KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan menjadi lebih baik, wilayah pesisir yang memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. seperti tercantum dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 di dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia setelah Kanada, sehingga 2/3 luas wilayah Indonesia merupakan. untuk menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

DAMPAK AKTIVITAS PELABUHAN DAN SEBARAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG DAN KAWASAN SEKITARNYA

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dengan panjang garis pantai km, memiliki potensi sumber daya pesisir dan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berkelanjutan (sustainabel development) merupakan alternatif pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. atas sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) seperti perikanan,

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI UTARA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERSEN TASE (%) Dinas Kelautan dan Perikanan ,81 JUMLAH ,81

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

III. METODE PENELITIAN

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006

ABSTRAKSI Wilayah pesisir Kota Tegal mempunyai potensi-potensi yang dapat dikembangkan. Potensi-potensi pengembangan wilayah tersebut antara lain potensi sumber daya alam dan jasajasa lingkungan yang meliputi perikanan, hutan mangrove, Pusat Pendaratan Ikan (PPI),, Pelabuhan niaga, pariwisata, industri, dll. Pemanfaatan terhadap potensi-potensi yang ada untuk aktivitas-aktivitas pengembangan wilayah, dari segi ekonomis dapat menimbulkan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi seringkali dari segi ekologis dapat menimbulkan dampak negatif dengan timbulnya berbagai permasalahan lingkungan pesisir jika tidak memperhatikan aspek ekologisnya. Pemanfaatan potensi pesisir Kota Tegal untuk kegiatan perikanan, permukiman, pelabuhan, industri, dan lain-lain ternyata telah menimbulkan permasalahan bagi kelestarian lingkungan. Permasalahan yang merupakan dampak negatif dari pengembangan wilayah tersebut adalah kerusakan mangrove, abrasi pantai, dan pencemaran air. Pemanfaatan potensi-potensi pesisir untuk pengembangan wilayah seharusnya tetap mempertimbangkan aspek ekologisnya sehingga kelestarian lingkungan tetap terjaga. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji dampak pengembangan wilayah pesisir Kota Tegal terhadap kerusakan lingkungan sehingga dapat diketahui tingkat kerusakan lingkungan dan besaran dampak pada kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pengembangan wilayah di Pesisir Kota Tegal. Sedangkan sasaran yang akan dilakukan adalah mengidentifikasi potensi SDA pesisir, mengidentifikasi kondisi aspek kependudukan, mengidentifikasi aktifitas pengembangan wilayah dan mengukur dampak pengembangan wilayah pesisir terhadap terjadinya kerusakan lingkungan. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut maka dalam penelitian ini digunakan metoda pendekatan deskriptif analitis. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif yang meliputi analisis kondisi sumberdaya alam dan analisis analisis kondisi kependudukan untuk mengetahui potensi dan aktivitas pengembangan wilayah, serta analisis kondisi kerusakan lingkungan untuk mengetahui tingkat kerusakan lingkungan. Sedangkan analisis deskriptif kuantitatif menggunakan analisis Matrik Interaksi Leopold untuk mengetahui tingkat besaran dampak atau penurunan kualitas lingkungan yang mengindikasikan terjadinya kerusakan lingkungan sebagai akibat dari aktivitas pengembangan wilayah pesisir. Dari analisis-analisis tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa dengan adanya pengembangan wilayah pesisir, telah terjadi penurunan skala kualitas lingkungan sebesar 2 (keadaan dari skala kondisi kualitas baik berubah menjadi buruk) dan prosentase penurunan kualitas lingkungan sebesar 36,34 %. Tingkat penutupan mangrove rata-rata 19,67%, terjadi abrasi seluas 23,96 Ha dan tingkat pencemaran air rata-rata 2 kali ambang batas normal. Lingkungan yang paling besar terkena dampak adalah ekosistem mangrove dengan skala penurunan kualitas lingkungan sebesar 3 (keadaan dari skala kondisi kualitas baik menjadi sangat buruk). Aktivitas yang paling banyak menimbulkan dampak adalah aktivitas perikanan yang mengkonversi lahan mangrove menjadi lahan tambak. Dengan demikian diharapkan bahwa pada masa yang akan datang, pengembangan wilayah pesisir disamping menguntungkan dari segi ekonomi, namun juga harus tetap mempertimbangkan aspek ekologisnya. Untuk itu diperlukan kerja sama antara pihak pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu sehingga dampak negatif akibat pengembangan wilayah dapat dihindari. Kata kunci : dampak, pesisir, kerusakan lingkungan iv

