BAB I PENDAHULUAN. dan restoran mengalami peningkatan kontribusi. Demikian juga pertanian, listrik,

dokumen-dokumen yang mirip
TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

Produk Domestik Regional Bruto Gross Regional Domestic Product

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

Produk Domestik Bruto (PDB)

BERITA RESMI STATISTIK

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian

BERITA RESMI STATISTIK

Statistik KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

Statistik KATA PENGANTAR

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

PERTUMBUHAN EKONOMI BANTEN TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

Pemerintah Kabupaten Bantul. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir TA 2007 Kabupaten Bantul

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO. PDRB Gorontalo Triwulan I Tahun 2012 Naik 3,84 Persen

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

Figur Data Kota Surakarta Tahun

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN ,71 PERSEN

BERITA RESMI STATISTIK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

PERTUMBUHAN PDRB TAHUN 2013 MENCAPAI 6,2 %

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

I. PENDAHULUAN. dapat menikmati hasil pembangunan. Salah satu bukti telah terjadinya

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III TAHUN 2010

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

TABEL POKOK PDRB / GRDP PRIMER TABLES OF MUSI BANYUASIN. Tabel / Table 11.1

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri pengolahan menjadi salah satu penopang perekonomian di kabupaten Klaten. Data dari Badan Pusan Statistik kabupaten Klaten sebagaimana tabel 1.1 menunjukkan bahwa industri pengolahan di kabupaten Klaten merupakan penyumbang PDRB Klaten terbanyak setelah perdagangan. Terlihat juga bahwa nilai industri pengolahan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, khususnya sejak tahun 2011-2013. Namun demikian apabila kita memperhatikan kontribusinya, industri pengolahan ternyata mengalami penurunan kontribusi terhadap PDRB Klaten. Pada tahun 2011 kontribusinya sebesar 21,16%, namun pada tahun 2012 dan 2013 kontribusinya menurun menjadi 20,72% dan 20,58%. Padahal perdagangan, hotel dan restoran mengalami peningkatan kontribusi. Demikian juga pertanian, listrik, gas, dan air bersih, pengangkutan dan trasportasi dan keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Penurunan kontribusi yang dialami industri pengolahan juga dialami pertambangan, penggalian dan jasa-jasa. Namun, penurunan yang dialami industri pengolahan harus menjadi perhatian lebih. Hal ini disebabkan secara nominal sumbangan industri pengolahan terhadap PDRB Klaten lebih banyak dibandingkan pertambangan dan penggalian dan jasa-jasa. Apalagi dengan harapan industri pengolahan dapat menjadi leading sector bagi sektor-sektor yang lain, termasuk sektor pertambangan dan penggalian dan sektor jasa-jasa. Dengan 1

2 demikian sudah sepantasnya penurunan kontribusi secara relatif industri pengolahan menjadi perhatian. Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Klaten Berdasarkan lapangan kerja atas dasar harga konstan Tahun 2011-2013 (Juta Rupiah) Lapangan Usaha/Industrial Origin 2011 % 2012 % 2013 % Pertanian 834.237,50 16,89 899.442,04 17,26 941.216,93 17,07 Pertambangan & Penggalian 65.265,73 1,32 67.876,36 1,30 72.403,71 1,31 Industri Pengolahan 1.044.666,44 21,16 1.080.067,12 20,72 1.134.645,98 20,58 Listrik,Gas & Air bersih 39.760,73 0,81 43.945,74 0,84 48.181,62 0,87 Perdagangan,Hotel & Restoran 1.47.038,30 29,77 1.558.240,60 29,90 1.665.715,19 30,21 Pengangkutan & Komunikasi 153.490,05 3,11 103.251,47 3,15 107.548,14 3,16 Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan 201.717,05 4,08 213.786,41 4,10 230.727,77 4,18 Jasa-jasa 765.164,75 15,50 804.608,96 15,44 844.143,41 15,31 Jumlah 4.938.050,65 5.211757,15 5.513307,86 Sumber : BPS,Klaten Dalam Angka 2014 Kontribusi industri pengolahan logam, yaitu industri logam dasar, besi dan baja di kabupaten Klaten ternyata tidak banyak. Tabel 1.2 menunjukkan bahwa industri pengolahan logam menjadi penyumbang terkecil terhadap total nilai industri pengolahan di kabupaten Klaten. Memang dari tahun ke tahun sejak 2011-2013 terjadi peningkatan jumlah produksi, namun terlihat sekali bahwa industri pengolahan logam merupakan pembentuk terkecil nilai industri pengolahan di kabupaten Klaten.

