PBB DAN BPHTB. Pertemuan 1 Sejarah PBB

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

SEKILAS PAJAK DAERAH DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

Keterangan Pers POKOK-POKOK PENGATURAN UNDANG-UNDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Tanggal 18 Agustus 2009 REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi sebuah Daerah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

Pembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti:

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bumi di Indonesia telah dilaksanakan sejak awal abad 19 ketika pulau

Dengan adanya pajak sebagai sumber PAD, daerah dapat membiayai. pembangunan secara optimal. Dalam Undang-undang RI Nomor 28 Tahun

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN DTSS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.12

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi

MASALAH UMUM MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK DAERAH

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Optimalisasi Pajak: Tinjauan Kelembagaan dan Politik Anggaran

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

PERATURAN BUPATI BREBES NOMOR 001 TAHUN 2018 TENTANG TENTANG TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN BREBES

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang mensejahterakan rakyat dapat dilihat dari tercukupinya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

Penerimaan pemerintah daerah untuk membiayai BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

PBB DAN BPHTB Pertemuan 1 Sejarah PBB

PBB ADA DISELURUH DUNIA MEMPUNYAI DAMPAK FISKAL DAN NON-FISKAL 1. BERAPA UANG YANG DIHASILKAN DARI PBB 2. DASAR PENGENAAN PAJAK DAN SIAPA YANG MENENTUKAN 3. BERAPA PAJAK YANG DIKENAKAN DAN SIAPA YANG MENENTUKAN 4. BAGAIMANA PENGELOLAAN PAJAK

AZAS MANFAAT PELAYANAN LOKAL NILAI BANGUNAN ASUMSI: 1. Pajak Daerah dalam kerangka pelayanan keuangan yang memberikan manfaat bagi nilai property 2. Tingkat pajak dan pelayanan ditentukan oleh suara local 3. Pemilik suara bebas menggunakan yurisdiksi 4. Pemilik suara bebas bertindak secara rasional 5. Pemerintah daerah melaksanakan apa yang diinginkan oleh pemilik suara

RESIDENSIAL NON-RESIDENSIAL FISCHEL, 2001 PELAYANAN MANFAAT NILAI PROPERTI RESTO, HOTEL, RS, DLL SEKOLAH JALAN AKSES LISTRIK AIR SAMPAH PARKIR DI BANYAK NEGARA PAJAK RESIDENSIAL LEBIH TINGGI PBB BUKAN MURNI PAJAK MANFAAT KRN KETIKA RENOVASI RUMAH LEBIH BESAR PAJAK MENJADI LEBIH TINGGI VISIBEL, TIDAK SEPERTI PPh, JUGA MEMBATASI PEMDA MENAIKKAN PBB PBB SEKITAR 3% THD GDP DI BANYAK NEGARA, TIDAK NAIK SELAMA 40 TAHUN TERAKHIR

PERMASALAHAN PBB TIDAK POPULER, DIBENCI TIDAK ELASTIS, SULIT MENYESUAIKAN DENGAN PERKEMBANGAN EKONOMI EROSI DASAR PENETAPAN PAJAK, ATURAN PEMERINTAH PUSAT, PENGECUALIAN PBB, ADMINISTRASI YANG BURUK

MATERI Sejarah Pemungutan PBB Jaman Kerajaan Jaman Penjajahan Jaman Kemerdekaan Sekarang Perkembangan Peraturan PBB Peraturan yang mendasari pemungutan PBB

Dasar Awal Perkem bangan Pembebanan berdasarkan pajeg bumi dimana konsep hak pemilikan mutlak raja atas tanah. Pajak merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa Upeti tidak lagi hanya untuk kepentingan raja, tetapi sudah mengarah kepada kepentingan rakyat itu sendiri. Pembayaran upeti digunakan untuk membangun kepentingan umum yg tujuannya mensejahterakan rakyat Jaman Kerajaan

