk mempersuasi kita. Tidak ada yang rela dimanipulasi. Ketika kita mengetahui bahwa sebuah pidato,

Pendidikan luar sekolah dalam kerangka (M. Syukri) 101 pesan yang terekam, atau tertulis yang dirancang untuk mengubah pandangan kita, kita sering kali lebih tidak suka dipengaruhi oleh hal tersebut dibandingkan ketika kita tidak memiliki pengetahuan tersebut. Kecurigaan mempengaruhi beberapa proses kognitif yang berperan dalam persuasi. 3. Penghindaran selektif dan penyanggahan.manusia memunyai kecenderungan untuk mencari informasi yang konsisten dengan sikapnya, dan mengabaikan, menghindari, atau menyanggah informasi yang berbeda dengan sikapnya. Informasi yang berbeda dengan sikap seseorang akan cenderung dianggap sebagai kurang meyakinkan dan kurang dapat dipercaya. Dengan demikian, wajarlah bila seseorang mengalihkan perhatian, bahkan menyanggah, ketika kita menyampaikan informasi yang berbeda dengan sikapnya. Persuasi yang baik semestinya dibangun dari kesamaan, bukan perbedaan. Sebagai kesimpulan, persuasi yang ideal dilakukan oleh seorang yang menarik, kredibel, dengan pesan yang kuat, yang dibangun dari kesamaan sikap dengan pendengar, tanpa adanya sedikitpun paksaan melainkan dilandasi oleh keyakinan akan kebenaran pesan. Pendidikan HAM Pendidikan HAM merupakan sebutan bagi program pendidikan yang didesain untuk merubah orientasi pemikiran, sikap, dan perilaku peserta didik agar selaras dengan HAM. Karena sikap berasal dari pikiran manusia, maka disitulah orientasi perdamaian semestinya dibangun. Untuk merubah orientasi pemikiran pihak-pihak tersebut, pendidikan memegang peranan penting. Dari sisi peserta pendidikan, umumnya peserta didik dapat dibagi menjadi empat golongan (Halpérin, 1997), yaitu: 1) Anak-anak (13-17 tahun); 2) Remaja (17 tahun); 3) Guru; 4) Kelompok profesional tertentu (pengacara, pekerja sosial, dan lain-lain). Sebagai gambaran, berikut adalah model yang dapat dikembangkan untuk melaksanakan pendidikan HAM, yang diadaptasi dari Kremer-Hayon dalam Halpérin, 1997. Toleransi Komunikas i Materi Strategi Metode Sarana prasarana Simulasi Bermain peran Klarifikasi nilai-nilai Tujuan Proses Evaluasi Peserta Keyakinan Need-assessment Kriteria seleksi

