BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5

METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS. Oleh : Ari Yanto )

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara siswa dengan guru dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh sebagian besar guru. Apakah hal tesebut dikarenakan guru kurang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. sebut tariqah artinya jalan, sistem atau ketertiban dalam mengerjakan

BAB 4 KESIMPULAN. 79 Universitas Indonesia. Materi dan metode..., Muhammad Yakob, FIB UI, 2009

BAB II KAJIAN TEORI. dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara afektif dan efesien. Senada dengan


guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai. berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi dalam aspek-aspek kematangan, pertumbuhan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain, atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. (Dalam bukunya Purwanto,

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran sejarah sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. ada beberapa penelitian yang ada keterkaitan metode Role Play dan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kualitas pendidikan harus ditingkatkan. investasi besar untuk berjuang keluar dari krisis dan menghadapi dunia global

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang ini, pendidikan berbasis religius merupakan sebuah motivasi hidup sebagai

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ruang Lingkup IPA SD/MI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. mengadakan hubungan atau memerlukan bantuan orang lain. Tanpa bantuan,

Prinsip dalam Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai interaksi antara guru dan anak didik. Interaksi yang edukatif ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik teknik penyajian atau biasanya disebut

Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN MATERI PEMILIHAN PENGURUS ORGANISASI SEKOLAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Pendidikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Kegiatan Belajar 2 HAKIKAT ANAK DIDIK

BAB I PENDAHULUAN. dan sebagian besar rakyatnya berkecimpung di dunia pendidikan. Maka dari. menurut Undang-undang Sisdiknas tahun 2003:

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. partisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. aspek-aspek yang harus dikembangkan dan ditanamkan dalam diri siswa,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggali berbagai potensi dan kebenaran secara ilmiah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertanya, mengajukan pendapat, dan menimbulkan diskusi dengan guru.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

BAB I PENDAHULUAN. berpikir yang melibatkan berpikir konkret (faktual) hingga berpikir abstrak tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembelajaran yang berkualitas dan evaluasi diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Proses tersebut sekaligus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat menciptakan perubahan perilaku anak baik cara berfikir maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. kegiatan yang paling pokok, ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

BAB II KAJIAN TEORI. dapai dipakai apabila konsep-konsep aktivitas dan ketentuan-ketentuan serta prinsip-prinsip

I. PENDAHULUAN. cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa kanak-kanak adalah masa dimana potensi-potensi dipotret. Usia ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proaktif (urun rembuk) dalam memecahkan masalah-masalah yang diberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan modal yang sangat penting bagi kemajuan dan. kemajuan zaman saat ini. Dengan majunya pendidikkan maka akan bisa

BAB I PENDAHULUAN. prasarana pendidikan, sistem penilaian dan pengelolaan pendidikan. Pembenahan semua komponen pendidikan, pada tahun terakhir ini

Interaksi Edukatif. Kelompok 8 Labiba Zahra K Novita Ening B K Rini Kurniasih K

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007:17) menjelaskan bahwa belajar

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dalam Kamus

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi. serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada siswa.

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Tanya Jawab Pada Mata Pelajaran IPS di Kelas IV SDN No. 4 Siboang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terletak di Jl. Kalikebo, Desa Wiro, Bayat, Klaten berdiri pada

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

Transkripsi:

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Syaiful Bahri Djamarah, 2010:105. Pengertian hasil belajar adalah suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan instruksional khusus (TIK)-nya dapat tercapai. Untuk mengetahui tercapai tidaknya TIK, guru perlu mengadakan tes formatif setiap selesai menyajikan satu bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan instruksional khusus (TIK) yang ingin dicapai. Fungsi penilaian ini adalah untuk memberikan umpan balik kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil. Belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan instruksional khusus dari bahan tersebut. 2.1.1 Hakikat Belajar Mengajar Dalam kegiatan belajar mengajar, anak adalah sebagai subjek dan sebagai objek dari kegiatan pengajaran. Karena itu, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar anak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapat tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik di sini tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya kurang akif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Karena pada hakikatnya belajar adalah perubahan yang terjadi di dalam diri