a. Tahun 1685-1811 Tarif Pajak 0,25% dari harga tanah. Berlaku di Jakarta. b. Tahun 1811-1816 (Pendudukan Inggris) Sir Thomas Stamford Raffles, menetapkan tarif pajak yang bervariasi antara 20% s.d 50% dari produksi pertanian. Sejak awal abad 19 pada zaman kolonial, pajak tanah diberlakukan pada saat Pulau Jawa diperintah oleh Inggris yang dipimpin Letnan Jenderal Raffles. Pajak tanah waktu itu dinamakan Landrent, yang artinya sewa tanah. c. Tahun 1872-1923 (Pendudukan Belanda) Landrente kewajiban menanami 20% tanah garapan dengan tanaman tertentu. Jaman Penjajahan

d.tahun 1923-1942 (Pendudukan Belanda) Diperluas untuk semua orang e. Tahun 1942-1945 (Pendudukan Jepang) Di masa penjajahan Jepang tahun 1942 sampai dengan tahun 1945, sistem pajak tanah yang dilaksanakan Belanda diambil alih sepenuhnya dan namanya diganti menjadi Pajak Tanah. Land Rent atau Landrente diganti dengan Land Tax. Administrasi pajak ditangani oleh kantor pajak yang disebut Zaimubu Shuzeika yang sekaligus bertugas untuk melakukan survei dan pemetaan di Pulau Jawa dan Madura Jaman Penjajahan

Tahun 1949-1959 a. Pada tahun 1950 Jawatan Pajak Bumi berubah menjadi Jawatan Pendaftaran dan Pajak Pendapatan Tanah. Pemerintah Republik Indonesia meneruskan pemungutan pajak atas tanah dengan nama Pajak Bumi yang kemudian diganti dengan Pajak Penghasilan atas Tanah Pertanian (PPTP). (UU. NO. 14 tahun 1951 tentang Penghapusan Pajak Bumi) b.tahun 1951 sampai tahun 1959, maka lahirlah Jawatan pendaftaran dan Pajak Penghasilan Tanah Milik Indonesia (P3TMI) yang bertugas melakukan pendaftaran atas tanah-tanah milik adat yang ada di Indonesia. Tahun 1956 Jawatan Pendaftaran dan Pajak Pendapatan Tanah berubah menjadi Jawatan Pendaftaran Tanah Milik Indonesia (PTMI) tugas pokok melakukan pendaftaran tanah milik terdaftar sebagai objek pajak. Karena tugasnya hanya mengurus pendaftaran tanah saja, maka namanya diubah kembali menjadi jawatan Pendaftaran Tanah Milik Indonesia (PTMI) dan bertugas sama seperti sebelumnya ditambah dengan kewenangan untuk mengeluarkan Surat Pendaftaran sementara terhadap tanah milik yang sudah terdaftar. Jaman Kemerdekaan

Tahun 1959-1985 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi dimana hasil yang diperoleh dari tanah dijadikan dasar pengenaan pajak. Dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) No. 11 tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi ( LN Th. 1959 Nomor 104. TLN. NO. 1806) yang dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 (LN Th. 1961 No.3 TLN No. 2124) telah ditetapkan menjadi Undang-undang. Selanjutnya nama jawatan yang mengelola Pajak hasil Bumi menjadi Direktorat Pajak Hasil Bumi dalam melaksanakannya dikeluarkan Suart Keputusan Menteri Iuran Negara Nomor PMPPU 1-1-3 tanggal 29 Nopember 1965 yang menetapkan Direktorat pajak hasil Bumi diubah namanya menjadi Direktorat Iuran Pembangunan Daerah (DIT-IPEDA) dan Pajak Hasil Bumi (PHB) menjadi Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA). Pengenaannya diberlakukan pada tanah-tanah sektor pedesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan dan sektor pertambangan. Jaman Kemerdekaan

