PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus Kepulauan Seribu)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II PENGATURAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM HUKUM NASIONAL. D. Pengertian Pengelolaan Terumbu Karang dan Lingkungan Hidup

Pelibatan Masyrakat Dalam Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut. Oleh: YUDI WAHYUDIN Divisi Kebijakan Pembangunan dan Ekonomi PKSPL-IPB

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR BERBASIS MASYARAKAT UNTUK KEGIATAN EKOWISATA DI BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA (BTNKJ), SEMARANG, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. Yessy Nurmalasari Dosen Luar Biasa STMIK Sumedang

Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RENCANA STRATEGI KEGIATAN INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT DI KABUPATEN SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KOLABORATIF TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA. Frida Purwanti Universitas Diponegoro

IV. GAMBARAN UMUM. Kota Bandar Lampung sebagai pusat perdagangan, industri, dan pariwisata.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KESESUAIAN PEMANFAATAN KAWASAN TERUMBU KARANG PADA ZONA PEMANFAATAN WISATA TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU OLEH PERSADA AGUSSETIA SITEPU

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI UTARA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

PENDEKATAN SISTEM DALAM PERENCANAAN TATA RUANG WILAYAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT-

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPA SKPD )

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kuningan berada di provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Dari ketiga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

INTEGRASI PENGELOLAAN PESISIR TERPADU DALAM RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH (Sintesis Paska MCRMP dari Pengalaman Kep.Seribu)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan ilmu

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan di Kabupaten Gorontalo Utara meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

X. ANALISIS KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

REVITALISASI KEHUTANAN

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

Transkripsi:

2004 Rosmawaty AN P:osted 21 December 2004 Sekolah Pascasarjana IPB Makalah Pribadi Pengantar Falsafah Sains (PPS702) Program S3 Desember 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penaggung Jawab) Prof. Dr. Ir Zahrial Coto Dr. Ir. Hardjanto, MS I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus Kepulauan Seribu) Oleh : ROSMAWATY AN C261040091/SPL rosmawaty_an@yahoo.com Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang amat penting bagi keberlanjutan sumberdaya yang terdapat di kawasan pesisir dan lautan, dan umumnya tumbuh di daerah tropis, serta mempunyai produktivitas primer yang tinggi (10 kg C/m 2 /tahun). Tingginya produktivitas primer di daerah terumbu karang ini menyebabkan terjadinya pengumpulan hewan-hewan yang beranekaragam seperti; ikan, udang, mollusca, dan lainnya (Sugandhy, 2000 dalam Supriharyono, 2000). Perlindungan terumbu karang pada pengelolaan dan pelestarian Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu masuk ke dalam zona inti III (Abdullah (1998). Dari hasil inventarisasi yang dilakukan ditemukan kelompok karang hard coral dengan berbagai tipe yaitu : branching, tabulate, sub massif, dan lainnya. Jenis ikan karang ditemukan sekitar 26 famili diantaranya famili Chaetodontidae, Pomacentridae dan Labridae. Aktivitas manusia dalam memanfaatkan potensi sumberdaya terumbu karang sering tumpang tindih dan bahkan banyak diantara aktivitas tersebut menyebabkan kerusakan terumbu karang. Pembukaan hutan mangrove sering menyebabkan 1

penggelontoran sedimen yang tinggi ke perairan karang, lalu lintas kapal diatas perairan karang dapat menyebabkan smashing karang, demikian pula aktivitas pariwisata sering menimbulkan dampak terhadap kehidupan karang. Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka dikhawatirkan ekosistem terumbu karang akan musnah.upaya pengelolaan dan pelestarian sumberdaya terumbu karang telah dilakukan oleh pemerintah khususnya di Kepulauan Seribu, namun tidak akan berjalan dengan baik tanpa kesadaran masyarakat. Karenanya peran serta masyarakat dalam mencintai dan melestarikan terumbu karang sangat dibutuhkan.salah satu upaya untuk menjaga dan menyelamatkan terumbu karang dari pemanfaatan yang tidak berkelanjutan adalah pengelolaan yang berbasis masyarakat 1.2. Tujuan Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran umum tentang pengelolaan ekosistem terumbu karang berbasis masyarakat, agar ekosistem terumbu karang dapat dikelola dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. II. KEADAAN UMUM KEPULAUAN SERIBU Secara geografis, letak wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara pada 5 o 10 00 Lintang Selatan 2. Sebelah Selatan pada 5 o 59 00 Lintang Selatan 3. Sebelah Barat pada 106 o 20 00 Bujur Timur. 4. Sebelah Timur pada 106 o 59 00 Bujur Timur Secara administrasi pemerintahan Kecamatan Kepulauan Seribu telah berubah menjadi Kabupaten Kepulauan Seribu. Kabupaten Kepulauan Seribu terletak pada lepas pantai Utara Jakarta dengan posisi memanjang dari Utara ke Selatan yang ditandai dengan pulau-pulau kecil dan gosong-gosong karang. Luas Kepulauan Seribu kurang lebih 6.997,5 km 2 dengan total luas daratannya sekitar 864,59ha. Wilayah Kepulauan Seribu terdiri dari 104 pulau dengan berbagai peruntukan. Dalam RBWK 2005 disebutkan enam peruntukan yang terdiri dari pemukiman (204,16 ha), pariwisata (259,33 ha), perambuan lalu lintas udara/laut (26,13ha), cagar alam(38 ha) dan peruntukan khusus (116,68 ha). 2

