BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 5.15 Kendala Proyek Pinjaman Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH

FAKTOR PENYEBAB KETERLAMBATAN PELAKSANAAN PROYEK-PROYEK INFRASTRUKTUR PINJAMAN LUAR NEGERI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH

TESIS. Karya Tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung. Oleh

No.18/13/DPM Jakarta, 24 Mei Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara R

PEMBIAYAAN INVESTASI MELALUI PUSAT INVESTASI PEMERINTAH SEBAGAI UPAYA PERCEPATAN PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN

OLAAN N AMAN. Direktorat Direktorat Jen uangan

KEBIJAKAN UMUM PENGADAAN BARANG DAN JASA KEGIATAN YANG DIBIAYAI PINJAMAN IDB

Overview COREMAP II. National Steering Committee Meeting. Jakarta, 4 Februari 2009

Rilis PUPR #1 12 November 2017 SP.BIRKOM/XI/2017/554. Menteri Basuki Instruksikan Proyek Infrastruktur PUPR Harus Tertib Mutu dan Administrasi

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 18/PRT/M/2006 TENTANG

I. PENDAHULUAN. telah memanfaatkan pinjaman luar negeri dalam pembangunannya. Pinjaman luar

Lembar Data Proyek. Pembiayaan. Tanggal Pembuatan PDS. PDS Diperbarui 2 Apr 14. Nama Proyek

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI MARET 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Peran Audit untuk Mengungkap Penyalahgunaan Anggaran Proyek di Perusahaan Jasa Konstruksi Oleh : Putu Sukma Kurniawan

BUPATI PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT

LAPORAN HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI LINGKUP KEMENTERIAN PERTANIAN TRIWULAN III TA.

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 36 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14/PMK.08/2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PEMBIAYAAN PROYEK MELALUI PENERBITAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA

PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR LAPORAN TRIWULANAN PELAKSANAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN HIBAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 13 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPATEMEN KEUANGAN. Surat Berharga Syariah Negara. Penerbitan. Penjualan.

LANGKAH-LANGKAH PENGADAAN BARANG DENGAN LELANG LANGKAH-LANGKAH PENGADAAN BARANG DENGAN LELANG LANGKAH-LANGKAH PENGADAAN BARANG DENGAN LELANG

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN

K E M E N T E R I A N P U P R ( K o n s u l t a s i R e g i o n a l K e m e n t e r i a n P U P R )

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN. PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/PMK.OlO/ 2017


BAB II URAIAN TEORITIS. Menurut Ibnu Syamsi, anggaran negara adalah hasil dari suatu

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.08/2014 TENTANG

LAPORAN HASIL PEMANTAUAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN PINJAMAN DAN HIBAH LUAR NEGERI LINGKUP KEMENTERIAN PERTANIAN TRIWULAN I TA.

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

Klasifikasi Pinjaman dan Hibah

WALIKOTA PALU PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBALIAN PINJAMAN DAERAH DALAM RANGKA INVESTASI PEMERINTAH

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI MEI 2015

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

R e p o r t N o : 14-06/36

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri dan pertahanan, (2) untuk menyelenggarakan peradilan,

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN TENTANG

Tata Kerja Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan; 7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 259/KMK.017/1993 tanggal 27 Pebruari 1993

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBAGA KEUANGAN INTERNASIONAL. World Bank, IMF, ADB, Eurobank

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 2008 dan PERATURAN PEMERINTAH NO. 49 TAHUN 2011 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 71/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG

KETENTUAN UMUM PENGADAAN BARANG DAN JASA

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH EDISI JULI 2017

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

Realisasi Kementerian PUPR Capai 93,66%

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2. Pemilihan langsung dapat dilaksanakan untuk pengadaan yang bernilai sampai dengan Rp ,00 (seratus juta rupiah);

PERATURAN PENGADAAN. Asian Development Bank

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk ± jiwa dengan laju

Nomor : 249A/KEP/BP-BRR.04/VII/2008 TENTANG PEMBENTUKAN TIM DESK PERCEPATAN PROYEK PINJAMAN HIBAH LUAR NEGERI (PHLN) TAHUN 2008