Tahun 1985 - Sekarang Diterapkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yang mulai berlaku efektif sejak tahun 1986 serta menyederhanakan sistem pajak dengan menghapuskan 7 (tujuh) dasar hukum pajak atas properti, yaitu: 1. Ordonansi Pajak Rumah Tangga 1908; 2. Ordonansi Verponding Indonesia 1923; 3. Ordonansi Verponding 1928; 4. Ordonansi Pajak Kekayaan 1932; 5. Ordonansi Pajak Jalan 1942; 6. Undang-undang Darurat Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah, Pasal 14 huruf j, k, dan l; 7. Undang-undang Nomor 11 Prp. Tahun 1959 tentang Pajak Hasil Bumi. Pada tahun 1994 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 diubah menjadi Undang-undang Nomor 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Jaman Kemerdekaan

Tahun 1985 - Sekarang Sesuai dengan amanat GBHN 1983 berdasarkan Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 telah diadakan Tax Reform yaitu diadakan pembaruan dan penggantian peraturan perundang-undangan perpajakan yang selama ini berlaku. Tax reform tahun 1983 berlaku pada tanggal 1 januari 1984. Dengan adanya tax reform, sistem perpajakan Indonesia berubah dari Official Assessment menjadi Self Assessment. Official Assessment yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang oleh Wajib Pajak berdasarkan pada Surat Ketetapan Pajak (SKP). Self Assessment yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang dipercayakan kepada Wajib Pajak mulai menghitung sampai penyetoran. Aparat perpajakan melaksanakan pengendalian tugas, pembinaan, penelitian, pengawasan dan penetapan sanksi administrasi. Sekarang

Setelah Tax Reform 1983 terdapat pergantian UU: 1. Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan bangunan (PBB), yang ditetapkan tanggal 27 Desember 1985 dan mulai berlaku tanggal 1 januari 1986 (LN Th. 1985 No. 68, TLN 3312). 2. Tanggal 9 November 1994 disahkan Undang-undang No. 12 tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang PBB, yang mulai berlaku pada tanggal tanggal 1 Januari 1995 (LN Th. 1994 No. 62, TLN 3569). 3. Seiringi berkembangnya perekonomian, kewenangan PBB untuk PBB-P2 dialihkan ke daerah sebagai tambahan PAD yang pelaksanaannya diatur dengan Perda masingmasing daerah dengan tetap berpedoman pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Sekarang

Perubahan UU

PBB VS PDRD Daerah Tingkat I UU 18/1997 jo. UU 34/2000 UU 28/2009 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan (PPJ) 6. Pajak Parkir 7. Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C 1. Pajak Rokok 2. Pajak Air Permukaan 3. Pajak Kendaraan Bermotor 4. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

PBB VS PDRD Daerah Tingkat II UU 18/1997 jo. UU 34/2000 UU 28/2009 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan (PPJ) 6. Pajak Parkir 7. Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Parkir 7. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (perubahan nomenklatur) 8. Pajak Air Tanah (pengalihan dari Prov) 9. Pajak Sarang Burung Walet (baru) 10. PBB Pedesaan & Perkotaan/PBB P2 (pengalihan dari Pusat) 11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan/BPHTB (pengalihan dari

Perkembangan PBB menjadi PDRD Permasalahan pertama yang terjadi dalam pendaerahan PBB ini adalah masalah kewenangan dimana perimbangan kewenangan harus diikuti dengan perimbangan keuangan. Semakin besar pemberian kewenangan kepada daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik, semakin besar pula kewenangan daerah dalam perpajakan dan retribusi Permasalahan kedua adanya ketergantungan daerah pada dana intergovermental transfer dalam membiayai desentralisasi kewenangan.

Apa Penyebabnya? Bagaimana Penguatannya? LOCAL TAXING POWER YG BELUM OPTIMAL Penguatan LTP dapat dilakukan melalui 1. Perluasan basis pajak daerah dan retribusi daerah. 2. Penambahan jenis pajak dan retribusi daerah. 3. Pengalihan /pen-daerah-an pajak pusat. 4. meningkatkan tarif maksimum pajak daerah. 5. Pemberian diskresi penetapan tarif pajak.

KESIMPULAN 1. Pengalihan PBBP2 & BPHTB menjadi pajak daerah merupakan bagian dari upaya memperkuat local taxing power. 2. PBBP2 & BPHTB tepat untuk dialihkan menjadi pajak daerah karena bumi dan bangunan bersifat Im-mobile.