Rukmanda, Naratama, Menjadi Sutradara Televisi: Dengan Angle Dan Multi Camera, garfindo, 2004.

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008

Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik

Konsep Pers Profesonal menurut Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers

BAB III PENUTUP. melanggar privasi seseorang adalah:

KODE ETIK JURNALISTIK

Etika Jurnalistik dan UU Pers

KODE ETIK JURNALISTIK

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. media melalui perbedaan kemasan dan sifat siarannya. dirasakan oleh audiencennya. Menurut Marshall Mc Luhan, Media televisi telah

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, & Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS)

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG

7. Hak Cipta Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB III KODE ETIK JURNALISTIK DEWAN PERS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB 1. Pendahuluan. Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang


PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RAN TV SEBAGAI TELEVISI SIARAN PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN

PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 01 TAHUN 2013 KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 008/SK/KPI/8/2004 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website

DRAF PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA Nomor.../P/KPI/.../2011

KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 TENTANG

11 Pasal Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

TERDIRI DARI 64 pasal, dan 12 bab

PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA Nomor 01/P/KPI/03/2012

1 of 10 3/17/2011 4:26 PM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, segala sesuatu yang ada di

BAB V PENUTUP. UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN BERLANGGANAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kritis dari teori Teun A. Van Dijk terhadap tayangan program paket berita jurnal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS

BAB 1 PENDAHULUAN. Televisi sebagai salah satu media massa elektronik yang bersifat audio dan

NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2015 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

DAFTAR PUSTAKA. Ardianto, Elvinaro. Komunikasi Masssa Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007

BAB 3 PERANAN PERS. 3. Mengevaluasi peranan pers dalam masyarakat demokrasi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN RUMAH TANGGA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

National Press Photographers Association ethics morality morals principles standards ethics in photojournalism

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN KOMUNITAS

1 of 8 3/17/2011 4:45 PM

BUPATI LAMPUNG BARAT PROVINSI LAMPUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

LAMPIRAN - LAMPIRAN. 1. Apa motivasi Anda berprofesi sebagai wartawan /jurnalis? untuk bersikap indipenden dalam menyikapi sebuah kasus.

PERAN PRODUSER DALAM PROGRAM BERITA INDONESIA TERKINI DI LPP TVRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO KABUPATEN BREBES

BUPATI BANGKA TENGAH

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Media televisi lokal Jogja TV merupakan stasiun televisi yang berusaha

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

Prinsip Dasar Peran Pengacara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA

BAB I PENDAHULUAN. Pada era modern saat ini, televisi dapat memberikan nilai-nilai kehidupan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

76 JURNALISME POSITIF

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

STRATEGI BINUS TV DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SIARAN JURNAL 19

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

Sumber Lain : Data dari ketua RT:007/07 Srengseng, Kembangan-Jakarta Barat

BAB I PENDAHULUAN. melalui kawat maupun secara elektromagnetik tanpa kawat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No TGL PROGRAM PELANGGARAN TV SANKSI 1 20 Sept Menyiarkan Konvensi Partai Demokrat (15 September 2013) UU Penyiaran: Pasal 14 (1), Pasal 36 (4)

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin dikuasai oleh teknologi dan informasi seperti saat ini, menuntut

NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN SWASTA

Pedoman Wawancara. 1. Mengapa perlunya ada perubahan status dari Radio Republik Indonesia? 3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan RRI harus berubah?

Transkripsi:

