Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pendidikan individu diharapkan mampu untuk

Studi Deskriptif Student Engagement pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Pasundan 1 Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan adanya globalisasi yang berpengaruh pada bidang-bidang

BAB I PENDAHULUAN. yang cacat, termasuk mereka dengan kecacatan yang berat di kelas pendidikan umum,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan salah satu pondasi dasar suatu bangsa, sehingga pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan berkualitas agar mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan

School Engagement pada Siswa SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan/dimanfaatkan; serta (3) Siswa memiliki kesulitan untuk memahami

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

1 2

BAB I PENDAHULUAN. tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi (Kemendiknas, 2010). Pendidikan yang disediakan

Hubungan antara Parent Involvement dengan Student Engagement pada Siswa Kelas XI di SMK TI Garuda Nusantara Cimahi

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR LAMPIRAN... xiii. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Pengertian dan Batasan Usia Remaja...

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang baik, akan lahir manusia Indonesia yang mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Batasan Usia Remaja (Hurlock 1980:206)

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha mewujudkan suasana belajar bagi peserta

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar ditempuh selama

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang ada di dalamnya tentu perlu membekali diri agar benar-benar siap

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi pembangunan bangsa. Pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003, merupakan usaha sadar dan

Orientasi masa depan domain higher education dengan keterlibatan siswa terhadap siswa/i kelas X dan XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana yang menjadi jembatan penghubung peradaban bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan belajar yang menjadi acuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia, karena tujuan pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

Hubungan antara Persepsi Dukungan Wali Kelas dengan Self Efficacy Siswa di SMK TI-Garuda Nusantara

BAB I PENDAHULUAN. penting dan sangat strategis. Sumber manusia yang berkualitas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Sistem pendidikan nasional yang

Hubungan Antara Persepsi Terhadap Peran Teman Dengan Religiusitas Pada Komunitas Motor X

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

kemampuan yang dimiliki oleh siswa semakin meningkat. Peningkatan tersebut Upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan kegiatan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. siswa SMP kelas VII. Siswa SMP kelas VII memasuki tahap remaja awal.

Studi Deskriptif Mengenai School Engagement pada Siswa Kelas X SMA X Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

PENINGKATAN MINAT DAN RESPON SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TAPE

Hubungan antara Persepsi Teknik Penerapan Disiplin dengan Perilaku Melanggar Aturan (Misdemeanors) pada Remaja di Panti Asuhan Jabal 165 Bandung

PENGARUH KONTEKS TEMAN SEBAYA TERHADAP KETERLIBATAN BELAJAR DENGAN MEDIATOR SELF- SYSTEM PROCESSES

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

STUDI MENGENAI SELF REGULATION PADA SISWA KELAS XI DI KELAS IQ SMA PASUNDAN 1 BANDUNG. Eni Nuraeni Nugrahawati, 2 Yuaninta Sari, 3 Delis Irmawati

BAB I PENDAHULUAN. SMPN T Kota Bandung merupakan salah satu SMP Negeri yang. mendapat nilai akreditasi A dari pemerintah melalui Dinas Pendidikan Kota

Penyesuaian Akademis Mahasiswa Tingkat Pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterikatan siswa pada sekolah didefinisikan seberapa terlibat dan tertarik

Korelasi antara Sikap terhadap Peran Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial Santri SMP

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. ii Universitas Kristen Maranatha

Studi Deskriptif Mengenai Persepsi Mahasiswa Terhadap Kualitas Pelayanan Tenaga Nonpendidik UNISBA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan dan ilmu pengetahuan berperan penting dan meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam dunia pendidikan. Keterikatan siswa oleh beberapa peneliti, pendidik dan

Studi Deskriptif Mengenai Self Control pada Remaja Mengenai Kedisiplinan di Panti Asuhan X

BAB II LANDASAN TEORI. dimensi, yaitu behavioral engagement (partisipasi, tidak adanya perilaku yang

Studi Komparatif Mengenai Resiliensi Remaja Korban Sodomi di Desa X dan di Desa Y Kabupaten Bandung

PEMAHAMAN SISTEM PEMERINTAHAN PUSAT MELALUI METODE DISKUSI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL. Sumarni