PEMPROVSU AKUI 584,301 KM JALAN PROVINSI RUSAK

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

Kebijakan dalam Mekanisme Pinjaman dan Hibah Luar Negeri

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pedoman Pengajuan Usulan Proyek Pinjaman/Hibah Luar Negeri (Buku Biru)

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Klasifikasi Pinjaman dan Hibah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH

PENGUJIAN DOKUMEN PERSYARATAN PEMBAYARAN PINJAMAN LUAR NEGERI

PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TAHUN ANGGARAN 2011

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM

No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tersedianya infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bendungan dan infrastruktur fisik lainnya menjadi pendorong bagi kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas hidup, pengentasan kemiskinan, peningkatan mobilitas barang dan jasa sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial suatu negara. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur perlu terus dilakukan untuk menjamin tersedianya infrastruktur. Untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur diperlukan dana yang sangat besar sehingga pada umumnya pembiayaan pembangunan infrastruktur berasal dari dana pemerintah. Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, upaya pendanaan untuk pembangunan infrastruktur merupakan suatu masalah karena keterbatasan dana pemerintah. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah melakukan berbagai upaya pendanaan antara lain melalui pinjaman dalam negeri dengan menerbitkan Surat Hutang Negara, mengikutsertakan pihak swasta dalam bentuk kerjasama kemitraan (Public-Private Partnership), dan pinjaman dari luar negeri. Kewenangan penerbitan Surat Hutang Negara hanya terdapat pada Pemerintah yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan dengan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam kerjasama kemitraan, pihak swasta membiayai pembangunan infrastruktur dan pada masa operasional pihak swasta dapat memperoleh pendapatan dari infrastruktur tersebut dalam waktu tertentu. Dana investasi infrastruktur yang berasal dari pinjaman luar negeri dapat diperoleh dari lembaga keuangan luar negeri seperti Bank Dunia (World Bank), Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB), Islamic Development Bank (IDB) atau pinjaman dari negara asing dalam bentuk pinjaman antar pemerintah (Government to Government) seperti Jepang melalui Japan Bank for International Cooperation/JBIC), Jerman, Perancis, Korea Selatan dan negara lainnya. 1

14 Pinjaman resmi pemerintah terdiri dari Pinjaman Program (program loan) yang digunakan untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Pinjaman Proyek (project loan) yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan tertentu. Pinjaman luar negeri dapat berupa pinjaman finansial maupun bantuan teknis. Dalam melaksanakan pembangunan terutama pembangunan infrastruktur, pemerintah Indonesia telah menerima pinjaman dari berbagai lembaga keuangan asing dan negara asing. Penggunaan pinjaman tersebut dilaksanakan oleh instansi departemen yang terkait dengan tujuan pinjaman, seperti pinjaman untuk pembangunan infrastruktur dilaksanakan oleh Departmen Pekerjaan Umum. Pada Tabel 1.1 dapat dilihat jumlah pinjaman dan pemberi pinjaman pada proyek-proyek di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum. Tabel 1.1 Pinjaman Luar Negeri dan Pemberi Pinjaman dalam Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum Jumlah Pinjaman (USD) No Donor Jumlah Proyek Original Netto 1 IBRD 7 1,053,698 1,052,598 2 ADB 7 532,943 531,955 3 JBIC 19 1,995,035 1,995,035 4 China 2 375,815 375,815 5 Spanyol 1 37,123 37,123 6 Australia 1 253,393 253,393 Total 37 4,248,007 4,245,919 Keterangan: US $1 = Rp. 9300 ; US $1 =YEN 119.23 Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, Sekretariat Jenderal Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Oktober 2007 Penggunaan pinjaman luar negeri tersebut di atas dikenakan berbagai biaya seperti front-end fee (biaya pinjaman selama masa berlaku pinjaman), Interest Rate (bunga pinjaman), commitment fee (biaya sisa target pinjaman yang belum digunakan), Administration fee (biaya administrasi), Service Charge (biaya administrasi setiap penarikan pinjaman), Interest during Construction (bunga pinjaman selama konstruksi dari sisa pinjaman yang belum digunakan), Unscheduled fee (biaya tak terduga) dan biaya administrasi lainnya yang besarnya berbeda untuk setiap jenis pinjaman. 14