Peruntukan ini menunjukkan adanya beragam kepentingan dalam wilayah ini, seperti sektor perumahan, industri, perdagangan, jasa fasilitas umum, transfortasi, air minum, sumber air, drainase, utilitas umum, sanitasi serta ruang terbuka hijau. Dengan kondisi tersebut maka potensi komplit kepentingan dapat muncul kepermukaan yang langsung/tidak langsung akan berdampak pada lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat. Masalah yang dihadapi di Wilayah Kepulauan Seribu saat ini adalah semakin meningkatnya jumlah penduduk, sementara kehidupannya sangat tergantung pada sumberdaya alam. Adanya tekanan pemanfaatan yang dilakukan akan menyebabkan potensi sumberdaya alam semakin menurun. Untuk mengantisipasi hal ini, maka perlu dilakukan diversifikasi lapangan kerja dan pengelolaan sumberdaya alam khususnya terumbu karang dengan metode CBM (Community Based Management). Dengan metode ini diharapkan pengelolaan dan konservasi terumbu karang akan dapat terwujud. III. PENGERTIAN PENGELOLAAN BERBASIS MASYARAKAT (PBM) Carter (1996) memberikan definisi pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat yaitu suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan disuatu daerah berada ditangan organisasi organisasi dalam masyarakat didaerah tersebut, dimana masyarakat sendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan, dan aspirasinya serta masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya. Pomeroy dan Williams (1994) mengatakan bahwa konsep pengelolaan yang mampu menampung kepentingan masyarakat maupun kepentingan pengguna lainnya adalah konsep Cooperative Management atau disingkat Co-Management. Co-management didefinisikan sebagai pembagian tanggung jawab dan wewenang antara pemerintah dengan pengguna sumberdaya alam lokal (masyarakat) dalam pengelolaan sumberdaya alam seperti perikanan, terumbu karang, mangrove dan lain sebagainya. Dalam konsep Co-management, masyarakat lokal merupakan partner penting bersama-sama dengan pemerintah dan stakeholder lainnya dalam pengelolaan sumberdaya alam di suatu kawasan. Jadi dalam Co-management bentuk pengelolaan sumberdaya alam di ekosistem terumbu karang berupa cooperative dari dua pendekatan 3

utama yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah (Goverment Centralized Management) dan pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat (Community Based Management). Pada Goverment Centralized Management, hirarki yang tertinggi hanya memberikan informasi kepada masyarakat, dan selanjutnya dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan pada Community Based Management, hirarki yang tertinggi adalah control yang ketat dari masyarakat dan koordinasi antar area yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pengelolaan terumbu karang dengan menggunakan konsep comanagement diharapkan mampu mencapai tatanan hubungan kerjasama (cooperation), komunikasi, sampai pada hubungan kemitraan. Dalam konsep tersebut, masyarakat lokal merupakan salah satu kunci dari pengelolaan sumberdaya alam, sehingga masyarakat lokal secara langsung menjadi embrio dari penerapan konsep co-management tersebut. Bahkan secara tegas Gawel (1984) dalam White (1994) menyatakan bahwa tidak ada pengelolaan sumberdaya alam yang berhasil tanpa melibatkan masyarakat lokal sebagai pengguna dari sumberdaya alam. Selanjutnya Pomeroy dan Williams (1994) menyatakan bahwa penerapan co-management akan berbeda-beda dan tergantung pada kondisi spesifik dari suatu wilayah, maka co-management hendaknya tidak dipandang sebagai strategi tunggal untuk menyelesaikan seluruh problem sumberdaya ekosistem terumbu karang, tetapi dipandang sebagai alternatif pengelolaan yang sesuai situasi dan lokasi tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengelolaan yang berbasis masyarakat adalah suatu system pengelolaan sumberdaya alam dimana masyarakat lokal terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Pengelolaan disini meliputi berbagai dimensi seperti perencanaan, pelaksanaan, serta pemanfaatan hasilhasilnya. IV. PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BERBASIS MASYARAKAT Pengelolaan ekosistem terumbu karang pada hakekatnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan manusia, agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan. Apabila dilihat permasalahan pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang yang menyangkut 4