PENERAPAN PENDEKATAN BEHAVIORAL-TEKNIK TOKEN EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU DISIPLIN SISWA PADA SITUASI PEMBELAJARAN DI DALAM KELAS

Studi Mengenai Self Regulator pada Mahasiswa Underachiever di Fakultas Psikologi Unisba

Hubungan Self Efficacy dengan Procrastination pada Pegawai Departemen Pemesinan PT. PINDAD (Persero)

ILHAMSYAH. Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Jurusan Pendidikan Islam Jl. Sisingamangaraja No. 338 Simpang Limun Medan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang maju mengikuti pertumbuhan ilmu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sekedar persaingan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) saja, tetapi juga produk dan

Hubungan Sikap terhadap Cara Mengajar Guru dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa SMALB Wyata Guna Bandung

Kata Kunci: Sekolah Engagement, metode deskriptif, Convenience sampling.

PERBEDAAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KMS DAN NON KMS DI SMK NEGERI 7 YOGYAKARTA TAHUN 2013/2014 ARTIKEL E-JOURNAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Hubungan Persepsi terhadap Dukungan Keluarga dengan Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Siswa Kelas X SMK Al-Falah Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas tersebut diciptakan melalui pendidikan (

Studi Deskriptif Mengenai Kegigihan (Grit) dan Dukungan Sosial pada Siswa Gifted Kelas X IA di SMAN 1

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

Hubungan antara Student Engagement dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas XI di Pesantren Persatuan Islam No. I Bandung

1 2 A. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. hendaknya memiliki kemampuan untuk memberi kesan yang baik tentang

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

KONTRIBUSI PERSEPSI TENTANG KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU TERHADAP KETERIKATAN SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. bermutu adalah pelaksanaan proses pembelajaran oleh guru yang prosesional yang

HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PAKEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak sekali ditemukan permasalahan dalam belajar khususnya

Hubungan Iklim Kelas dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas XI IS-4 SMA Negeri 1 Singaparna Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

Prosiding Seminar Nasional Volume 01, Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk kelangsungan

I. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa, mengembangkan pengendalian

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

BAB I PENDAHULUAN. rendah. Data laporan pembangunan manusia yang dikeluarkan United Nation

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. menguasai fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN METODE STAD PADA MATERI AJAR PENGGUNAAN ATURAN SINUS, COSINUS, DAN RUMUS LUAS SEGITIGA. Tino Santigiarti

Pengaruh Quality Of Work Life terhadap Kinerja Karyawan (Study Kasus pada Pt. Bank Panin, Tbk.Banjarmasin)

BAB I PENDAHULUAN. Setiap hari, di seluruh dunia, jutaan orang harus bekerja atau sekolah.

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan pada bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan semakin lama semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang dimilikinya. Salah satu faktor penentu kualitas sumber daya manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

Transkripsi:

Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung 1 Firdha Afrianty, 2 Sulisworo Kusdiyati 1,2 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No.1 Bandung 40116 e-mail: 1 afrianty.firdha@gmail.com, 2 sulisworo.kusdiyati@gmail.com Abstrak. SMA Mutiara 2 Bandung merupakan salah satu SMA Swasta berstatus terakreditasi A yang terletak di Jalan Raya Cibeureum No. 10 Bandung. Berdasarkan data-data yang diperoleh di SMA Mutiara 2 Bandung, banyak siswa yang memiliki prestasi rendah, sering melanggar peraturan sekolah, tidak mengerjakan tugas-tugas sekolah, tidak berpartisipasi dalam proses pembelajaran, dan tidak berpartisipasi dalam kegiatan sekolah (ekstrakurikuler), siswa merasa tidak senang terhadap guru, teman sekelas, sekolah, dan proses pembelajaran di kelas serta tidak adanya penggunaan strategi dalam pembelajaran. Maksud dan tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empiris mengenai gambaran school engagement dan faktor-faktor yang terkait pada siswa kelas X, XI dan XII IPS di SMA Mutiara 2 Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi dari penelitian ini adalah 26 siswa kelas X, XI dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung. Pengumpulan data menggunakan alat ukur berupa skala school engagement yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan teori school engagement dari Fredricks. Data yang diperoleh berupa data ordinal, dengan pengolahan data menggunakan perhitungan Persentase (%). Berdasarkan hasil pengolahan data, maka didapatkan hasil bahwa sebanyak 16 siswa memiliki school engagement yang rendah, dan 10 siswa memiliki school engamement yang tinggi. Serta untuk faktor-faktor yang paling terkait dengan school engamement adalah faktor orangtua dan faktor teman sekelas. Kata Kunci : School engamement, Orangtua, Teman Sekelas A. Pendahuluan Visi SMA Mutiara 2 Bandung ialah mewujudkan insan yang beriman, terampil, dan berakhlakul karimah. Mencapai visinya pihak sekolah SMA Mutiara 2 Bandung melaksanakan kegiatan akademik dan nonakademik secara efektif agar siswa memperoleh, memahami, menguasai ilmu dan teknologi sesuai dengan potensi, bakat dan keterampilannya serta mengamalkan ilmunya berdasarkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan yang diridhoi Allah Swt. Namun kenyataannya terdapat suatu fenomena yakni banyak siswa kelas X, XI dan XII IPS kurang memiliki keterlibatan pada kegiatan akademik dan kegiatan nonakademik disekolah, sehingga guru mengatakan banyak siswa kelas X IPS, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi belajar dibawah KKM. Hasil wawancara guru BK, siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi belajar dibawah KKM tidak menunjukkan keterlibatan perilaku disekolah seperti siswa tidak mematuhi peraturan sekolah, siswa banyak yang membolos, siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran dan siswa tidak mengerjakan tugas akademik yang meliputi perilaku-perilaku seperti berusaha, ketekunan, konsentrasi, perhatian, bertanya, dan memberikan kontribusi terhadap diskusi kelas serta siswa tidak berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Hasil data pra-survey berupa angket yang dibagikan kepada 84 siswa kelas X IPS, XI IPS dan XII IPS menggambarkan bahwa siswa kelas X IPS, XI IPS dan XII IPS memiliki keterlibatan emosi yang negatif seperti kesedihan, kebosanan, kesal, dan kecemasan terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah. Guru BK dan guru wali kelas mengatakan kebanyakan siswa kelas X IPS, XI IPS dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM tidak memiliki keterlibatan 460

Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung 461 kognitif disekolah seperti bahan materi harus selalu disediakan oleh guru, bahan materi pun harus diajarkan secara detail karena siswa tidak mau membaca, tidak mau memahami materi pelajaran sendiri dan siswa tidak mau mencari sumber materi dari internet dan perpustakan sekolah yang sekiranya dapat membantu mereka memahami pelajaran. Siswa juga merasa malas untuk belajar sehingga mereka tidak memiliki jadwal belajar dan tidak memiliki buku catatan yang rapih dan lengkap. Dalam hal tugas pun siswa hanya ingin diberikan tugas dari LKS saja, karena siswa tidak mau diberikan tugas yang banyak dan sulit seprti tugas penelitian yang mengharuskan siswa meneiliti ke lapangan atau tugas yang mencari di internet atau mencari di perpustakan sekolah. Ketika mereka dihadapakan dengan tugas yang banyak dan sulit mereka langsung merasa malas dan mengeluh karena mereka tidak mengetahui startegi apa yang harus dilakukan untuk dirinya dalam menghadapi tugas tersebut. Berdasarkan fenomena di atas, dalam kajian psikologi fenomena ini dapat dibahas pada teori school engagement. Menurut Fredricks et al (2004) school engagement adalah keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran pada kegiatan akademik dan kegiatan nonakademik yang terlihat melalui tingkah laku, emosi, dan kognitif yang ditampilkan siswa di lingkungan sekolah dan kelas. Fredricks et al (2004) menjelaskan bahwa school engagement siswa yang buruk terkait oleh banyak faktor. Fredricks et al (2004) membagi faktor yang terkait school engagement menjadi tiga kategori besar, yaitu faktor pada tingkat sekolah, kontek kelas dan kebutuhan individual. Fredricks et al (2004) mengatakan faktor orangtua juga dapat terkait pada school engagement mereka. Hasil wawancara 18 siswa kelas X, XIdan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM mengatakan bahwa mereka bertingkah laku disengagement karena faktor orangtua dan faktor teman sekelas. Hasil wawancara 18 siswa yang memiliki prestasi dibawah KKM mengatakan bahwa orangtua mereka tidak pernah memberikan kejelasan informasi mengenai harapannya terhadap prestasi anak dan tidak adanya konsekuensi, orangtua yang membiarkan anaknya untuk memilih pilihannya sendiri tanpa diarahkan oleh orangtua tentang kegiatan sekolahnya dan orangtua yang tidak memiliki pengetahuan, ketertarikan, dan dukungan emosional terhadap anak. Hasil wawancara 18 siswa yang memiliki prestasi dibawah KKM mengatakan bahwa mereka ditolak dalam pertemanan oleh teman sekelasnya dan adanya pengaruh negatif dari teman sekelasnya seperti teman sekelas membujuk kepada teman yang lain agar tidak mengerjakan tugas dan melanggar peraturan sekolah. Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah, bagaimana gambaran mengenai School Engagement Dan Faktor-Faktor Yang Terkait Pada Siswa Kelas X, XI dan XII IPS Di SMA Mutiara 2 Bandung?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data empiris mengenai school engagement dan faktor-faktor yang terkait pada siswa kelas X, XI dan XII IPS di SMA Mutiara 2 Bandung. B. Landasan Teori Guru-guru mengeluhkan bahwa siswa kelas X, XI dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung kurang memiliki keterlibatan pada kegiatan akademik dan kegiatan nonakademik di sekolah, sehingga siswa kelas X, XI dan XII IPS memiliki prestasi belajar dibawah KKM. Keterlibatan siswa pada kegiatan akademik dan kegiatan nonakademik di sekolah dinamakan school engagement. Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