Daftar Pustaka Alatas Fahmi, A, Bersama Televisi Merenda Wajah Bangsa, YPKMD, Jakarta. Ardianto, Elvirno, DKK, Komunikasi Massa, Suatu Pengantar (Simbiosa Rekatama Media), 2004. Arifin, Anwar, Komunikasi Politik; Filsafat, Paragdima, Teori, Tujuan, Strategi Dan Komunikasi Politik Indonesia, Graha Ilmu, 2011. Bungin, Burhan, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paragdima, Dan Diskursus Teknologi Komunikasi Di Masyarakat, Jakarta: Kencana Prenada, 2006. Bungin,Burhan, Penelitian Kualitatif, Kencana, 2007. Dennis Mc Quail, Teori Komunikasi Massa : Edisi Ke III, Jakarta: Erlangga, 2005. Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992. Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media, LKIS, Yogyakarta : 2012. Feni Fasta, Modul 17-18 : All Metode Kualitatif, 2012 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hermanto, Budhi. 2008. Televisi Komunitas Sebuah Media Alternatif. Http://Www.Kabarindonesia.Com, 08-Mar-2008. Diakses pada Tanggal 13 Oktober 2013 http://www.e-journal.uajy.ac.id/4256/2/1kom03761.pdf tanggal 23 desember 2013 http://www.jurnal-kommas.com/docs/jurnal(fikad0208023).pdf diakses pada tanggal 23 desember 2013. Iskandar Muda, Deddy, Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005. Indonesia Broadcasting Expo (IBX) 18-20 April 2013 di Jakarta.htm, diakses tanggal 12 desember 2013. Kusnadi, Wawan, Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media Televisi, Jakarta: Bhineka Cipta. 1

Kusumaningrat, Hikmat, Jurnalistik Teori Dan Praktek, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005. Lexy J. Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), Bandung:PT Rosdakarya, 2004. Mondry, Pemahaman Teori Dan Praktik Jurnalistik, Bogor: Ghalia Indonesia, 2008. Morissan, Jurnalistik Komunikasi Mutakhir, Tangerang: Ramdina Perkasa, 2005. Morrisan, Manajemen Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio Dan Televisi. Tangerang: Ramdina Prakasa, 2005. Nurudin. (2009). Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers. Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, LKIS,2007. Robert L. Hilliard. Writing For Television And Radio, Hasting House, New York. Rukmanda, Naratama, Menjadi Sutradara Televisi: Dengan Angle Dan Multi Camera, garfindo, 2004. Saeful Muhtadi, Asep, Jurnalistik; Pendekatan Teori Dan Praktek, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1991. Suhandang, Kustandi, pengantar jurnalistik seputar organisasi:produk kode etik, Jakarta: Nuansa, 2002. Sobur, Alex, Analisis Teks Media, Bandung: Remaja Karya, 2001. Syahputra, Iswandi, Jurnalistik Infotaiment, Kancah Baru Jurnalistik Dalam Industri Televisi, Pilar Media, 2006. Totok Djuroto, Teknik Mencari Dan Menulis Berita Televisi, Dahara Prize, Semarang, 2003. 2

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : P3SPS 2012 Lampiran 2 : Undang - Undang no 22 tahun 2002 tentang penyiaran Lampiran 3 : Kode Etik Jurnalistik Lampiran 4 : Materi episode yang diteliti yang didapat dari KPI Lampiran 5 : Hasil Wawancara Dengan Produser Pelaksana Dan Pemimpin Redaksi TV Parlemen Lampiran 6 : Surat Keterangan Penelitian Universitas Mercu Buana Lampiran 7 : Surat Balasan Penelitian Lampiran 8 : Daftar Riwayat Hidup 3

Pedoman Perilaku Penyiaran Dan Standar Program Siaran 2012 (P3SPS) PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN BAB I KETENTUAN UMUM Program Siaran Jurnalistik adalah program yang berisi berita dan/ atau informasi yang ditujukan untuk kepentingan publik berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS). BAB II DASAR DAN TUJUAN Pasal 2 Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan oleh KPI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, nilai-nilai agama, norma-norma lain yang berlaku serta diterima masyarakat, kode etik, dan standar profesi penyiaran. 4

Pasal 3 Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan berdasarkan asas kemanfaatan, asas keadilan, asas kepastian hukum, asas kebebasan dan tanggung jawab, asas keberagaman, asas kemandirian, asas kemitraan, asas keamanan, dan etika profesi. Pasal 4 Pedoman Perilaku Penyiaran memberi arah dan tujuan agar lembaga penyiaran: a. menjunjung tinggi dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. meningkatkan kesadaran dan ketaatan terhadap hukum dan segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia; c. menghormati dan menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa yang multikultural; d. menghormati dan menjunjung tinggi etika profesi yang diakui oleh peraturan perundang-undangan; e. menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi; f. menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; g. menghormati dan menjunjung tinggi hak dan kepentingan publik; h. menghormati dan menjunjung tinggi hak anak-anak dan remaja; 5