15 Misalnya, untuk pinjaman IBRD yang berasal dari Bank Dunia, front end fee yang dikenakan sebesar 1 % dari total pinjaman dan commitment fee sebesar 0,75 % dari sisa target pinjaman yang belum ditarik. Bunga pinjaman dihitung berdasarkan kurs referensi London Interbank Offered Rate (LIBOR) + 0,75 % dengan masa tenggang (grace period) 5 tahun dan waktu pembayaran selama 20-25 tahun. Untuk penggunaan pinjaman luar negeri, masing-masing lembaga/negara peminjam (donor) memberikan aturan-aturan yang berbeda dalam setiap implementasi proyeknya. Aturan penggunaan pinjaman dituangkan dalam Pedoman Pengadaan (Procurement Guidelines) yang diterbitkan oleh masing-masing pemberi pinjaman. Perbedaan aturan penggunaan pinjaman luar negeri dari setiap donor sering menjadi masalah bagi negara peminjam dalam pelaksanaan proyeknya termasuk di Indonesia. Berdasarkan laporan Bappenas (2003) dan sumber-sumber lainnya, ada beberapa titik kritis permasalahan dalam pelaksanaan proyek pinjaman luar negeri di Indonesia yang mempengaruhi keberhasilan atau kelancaran pelaksanaan proyek, yang berarti sangat menentukan tingkat penyerapan dana pinjaman luar negeri, diantaranya adalah: a. Permasalahan pada tahap persiapan pengadaan antara lain disebabkan oleh keterlambatan dalam penyelesaian pekerjaan Detail Engineering Design (DED) atau adanya perubahan di dalam desain proyek, Project Management Unit (PMU) belum terbentuk, keterlambatan penerbitan dokumen anggaran berupa Daftar Isian Proyek (DIP), sedangkan pinjaman sudah ditandatangani dan sudah efektif sehingga pelaksanaan pengadaan menjadi tertunda yang akhirnya menyebabkan keterlambatan pelaksanaan konstruksi. b. Pada proses pengadaan barang dan jasa sering terjadi beberapa masalah, diantaranya keterlambatan dalam proses pelaksanaan pengadaan, kesalahan dalam proses pengadaan (misprocurement) dan kecurangan berupa kolusi (collusive)), penipuan (fraudulent), dan korupsi (corruption) yang menyebabkan penyedia jasa yang terpilih tidak sesuai dengan standar pengguna jasa. Misprocurement sering terjadi karena pelaksanaan pengadaan tidak sesuai dengan prosedur yang telah disetujui di dalam rencana pengadaan (procurement plan), dan kesalahan ini berkaitan salah satunya dengan rendahnya kemampuan pengelola dan pelaksana proyek di dalam melaksanakan atau memahami proses dan prosedur yang 15