462 Firdha Afrianty, et al. School engagement menurut Fredricks et al (2004) adalah keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran pada kegiatan akademik dan kegiatan nonakademik yang terlihat melalui tingkah laku, emosi, dan kognitif yang ditampilkan siswa di lingkungan sekolah dan kelas. School engagement terdiri atas tiga dimensi, yaitu behavioral engagement, emotional engagement, dan cognitive engagement. Behavioral engagement adalah tindakan partisipasi yang meliputi keterlibatan siswa dalam aktivitas akademik dan sosial atau ekstrakurikuler. Behavioral engagement yang ditunjukan oleh siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi belajar dibawah KKM seperti siswa tidak mematuhi peraturan sekolah, siswa banyak yang membolos, siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi perilakuperilaku seperti berusaha, ketekunan, konsentrasi, perhatian, bertanya, dan memberikan kontribusi terhadap diskusi kelas dan siswa tidak mengerjakan tugas akademik serta siswa tidak berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Emotional engagement adalah reaksi positif atau negatif siswa terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah. Emotional engagement yang ditunjukan oleh siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi belajar dibawah KKM seperti memperlihatkna reaksi negatif seperti kesedihan, kebosanan, kesal, dan kecemasan terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah. Cognitive engagement adalah investasi yang menggabungkan perhatian dan kemauan siswa untuk mengerahkan upaya yang diperlukan guna memahami suatu materi yang kompleks dan penguasaan terhadap suatu keterampilan yang sulit. Cognitive engagement yang ditunjukan oleh siswa seperti materi pelajaran harus selalu di sediakan kerana siswa tidak mau mencari sumber materi dari internet dan perpustakan sekolah yang sekiranya dapat membantu mereka memahami pelajaran. Selan itu bahan materi pun harus diajarkan secara detail oleh guru karena siswa tidak mau membaca, dan tidak mau memahami materi pelajaran sendiri. Siswa juga mengatakan merasa malas untuk belajar, tidak memiliki buku catatan serta ketika diberikan tugas yang banyak dan sulit mereka mengeluh karena tidak mengetahui startegi apa yang harus dilakukan. Ketika siswa rendah pada ketiga dimensi school engagement maka siswa akan menjadi disengagement. Fredricks et al (2004) menjelaskan bahwa school engagement yang buruk pada siswa terkait oleh banyak faktor. Fredricks et al (2004) membagi faktor yang terkait school engagement menjadi tiga kategori besar, yaitu faktor pada tingkat sekolah, faktor pada kontek kelas dan faktor kebutuhan individual. Fredricks et al (2004) mengatakan faktor orangtua juga dapat terkait pada school engagement mereka. Namun peneliti menggunakan teori faktor orangtua dari Connell dengan alasan bahwa teori faktor orangtua dari Connell sesuai dengan fenomena. Connell & Wellborn (1991) mengatakan orang tua termasuk ke dalam variabel konteks sosial yaitu structure, autonomy support, dan involvement. Hasil wawancara 18 siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM mengatakan bahwa tidak adanya structure yaitu orangtua tidak pernah memberikan kejelasan informasi mengenai harapannya terhadap prestasi anak dan tidak adanya konsekuensi, tidak adanya autonomy support yaitu orangtua membiarkan anaknya untuk memilih pilihannya sendiri tanpa diarahkan oleh orangtua tentang kegiatan sekolahnya serta tidak adanya involvement yaitu orangtua tidak memiliki pengetahuan, ketertarikan, dan dukungan emosional terhadap anak. Hasil wawancara siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM mengatakan bahwa mereka seperti ini bukan hanya karena faktor orangtua saja Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora)

Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung 463 melainkan ada faktor teman sekelas juga. Siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM mereka ditolak dalam pertemanan oleh teman sekelasnya dan adanya pengaruh negatif dari teman sekelasnya seperti teman sekelas membujuk kepada teman yang lain agar tidak mengerjakan tugas dan melanggar peraturan sekolah. Siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM mengatakan di dalam kelas juga banyak teman-temannya yang memilih-milih teman sehingga di dalam kelas banyak yang membuat kelompok. Siswa kelas X, XI dan XII IPS yang memiliki prestasi dibawah KKM biasanya di dalam kelas mereka akan dijauhi oleh teman sekelasnya sehingga siswa merasa tidak nyaman berada di dalam kelas. Dengan begitu peneliti menduga karena faktor orangtua dan faktor teman sekelas membuat school engagement siswa kelas X, XI dan XII IPS di SMA Mutiara 2 Bandung menjadi disengagement. Siswa disengagement akan memiliki prestasi belajar dibawah KKM. C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Berikut ini hasil dan pembahasan mengenai school engagement secara keseluruhan : Tabel 1 School Engagement Kategori Frekuensi Persentase Rendah 16 61,54% Tinggi 10 38,46% Total 26 100% Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa 16 siswa kelas X, XI dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung (61,54%) memiliki school engagement yang rendah artinya, siswa kurang terlibat pada kegiatan akademik dan kegiatan nonakademik di sekolah. Sedangkan 10 siswa kelas X, XI dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung (38,64%) memiliki school engagement yang tinggi artinya, siswa terlibat pada kegiatan akademik dan kegiatan nonakademik di sekolah. Berikut ini hasil dan pembahasan mengenai school engagement yang rendah: Tabel 2 School Engagement Rendah dan Dimensi School Engagement Subjek School Engagement Behaviour Engagement Emotional Engagement Cognitive Engagement 2 Rendah Rendah Rendah Rendah 3 Rendah Rendah Rendah Rendah 8 Rendah Rendah Rendah Rendah 9 Rendah Rendah Tinggi Rendah 10 Rendah Rendah Rendah Rendah 11 Rendah Rendah Rendah Rendah 13 Rendah Rendah Rendah Rendah 14 Rendah Rendah Rendah Tinggi 15 Rendah Rendah Rendah Rendah 16 Rendah Rendah Rendah Rendah 17 Rendah Rendah Rendah Rendah 21 Rendah Rendah Rendah Rendah 22 Rendah Rendah Rendah Tinggi 23 Rendah Rendah Rendah Rendah 25 Rendah Rendah Rendah Tinggi 26 Rendah Rendah Rendah Tinggi TOTAL Rendah : 16 (100%) Rendah : 16 (100%) Rendah : 15 (93,75%) Tinggi : 1 (6,25 %) Rendah : 12 (75%) Tinggi : 4 (25%) Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