i. menghormati dan menjunjung tinggi hak orang dan/atau kelompok masyarakat tertentu; dan j. menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik. BAB VII PERLINDUNGAN KEPENTINGAN PUBLIK Pasal 11 (1) Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik. (2) Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran. BAB VIII LAYANAN PUBLIK Pasal 12 (1) Lembaga penyiaran wajib menyiarkan program siaran layanan publik. (2) Lembaga penyiaran berhak menentukan format, konsep atau kemasan program layanan publik sesuai dengan target penonton atau pendengar masing-masing. (3) Lembaga penyiaran dapat memodifikasi program siaran yang sudah ada dengan perspektif atau muatan sesuai semangat program layanan publik. 6

BAB IX PENGHORMATAN TERHADAP HAK PRIVASI Pasal 13 Lembaga penyiaran wajib menghormati hak privasi seseorang dalam memproduksi dan/atau menyiarkan suatu program siaran, baik siaran langsung maupun siaran tidak langsung. BAB XVIII PRINSIP-PRINSIP JURNALISTIK Bagian Pertama Umum Pasal 22 (1) Lembaga penyiaran wajib menjalankan dan menjunjung tinggi idealisme jurnalistik yang menyajikan informasi untuk kepentingan publik dan pemberdayaan masyarakat, membangun dan menegakkan demokrasi, mencari kebenaran, melakukan koreksi dan kontrol sosial, dan bersikap independen. (2) Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik, antara lain: akurat, berimbang, adil, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, tidak mencampuradukkan fakta dan opini pribadi, tidak 7

menonjolkan unsur sadistis, tidak mempertentangkan suku, agama, ras dan antargolongan, serta tidak membuat berita bohong, fitnah, dan cabul. (3) Lembaga penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS). (4) Lembaga penyiaran wajib menerapkan prinsip praduga tak bersalah dalam peliputan dan/atau menyiarkan program siaran jurnalistik. (5) Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dalam proses produksi program siaran jurnalistik untuk tidak dipengaruhi oleh pihak eksternal maupun internal termasuk pemodal atau pemilik lembaga penyiaran. Bagian Kedua Pencegatan Pasal 23 (1) Lembaga penyiaran dapat melakukan pencegatan di ruang publik maupun ruang privat. (2) Narasumber berhak menolak untuk berbicara dan/atau diambil gambarnya saat terjadi pencegatan. (3) Lembaga penyiaran tidak boleh menggunakan hak penolakan narasumber sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas sebagai alat untuk menjatuhkan narasumber atau objek dari suatu program siaran. 8

(4) Lembaga penyiaran tidak boleh melakukan pencegatan dengan tujuan menambah efek dramatis pada program faktual. (5) Pencegatan dilakukan dengan tidak menghalang-halangi narasumber untuk bergerak bebas. Bagian Keempat BAB XIX NARASUMBER DAN SUMBER INFORMASI Bagian Pertama Penjelasan kepada Narasumber Pasal 27 (1) Lembaga penyiaran wajib menjelaskan terlebih dahulu secara jujur dan terbuka kepada narasumber dan/atau semua pihak yang akan diikutsertakan dalam suatu program siaran untuk mengetahui secara baik dan benar tentang acara yang melibatkan mereka. (2) Jika narasumber diundang dalam sebuah program siaran, wawancara di studio, wawancara melalui telepon atau terlibat dalam program diskusi, lembaga penyiaran wajib mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. memberitahukan tujuan program siaran, topik, dan para pihak yang terlibat dalam acara tersebut serta peran dan kontribusi narasumber; 9

b. menjelaskan kepada narasumber tentang program siaran tersebut merupakan siaran langsung atau siaran tidak langsung; dan c. menjelaskan perihal pengeditan yang dilakukan serta kepastian dan jadwal penayangan program siaran bila program sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas merupakan program siaran tidak langsung. (3) Lembaga penyiaran wajib memperlakukan narasumber dengan hormat dan santun serta mencantumkan atau menyebut identitas dalam wawancara tersebut dengan jelas dan akurat. (4) Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan wawancara dengan narasumber yang sedang tidak dalam kesadaran penuh dan/atau dalam situasi tertekan dan/atau tidak bebas. Bagian Kedua Persetujuan Narasumber Pasal 28 (1) Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan materi program siaran langsung maupun tidak langsung yang diproduksi tanpa persetujuan terlebih dahulu dan konfirmasi narasumber, diambil dengan menggunakan kamera dan/atau mikrofon tersembunyi, atau merupakan hasil rekaman wawancara di telepon, kecuali materi siaran yang memiliki nilai kepentingan publik yang tinggi. 10