16 diterapkan. Sedangkan kecurangan atau korupsi sering terjadi karena kurangnya pengawasan dalam pelaksanaan lelang. Permasalahan ini sangat mempengaruhi kemajuan pelaksanaan proyek itu sendiri, baik dari segi fisik (konstruksi) maupun dari segi keuangan (penyerapan dana). c. Permasalahan pada tahap pelaksanaan konstruksi yaitu keterlambatan di dalam pelaksanaan proyek disebabkan oleh berbagai masalah antara lain, kurang matangnya perencanaan proyek, keterlambatan dalam pekerjaan fisik, lambatnya proses pembebasan lahan (antara lain karena kurangnya alokasi dana pembebasan tanah), keterlambatan di dalam proses perekrutan tenaga kerja, pemahaman yang kurang terhadap petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis proyek. d. Terkait dengan pihak pemberi pinjaman luar negeri yaitu pembatalan beberapa komponen proyek, adanya keputusan penghentian proyek sementara dari pihak pemberi pinjaman, adanya keharusan melibatkan masyarakat (atau orang dalam jumlah tertentu) di dalam pelaksanaan proyek, persyaratan-persyaratan proyek lainnya yang terlalu ketat seperti harus ada dana pendamping, analisis dampak lingkungan, dan harus adanya undang-undang tertentu, pedoman pengadaan yang berbeda dari setiap donor dan lamanya persetujuan yang dikeluarkan oleh kreditor setelah semua persyaratan terpenuhi; e. Terkait dengan badan pelaksana proyek (Executing Agency) antara lain pembuatan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang kurang jelas, kesalahan dalam menafsirkan dan menerapkan pedoman terhadap pelaksanaan proyek akibat kurang memadainya pemahaman pelaksana proyek mengenai proses dan prosedur pelaksanaan proyek dan keterlambatan sosialisasi petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan proyek; f. Adanya konflik sosial di daerah yang menghambat pelaksanaan proyek (untuk proyek-proyek pinjaman luar negeri di daerah- daerah tertentu di Indonesia). Akibat terlambatnya penyerapan dana pada proyek-proyek dengan pinjaman luar negeri, ada dua jenis beban kerugian atau beban keuangan yang dialami oleh Pemerintah Indonesia yaitu: (a) Commitment fee, semakin sedikit jumlah dana pinjaman yang terserap berarti semakin lama waktu pelaksanaan proyek dan semakin besar nilai commitment fee yang harus ditanggung oleh Pemerintah Indonesia. Pada tahun 2000 commitment 16

17 fee yang harus dibayar Indonesia mencapai 11,3 juta dolar AS. Sedangkan pada tahun 2001 dan 2002, pembayaran commitment fee sempat naik menjadi 11,7 juta dolar AS dan 12,3 juta dolar AS, serta turun secara bertahap pada 2003 menjadi 12,1 juta dolar AS; dan menjadi 8,8 juta dolar AS pada 2004 (Antara, Mei 2007). Pada tahun 2006, pembayaran commitment fee pemerintah Indonesia kepada para debitur atas proyek-proyek yang sedang berjalan mencapai 0,25 % (sekitar 5 juta dolar AS) dari nilai total pinjaman luar negeri sekitar 2 miliar dolar AS atas sekitar 28 proyek yang sedang berlangsung (Antara, 1 Mei 2007) (b) Selisih kurs, adanya lonjakan kurs mata uang Indonesia terhadap dollar AS (atau mata uang asing dari negara donor) yang membuat terjadinya perbedaan nilai kurs rupiah terhadap dollar dari saat pinjaman ditandatangani dengan saat pelaksanaan proyek, yang berarti kerugian bagi pemerintah Indonesia. Berdasarkan uraian permasalahan proyek dengan pinjaman luar negeri di atas, permasalahan pengadaan merupakan salah satu penyebab keterlambatan penyerapan dana pinjaman yang akhirnya menyebabkan peningkatan biaya commitment fee. Permasalahan pengadaan dengan pinjaman luar negeri di Indonesia disebabkan karena perbedaan prosedur pengadaan Keppres 80/2003 dengan pedoman pengadaan pemberi pinjaman. Perbedaan prosedur pengadaan ini dapat menyebabkan masalah antara lain kesalahan dalam proses pengadaan karena ketidakpahaman terhadap prosedur sehingga pemberi pinjaman menghentikan pinjaman dan pembatalan beberapa paket proyek karena dinyatakan misprocurement, proses pengadaan menjadi berlarut-larut, dan penyedia jasa yang terpilih tidak sesuai dengan standar pengguna jasa. Dasar bagi Bank Dunia untuk menilai apakah kontrak tertentu pengadaan barang dan/atau jasa konstruksi dan jasa lainnya serta jasa konsultansi, dinyatakan misprocurement adalah atas dasar review pada saat misi supervisi Bank Dunia ataupun hasil penyelidikan yang dilakukan Bank Dunia. Apabila pekerjaan yang diinvestigasi terbukti masuk dalam kategori misprocurement, maka surat perihal Declaration of Misprocurement akan diterbitkan dan ditujukan kepada instansi terkait. 17