berbagai sektor, maka pengelolaan sumberdaya terumbu karang tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri, namun harus dilakukan secara terpadu oleh beberapa instansi terkait. Pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang berbasis masyarakat dalam kajian ini dapat diartikan sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada masyarakat dan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan dua aspek kebijakan yaitu; aspek ekonomi dan aspek ekologi, yang mana dalam pelaksanaannya terjadi pembagian tanggung jawab dan wewenang antara pemerintah disemua level dalam lingkup pemerintahan maupun sektoral dengan pengguna sumberdaya alam (masyarakat). Pemerintah dan masyarakat sama-sama diberdayakan, sehingga tidak ada ketimpangan dimana hanya masyarakat saja yang diharapkan aktif, namun pihak pemerintah juga harus proaktif dalam menunjang program pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang ini. Secara lengkap, uraian tentang setiap langkah dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat disajikan sebagai berikut : 4.1. Komponen input Dalam studi awal secara partisipatif, seyogyanya memasukkan segenap unsur kebijakan dalam hal pengelolaan sumberdaya ditingkat nasional dan lokal, diantaranya kebijakan Negara yang dituangkan dalam GBHN yang dijabarkan lebih lanjut kedalam konsep nasional tentang pengelolaan sumberdaya terumbu karang pada tingkat propinsi dan kebijakan-kebijakan lokal lainnya, serta dalam bentuk strategi nasional dalam perencanaan CRRM (Coral Reef Resources Management). Harapannya adalah bahwa dengan segenap informasi yang berkenaan dengan ekosistem terumbu karang ditingkat lokal sampai ditingkat nasional, maka keluaran dari hasil studi ini mampu memberikan gambaran yang cukup akomodatif secara menyeluruh mengenai situasi dan kondisi pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekosistem terumbu karang yang ada. 4.2. Studi Awal Secara Partisipatif Komponen sumberdaya alam dan sumberdaya manusia merupakan salah satu input penting dalam penerapan konsep pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat. Untuk mencapai tujuan pemahaman yang komprehensif terhadap potensi SDA dan SDM tersebut maka kegiatan studi awal sangat penting untuk dilakukan. Dalam hal ini, masyarakat tidak hanya berperan sebagai objek studi, namun juga berperan sebagai 5

pelaku/subyek dari studi, sehingga hasil dari studi awal tersebut mampu merepleksikan kebutuhan dan keinginan masyarakat lokal, serta dapat memberikan gambaran yang cukup akomodatif secara menyeluruh tentang kondisi dan bentuk pelaksanaan program pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat. 4.3. Peningkatan Kepedulian dan Pengetahuan Masyarakat Kegiatan peningkatan kepedulian dan pengetahuan bagi masyarakat sangat tergantung dari kondisi dan struktur masyarakat yang ada. Beberapa kegiatan awal dapat dilakukan dalam rangka sosialisasi dan mencari bentuk bentuk yang tepat bagi peningkatan kepedulian dan pengetahuan. 4.4. Penguatan Kelembagaan, Kebijakan, dan Peraturan Keberhasilan dari pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat juga tergantung pada penguatan kelembagaan yang dapat dilakukan dengan memperkuat kelembagaan yang sudah ada atau dengan membentuk suatu lembaga baru, memperkuat peraturan dan perundangan yang sudah ada, atau menghapus peraturan perundangundangan yang sudah tidak cocok dan membuat yang baru yang dianggap perlu. Oleh karena itu, perlu adanya kajian yang menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang pengembangan/pengurangan dari kelembagaan dan kebijakan serta peraturan perundangundangan yang ada dalam rangka menunjang kegiatan pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat. 4.5.Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang Berbasis Masyarakat Setelah adanya pembekalan bagi masyarakat dan juga penguatan kelembagaan kebijakan yang mendukung, serta pengalaman dalam kegiatan studi awal, maka diharapkan masyarakat mampu menyusun rencana pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat di daerahnya. Apabila hal ini telah dapat dilakukan, maka dokumen yang dihasilkan dapat disalurkan melalui lembaga terkait untuk mendapat dukungan dan legalitas dari pemerintah dan juga menjadi suatu kesatuan agenda dalam rencana pengelolaan terumbu karang baik pada tingkat pemerintah daerah maupun nasional. 6

