BAB I PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh dan biasanya menyerang sel CD4 ( Cluster of

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu. imun, hal ini terjadi karena virus HIV menggunakan DNA dari CD4 + dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. berbagai infeksi disebut dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

BAB I PENDAHULUAN orang orang orang

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB I PENDAHULUAN. juga berpengaruh terhadap keadaan sosioekonomi meskipun berbagai upaya. penyakit ini (Price & Wilson, 2006; Depkes RI 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan faktor ekologi (Supariasa,2001 dalam Jauhari, 2012). untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (4),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan epidemi HIV (Human Immunodefisiency virus) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquaired Immunodefeciency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB 1 PENDAHULUAN. dan menjadi salah satu masalah nasional maupun internasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Pertahanan tubuh yang menurun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. abad ini, dan menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Jiwa. Oleh : RIHALIZA BP

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune. rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. Jumlah penderita HIV/AIDS menurut WHO 2014 di seluruh dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB 1 PENDAULUAN. menyerang system kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. masalah dunia karena melanda di seluruh negara di dunia (Widoyono, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi, stabilitas dan keamanan pada negara-negara berkembang. HIV dan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berarti kumpulan gejala dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN DUKUNGAN KELOMPOK SEBAYA DENGAN KUALITAS HIDUP ODHA DI YAYASAN LANTERA MINANGKABAU SUPPORT PADANG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

BAB I PENDAHULUAN. menginfeksi sel-sel sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut disebut AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). UNAIDS

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian

ARAH KEBIJAKAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS PROVINSI DKI JAKARTA. Disampaikan Pada Acara :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sel Cluster of differentiation 4 (CD4) adalah semacam sel darah putih

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

# kasus terbanyak ditemukan pada kelompok risiko tinggi termasuk pengguna narkoba suntik (penasun), pekerja seks dan pasangan/ pelanggannya, homoseksu

BAB I PENDAHULUAN. Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) merasa mengalami dampak dari stigma

BAB I PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya (Potter & Perry,

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan biasanya menyerang sel CD4 ( Cluster of Differentiation 4) sehingga mengakibatkan penurunan sistem pertahanan tubuh. Kecepatan produksi HIV berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut (Bruner & Suddarth, 2002). HIV umumnya ditransmisikan melalui hubungan seksual, darah, air mani, dan sekresi vagina (McCann,dkk, 2007). AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala klinis yang merupakan hasil akhir dari infeksi HIV dan menandakan infeksi HIV yang sudah berlangsung lama (Price, 2006). Replikasi virus yang terus berlangsung mengakibatkan semakin beratnya kerusakan sistem kekebalan tubuh dan kerentanan terhadap Infeksi. Infeksi yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun dinamakan Infeksi Oportunistik (Bruner & Suddarth, 2002). Secara global kasus HIV/AIDS terus bertambah sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. Hingga tahun 2012 diperkirakan 35.3 juta orang hidup dengan HIV. Jumlah kasus infeksi HIV baru sebanyak 2,3 juta dan kematian AIDS sebanyak 1,6 juta orang (UNAIDS, 2013). 1

2 Kasus HIV/AIDS di Indonesia dari 1 Januari sampai 31 Desember 2013 dilaporkan jumlah HIV positif sebanyak 29.037 orang dan AIDS sebanyak 5.508 orang. Secara kumulatif dari 1 April 1987 hingga 31 Desember 2013 jumlah HIV positif sebanyak 127.416 orang dan kasus AIDS sebanyak 52.348 orang dengan total kematian 9.585 orang. Sumatera Barat berada pada urutan ke 12 jumlah kumulatif HIV/AIDS di Indonesia pada tahun 2013 dengan jumlah HIV positif sebanyak 923 orang dan AIDS sebanyak 952 orang (Ditjen PP & PL Kemenkes RI Triwulan IV, 2013). Kota Padang menduduki peringkat pertama kasus infeksi HIV dari kota dan kabupaten di Sumatera Barat. Dari bulan April sampai Juni 2013 diketahui 59 orang terinfeksi HIV di Kota Padang (Ditjen PP & PL Kemenkes RI Triwulan II, 2013). Individu dengan HIV positif cenderung mengalami gangguan tidur dan memiliki kualitas tidur buruk. Pada penelitian Mc.Daniel tahun 2011 tentang Sleep Quality and Habits of Adult with the HIV dari 125 orang dengan HIV positif hanya 14% yang memiliki kualitas tidur yang baik, 45% terkadang memiliki gangguan tidur, dan 40% memiliki kualitas tidur yang buruk. Hal ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa yang bekerja dan mahasiswa dengan presentasi kualitas tidur yang buruk 9% dan 15%. Penelitian lain tentang kualitas tidur pada pasien rawat jalan HIV positif memperlihatkan bahwa dari 122 responden 53,3% melaporkan kualitas tidur yang baik, 46,7% melaporkan kualitas tidur yang buruk. Rata-rata jumlah jam tidur 7,3 jam, latensi tidur 23,3 menit, dan efisiensi tidur 87,8% (Ferreira, 2012).