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia yang kaya dan beragam sumber daya alamnya telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani, sejak berabad-abad lamanya. Sementara itu kekayaan hidrokarbon dan mineral lainnya yang terdapat di wilayah ini juga telah dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan ekonomi nasional. Selain menyediakan berbagai sumber daya tersebut, wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai fungsi lain, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan permukiman dan tempat pembuangan limbah. Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi memadai untuk dikembangkan menjadi lebih baik. Dalam kaitan dengan ketersediannya, potensi sumber daya wilayah pesisir dan laut ini secara garis besar dapat dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu sumber daya dapat pulih (renewable resources), sumber daya tak dapat pulih (non-renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan (environmental services). Ketiga potensi inilah walaupun telah dimanfaatkan, tetapi masih belum optimal dan terkesan tidak terencana dan terprogram dengan baik (Dahuri dkk, 1996). Wilayah pesisir dan lautan beserta sumber daya yang terkandung di dalamnya merupakan tumpuan harapan bagi bangsa Indonesia di masa depan. Di dalamnya terkandung kekayaan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya dan beragam, seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, minyak dan gas, bahan tambang dan mineral, dan kawasan pariwisata. Akan tetapi pembangunan wilayah pesisir dan lautan selama ini menunjukkan hasil yang kurang optimal. Di beberapa kawasan pesisir dan lautan yang padat penduduk dan tinggi intensitas pembangunannya terdapat berbagai gejala kerusakan lingkungan termasuk pencemaran, degradasi fisik habitat utama pesisir (mangrove, terumbu karang, estuaria, dll) dan abrasi pantai telah mencapai suatu tingkat yang mengancam kapasitas keberlanjutan ekosistem pesisir dan lautan. Pemanfaatan sumber daya alam dan jasa lingkungan pesisir dan laut untuk kegiatan perikanan, pertambangan, perhubungan, industri, konservasi habitat, pariwisata, dan permukiman, telah menimbulkan berbagai permasalahan yang berpotensi besar memicu konflik kepentingan antar pihak, sehingga berdampak pada kelestarian fungsi dan kerusakan sumberdaya alam. Kota Tegal merupakan kota pantai yang memiliki garis pantai menghadap Laut Jawa sepanjang 10,2 km. Pantai Kota Tegal tersebut memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan

2 masyarakat Kota Tegal, baik secara ekologis, ekonomis, maupun sosial. Secara ekologis, pantai Kota Tegal merupakan ekosistem yang dapat memberikan jaminan terhadap keberlangsungan daur makanan, terutama pada fungsi pantai sebagai nursery ground bagi berbagai bentuk kehidupan laut, seperti ikan, udang, kepiting dan sebagainya. Di sisi lain, pantai Kota Tegal juga merupakan daerah muara bagi 5 sungai, yaitu Gangsa, Kemiri, Sibelis, Kaligung, dan Ketiwon. Selama beban limbah dari sungai-sungai tersebut masih di bawah ambang batas, maka pantai tersebut memiliki fungsi sebagai tempat penetralisir limbah yang berasal dari daerah bagian hulu. Secara ekonomi, pantai Kota Tegal memiliki peranan yang sangat penting, baik dalam menunjang mata pencaharian penduduk (sebagai nelayan dan petani tambak), tempat perdagangan (adanya pelabuhan), maupun sebagai sumber pendapatan asli daerah. Menurut data dari BPS (2004), jumlah nelayan di kota ini tercatat sebanyak 12.148 orang dengan jumlah perahu sebanyak 3548 buah. Jumlah petani tambak yang sebagian besar terkonsentrasi di kelurahan Tegalsari, Muarareja, Mintaragen dan Panggung mengelola areal tambak seluas 923,15 Ha. Produktivitas perikanan tangkap tercatat sebanyak 27.653,86 Ton dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 89.914.815.000. sedangkan produksi tambak sebesar 225,64 ton dengan nilai sebesar Rp. 1.332.425.000. Dari sisi sosial, pantai Kota Tegal ini merupakan salah satu pintu gerbang bagi terjadinya hubungan komunikasi, perdagangan, dan kehidupan sosial lainnya yang melibatkan masyarakat luar dengan masyarakat Kota Tegal. Kapal nelayan yang mendarat di PPI Tegal bukan hanya nelayan Kota Tegal. Selain itu, Kota Tegal juga mempunyai pelabuhan kelas III yang berfungsi sebagai pelabuhan niaga. Hal ini berarti pantai Kota Tegal memegang peranan penting bagi kehidupan sosial masyarakat. Wilayah pesisir Kota Tegal mempunyai potensi-potensi yang dapat dikembangkan. Potensi-potensi tersebut antara lain potensi sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang meliputi perikanan, hutan mangrove, PPI, Pelabuhan niaga, pariwisata, industri, dll. Pemanfaatan terhadap potensi-potensi yang ada untuk kegiatan-kegiatan manusia telah menimbulkan berbagai permasalahan. Pemanfaatan potensi pesisir untuk kegiatan perikanan, perhubungan, industri, permukiman, dll selain menimbulkan dampak posisitf bagi kesejahteraan masyarakat, seringkali juga menimbulkan dampak yang negatif bagi kelestarian lingkungan fisik. Pemanfaatan potensipotensi pesisir untuk pengembangan wilayah memang sangat potensial dan menjanjikan bila dilakukan secara optimal. Pengembangan wilayah pesisir Kota Tegal berorientasi pada issue lingkungan diharapkan mampu menjadi embrio model perencanaan yang aspiratif, dinamis, dan aktual. Hal ini cukup beralasan mengingat potensi kekayaan alam Kota Tegal berikut limitasinya dapat menjadi dasar bagi sebuah pembangunan wilayah yang relevan dengan kebutuhan daerah, apalagi dengan adanya