seseorang setelah berakhirnya aktivitas belajar. Walaupun pada kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar. Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi. Lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan/bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar. Hakikat belajar adalah perubahan maka hakikat belajar mengajar adalah proses pengaturan yang dilakukan oleh guru. (Syaiful Bahri Djamarah, 2010:38). 2.1.2 Hakikat Hasil Belajar Dalam proses belajar mengajar siswa adalah yang menjadi fokus perhatian. Kegiatan yang dilakukan oleh guru tidak lain adalah untuk suatu upaya bagaimana lingkungan yang tercipta itu menyenangkan hati semua siswa dan dapat menggairahkan belajar siswa, itu berarti tidak ada seorang guru pun yang ingin agar siswanya tidak senang dan tidak bergairah dalam belajar, hal tersebut akan menggangu kelancaran kegiatan pengajaran. Faktor yang menentukan dalam mencapai keberhasilan belajar yaitu keterampilan mengajar. Suprayekti (2006:17) mengemukakan bahwa Keterampilan mengajar adalah sejumlah kompotensi yang menampilkan kinerja secara professional dari pendapat ini dapat disimpulkan bahwa pola interaksi belajar mengajar dapat diwujudkan guru mengarah pada pencapaian ketuntasan belajar. Agar kegiatan pengajaran dapat merangsang siswa untuk aktif dan kreatif belajar, tentu saja diperlukan lingkungan belajar yang kondusif. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan cara memperhatikan beberapa prinsip menggunakan variasi dalam mengajar. Prinsip prinsip penggunaan variasi mengajar itu adalah sebagai berikut :

1. Dalam menggunakan keterampilan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan, selain itu juga ada variasi penggunaan komponen untuk tiap jenis variasi. Semua itu untuk mencapai tujuan belajar. 2. Menggunakan variasi secara lancar dan berkesinambungan sehingga, belajar mengajar yang utuh tidak rusak, perhatian anak didik dan proses belajar tidah terganggu. 3. Penggunaan variasi benar benar terstruktur dan direncanakan oleh guru. (Syaiful Bahri Djamarah, 2010:166) Hasil belajar siswa adalah tujuan akhir dari setiap pembelajaran. Hasil belajar yang tuntas adalah indikasi bahwa kegiatan pembelajaran telah berhasil dan materi telah dipahami oleh siswa dengan signifikan. Mukhtar, (2007:131) mengemukakan bahwa menilai hasil belajar menguji siswa sesuai dengan sasaran pembelajaran yaitu seberapa jauh siswa menguasai materi, memperagakan keterampilan dan menunjukkan sikapnya sesuai yang diharapkan. 2.2 Pengertian Pembelajaran Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta

keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran mengisyaratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik. Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memadai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar. 2.3 Perhatian dan Motivasi Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi untuk mempelajarinya. Apabila dalam diri siswa tidak ada perhatian terhadap pelajaran yang dipelajari, maka siswa tersebut perlu dibangkitkan perhatiannya. Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang dipelajari peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan; melihat masalah-masalah yang akan diberikan; memilih dan memberikan fokus pada

masalah yang harus diselesaikan. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasi untuk mempelajarinya. Misalnya, siswa yang menyukai pelajaran matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untuk belajar lebih giat, karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Ada tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya. Apabila peserta didik mempunyai motivasi, ia akan Bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar; Berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut; Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan. Motivasi dapat bersifat internal, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri peserta didik dan juga eksternal baik dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Berkenaan dengan prinsip motivasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, yaitu: memberikan dorongan, memberikan insentif dan juga motivasi berprestasi. 2.4 Keaktifan

Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari dirinya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing dan pengarah. Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Thordike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum "law of exercise"-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat jika sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan. Artinya dalam kegiatan belajar diperlukan adanya latihan-latihan dan pembiasaan agar apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan semakin paham. Hal ini juga sebagaimana yang dikemukakan oleh Mc.Keachie bahwa individu merupakan "manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu". Dalam proses belajar, siswa harus menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan sebaginya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya. 2.5 Keterlibatan Langsung/Pengalaman

Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yang belajar membuat tempe yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan, bukan hanya melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi hanya mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, siswa belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Hal ini juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean Jacques Rousseau bahwa anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri. Dengan demikian, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri. Pembelajaran itu akan lebih bermakna jika siswa "mengalami sendiri apa yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang disampaikan guru, sebagaimana yang dikemukakan Nurhadi bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Dari berbagai pandangan para ahli tersebut menunjukkan betapa pentingnya keterlibatan

siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan "learning by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung dan harus dilakukan oleh siswa secara aktif. Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan proporsional, dibandingkan dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep. 2.6 Pengulangan Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan adalah teori psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamati, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan sempurna. Dalam proses belajar, semakin sering materi pelajaran diulangi maka semakin ingat dan melekat pelajaran itu dalam diri seseorang. Mengulang besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan "bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan" akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari misalnya dengan membuat ringkasan. Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori koneksionisme-nya Thordike. Dalam teori koneksionisme, ia mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar. 2.7 Perbedaan Individual

Siswa merupakan makhluk individu yang unik yang mana masing-masing mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelegensi, minat bakat, hobi, tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal latar belakang kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya. Guru harus memahami perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu. Siswa akan berkembang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Setiap siswa juga memiliki tempo perkembangan sendirisendiri, maka guru dapat memberi pelajaran sesuai dengan temponya masing-masing. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan kalsik yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya. 2.8 Pengertian Model Bermain Peran Metode adalah teknik yang dapat dilakukan guru dalam mengajar. Ragam metode sangat banyak sebagaimana telah digariskan dalam kurikulum pembelajaran. Namun metode-metode tersebut merupakan penawaran sehingga memungkinkan dapat dikembangkan oleh guru bahkan tidak menutup kemungkinkan pula guru dapat menciptakan metode pembelajaran sendiri. Metode bermain peran adalah berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis. Bermain peran adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang di gunakan untuk menjelaskan perasaan, sikap, tingkah laku dan nilai, dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandangan dan cara berfikir orang lain (Depdikbud, 1964:171).

Melalui metode bermain peran siswa diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi, dengan bantuan kelompok sosial yang anggotanya teman-temannya sendiri. Dengan kata lain metode ini berupaya membantu individu melalui proses kelompok sosial. Melalui bermain peran, para siswa mencoba mengeksploitasi masalah-masalah hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya. Hasilnya didiskusikan dalam kelas. Proses belajar dengan menggunakan metode bermain peran diharapkan siswa mampu menghayati tokoh yang dikehendaki, keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan menetukan apakah proses pemahaman, penghargaan dan identifikasi diri terhadap nilai berkembang: (Hasan, 1996: 266). Bermain peran adalah bentuk sajian cerita yang dimainkan oleh aktor dalam bentuk ucapan, tindakan dan aksi, dengan kata lain apa yang dimainkan dalam drama dipahami dan dimengerti (Riantiarno,2006:12). Naskah peran untuk siswa Sekolah Dasar disusun sederhana namun di dalamnya memuat secara padat tentang materi, dengan demikian dalam bermain peran siswa secara tidak langsung akan memahami dan mengerti tentang materi Kebebasan Berorganisasi. Penerapan metode dalam pembelajaran diupayakan dapat membantu meningkatkan hasil belajar siswa bukan mengganggu proses belajar. Pendapat ini memberikan indikasi bahwa ketelatenan guru dalam memilih metode sangat penting. Salah satu metode kooperatif dan menyenangkan yang dapat diterapkan pada mata pelajaran PKn, khususnya tentang Kebebasan Berorganisasi adalah metode bermain peran. Menurut Mukhtar (2007:109) bahwa metode bermain peran adalah metode yang berbentuk interaksi antara dua atau lebih siswa dengan cara melakukan peran secara terbuka.

Metode bermain peran adalah salah satu metode yang dapat diterapkan guru dalam berbagai pembelajaran termasuk pembelajaran PKn. Metode ini memungkinkan kerja sama dalam kelompok saling tanya jawab dan berdialog tentang tema yang telah disusun guru dalam naskah peran. Kadang kadang banyak peristiwa psikologis atau sosial yang sukar bila dijelaskan dengan kata kata berkala, maka perlu didramatisasikan atau siswa dipartisipasikan untuk berperan dalam peritiwa pada materi yang diajarkan. Guru menyajikan materi melalui metode bermain peran maka siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar siswa (Roestiyah, 2008:90). Menurut sumianto 2010 : 39 model pelaksanaan pembelajaran bermain peran diantaranya : 1. Guru menyusun kelengkapan skenario yang akan ditampilkan. 2. Menunjuk beberapa siswa untukmempelajari skenario 2 hari sebelum KBM. 3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang. 4. Memberikan penjelasan tentang kompotensi yang ingin dicapai. 5. Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melaporkan skenario yang sudah dipersiapkan. 6. Masing masing siswa duduk dikelompoknya masing masing sambil memperhatikan dan mengamati skenario yang sedang diperagakan. 7. Setelah siswa dipentaskan masing masing diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas materi. 8. Masing masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya. 9. Guru memberikan kesimpulan secara umum.

