PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PALANGKA RAYA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 27 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

\- Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan dalam pasal 9

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1990 TENTANG KETENTUAN KEPROTOKOLAN MENGENAI TATA TEMPAT, TATA UPACARA DAN TATA PENGHORMATAN

WALIKOTA PROBOLINGGO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1987 TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 8/1987, PROTOKOL. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:8 TAHUN 1987 (8/1987) Tanggal:28 SEPTEMBER 1987 (JAKARTA) Tentang:PROTOKOL

BSN^ BADAN STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 8TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI POLEWALI MANDAR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Komisi

PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG

No perlakuan pengamanan secara khusus dari Pemerintah Republik Indonesia selama berkunjung secara kenegaraan, resmi, kerja, atau pribadi ke ne

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014

QANUN ACEH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POKOK-POKOK PENGERTIAN TENTANG KEPROTOKOLAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN Disusun oleh : H. Kusmindar, S.Pd, MM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 1996

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. PASAL DEMI PASAL - 2 -

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

\- Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan dalam pasal 9

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan. Geofisika Nomor 17 Tahun 2014 tentang Organisasi dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005 TENTANG PROTOKOL PROVINSI GORONTALO

PEMERINTAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

- 4 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas.

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

2017, No Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3432); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun

PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN PROVINSI NANGGROEACEH DARUSSALAM NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN VIP ROOM BANDARA INTERNASIONAL I GUSTI NGURAH RAI

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

RENCANA PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TAHUN 2017 NO JUDUL RANCANGAN PERATURAN UNIT KERJA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG KEPROTOKOLAN DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA SEKRETARIAT DAERAH

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPPRES 65/1999, PANITIA NEGARA PERAYAAN HARI HARI NASIONAL DAN PENERIMAAN KEPADA NEGARA/PEMERINTAH ASING/PIMPINAN ORGANISASI INTERNASIONAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KELEMBAGAAN MASYARAKAT ADAT LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

QANUN ACEH NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 01 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 03 TAHUN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

mempunyai sesuatu pangkat yang sama atau disamakan, pada umumnya diatur menurut lamanya waktu sejak mulai berlakunya pengangkatan yang bersangkutan da

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG

Transkripsi:

I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN Negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu dengan Tata Pengaturan mengenai Keprotokolan. Pengaturan Keprotokolan tersebut perlu disesuaikan dengan dinamika yang tumbuh dan berkembang dalam sistem ketatanegaraan, budaya, dan tradisi bangsa. Perubahan ketatanegaraan di Indonesia setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berimplikasi pada perubahan pengaturan keprotokolan negara. Perubahan mendasar antara lain diwujudkan dengan ditiadakannya lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara yang selanjutnya menjadi lembaga negara. Perubahan tersebut dan dengan telah disahkannya berbagai Undang-Undang baru menghasilkan lembaga baru yang belum diatur keprotokolannya dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi. Pengaturan Keprotokolan juga diperlukan terhadap lembaga negara yang secara tegas ditentukan dalam Undang-Undang. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Protokol pada saat ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan sistem ketatanegaraan sehingga diperlukan Undang-Undang baru dalam rangka penyempurnaan pengaturan mengenai Keprotokolan khususnya mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, Tokoh Masyarakat Tertentu, dan/atau tamu negara sesuai dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan masyarakat. Ruang...

- 2 - Ruang lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan yang diberlakukan dalam Acara Kenegaraan atau Acara Resmi bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat tertentu. Pengaturan Keprotokolan dalam Undang-Undang ini berasaskan kebangsaan, ketertiban dan kepastian hukum, keseimbangan, serta keselarasan dan timbal balik yang bertujuan: a. memberikan penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, Tokoh Masyarakat Tertentu, dan/atau Tamu Negara sesuai dengan kedudukan dalam negara, pemerintahan, dan masyarakat; b. memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara agar berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional; dan c. menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan antarbangsa. Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi yang dilaksanakan sesuai dengan Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan baik dalam upacara bendera maupun bukan upacara bendara. Penyelenggara Acara Kenegaraan dilaksanakan oleh Panitia Negara yang diketuai oleh menteri yang membidangi urusan kesekretariatan negara, sedangkan penyelenggara Keprotokolan Acara Resmi dilakukan oleh: a. lembaga negara yang kewenangannya disebutkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. lembaga negara yang dibentuk dengan atau dalam Undang- Undang; c. kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian; d. instansi pemerintah pusat dan daerah; dan e. organisasi lain. Undang-Undang...