(2) Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan materi siaran yang mengandung tindakan intimidasi terhadap narasumber. (3) Pencantuman identitas narasumber dalam program siaran wajib mendapat persetujuan narasumber sebelum siaran. (4) Lembaga penyiaran wajib menghormati hak narasumber yang tidak ingin diketahui identitasnya jika keterangan atau informasi yang disiarkan dipastikan dapat mengancam keselamatan jiwa narasumber atau keluarganya, dengan mengubah nama, suara, dan/atau menutupi wajah narasumber. Bagian Kelima Wawancara Pasal 31 Lembaga penyiaran dalam menyiarkan wawancara atau percakapan langsung dengan penelepon atau narasumber wajib mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. memperoleh dan menyimpan identitas nama, alamat, dan nomor telepon penelepon atau narasumber sebelum percakapan atau wawancara disiarkan; dan b. memiliki kemampuan untuk menguji kebenaran identitas penelepon atau narasumber tersebut. 11

Bagian Ketujuh Pencantuman Sumber Informasi Pasal 33 Lembaga penyiaran wajib mencantumkan sumber informasi atau narasumber yang dikutip dalam setiap program yang disiarkan, kecuali sumber informasi atau narasumber meminta agar identitasnya disamarkan. Bagian kesembilan pewawancara Pasal 35 Pewawancara suatu program siaran wajib mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. wajib bersikap netral dan tidak memihak; b. tidak menyudutkan narasumber dalam wawancara; c. memberikan waktu yang cukup kepada narasumber untuk menjelaskan dan/atau menjawab; d. tidak memprovokasi narasumber dan/atau menghasut penonton dan pendengar; dan e. wajib mengingatkan dan/atau menghentikan penelepon atau narasumber jika penelepon atau narasumber menyampaikan hal-hal yang tidak layak disiarkan kepada publik. 12

Undang Undang No. 32 tahun 2002 tentang penyiaran Bagian Keenam Lembaga Penyiaran Komunitas (1) Lembaga Penyiaran Komunitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. (2) Lembaga Penyiaran Komunitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan : a. tidak untuk mencari laba atau keuntungan atau tidak merupakan bagian perusahaan yang mencari keuntungan semata; dan b. untuk mendidik dan memajukan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan, dengan melaksanakan program acara yang meliputi budaya, pendidikan, dan informasi yang menggam-barkan identitas bangsa. (3) Lembaga Penyiaran Komunitas merupakan komunitas nonpartisan yang keberadaan organisasinya: a. tidak mewakili organisasi atau lembaga asing serta bukan komunitas internasional; b. tidak terkait dengan organisasi terlarang; dan 13

c. tidak untuk kepentingan propaganda bagi kelompok atau golongan tertentu. Pasal 22 (1) Lembaga Penyiaran Komunitas didirikan atas biaya yang diperoleh dari kontribusi komunitas tertentu dan menjadi milik komunitas tersebut. (2) Lembaga Penyiaran Komunitas dapat memperoleh sumber pembiayaan dari sumbangan, hibah, sponsor, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Pasal 23 (1) Lembaga Penyiaran Komunitas dilarang menerima bantuan dana awal mendirikan dan dana operasional dari pihak asing. (2) Lembaga Penyiaran Komunitas dilarang melakukan siaran iklan dan/atau siaran komersial lainnya, kecuali iklan layanan masyarakat. Pasal 24 (1) Lembaga Penyiaran Komunitas wajib membuat kode etik dan tata tertib untuk diketahui oleh komunitas dan masyarakat lainnya. (2) Dalam hal terjadi pengaduan dari komunitas atau masyarakat lain terhadap pelanggaran kode etik dan/atau tata tertib, Lembaga Penyiaran Komunitas wajib melakukan tindakan sesuai dengan pedoman dan ketentuan yang berlaku. BAB IV 14