Tujuan Karena tujuan dari pendidikan HAM adalah merubah sikap dan perilaku, strategi yang relevan untuk perubahan perlu diterapkan. Faktorfaktor yang perlu dirubah meliputi tiga hal, yaitu kognitif, afeksidisposisional, dan perilaku. Ketiganya harus diperhatikan jika tujuannya adalah perubahan yang berarti dan tahan lama. Sebagai contoh, ketiga tujuan dapat diilustrasikan sebagai berikut: 1. Tujuan kognitif: Memiliki pengetahuan dasar dan pemahaman tentang materi pokok dan nilai-nilai HAM (kebenaran, sama & adil, hargai martabat, integritas, akuntabilitas, kejujuran, hargai perbedaan, kerja sama) 2. Tujuan afektif-disposisional: Mengembangkan kesediaan untuk bekerjasama dan menghormati hak-hak yang melekat dalam diri tiap manusia, serta memegang teguh nilai-nilai HAM 3. Tujuan perilaku: Berperilaku sesuai dengan nilai-nilai HAM dalam berbagai situasi. Materi Materi pembelajaran disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Beberapa materi yang mungkin dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan adalah pengetahuan tentang kondisi sosial dan lingkungan, pengetahuan tentang budaya kelompok lain, mempelajari bahasa kelompok lain, dan lain sebagainya. Materi sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, termasuk usia dan latar belakang sosial. Meskipun materi adalah hal yang penting, namun ia bukan satu-satunya faktor penentu yang akan membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Proses belajarmengajar yang terjadilah yang justru akan membawa perubahan yang diinginkan. Peserta Didik Kegagalan dalam memahami minat dan kebutuhan peserta didik adalah hambatan utama dalam intervensi pendidikan. Karakter spesifik dari kelompok peserta didik dan perbedaan individual diantara mereka harus dikenali dengan baik. Proses Membicarakan proses sama halnya dengan membicarakan metode dan cara-cara yang ditempuh untuk meraih tujuan pembelajaran. Metode dan cara yang ditempuh harus melibatkan komponen kognitif, afeksi-disposisional, dan juga perilaku. Membaca, debat, dan diskusi adalah bentuk aktivitas yang menekankan kemampuan intelektual dan refleksi, bagian dari aspek kognitif. Klarifikasi nilai-nilai sosial dan bermain peran mewakili komponen afeksi-disposisional. Sedangkan mendengarkan, memberikan solusi konstruktif dalam permasalahan-permasalahan yang penuh konflik, dan mengekpresikan toleransi terhadap ide-ide yang saling kontradiktif mewakili aspek perilaku. Evaluasi Metode kualitatif dan kuantitatif dalam evaluasi akan saling mendukung satu sama lain, dan memberikan bentuk masukan yang bervariasi berdasarkan tes tertulis,

Pendidikan luar sekolah dalam kerangka (M. Syukri) 103 diskusi, wawancara, observasi, dan portofolio. Model yang telah disajikan dapat memberikan rangkaian pertanyaan yang tersistematisasi untuk dipertimbangkan dalam rangkaian kerja selanjutnya. Sebagai contoh, ketika gagal, evaluator akan memberikan rangkaian pertanyaan. Apakah tujuan pembelajaran terlalu tinggi? Apakah tujuan pembelajaran tidak cocok dengan kelompok peserta didik yang sedang ditangani? Apakah materi pembelajaran telah didesain dengan baik? Sejauh mana proses belajar mengajar diaplikasikan dengan benar? Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dikaji untuk mencapai kesuksesan pembelajaran dalam rangkaian kerja selanjutnya. Penutup Pendidikan HAM perlu dimulai sejak dini. Prinsip-prinsip HAM universal telah diakui secara formal melalui TAP MPR RI No. XVII/MPR/1998 yang meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan. Membangun sikap bukanlah sesuatu yang mudah. Para ahli psikologi sosial menyarankan pentingnya mengguna-kan persuasi dan mengingatkan bagaimana resistensi terhadap persuasi. Para pendidik atau guru dapat membangun sikap yang mengedepankan dan menjunjung tinggi HAM dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Kremer-Hayon sebgai sebuah alternatif, yang dimulai dengan membangun tujuan pembelajaran, mendesain materi, mengenali dan mengorganisir peserta didik, mengembangkan metode, dan mengevaluasi pembelajaran. Daftar Pustaka Baron, R. A., Byrne, D. 2003. Social Psychology 10 th ed. New Jersey: Pearson Education. Inc. Blumberg, H. H., Hare, A. P., Costin, A. 2006. Peace Psychology: A Comprehensive Introduction. New York: Cambridge University Press Clapham, A. 2007. Human Rights: A Very Brief Introduction. New York: Oxford University Press Inc. Griffin, J. 2008. On Human Rights. New York: Oxford University Press Inc. Gutmann, A. 1987. Democratic Education. New Jersey: Princeton University Press. Halpérin, D. S. 1997. Shaping New Attitudes to Peace Through Education. Bellegarde: SADAG. UNDP, 2000. Human Development Report 2000. New York: Oxford University Pr