Dalam penyusunan rencana pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat diharapkan mampu ; (1) meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya SDA dalam menunjang kehidupan mereka, (2) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan serta dalam setiap tahapan-tahapan pengelolaan secara terpadu, dan (3) meningkatkan pendapatan (income) masyarakat dengan bentuk pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan. 4.6. Masuk Kedalam Penentuan Program Pembangunan Rencana pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat yang telah dibuat, baik yang langsung dibuat oleh komunitas masyarakat maupun hasil penyusunan oleh pemerintah dan telah diterima dalam proses pensosialisasian, kemudian diproses dalam penentuan program pembangunan. Rencana pengelolaan ini sebelumnya harus mendapatkan persetujuan dari LMD, masyarakat, dan kepala desa. 4.7. Implementasi Rencana Tahap implementasi merupakan tahap pokok dari system pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat. Pada tahap ini berbagai komponen SDM seperti motivator, tenaga pendamping lapangan dan komponen terkait sudah dipersiapkan. Lembaga adat atau lembaga sejenis lainnya dapat menjadi system bagi pelaksanaan rencana pengelolaan sumberdaya terumbu karang dilokasi tersebut. Dalam kegiatan implementasi tersebut, kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan adalah (a) integrasi ke dalam masyarakat, (b) pendidikan dan pelatihan masyarakat, (c) memfasilitasi arah kebijakan, dan (d) penegakan hukum dan peraturan. 4.8. Monitoring Tahap monitoring (pengawasan) dilakukan mulai awal proses implementasi rencana pengelolaan. Pada tahap ini, monitoring dilakukan untuk menjawab segenap pertanyaan tentang efektivitas pengelolaan, atau masalah lain yang terjadi yang tidak sesuai dengan harapan yang ada pada rencana pengelolaan. Monitoring ini sebaiknya dilakukan secara terpadu dengan melibatkan masyarakat local dan stakeholder lainnya. 4.9. Evaluasi Evaluasi dilakukan terhadap segenap masukan dan hasil pengamatan yang dilakukan selama proses monitoring berlangsung. Evaluasi dilakukan secara terpadu dengan melibatkan masyarakat dan stakeholder lainnya. Melalui proses evaluasi, maka 7

dapat diketahui kelemahan dan kelebihan dari system pengelolaan guna perbaikan system dimasa depan. V. PENUTUP Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan dalam upaya pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang yang sangat efektif diterapkan diwilayah Kepulauan Seribu. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa keterlibatan masyarakat ini harus ditunjang dengan kemampuan sumberdaya manusianya. Disamping itu, dukungan sarana dan prasarana juga sangat menentukan, terutama kaitannya dengan intensif bagi pengelolaan atau masyarakat yang terlibat. Tentunya keberhasilan yang akan dicapai dalam pendekatan berbasis masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang ini, tidak terlepas dari dukungan oleh semua pihak yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya terumbu karang tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Apabila semuanya berjalan dengan baik dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang, maka sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1998. Penyusunan Konsep Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan yang Berakar pada Masyarakat. Kerjasama Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.. 2000. Konsep Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Terumbu Karang Indonesia. Kerjasama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor Carter, J.A. 1996. Introductory Couse on Integrated Coastal Zone Management (Tarining Manual). Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sumatra Utara, Medan, dan Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia, Jakarta; Dalhousle University, Enviromental Studies Centre Development in Indonesia Project. Pomeroy, R.S., and M.J.Williams. 1994. Fisheries Co-Management and Smale-Scale Fisheries : A Policy Brief. ICLARM, Manila 15 p. Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang, Djambatan, Jakarta. 8

Zamani,N.P. dan Darmawan. 2000. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor dan Proyek Pesisir-Coastal Resources Management Project, Coastal Resources Centre- University of Rhode Island. 9