PELAKSANAAN SIARAN Bagian Pertama Isi Siaran Pasal 35 Isi siaran harus sesuai dengan asas, tujuan, fungsi, dan arah siaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5. Pasal 36 (1) Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. (2) Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurangkurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri. (3) Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran. (4) Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu. 15

(5) Isi siaran dilarang : a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan. (6) Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional. 16

KODE ETIK JURNALISTIK Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik: Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran 17

a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain. Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Penafsiran Cara-cara yang profesional adalah: a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber; b. menghormati hak privasi; c. tidak menyuap; e. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang; f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara; g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri; h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik. 18

Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Penafsiran a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Penafsiran a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. 19

d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara. Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Penafsiran a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah. Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Penafsiran a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi. Pasal 7 20

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. Penafsiran a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber. c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. d. Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan. Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Penafsiran a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan. Pasal 9 21

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Penafsiran a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati. b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik. Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Penafsiran a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok. Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Penafsiran a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. 22

c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki. Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers. 23

Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006 Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia: 1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)-Abdul Manan 2. Aliansi Wartawan Independen (AWI)-Alex Sutejo 3. Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)-Uni Z Lubis 4. Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI)-OK. Syahyan Budiwahyu 5. Asosiasi Wartawan Kota (AWK)-Dasmir Ali Malayoe 6. Federasi Serikat Pewarta-Masfendi 7. Gabungan Wartawan Indonesia (GWI)-Fowa a Hia 8. Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI)-RE Hermawan S 9. Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI)-Syahril 10. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)-Bekti Nugroho 11. Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA)- Boyke M. Nainggolan 12. Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)-Kasmarios SmHk 13. Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI)-M. Suprapto 14. Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)-Sakata Barus 15. Komite Wartawan Indonesia (KWI)-Herman Sanggam 16. Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)-A.M. Syarifuddin 17. Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)-Hans Max Kawengian 18. Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)-Hasnul Amar 19. Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)-Ismed hasan Potro 20. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)-Wina Armada Sukardi 21. Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI)-Andi A. Mallarangan 22. Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK)-Jaja Suparja Ramli 23. Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI)-Ramses Ramona S. 24. Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)-Ev. Robinson Togap Siagian- 25. Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)-Rusli 26. Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat- Mahtum Mastoem 27. Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)-Laode Hazirun 28. Serikat Wartawan Indonesia (SWI)-Daniel Chandra 29. Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII)-Gunarso Kusumodiningrat 24

TRANSKRIP WAWANCARA DENGAN BAPAK MEIDI NUGROHO ( PRODUSER PELAKSANA TV PARLEMEN ) 1. Kapan jurnal parlemen diproduksi dan formatnya seperti apa? JAWAB pak meidi : Jurnal parlemen adalah suatu bentuk tayangan news dari kita TV Parlemen, yang tayang di TVRI dengan format durasi 8 menit yang isinya tentang kegiatan-kegiatan di DPR. jurnal parlemen sudah berjalan 2 tahun. Formatnya seperti apa? JAWAB pak meidi : tetep sama seperti news-news yang lainnya kita bikin format berita durasi 8 menit, ada 1 host dengan materi kurang lebih ada 3 atau 4 berita kita kirim ke TVRI dalam bentuk MiniDV. Berita yang kita berikan ke pemirsa ya semua kegiatan dewan, baik kegiatan internal ataupun eksternal kita akan back up itu kunjungan kerja DPR itu yang ke dalam negeri maupun keluar negeri kita publikasikan ke masyarakat. 2. Mengapa dan untuk apa jurnal parlemen diproduksi? JAWAB pak meidi : kenapa dibikin jurnal parlemen karena jurnal parlemen adalah suatu bentuk karena kita tidak mempunyai stasiun televisi siaran sendiri, yang akhirnya kita bikin 25