3 Hal ini menunjukan hampir dari setengah responden pada pasien rawat jalan HIV positif memiliki kualitas tidur yang buruk. Kualitas tidur secara signifikan berhubungan dengan kesehatan dan kualitas hidup orang dengan HIV/ADIS. Kualitas tidur yang buruk dapat berkontribusi pada peningkatan morbiditas dan disabilitas individu dengan infeksi HIV (Robbins, 2004). Selain itu kualitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan kemerosotan mutu hidup karena dapat menyebabkan kelelahan pada siang hari dan mempengaruhi status fungsional (Spiritia, 2006). Patofisiologi gangguan tidur diantara orang yang terinfeksi HIV masih belum jelas. Namun hal ini dapat dihubungkan dengan kemampuan virus HIV menginfeksi Sistem Saraf Pusat (SSP), pengaruh dari pengobatan antiretroviral, infeksi oportunistik pada sistem saraf pusat, isu kesehatan jiwa, dan ketergantungan zat (Omunowa, 2009; Vosvick, 2004 dalam Cianflone, 2012). Pemahaman faktor yang berkontribusi dengan kualitas tidur pada orang dengan HIV/AIDS dibutuhkan untuk mengembangkan intervensi holistik yang diperlukan dalam mempromosilan kualitas tidur yang lebih baik (Robbins, 2004). Kualitas tidur pada ODHA dapat dihubungkan dengan faktor fisiologis dan psikologis (Dabaghzadeh, 2013). Salah satu faktor fisiologis dan psikologis yang berhubungan dengan kualitas tidur orang dengan HIV/AIDS yaitu jumlah CD4 dan kecemasan. Faktor lain seperti terapi ARV juga dapat dihubungkan dengan kualitas tidur pada orang dengan HIV/AIDS (Robbin, 2004).

4 Jumlah CD4 memberikan informasi mengenai status imonulogik pasien dan mengevaluasi tahapan infeksi HIV (Price,2006). Klasifikasi HIV/AIDS dari CDC berdasarkan jumlah CD4 dibagi menjadi 3 tahap. Tahap pertama dengan jumlah total CD4 500 sel/mm³ atau 29% dari jumlah normal. Tahap ke dua jumlah total CD4 200-499 sel/mm³ atau tinggal 14-28% dari jumlah normal dan tahap ke tiga jumlah total CD4 < 200 sel/mm³ atau kurang dari 14% sel CD4 yang masih bertahan (Depkes RI, 2006). Jika jumlah CD4 telah kurang dari 200 sel/mm³ maka dapat dijadikan sebagai kriteria diagnosa AIDS (Price, 2006). Pada penelitian Dabaghzadeh tahun 2013 terdapat hubungan yang signifikan antara tahapan infeksi HIV dengan gangguan tidur. Pada penelitian ini didapatkan individu dengan jumlah CD4 <200 sel/mm³ pada tahap 3 lebih banyak mengalami gangguan tidur daripada individu pada tahap 2 dengan jumlah CD4 200-499 sel/mm³. Penelitian sebelumnya oleh Lee tahun 2012 juga mendapatkan ODHA dengan jumlah CD4 >200 sel/mm³ memiliki kualitas tidur yang lebih baik daripada ODHA dengan jumlah CD4 <200 sel/mm³. Phillips (2005) juga mengatakan bahwa peningkatan gangguan tidur terjadi sesuai dengan perkembangan penyakit akibat HIV. Individu pada tahap HIV positif asimptomatik mengeluhkan kesulitan untuk jatuh tidur dan tetap tertidur. Pada pemeriksaan polysomnography memperlihatkan perubahan signifikan pada kualitas tidur dengan meningkatnya gelombang-lambat tidur yang selama setengah periode tidur terakhir, dan mengubah siklus tidur REM dan NREM. Individu pada tahap HIV positif simptomatik mengeluhkan jatuh tidur yang lebih

5 susah dan kelelahan disiang hari. Penurunan total gelombang-lambat tidur, penurunan efisiensi tidur, peningkatan distorsi pada siklus tidur REM dan NREM diobervasi dengan polysomnography. Pada tahap terminal pasien mengeluhkan gangguan tidur yang ekstrem, kelelahan, latergi, dan kesulitan mempertahankan tidur, pada tahap ini gelombang-lambat tidur berkurang atau tidak ada, efisiensi tidur secara nyata rendah, dan siklus tidur REM dan NREM tidak dapat dikenali. Selain penurunan kondisi fisik akibat infeksi HIV, orang dengan HIV/AIDS juga menghadapi masalah sosial dan emosional. Masalah sosial yang muncul biasanya berupa stigma negatif masyarakat terhadap penyakit tersebut. Penurunan kondisi fisik serta adanya tekanan sosial dari masyarakat dapat menjadi sumber stres yang menimbulkan masalah emosional bagi orang dengan HIV/AIDS berupa penolakan, amarah, rasa takut, cemas, malu, menarik diri dari pergaulan dan depresi (Bruner & Suddarth, 2002). Kecemasan menyebabkan seseorang menjadi tegang dan seringkali mengarah frustasi apabila tidak tidur. Kondisi ini menyebabkan seseorang terlalu keras untuk tertidur, sering terbangun, atau terlalu banyak tidur (Potter & Perry, 2005). Individu dengan HIV positif yang mengalami depresi dan kecemasan memerlukan waktu jatuh tidur yang lama, sering terbangun, dan sedikitnya transisi pada tahap tidur REM (Robbin, 2004). Hal ini didukung oleh Dabaghzadeh (2013) bahwa faktor psikologis seperti kecemasan memiliki hubungan yang signifikan dan kuat dengan kualitas tidur pada orang dengan HIV/AIDS.