3 Tabel 1.2 Sub Industri pengolahan non migas menurut Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Klaten Berdasarkan lapangan kerja atas dasar harga konstan Tahun 2011-2013 (Juta Rupiah) Lapangan Usaha/Industrial Origin 2011 2012 2013 Makanan,minuman &tembakau 160.515,45 165.907,65 177.952,54 Tekstil,barang kulit &alas kaki 209.722,43 216.809,16 224.852,78 Barang kayu &hasil hutan lainnya 303.722,43 313.953,50 333.919,78 Kertas & barang cetakan 925,88 959,61 1.011,96 Pupuk,kimia &brg. Dari karet 50,40 52,10 55,68 Semen & brg. Galian bukan logam 310.134,45 320.585,62 332.177,32 Logam dasar besi & baja 12,31 12,71 13,32 Alat angkut,mesin & peralatannya 47.934,32 49.733,85 51.808,10 Barang lainnya 11.649,32 12.052,91 12.854,50 Jumlah 4.938.050,65 5.211757,15 5.513307,86 Sumber : BPS,Klaten Dalam Angka 2014 Di kabupaten klaten, industri pengolahan logam terpusat di kecamatan Ceper. Produk olahan logam yang dihasilkan antara lain seperti alat-alat pertanian, mesin pencetak genteng, mesin penggiling bakso, pagar ornamen, meja kursi ornamen, pipa fitting, tiang lampu ornamen, dan masih banyak lainnya. Adapun input yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang olahan logam yaitu besi, alumunium, kuningan, pasir, alat produksi, dan tenaga kerja. (Ikhsani & Syafrudin, 2009). Menurut (Ikhsani & Syafrudin, 2009) Return to Scale industri pengolahan logam sebesar 1,627, hal itu menunjukkan bahwa industri pengecoran logam di kecamatan ceper dalam kondisi Increasing Return to Scale(IRS). Maknanya, industri pengolahan logam layak untuk dikembangkan atau dilanjutkan. Walaupun permasalahan permasalahannya harus diselesaikan sehingga dapat berada dalam kondisi constan return to scale.

4 Kemampuan industri kecil dalam melaksanakan kerjasama sangat tinggi. Namun tidak memenuhi kualitas produksi yang dituntut industri besar sebagai mitra usaha. Kinerja karyawan dan pemanfaatan modal industri kecil masih rendah. Hambatan yang menonjol dialami industri kecil dalam melaksanakan kerjasama adalah dalam bidang pengadaan bahan baku, modal dan perluasan pemasaran. Maka untuk menghadapi persaingan bisnis dimasa datang, pengusaha industri kecil harus segera memiliki teknologi pengolahan yang lebih baik dan meningkatkan persiapan dibidang pemasaran, modal, dan manajemen. (Akhyar, 2008). Permasalahan yang dihadapi industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kabupaten Klaten adalah permasalahan penguatan kerjasama dengan pihak lain dan alih teknologi yang dilakukan. Kerjasama yang sesuai dengan tuntutan kemajuan merupakan kebutuhan. (Akhyar, 2008). Harapannya penguatan kerjasama tersebut mampu menguraikan berbagai permasalahan lainnya seperti efisiensi penggunaan input hingga perbaikan budaya kerja. Kerjasama yang menghasilkan alih teknologi tidak terlalu menonjol pada kerjasama dalam negeri dan daerah. Walaupun kerjasama yang terkait dengan investasi asing selalu dikaitkan dengan alih teknologi. Sebagai contoh perjanjian usaha patungan antara perusahaan asing enterprise dengan perusahaan dalam negeri perintis. Diwajibkan usaha patungan menghasilkan alih teknologi. (Olivia, 2011). Contoh lain adalah undang-undang yang mengatur bagaimana terjadinya transfer teknologi yang sah antara penanam modal dari asing dengan pihak dalam