- 3 - Undang-Undang ini mengatur pula mengenai tata upacara bendera dalam penyelenggaraan Acara Kenegaraan dan Acara Resmi yang meliputi tata urutan upacara bendera, tata bendera negara dalam upacara bendera, tata lagu kebangsaan dalam upacara bendera, dan tata pakaian dalam upacara bendera. Ketentuan mengenai Keprotokolan bagi Tamu Negara, tamu pemerintah dan/atau tamu lembaga negara lain yang berkunjung ke negara Indonesia merupakan penghormatan kepada negaranya dan dilaksanakan sesuai dengan asas timbal balik, norma-norma, dan/atau kebiasaan dalam pergaulan internasional dengan tetap memperhatikan nilai sosial dan budaya bangsa Indonesia yang berkembang, tanpa mengabaikan kebiasaan yang berlaku dalam pergaulan internasional. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Yang dimaksud dengan kebangsaan adalah keprotokolan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia. Huruf b Yang dimaksud dengan ketertiban dan kepastian hukum'' adalah keprotokolan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui adanya kepastian hukum. Huruf c...

Huruf c - 4 - Yang dimaksud dengan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah keprotokolan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara. Huruf d Yang dimaksud dengan timbal balik adalah keprotokolan diberikan setimpal atau balas jasa terhadap keprotokolan dari negara lain. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud dengan situasi dan kondisi tertentu, antara lain, kondisi tempat dan ruangan yang tersedia, hujan yang berkepanjangan, gempa, banjir, longsor, bencana lainnya. Ayat (4) Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud dengan panitia negara adalah panitia yang susunan keanggotaannya ditetapkan dengan keputusan presiden untuk melaksanakan Acara Kenegaraan. Ayat (2)...

Ayat (2) Ayat (3) Pasal 7 Pasal 8-5 - Pasal 9 Ayat (1) Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Huruf k...

Huruf k - 6 - Huruf l Yang dimaksud dengan Kepala Perwakilan Negara Asing adalah orang yang ditugaskan oleh negara pengirim bagi Negara Republik Indonesia untuk bertindak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Yang dimaksud dengan Kepala Organisasi Internasional adalah orang yang ditunjuk sebagai kepala organisasi antar pemerintah untuk bertindak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Huruf m Yang dimaksud dengan Badan Penyelenggara Pemilihan Umum adalah Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum. Huruf n Pejabat setingkat menteri adalah pejabat yang ditetapkan oleh Presiden berdasarkan peraturan perundang-undangan seperti Jaksa Agung, Panglima Tentara Nasional Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Pengertian pejabat setingkat menteri dalam Undang- Undang ini hanya terkait dengan Tata Tempat pada Acara Kenegaraan dan Acara Resmi di Ibukota Negara Republik Indonesia. Huruf o Hurup p Yang dimaksud dengan pemimpin partai politik, adalah ketua umum atau sebutan lain, pemimpin tertingggi partai politik sesuai dengan anggaran dasar/anggaran rumah tangga partai politik. Huruf q...

Huruf q - 7 - Huruf r Huruf s Huruf t Yang dimaksud dengan pemilik tanda jasa dan tanda kehormatan adalah pemilik tanda kehormatan Bintang Republik Indonesia. Huruf u Huruf v Huruf w Ayat (2) Pasal 10 Ayat (1) Huruf b Huruf c Huruf d Yang dimaksud dengan nama lainnya adalah Dewan Perwakilan Rakyat Aceh di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Huruf e...

Huruf e - 8 - Huruf f Huruf g Huruf h Yang dimaksud dengan pemimpin partai politik, adalah ketua umum atau sebutan lain, pemimpin tertingggi partai politik sesuai dengan anggaran dasar/anggaran rumah tangga partai politik. Huruf i Huruf j Huruf k Huruf l Yang dimaksud dengan pemuka agama di tingkat provinsi adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia, Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ketua Perwalian Umat Budha Indonesia, dan Ketua Umum Organisasi Keagamaan yang diakui oleh peraturan perundang-undangan di provinsi. Yang dimaksud dengan pemuka adat adalah tokoh atau pemimpin kesatuan masyarakat adat dengan penyebutan nama jabatan adat dan/atau nama tokoh atau gelar pada suatu daerah tertentu. Tokoh masyarakat tertentu di provinsi antara lain rektor perguruan tinggi setempat. Huruf m Huruf n...