dengan kerjasama dengan pihak TVRI untuk menyiarkan berita-berita dari TV Parlemen. tujuannya untuk mempublikasikan kegiatan dewan karena TV Parlemen dibentuk dalam suatu organisasi di sekretariat jenderal DPR dimana tugasnya memang untuk mendukung tugas kegiatan dewan yang dimana memang kita diberikan tugas bisa mempublikasikan semua kegiatan dewan baik itu yang sifatnya rapat-rapat kunjungan lapangan ataupun kegiatan yang ada di DPR kita akan berikan kepada masyarakat. 3. Bagaimana proses produksi jurnal parlemen dari pra produksi sampai dengan post produksi? JAWAB pak meidi : Sebenarnya hampir sama dengan pembuatan ataupun produksi-produksi news di tempat lain pula ya, pada awal mungkin rapat redaksi menentukan materi berita atau apa yang diangkat untuk jurnal parlemen pada hari ini, terus setelah itu para reporter, kameramen mencari berita dan akhirnya kita menulis skrip naskah, masuk ke produksi editing terus masuk ke QC untuk di cek gitukan, baru setelah semuanya beres produksinya dari pra produksi sampai produksi baru kita kirimkan materi itu ke TVRI. Jurnal parlemen itu bukan tayangan news live mengingat kita dengan kondisi harus mengirimkan materi ke TVRI jadi pada saat kita memproduksi pagi para reporter mengambil berita ke beberapa tujuan yang sudah ditetapkan oleh redaksi dan akhirnya masuk proses editing terus kita harus take presenter segala macem dan 26

akhirnya kita kemas dalam satu paket MiniDV baru kita kirimkan materi itu ke TVRI. 4. Bagaimana proses produksinya? JAWAB pak meidi : Mencari berita kita tetep sama nggak beda juga dengan jurnalis-jurnalis yang ada di DPR ini, mereka akan masuk ke ruang-ruang rapat cuman bedanya pada saat ada rapat intern yang sifatnya tertutup, biasanya kita bisa diberikan akses khusus karena kita memang juga orang dalem sendiri misalnya rapat paripurna. Tapi itupun sebenarnya dipublikasikan juga ke masyarakat, paling akses kita paling-paling di depan aja. 5. Bagaimana proses di post produksinya? JAWAB pak meidi : Editing kita hampir sama, eiditing kita make avid. Untuk prosesnya ya sama menunggu hasil dari redaksi sama reporter-reporter masuk mereka juga menunggu hasil report yang sudah datang, mereka edit, durasinya nggak banyak jadi kita proses sangat cepat sekali. Ya pada saat sudah selesai baru masuk QC terus kita kirim dan nggak begitu susah. 6. Selanjutnya mengapa disetiap peliputannya hanya mewancarai anggota DPR RI saja? JAWAB pak meidi : 27

Oh ya TV Parlemen memang TVnya orang DPR mau gak mau yang diutamakan adalah orang DPR tapi kita juga tidak begitu saja orang DPR melulu. Karena memang tujuan kita adalah mempublikasikan secara umum kinerja DPR, ya kita utamakan adalah bentuk kinerjanya artinya bukan berarti hanya terus DPR- DPR saja, tapi iya TV Parlemen lebih cenderung ke DPR, tapi yang pasti masyarakat akan tahu bahwa kinerja DPR entah itu rapat dengar pendapat dengan KOMNAS HAM ya dengan KOMNAS HAM kita wawancara dengan sisi masalah yang terjadi itu biasanya, DPR itu yang utama ya namanya juga TV DPR. 7. Kenapa memilih tayang di TVRI? JAWAB pak meidi : Kita juga bekerja sama dengan TV ONE, METRO TV dan kenapa juga TVRI, saya lihat juga segmented TVRI itu kan bisa dikatakan lebih luas gitukan maupun itu pada tataran menengah saja, tapi ini kan buat kita adalah publikasi kepada masyarakat tentang anggota DPR ini kan sangat penting sekali terutama menyangkut masalah undang-undang dan ini sangat-sangat penting buat masyarakat ketahui, dengan kita bekerja sama dengan DPR RI yang hampir diseluruh pelosok di indonesia ini kan ada jaringannya, ya mungkin akan lebih efektif untuk bisa ke TVRI. Saya dulu membuat ide jurnal parlemen ini kan berangkat dari tuntutan dari kita untuk memberikan publikasi kepada masyarakat, akhirnya bahwa kita harus bisa bekerjasama dengan TVRI, akhirnya kita duduk bersama dengan pihak TVRI, ya akhirnya kita bisa dapet jam tayang untuk menyiarkan itu aja. 28