464 Firdha Afrianty, et al. Tabel 3 School Engagement Rendah dan Faktor-Faktor Yang Terkait Subjek School Engagement Faktor Orangtua Faktor Teman Sekelas 2 Rendah Rendah Rendah 3 Rendah Rendah Rendah 8 Rendah Rendah Rendah 9 Rendah Rendah Tinggi 10 Rendah Rendah Rendah 11 Rendah Rendah Tinggi 13 Rendah Rendah Rendah 14 Rendah Rendah Rendah 15 Rendah Rendah Rendah 16 Rendah Rendah Rendah 17 Rendah Rendah Tinggi 21 Rendah Rendah Rendah 22 Rendah Rendah Rendah 23 Rendah Rendah Rendah 25 Rendah Rendah Tinggi 26 Rendah Rendah Rendah TOTAL Rendah : 16 (100%) Rendah : 16 (100%) Rendah : 12 (75%) Tinggi : 4 (25%) Berdasarkan tabel 2, 16 siswa yang memiliki school engagement rendah, seluruhnya memiliki dimensi behavioral engagement yang rendah pula artinya siswa sering melanggar aturan sekolah, kurang terlibat dalam proses pembelajaran, tidak mengerjakan tugas akademik, dan tidak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Pada dimensi emotional engagement, mayoritas 15 siswa (93,75%) memiliki emotional engagement yang rendah artinya siswa memperlihatkan reaksi negatif seperti kesedihan, kebosanan, kesal, dan kecemasan terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah. Sedangkan 1 siswa (6,25%) memiliki emotional engagement yang tinggi artinya siswa memperlihatkan reaksi positif seperti ketertarikan dan kesenangan terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah, tetapi siswa sering melanggar aturan sekolah, kurang terlibat dalam proses pembelajaran, tidak mengerjakan tugas akademik, tidak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah serta tidak adanya penggunaan strategi dalam belajar. Pada dimensi cognitive engagement, mayoritas 12 siswa (75%) memiliki cognitive engagement yang rendah artinya siswa tidak memperlihatkan adanya penggunaan strategi dalam pembelajaran. Sedangkan 4 siswa (25%) memiliki cognitive engagement yang tinggi artinya siswa tidak memperlihatkan adanya penggunaan strategi dalam pembelajaran, tetapi siswa menunjukan perasaan tidak senang terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah, siswa juga sering melanggar aturan sekolah, kurang terlibat dalam proses pembelajaran dan tugas-tugas akademik, serta tidak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Berdasarkan tabel 3,16 siswa memiliki keterlibatan sekolah yang rendah ternyata terkait oleh faktor orangtua yang rendah pula artinya tidak adanya structure yaitu orangtua tidak pernah memberikan kejelasan informasi mengenai harapannya terhadap prestasi anak dan tidak adanya konsekuensi, tidak adanya autonomy support yaitu orangtua membiarkan anaknya untuk memilih pilihannya sendiri tanpa diarahkan oleh orangtua tentang kegiatan sekolahnya serta tidak adanya involvement yaitu orangtua tidak memiliki pengetahuan, ketertarikan, dan dukungan emosional terhadap anak. Pada faktor teman sekelas, mayoritas 12 siswa (75%) memiliki faktor teman sekelas yang rendah artinya siswa ditolak dalam pertemanan oleh teman sekelasnya dan Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora)

Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung 465 adanya pengaruh negatif dari teman sekelasnya seperti teman sekelas membujuk kepada teman yang lain agar tidak mengerjakan tugas dan melanggar peraturan sekolah. Sedangkan 4 siswa (25%) memiliki faktor teman sekelas yang tinggi artinya, siswa diterima dalam pertemanan oleh teman sekelasnya dan adanya pengaruh positif dari teman sekelas seperti teman sekelas mengajak kepada teman yang lain untuk membahas materi dan tugas bersama-sama. Berikut ini hasil dan pembahasan mengenai school engagement yang tinggi: Tabel 4 School Engagement Tinggi dan Dimensi School Engagement Subjek School Engagement Behaviour Engagement Emotional Engagement Cognitive Engagement 1 Tinggi Tinggi Rendah Tinggi 4 Tinggi Tinggi Tinggi Rendah 5 Tinggi Tinggi Tinggi Rendah 6 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi 7 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi 12 Tinggi Rendah Tinggi Tinggi 18 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi 19 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi 20 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi 24 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi TOTAL Tinggi : 10 (100%) Tinggi : 9 (90%) Rendah : 1 (10%) Tinggi : 9 (90 %) Rendah : 1 (10%) Tabel 5 School Engagement Tinggi dan Faktor-Faktor Yang Terkait Tinggi : 8 (80%) Rendah : 2 (20%) Subjek School Engagement Faktor Orangtua Faktor Teman Sekelas 1 Tinggi Tinggi Tinggi 4 Tinggi Tinggi Tinggi 5 Tinggi Tinggi Tinggi 6 Tinggi Tinggi Tinggi 7 Tinggi Tinggi Tinggi 12 Tinggi Tinggi Tinggi 18 Tinggi Tinggi Tinggi 19 Tinggi Tinggi Tinggi 20 Tinggi Tinggi Tinggi 24 Tinggi Tinggi Tinggi TOTAL 10 (100%) 10 (100%) 10 (100%) Berdasarkan tabel 4, 10 siswa (100%) yang memiliki school engagement tinggi, mayoritas 9 siswa (90%) memiliki behavioral engagement yang tinggi artinya siswa berperilaku mematuhi peraturan sekolah dan kelas, terlibat dalam proses pembelajaran dan mengerjakan tugas-tugas akademik, berpartisipasi dalam kegiatan sekolah. Sedangkan 1 siswa (10%) memiliki behavioral engagement yang rendah artinya siswa sering melanggar aturan sekolah, kurang terlibat dalam proses pembelajaran, tidak mengerjakan tugas akademik, dan tidak terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, tetapi siswa menunjukan perasaan senang terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah, serta siswa memperlihatkan adanya penggunaan strategi dalam pembelajaran. Pada dimensi emotional engagement, mayoritas 9 siswa (90%) memiliki emotional engagement yang tinggi artinya siswa memperlihatkan reaksi positif seperti ketertarikan dan kesenangan terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah. Sedangkan 1siswa (10%) memiliki emotional engagement yang rendah artinya siswa memperlihatkan reaksi negatif seperti kesedihan, kebosanan, kesal, dan kecemasan terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah, tetapi siswa Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015

466 Firdha Afrianty, et al. berperilaku mematuhi peraturan sekolah dan kelas, terlibat dalam proses pembelajaran dan mengerjakan tugas-tugas akademik, berpartisipasi dalam kegiatan sekolah serta siswa memperlihatkan adanya penggunaan strategi dalam pembelajaran. Pada dimensi cognitive engagement, mayoritas 8 siswa (80%) memiliki cognitive engagement yang tinggi artinya siswa memperlihatkan adanya penggunaan strategi dalam pembelajaran. Sedangkan 2 siswa (20%) memiliki cognitive engagement yang rendah artinya siswa tidak memperlihatkan adanya penggunaan strategi dalam pembelajaran, tetapi siswa memperlihatkan reaksi positif seperti ketertarikan dan kesenangan terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah serta siswa berperilaku mematuhi peraturan sekolah dan kelas, terlibat dalam proses pembelajaran, mengerjakan tugas-tugas akademik, dan berpartisipasi dalam kegiatan sekolah. Berdasarkan tabel 5,10 siswa memiliki keterlibatan sekolah yang tinggi ternyata terkait oleh faktor orangtua yang tinggi pula artinya adanya structure yaitu orangtua memberikan kejelasan informasi mengenai harapannya terhadap prestasi anak dan tidak adanya konsekuensi, adanya autonomy support yaitu orangtua yang memberikan pilihan terhadap anak mengenai kegiatan sekolah, serta adanya involvement yaitu orangtua memiliki pengetahuan, ketertarikan, dan dukungan emosional terhadap anak. 10 siswa memiliki keterlibatan sekolah yang tinggi ternyata terkait juga oleh faktor teman sekelas yang tinggi pula artinya siswa diterima dalam pertemanan oleh teman sekelasnya dan adanya pengaruh positif dari teman sekelas seperti teman sekelas mengajak kepada teman yang lain untuk membahas materi dan tugas bersama-sama. D. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa sebanyak 16 siswa kelas X, XI dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung, memiliki keterlibatan sekolah yang rendah yang digambarkan melalui perilaku, yaitu siswa tidak mematuhi peraturan sekolah dan kelas, kurang terlibat dalam proses pembelajaran dan tugas-tugas akademik, tidak berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, melalui emosi yaitu siswa memperlihatkan reaksi negatif seperti kesedihan, kebosanan, kesal, dan kecemasan terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah serta melalui kognitif yaitu siswa tidak memperlihatkan adanya penggunaan strategi dalam pembelajaran. Sisanya 10 siswa kelas X, XI dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung, memiliki keterlibatan sekolah yang tinggi yang digambarkan melalui perilaku, yaitu siswa berperilaku mematuhi peraturan sekolah dan kelas, terlibat dalam proses pembelajaran, mengerjakan tugas-tugas akademik, dan berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, melalui emosi yaitu siswa memperlihatkan reaksi positif seperti ketertarikan dan kesenangan terhadap guru, teman sekelas, kegiatan akademik dan sekolah serta melalui kognitif yaitu siswa memperlihatkan adanya penggunaan strategi dalam pembelajaran. 16 siswa memiliki keterlibatan sekolah yang rendah ternyata terkait oleh faktor orangtua yang rendah pula artinya orangtua mereka tidak pernah memberikan kejelasan informasi mengenai harapannya terhadap prestasi anak dan tidak adanya konsekuensi, orangtua yang membiarkan anaknya untuk memilih pilihannya sendiri tanpa diarahkan oleh orangtua tentang kegiatan sekolahnya dan orangtua yang tidak memiliki pengetahuan, ketertarikan, dan dukungan emosional terhadap anak. 16 siswa memiliki keterlibatan sekolah yang rendah ternyata terkait juga oleh faktor teman sekelas yang rendah pula artinya siswa ditolak dalam pertemanan oleh teman sekelasnya dan adanya pengaruh negatif dari teman sekelasnya seperti teman sekelas membujuk kepada teman yang lain agar tidak mengerjakan tugas dan melanggar peraturan sekolah. Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Sosial dan Humaniora)