6 Menurut Saberi (2011) kualitas tidur orang dengan HIV positif juga berhubungan dengan kepatuhan terapi ARV. Pada penelitian Lee tahun 2012 80% orang dengan HIV/AIDS yang mendapatkan terapi ARV memiliki kualitas tidur yang baik. Namun hanya 20% orang dengan HIV/AIDS yang tidak mendapatkan terapi ARV yang memiliki kualitas tidur yang baik. Selain itu pada penelitian Saberi (2011) didapatkan bahwa tingginya gangguan kualitas tidur berhubungan dengan peningkatan ketidakpatuhan terapi ARV. Dimana dilaporkan susahnya jatuh tidur, terbangun terlalu pagi, dan terbangun saat malam hari lebih banyak pada orang yang tidak patuh menjalankan terapi ARV. Pengkajian tentang kualitas tidur pada orang dengan HIV/AIDS menjadi penting karena dapat mengevaluasi kepatuhan terapi serta tujuan klinis yang diharapkan. Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang merupakan salah satu lembaga sosial yang memberikan dukungan dan pemberdayaan terhadap orang dengan HIV/AIDS. Yayasan ini juga kooperatif pada setiap penelitian yang berhubungan dengan HIV/ADIS. Berdasarkan studi pendahuluan pada 10 orang dengan HIV positif di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang, 9 orang mengatakan terbangun pada malam hari, lamanya waktu jatuh tidur lebih dari 15 menit pada 5 orang dan lebih dari 30 menit pada 3 orang. Selain itu 6 orang menyatakan tidur tapi tidak nyenyak. Hal ini disebabkan adanya pikiran yang mengganggu sebelum tidur dan kondisi fisik yang menurun. Penelitian sebelumnya oleh Meri tahun 2010 di Yayasan Lantera Minangkabau Support

7 Padang mendapatkan 59,3% responden tidak patuh dalam menjalani regimen terapi ARV. Berdasarkan fenomena diatas, penulis melakukan penelitian tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada orang dengan HIV/AIDS di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang tahun 2014. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan bahwa masalah penelitianya adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada orang dengan HIV/AIDS di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang tahun 2014. C. Tujuan 1. Tujuan umum : Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada orang dengan HIV/AIDS di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang tahun 2014. 2. Tujuan khusus : a. Mengetahui rerata kualitas tidur pada orang dengan HIV/AIDS di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang Tahun 2014. b. Mengetahui rerata jumlah CD4 orang dengan HIV/AIDS di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang Tahun 2014.

8 c. Mengetahui rerata kecemasan pada orang dengan HIV/AIDS di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang Tahun 2014. d. Mengetahui rerata kepatuhan terapi ARV pada orang dengan HIV/AIDS di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang Tahun 2014. e. Mengetahui hubungan jumlah CD4 dengan kualitas tidur pada orang dengan HIV/AIDS di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang Tahun 2014. f. Mengetahui hubungan kecemasan dengan kualitas tidur pada orang dengan HIV/AIDS di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang Tahun 2014. g. Mengetahui hubungan kepatuhan terapi ARV dengan kualitas tidur pada orang dengan HIV/AIDS di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang Tahun 2014. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk dapat memperhatikan kualitas tidur ODHA di Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang. Serta dapat menjadi acuan khusus bagi Yayasan Lantera Minangkabau Support Padang untuk menanggulangi buruknya kualitas tidur ODHA dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang kualitas

9 tidur dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga gangguan tidur pada ODHA dapat dicegah dan segera diatasi. 2. Bagi perawat dan konselor Penelitian ini diharapkan dapat menjadi perhatian khusus bagi perawat dan konselor dalam memberikan asuhan keperawatan pada orang dengan HIV/AIDS. Sehingga dapat membantu ODHA untuk mendapatkan kualitas tidur yang baik dengan menilai kualitas tidur ODHA dan mengkaji faktor-faktor yang berhubungan. 3. Bagi Instansi pendidikan keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya pengembangan ilmu keperawatan dan menjadi tambahan referensi bagi mahasiswa keperawatan tentang kualitas tidur pada orang dengan HIV/AIDS dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 4. Bagi peneliti selanjutnya Sebagai data awal dan referensi untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan kualitas tidur pada orang dengan HIV/AIDS.