10. Evaluasi. 11. Penutup. 2.8.1 Strategi Metode Bermain Peran Dalam melaksanakan teknik ini agar berhasil dengan efektif, maka perlu mempertimbangkan langkah-langkahnya yaitu: 1. Guru harus menerangkan kepada siswa, untuk memperkenalkan teknik ini, bahwa dengan jalan bermain peran siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang actual ada di masyarakat, maka kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang akan berperan, masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya. Siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tugas tertentu pula. 2. Guru harus memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat anak. Siswa mampu menjelaskan dengan menarik, sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah tersebut. 3. Agar siswa memahami peristiwanya, maka guru harus bisa menceritakan sambil untuk mengatur adegan yang pertama. 4. Bila ada kesediaan sukarela dari siswa untuk berperan, harap ditanggapi tetapi guru harus mempertimbangkan apakah siswa tersebut tepat untuk perannya itu. Bila tidak ditunjuk saja siswa yang memiliki kemampuan dan pengetahuan serta pengalaman seperti yang diperankan itu. 5. Jelaskan pada pemeran-pemeran itu sebaik-sebaiknya, sehingga mereka tahu tugas peranannya, menguasai masalahnya pandai bermimik maupun berdialog.

6. Siswa yang tdak turut harus menjadi penonton yang aktif, di samping mendengar dan melihat, mereka harus bisa memberi saran dan kritik pada apa yang akan dilakukan setelah bermain peran selesai. 7. Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu guru dalam menimbulkan kalimat pertama dalam dialog. 8. Setelah bermain peran selesai dalam situasi klimaks, maka harus dihentikan, agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum. Sehingga para penonton ada kesempatan untuk berpendapat, menilai permainan dan sebagainya. Bermain peran dapat dihentikan pula bila sedang menemui jalan buntu. 9. Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, walau mungkin masalahnya belum terpecahkan, maka perlu dibuka tanya jawab, diskusi atau membuat karangan yang berbentuk sandiwara.( Roestiyah, 2008:91). 2.8.2 Kelebihan Metode Bermain Peran Kelebihan menggunakan metode bermain peran adalah siswa lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran, karena mereka bermain peran sendiri, maka mudah memahami masalah-masalah tersebut. Bagi siswa dengan berperan seperti orang lain, maka ia dapat menempatkan diri seperti watak orang lain. Siswa dapat merasakan perasaan orang lain, dapat mengakui pendapat orang lain, sehingga menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa, toleransi, dan cinta kasih terhadap sesama mahluk. Akhirnya siswa dapat berperan dan menimbulkan diskusi yang hidup, karena merasa menghayati sendiri permasalahannya. Juga penonton tidak pasif, tetapi aktif mengamati dan mengajukan saran dan kritik. ( Roestiyah, 2008:93). 2.8.3 Kelemahan Metode Bermain Peran

Kelemahan dari metode bermain peran adalah apabila guru tidak menguasai tujuan instruksional penggunaan metode ini untuk suatu mata pelajaran, maka bermain perannya juga tidak akan berhasil. Bermain peran jangan menjadi kesempatan untuk menumbuhkan sifat prasangka yang buruk, ras diskriminasi, balas dendam dan sebagainya sehingga menyimpang dari tujuan semula. Kelemahan terakhir apabila guru tidak memahami langkah-langkah pelaksanaan metode ini, sehingga akan mengacaukan berlangsungnya bermain peran, karena yang memegang peranan atau penonton tidak tahu arah bersama-sama. ( Roestiyah, 2008:93). 2.9 Hipotesis Tindakan Atas dasar kajian teoritis di atas maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan bahwa: Jika metode bermain peran diterapkan pada pembelajaran PKn tentang Kebebasan Berorganisasi maka hasil belajar siswa Kelas V SD Inpres 1 Bunto, akan meningkat.