Huruf n Huruf o Huruf p Huruf q - 9 - Ayat (2) Yang dimaksud dengan penyelenggara negara, antara lain, Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintahan yang hadir dalam Acara Resmi di provinsi. Pasal 11 Ayat (1) Huruf b Huruf c Huruf d Yang dimaksud dengan nama lainnya adalah dewan perwakilan rakyat kabupaten/kota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Huruf e Huruf f Huruf g...

Huruf g - 10 - Yang dimaksud dengan pimpinan partai politik di kabupaten/kota adalah ketua wilayah atau sebutan lain pemimpin tertinggi partai politik di kabupten/kota sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga partai politik. Huruf h Huruf i Yang dimaksud dengan pemuka agama di tingkat kabupaten/kota adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia, Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Ketua Perwalian Umat Budha Indonesia, dan Ketua Umum Organisasi Keagamaan yang diakui oleh peraturan perundang-undangan di kabupaten/kota. Yang dimaksud dengan pemuka adat adalah tokoh atau pemimpin kesatuan masyarakat adat dengan penyebutan nama jabatan adat dan/atau nama tokoh atau gelar pada suatu daerah tertentu. Tokoh masyarakat tertentu di kabupaten/kota antara lain rektor perguruan tinggi. Huruf j Huruf k Huruf l Huruf m Ayat (2)...

Ayat (2) - 11 - Yang dimaksud dengan penyelenggara negara, antara lain, Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintahan yang hadir dalam Acara Resmi di kabupaten/kota. Pasal 12 Pasal 13 Yang dimaksud dengan tuan rumah adalah gubernur, dan/atau bupati/wali kota sebagai kepala daerah yang menyelenggarakan Acara Resmi di provinsi atau kabupaten/kota. Huruf b Pejabat pemerintah yang tertinggi didasarkan pada tingkat eselonisasi. Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pengibaran bendera diiringi dengan lagu kebangsaan pada pagi hari dilakukan menjelang detik-detik proklamasi. Huruf b...

Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e - 12 - Pasal 20 Pengibaran bendera diiringi dengan lagu kebangsaan pada pagi hari dilakukan menjelang detik-detik proklamasi. Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Pasal 21 Pelaksanaan upacara penurunan bendera dilakukan dengan menghormati waktu kegiatan keagamaan. Huruf b Huruf c Pasal 22 Pasal 23...

Pasal 23 Pasal 24-13 - Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan inspektur upacara pada ayat ini adalah pembina upacara atau sebutan lainnya. Huruf b Yang dimaksud dengan komandan upacara pada ayat ini adalah pemimpin upacara atau sebutan lainnya. Huruf c Yang dimaksud dengan perwira upacara pada ayat ini adalah penanggung jawab upacara atau sebutan lainnya. Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Ayat (3) Pasal 25 Yang dimaksud dengan situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, antara lain, hujan yang berkepanjangan, gempa, banjir, longsor, atau bencana alam lain. Pasal 26...

Pasal 26 Pasal 27-14 - Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud dengan kunjungan kenegaraan adalah kunjungan yang dilakukan oleh kepala negara (raja, presiden, sultan, ratu, paus, atau yang dipertuan agong) dalam suatu periode masa jabatan dan baru pertama kali diadakan dengan tujuan memperkenalkan diri atau mengawali suatu perjanjian kerja sama kedua negara dalam bidang tertentu. Huruf b...

Huruf b - 15 - Yang dimaksud dengan kunjungan resmi adalah kunjungan yang dilakukan oleh kepala pemerintahan (perdana menteri, kanselir) untuk pertama kalinya atau kunjungan kepala negara untuk kedua kalinya atau lebih dengan tujuan menindaklanjuti atau mengembangkan suatu perjanjian kerja sama yang disepakati sebelumnya atau berdasarkan undangan negara yang bersangkutan. Huruf c Yang dimaksud dengan kunjungan kerja adalah kunjungan yang ketiga kali atau lebih oleh kepala negara/pemerintahan ke negara yang sama atau dalam rangka menghadiri pertemuan-pertemuan internasional, seperti konferensi tingkat tinggi. Huruf d Yang dimaksud dengan kunjungan pribadi adalah kunjungan yang dilakukan karena keperluan pribadi/khusus dan semaksimal mungkin mengurangi hal-hal yang bersifat keprotokolan. Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38...

Pasal 38 Pasal 39-16 - TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5166