Studi Deskriptif School Engagement Siswa Kelas X, XI Dan XII IPS SMA Mutiara 2 Bandung 467 10 siswa memiliki keterlibatan sekolah yang tinggi ternyata terkait oleh faktor orangtua yang memberikan kejelasan informasi mengenai harapannya terhadap prestasi anak dan konsekusi yang konsisten, orangtua yang memberikan pilihan terhadap anak 10 siswa memiliki keterlibatan sekolah yang tinggi ternyata terkait juga oleh faktor teman sekelas yang tinggi pula artinya siswa diterima dalam pertemanan oleh teman sekelasnya dan adanya pengaruh positif dari teman sekelas seperti teman sekelas mengajak kepada teman yang lain untuk membahas materi dan tugas bersamasama.mengenai kegiatan sekolah, serta orangtua yang memiliki pengetahuan, ketertarikan, dan dukungan emosional terhadap anak. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2013). Manajemen Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Connell, James P, Wellborn, James G, (1990), Competence, Autonomy, and Relatedness : A Motivational Analysis of Self System Process. University of Rochester. Christenson, Sandra L., Reschlu, Amy L., Wylie, Cathy. (2012). Handbook Of Research On Student Engagement. Springer Science Business Media. Hurlock, Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Edisi Kelima. Jakarta : PT. Erlangga. Fredrick, A., Jennifer. (2004). School Engagement: Potential of the Concept, State Of The Evidence, Vol 74, No. 1, PP 59-109. Mahesa, Firza., Maulana. (2013). Hubungan antara Goal Orientation DenganStudent Engagement Pada Siswa Sekolah Masjid Terminal, Skripsi Universitas Indonesia, Juli. 2013. Napitupulu, Prima., Posma. (2013). Hubungan Antara Student Engagement Dan Perceived Classroom Goal Structure Siswa Sma Pada Mata Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia Dan Bahasa Inggris, Skripsi Universitas Indonesia, Agustus. 2013. Nazir, Moh. (2014). Metode Penelitian. Bandung: Ghalia Indonesia. Noor, Hasanuddin. (2012). Psikomteri. Cetakan Kedua. Bandung : Jauhar Mandiri Silalahi, Ulber. (2012). Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT Refika Aditama. Siregar, Syofian. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Dilengkapi dengan Perbandingan Perhitungan Manual & SPSS. Bandung : Prenada. Psikologi, Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015