BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan tahun adalah awal dari krisis moneter kawasan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya pemulihan pasca krisis moneter , telah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

I. PENDAHULUAN. berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter (monetary policy) merupakan komponen kunci kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis mata uang di Amerika Latin, Asia Tenggara dan di banyak negara

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

... Bank Indonesia: Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga (Inflation Targeting Framework)

BAB I PENDAHULUAN. tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam

SISTEM MONETER INTERNASIONAL. Oleh : Dr. Chairul Anam, SE

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter merupakan bagian dari kebijakan ekonomi yang dirumuskan

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) demi

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil yang diperoleh dari estimasi VECM pada periode penerapan base

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

10 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai Undang-undang (UU) No. 3 tahun 2004 Pasal 7, tugas Bank

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I. PENDAHULUAN. Salah satu dari kebijakan ekonomi terpenting dari sebuah pemerintahan di

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1958, hubungan antara inflasi dan pengangguran yang dikenal sebagai kedua

BAB I PENDAHULUAN. sektor utama dalam perekonomian Negara tersebut. Peran kurs terletak pada nilai mata

1. PENDAHULUAN. makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yaitu nilai tukar (exchange rate) atau yang biasa dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan oleh adanya currency turmoil, yang melanda Thailand dan menyebar

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Nominal perbandingan antara mata uang asing dengan mata uang dalam

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

BAB I PENDAHULUAN. negara lain, khususnya anggota ASEAN 5, yaitu Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter adalah merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Atas Dollar Amerika Serikat Periode 2004Q.!-2013Q.3

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir

PENDAHULUAN. Dilihat dari sejarah berdirinya Bank Indonesia pada tahun 1960-an dimana

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut, atau pada saat yang sama, investasi portofolio di bursa

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita. sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa uang merupakan darahnya

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

PENGARUH KURS DOLLAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM DI BEI. (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Go Public Di BEI) Disusun Oleh :

Dampak Inflasi Terhadap Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (Apbd) Pada Pemerintah Kota Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. lebih terbuka (openness). Perekonomian terbuka dalam arti dimana terdapat

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

Indeks Nilai Tukar Rupiah 2000 = 100 BAB 1 PENDAHULUAN

Berbagai Hambatan dalam Penerapan Kebijakan Moneter Inflation Targeting

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia lainnya. Pasar modal memiliki peran besar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS MATA UANG SUATU NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

ANALISIS PERMINTAAN UANG GIRAL DI INDONESIA DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi dapat di artikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

SEJARAH BANK INDONESIA : KELEMBAGAAN Periode

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian ini menyajikan faktor faktor ekonomi yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan modal adalah melalui pasar modal, dalam hal ini pasar

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak

I. PENDAHULUAN. Kebijaksanan moneter mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam

BABI PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis ekonomi tabun 1997, perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia selaku otoritas kebijakan moneter telah berupaya melakukan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB I PENDAHULUAN. independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dimulai ketika sebuah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis moneter yang melanda kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur pada pertengahan tahun 1997-1998 adalah awal dari krisis moneter kawasan yang kemudian merambah menjadi krisis ekonomi dan krisis sosial politik yang lebih parah di Indonesia. Sejak pertengahan Juli tahun 1997, Rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar. Tekanan tersebut, diakibatkan oleh adanya currency turmoil yang melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Untuk mengatasi tekanan tersebut, Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter di Indonesia melakukan intervensi baik melalui spot exchange rate maupun forward exchange rate. Namun, tekanan terhadap Rupiah terus meningkat. Oleh karena itu, dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, BI memutuskan untuk menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan mengikuti mekanisme pasar (sistem nilai tukar mengambang bebas). Namun, hal tersebut telah mengakibatkan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar menjadi terdepresiasi hingga mencapai Rp14.900 (lihat Gambar 1.1). Dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah, secara otomatis tingkat inflasi meningkat dari 10,26% pada tahun 1997 menjadi 77,54% pada tahun 1998. Tingginya tingkat inflasi di suatu negara dapat menghambat pertumbuhan 1

ekonomi ke arah yang lebih baik. Hal itu terbukti dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terkontraksi dari 4,7% pada tahun 1997 menjadi -13,13% pada tahun 1998 (lihat Gambar 1.2). Kondisi ini telah memberikan guncangan terhadap perekonomian Indonesia, tidak terkecuali sektor moneter. Gambar 1.1. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar, 1990:1-2005:2 Sumber: IMF (2013) Gambar 1.2. Pergerakan Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 1990-2005 Sumber: IMF (2013) 2