8. Kenapa memilih jam tayangnya pukul 19.55 WIB? JAWAB pak meidi : Saya melihat segmented aja sih misalnya kita dimetro tv kenapa harus jam 7 pagi dan terus ada di RCTI ada yang jam 12 dan TVRI sendiri jam 19.55 gitu kan ya karena segmen aja, saya pengen, TVRI itu kan segmen menengah, baik menengah keatas mungkin lebih sedikit menengah ke bawah jauh lebih banyak karena TVRI itu kita hanya bidik jam 9 malem gitu kan kalo di stasiun swasta itu kan jam prime time tapi buat TVRI jam segitu bukan prime time karena untuk jangkauan di papua sendiri itukan sudah terlalu malam kalau jam-jam segitu kan orangkan masih masyarakat kebawah masih pada duduk, masih nonton TV karena mereka tidak ada kegiatan lain dan hanya itu, dan inilah yang kita bidik untuk segmen-segmen itu. Makanya kita bedakan dengan jam-jam di stasiun yang lain, kita cuman mencari target aja pada saat saya masuk ke METROTV ya saya harus mengambil segmen misalnya pekerja-pekerja profesional, jadi kita cuman lihat segmen aja. 9. Apakah disetiap liputannya, reporter TV Parlemen memakai aturan yang terdapat di P3SPS? JAWAB pak meidi : kita tetep pakai standar seperti yang lainnya, yang dilakukan sama tementemen crew dibawah tetep menggunakan itu semua tapi, kadangkala kan ada satu sisi yang sifatnya itu mendadak ya itu ada dispensasi tersendiri. 29

Curriculum Vitae ANGGA TITO PRASETYO Identitas Diri Nama : ANGGA TITO PRASETYO Jenis Kelamin Status Perkawinan Tempat lahir : Pria : Belum menikah : Jakarta Selatan Tanggal lahir : 24 Agustus 1992 Agama Alamat : ISLAM : JL. RAWA PAPAN, RT 014, RW 006, BINTARO, PESANGGRAHAN, JAKARTA SELATAN Pekerjaan Kewarganegaraan : Mahasiswa : Indonesia No. Handphone : 085691922814 Email : anggapras24@gmail.com Pendidikan Perguruan tinggi : UNIVERSITAS MERCUBUANA JURUSAN BROADCASTING ( 2010 2014 ) SMK : SMK YAPPIKA, TANGERANG ( 2007 2010 ) SMP : SMPN1 PARUNG PANJANG, BOGOR (2004 2007 ) SD : SDN Rabak, BOGOR ( 1998 2004 ) Keahlian Software Editing Software Office : Avid ekspress pro HD, Adobe Photoshop, Adobe Premiere Pro, Adobe After Effect, Adobe Ilustrator. : Ms. Office 30

Pengalaman Kerja Juli - Oktober 2013 : Bekerja di TV Parlemen sebagai Editor Video & Script Writer Januari Februari Tahun 2009 : Bekerja di media visual MPR RI sebagai Editor Foto Pelatihan Tahun 2011 : Pelatihan Editing Dan Chroma Key yang diselenggarakan oleh Universitas Mercubuana Tahun 2010 : Pelatihan Perangkat Lunak Multimedia diselenggarakan oleh Digital Studio Pengalaman Berorganisasi Tahun 2013 : Panitia bidang Humas dalam acara AFF 3( alfaruq fair part3 ) Tahun 2013 : Panitia LKMDI Al-faruq 2013 Tahun 2013 : Panitia TAVPRO ta lim alif goes to KPI Tahun 2013 : Panitia Open House Ta lim Alif Tahun 2012 : Ketua Pelaksana Acara Ta lim alif media visit to globaltv Tahun 2012 : Panitia Open House Al-Faruq Tahun 2011 : Menjadi anggota UKM Al-Faruq 31