5 negeri. Undang-undang tersebut diharapkan mampu mendukung negara dalam mengawasi pelaksanaan alih teknologi. (Zulaekhah, 2008). Teknologi yang digunakan industri pengolahan logam di kecamatan Ceper masih sederhana. (Yulianto, 2013). Misalnya, mengemukakan bahwa sebagian usaha disana melakukan proses pengolahan menggunakan tanur bentuk lama. Hanya sebagian kecil yang menggunakan teknologi modern. Adapun (Prayudi, 2005) menemukan bahwa teknologi lama tersebut tidak dilengkapi dengan teknologi pengendalian emisi partikel debu sehingga menyebabkan terjadinya polusi debu dengan tingkat konsentrasi yang tinggi. (Syahra, 2004) mengungkapkan berbagai faktor sosial dan budaya yang kurang mendukung. Salah satunya adalah bahwa industri pengolahan di kecamatan Ceper terfokus pada order dari buyer besar. Pada zaman kolonialisme mendapat order dari pabrik gula dan pada masa orde baru mendapat proyek dari pemerintahan pada masa itu. Hal itu menyebabkan industri seolaholah tidak merasa perlu dan tidak mau berkembang. Faktor lain adalah ketidakmampuan memanfaatkan lulusan politeknik Manufaktur yang sudah dididik sebagai ahli madya manufaktur. Teknologi pun menjadi tidak berkembang. Faktor lainnya lagi adalah hubungan dengan pemerintah daerah yang masih perlu ditingkatkan. Dalam prespektif seperti itu, wajar saja kalau terdapat dugaan bahwa kerjasama dan alih teknologi di industri pengolahan logam kecamatan Ceper kurang memberikan kontribusi. Secara teoritis kerjasama dan alih teknologi

6 penting, namun industri pengolahan logam belum mampu memanfaatkan keduanya secara maksimal. Oleh karena itu, tulisan ini berusaha menganalisis hubungan antara kerjasama yang telah dilakukan industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kabupaten Klaten dan alih teknologinya dengan efisiensi teknis. Dalam hal ini akan diuraikan bentuk efisiensi teknis industri pengolahan logam di kecamatan Ceper. Selanjutnya akan dihitung efisiensi teknis per perusahaan dan per tahun. Akhirnya akan dianalisis pengaruh kerjasama dan alih teknologi terhadap efisisensi teknis industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kabupaten Klaten. Pembahasan hubungan antara kerjasama dan alih teknologi dengan efisiensi teknis industri pengolahan logam di kecamatan Ceper berlandaskan pada teori produksi dengan asumsi efisiensi usaha tidak mencapai 100 persen karena adanya berbagai faktor penyebab. Dalam hal ini, asumsi yang digunakan adalah efisiensi teknis industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kurang dari 100 persen dan dapat ditingkatkan melalui adanya perbaikan kerjasama dengan berbagai pihak di luar industri pengolahan logam dan alih teknologi.

7 1.2. Rumusan Masalah Dari penjelasan latar belakang dapat dikemukakan masalah yang ingin disampaikan yaitu : a. Bagaimana fungsi produksi yang digunakan dalam industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kabupaten Klaten? b. Bagaimana efisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kabupaten Klaten? c. Bagaimana pola kerjasama yang diterapkan pada industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kabupaten Klaten? d. Bagaimana kondisi alih teknologi yang digunakan dalam industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kabupaten Klaten? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : a. Mengetahui fungsi produksi yang digunakan dalam industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kabupaten Klaten. b. Mengetahui efisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kabupaten Klaten. c. Mengetahui pola kerjasama yang diterapkan pada industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kabupaten Klaten. d. Mengetahui kondisi alih teknologi yang digunakan dalam industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kabupaten Klaten.

8 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak antara lain : 1. Dapat memberikan gambaran serta digunakan sebagai data dasar penelitian lebih lanjut yang terkait dengan industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kabupaten Klaten. 2. Dapat menjadi dasar pertimbangan dan bahan masukan bagi perusahaan (industri) maupun pemerintah dalam pengambilan kebijakan sebagai upaya pengembangan industri pengolahan logam di kecamatan Ceper kabupaten Klaten.