18 Surat pernyataan misprocurement kemudian ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan perihal keharusan Refunds due to Misprocurement, dimana Departemen Keuangan harus mengembalikan pendanaan tersebut sebesar total keseluruhan nilai kontrak yang dinyatakan misprocured, serta nilai alokasi loan untuk kategori tersebut akan dikurangi dengan jumlah nilai kontrak yang dinyatakan misprocured. Pengadaan yang berlarut-larut dapat menyebabkan keterlambatan waktu pengadaan sehingga waktu pelaksanaan konstruksi menjadi terlambat. Sedangkan kontraktor hasil pengadaan yang tidak berkualitas dapat menyebabkan kualitas hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan karena kemungkinan adanya pekerjaan ulang (re-work) juga dapat menyebabkan keterlambatan waktu penyelesaian proyek. Keterlambatan dalam pelaksanaan konstruksi berakibat pada target penyerapan dana pinjaman tidak tercapai. Jika jumlah sisa pinjaman yang tidak terserap sangat signifikan, maka commitment fee-nya akan sangat besar karena commitment fee dihitung berdasarkan persentase dari sisa pinjaman yang belum terserap. 1.2 RUMUSAN MASALAH Perbedaan prosedur pengadaan antara Keppres 80/2003 dengan prosedur pemberi pinjaman merupakan salah satu penyebab permasalahan pengadaan yang dapat mempengaruhi kinerja pengadaan. Kinerja pengadaan yang dimaksud adalah tingkat pencapaian hasil pelaksanaan kegiatan pengadaan dalam mendapatkan kontraktor yang berkualitas untuk melaksanakan proyek konstruksi. Kinerja pengadaan ini berkaitan dengan waktu dan kualitas proses pengadaan. Kinerja berkaitan dengan waktu pengadaan yaitu apakah waktu pelaksanaan pengadaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, sedangkan kinerja berkaitan dengan kualitas pengadaan yaitu apakah proses pengadaan dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perbedaan prosedur pengadaan Keppres 80/2003 dengan prosedur pengadaan Bank Dunia/ADB terhadap kualitas dan waktu pengadaan, perlu dilakukan pengukuran kinerja pengadaan sebagai dasar evaluasi untuk perbaikan kinerja pengadaan di masa yang akan datang. Dari hasil pengukuran 18

19 kinerja yang dilakukan dapat diketahui apakah prosedur yang dilakukan sudah sesuai dengan standar dan proses mana yang memerlukan penyelarasan terhadap prosedur standar. Dalam pengukuran kinerja ini diperlukan alat ukur yaitu indikator-indikator kinerja. 1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengidentifikasi perbedaan prosedur pengadaan Keppres 80/2003 dengan prosedur pengadaan WB/ADB sehingga dapat diketahui perbedaan apa saja dalam prosedur yang mempengaruhi kinerja pengadaan yang memerlukan penyelarasan untuk mengurangi permasalahan yang terjadi seperti keterlambatan pengadaan. Pengukuran kinerja pengadaan perlu dilakukan agar dapat diketahui sejauh mana tingkat pencapaian pengadaan yang telah dilakukan dan agar dapat diketahui aspekaspek yang memerlukan perhatian yang lebih untuk dapat diperbaiki kinerjanya. Di dalam suatu pengukuran kinerja diperlukan indikator-indikator kinerja sebagai alat ukur, baik ukuran kualitatif maupun kuantitatif yang bisa menggambarkan tingkat pencapaian terhadap suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja juga merupakan pembanding terbaik (benchmark) yang berarti bahwa untuk mencapai kinerja yang terbaik, perlu digunakan standar kinerja yang terbaik. Dengan mengukur kinerja pengadaan yang dilakukan dengan standar kinerja yang terbaik akan dapat diketahui tindakan perbaikan yang akan dilakukan untuk mencapai standar tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi indikator-indikator kinerja proses pengadaan Keppres 80/2003 dan Bank Dunia/ADB sebagai alat ukur dan pembanding untuk mengukur sejauh mana pengaruh perbedaan prosedur pengadaan Keppres 80/2003 dengan prosedur pengadaan pemberi pinjaman yaitu Bank Dunia dan ADB terhadap kinerja pengadaan yang berkaitan dengan waktu pengadaan. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan evaluasi untuk peningkatan kinerja pengadaan melalui penyelarasan prosedur pengadaan yang telah ada terhadap prosedur pengadaan standar sehingga dapat mencapai tujuan 19