3 kerusakan lingkungan baik ekosistem mangrove maupun dengan adanya abrasi pantai. Namun satu point saja belum cukup, karena ini tentu harus didukung oleh faktor- faktor lain yang menjadi variabel dalam pembangunan wilayah, seperti pengembangan sosial dan ekonomi daerah, kualitas sumber daya manusia, serta pemanfaatan lingkungan fisik alam secara efektif. Pesisir Kota Tegal akhir-akhir ini diidentifikasi telah mengalami penurunan fungsi karena tekanan aktivitas kehidupan masyarakat. Tekanan tersebut dapat berupa pencemaran air yang telah melampaui kemampuan pantai untuk menanggung beban cemaran, perubahan pola pengelolaan tambak secara intensif yang dikerjakan dengan menebang tanaman mangrove dan tekanan arus laut yang telah menyebabkan terjadinya abrasi di beberapa tempat. Kegiatan industri dan permukiman di pesisir Kota Tegal yang yang berkembang relative lebih cepat telah menyebabkan peningkatan beban limbah pada kelima sungai yang mengalir ke pantai Tegal. Sementara itu kegiatan pendaratan kapal nelayan yang jumlahnya meningkat dengan drastis telah menyebabkan terjadinya pencemaran air sungai dan laut oleh tumpahan bahan bakar dan minyak pelumas dari kapal-kapal yang diawaki oleh orang-orang yang kepedulian terhadap lingkungannya masih buruk. Di sisi lain penutupan vegetasi mangrove di pesisir Kota Tegal termasuk kategori jelek, karena hanya 5-38 %, dengan nilai distribusi hanya sebesar 3-9 % (Kapedal, 2003). Pengembangan wilayah pesisir Kota Tegal diharapkan mampu menjadi motor penggerak bagi pendapatan asli daerah. Akan tetapi seiring dengan jalannya pembangunan maka akan terjadi perubahan terhadap fisik lingkungan yang mengubah tatanan ekosistem kawasan tersebut, baik dari segi hidrologi, vegetasi, dan kemampuan atau daya dukung tanah. Selain itu pengaruh atau perubahan sosial dan kondisi ekonomi masyarakat sekitar juga tidak bisa diremehkan. Hal-hal tersebut memunculkan gagasan untuk mengkaji seberapa jauh kemungkinan penurunan kualitas dan atau timbulnya kerusakan lingkungan yang terjadi akibat dari adanya aktivitas pengembangan wilayah di pesisir Kota Tegal. Dari hal tersebut diharapkan akan didapatkan solusi terhadap permasalahan tersebut. Dengan demikian pengembangan wilayah pesisir Kota Tegal dengan pendekatan ekologis diharapkan mampu menjaga kelestarian lingkungan dan tetap berorientasi pada potensi sumber daya alamnya. 1.2 Rumusan Masalah Kota Tegal memiliki potensi-potensi sumberdaya pesisir yang dapat dikembangkan. Pemanfaatan potensi-potensi wilayah pesisir Kota Tegal untuk berbagai aktivitas pengembangan wilayah menimbulkan dampak yang positif dari segi ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat. Aktivitas-aktivitas tersebut antara lain aktivitas perikanan, aktivitas permukiman, aktivitas pelabuhan, dan aktivitas industri. Akan tetapi aktivitas pengembangan wilayah tersebut kurang memperhatikan segi ekologisnya. Akibatnya, aktivitas pengembangan wilayah pesisir Kota Tegal