20 pengadaan yang diharapkan yaitu untuk mendapatkan kontraktor yang berkualitas dalam pelaksanaan konstruksi dalam waktu yang ditentukan. 1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup penelitian mencakup dan dibatasi pada pembahasan sebagai berikut: 1. Pengadaan yang ditinjau adalah pengadaan kontraktor pada proyek pemerintah dengan dana pinjaman luar negeri yang berada di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum. 2. Pinjaman luar negeri yang dibahas adalah bantuan proyek berbentuk finansial yang berasal dari Bank Dunia, ADB, JBIC dan IDB. 3. Lingkup pengadaan kontraktor yang ditinjau adalah pengadaan dengan metode ICB mulai dari Persiapan Pemberitahuan Umum Pengadaan (General Procurement Notice) sampai kontraktor terpilih dan menandatangani kontrak. 4. Pengadaan kontraktor dilakukan setelah pinjaman efektif (loan effective) dan rencana pengadaan (procurement plan) telah disetujui oleh donor. 5. Pengadaan kontraktor dilakukan setelah Detailed Engineering Design (DED) selesai dan DED tersebut telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan. 6. Panitia Pengadaan sudah terbentuk dan ditetapkan berdasarkan kualitas yang dibutuhkan dan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2003. 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN Penelitian ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan laporan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi landasan teori mengenai pendanaan infrastruktur Indonesia; pengadaan kontraktor dengan pinjaman luar negeri; sistem pengukuran kinerja serta pengukuran kinerja pengadaan yang pernah dilakukan. Pendanaan infrastruktur membahas mengenai pendanaan pembangunan infrastruktur dengan pinjaman luar negeri. 20

21 Pengadaan membahas mengenai pengertian pengadaan, pengadaan kontraktor, pedoman pengadaan kontraktor dengan dana pinjaman luar negeri (Keppres 80/2003, Bank Dunia, ADB, JBIC dan IDB). Sistem pengukuran kinerja membahas mengenai kinerja, pengukuran kinerja, indikator kinerja, kinerja pengadaan kontraktor dan selanjutnya dilakukan studi pengukuran kinerja pengadaan Bank Dunia dan ADB dan pengukuran kinerja pengadaan dengan pinjaman di luar negeri yang pernah dilakukan di Ghana dan Inter-American Development Bank. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Berisi penjelasan yang mendetail mengenai metode penelitian, teknik pengumpulan data dan pengolahan data sekunder yang dikumpulkan serta tahapan yang digunakan untuk mengidentifikasi indikator-indikator kinerja pengadaan kontraktor dengan dana pinjaman luar negeri. BAB IV IDENTIFIKASI INDIKATOR KINERJA PENGADAAN KONTRAKTOR DENGAN PINJAMAN LUAR NEGERI DI INDONESIA Berisi kajian yang lebih mendalam terhadap data yang dikumpulkan untuk penentuan indikator kinerja. Indikator kinerja pengadaan kontraktor diidentifikasi berdasarkan penetapan rencana strategis (visi, misi, sasaran dan tujuan) pengukuran kinerja pengadaan kontraktor dengan pinjaman luar negeri. Dari rencana strategis pengukuran kinerja tersebut kemudian dilakukan identifikasi terhadap data proses pengadaan untuk menetapkan indikator-indikator kinerja yang menunjang terhadap pencapaian tujuan pengukuran kinerja yaitu untuk mengukur seberapa besar potensi keterlambatan waktu pengadaan akibat perbedaan prosedur Keppres 80/2003 dengan prosedur Bank Dunia/ADB. Selanjutnya dilakukan kajian mengenai pengaruh indikator-indikator kinerja yang telah diidentifikasi terhadap waktu pengadaan. Hasil yang diperoleh dari bab ini selanjutnya akan dijadikan dasar dalam penarikan kesimpulan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan atas pembahasan yang menjawab tujuan penelitian serta saran untuk penyempurnaan dan pengembangan materi dari penelitian ini. 21