Dalam upaya pemulihan pasca krisis moneter 1997-1998, telah dilakukan restrukturisasi sistem moneter di Indonesia. Salah satu bentuk nyata dalam restrukturisasi sistem moneter yaitu dengan munculnya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, sebagai pengganti dari Undang-Undang No. 13 tahun 1968. Di dalam undang-undang BI yang lama, status dan kedudukan BI lebih menekankan pada posisi bank sentral sebagai pembantu presiden dalam melaksanakan kebijakan moneter, sehingga BI tidak memiliki otonomi dalam melaksanakan tugas pokoknya. Disamping itu, kedudukan tersebut membuka peluang adanya intervensi dari pihak luar sehingga dapat menyebabkan kebijakan yang diambil oleh BI menjadi kurang efektif. Sedangkan, dalam undang-undang BI yang baru dan kemudian direvisi dengan Undang-undang No.3 tahun 2004, status dan kedudukan BI dalam struktur kelembagaan kenegaraan Indonesia ditempatkan secara khusus. Dalam pasal 4 ayat 2 dirumuskan bahwa BI adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain. Selanjutnya, dalam pasal 9 dinyatakan bahwa pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI, dan demikian pula, BI wajib menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya. Dengan adanya independensi dalam melakukan kebijakan, peluang tercapainya tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah akan lebih maksimal. Berlakunya undang-undang tersebut, menandakan bahwa BI mulai mengubah kerangka kebijakan moneternya. Sasaran akhir kebijakan moneter BI 3

mulai diarahkan untuk menjaga inflasi, dengan suku bunga sebagai sasaran operasional. Namun, faktanya menunjukkan bahwa tingkat inflasi Indonesia cenderung belum membaik, bahkan pada tahun 2001 tingkat inflasi Indonesia mencapai 12,55% (IMF, 2012). Berdasarkan hal tersebut pada bulan Juli tahun 2005 BI selaku otoritas moneter di Indonesia secara penuh mengadopsi Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai kerangka kerja kebijakan moneter yang digunakannya. ITF merupakan kerangka kebijakan moneter dengan mengumumkan pada publik mengenai seberapa besar target inflasi yang ingin dicapai. Penerapan ITF di Indonesia adalah upaya yang dilakukan oleh BI untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai tukar rupiah adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Dalam ITF ada empat prinsip atau elemen dasar, yaitu: (1) Penggunaan suku bunga BI Rate sebagai reference rate dalam pengendalian moneter dan pengganti sasaran operasional uang primer; (2) Penguatan proses perumusan kebijakan moneter dengan strategi antisipatif (forward looking strategy) dalam mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi ke depan; (3) Strategi komunikasi yang lebih transparan untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter kepada pasar dan upaya pembentukan ekspektasi inflasi; (4) Penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah untuk meminimalkan tekanan inflasi dari kenaikan administered prices dan volatile foods maupun untuk sinergi kebijakan ekonomi secara keseluruhan. 4

ITF telah menjadi suatu kerangka kerja dalam kebijakan moneter yang banyak digunakan oleh bank sentral negara maju untuk menekan inflasi. Di pelopori oleh Slandia Baru di awal tahun 1990, beberapa negara lain seperti Inggris, Kanada, Australia, Swedia, Finlandia, dan Spanyol mengikuti langkah negara ini untuk menerapkan ITF (Bernanke & Mishkin, 1997; Dotsey, 2006). Selain itu, beberapa negara berkembang juga turut mengadopsi ITF dengan maksud untuk memperbaiki atau memperkuat fundamental ekonomi makro negaranya. Dari beberapa studi yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa penerapan ITF di negara berkembang yang telah mengadopsinya, tingkat inflasi secara signifikan memperlihatkan level yang lebih rendah, serupa dengan negara maju yang telah terlebih dahulu menerapkan ITF (Fraga, et al., 2003). Hal tersebut didukung juga oleh hasil temuan Lin & Ye (2009) yang melakukan penelitian di 13 negara berkembang (Brazil, Chili, Kolombia, Republik Ceko, Hungaria, Israel, Korea Selatan, Mexico, Peru, Filipina, Polandia, Afrika Selatan dan Thailand). Secara umum, penerapan ITF di negara berkembang memiliki dampak yang besar dan signifikan pada penurunan inflasi dan variabilitas inflasi. Namun, efektivitas penerapan ITF pada penurunan tingkat inflasi cukup heterogen di 13 negara berkembang tersebut. Selanjutnya, menurut Muhanna (2006) implementasi penerapan ITF di negara berkembang, pada tahun-tahun awal menghadapi tantangan yang cukup serius. Sebuah kerangka kerja penargetan inflasi hanya dapat berhasil jika publik yakin bahwa bank sentral serius menargetkan inflasi. Hal ini berarti bahwa bank 5

sentral tidak dapat begitu saja mengubah penargetan inflasi tanpa adanya kepercayaan dan dukungan dari publik. Kesalahpahaman publik yang harus diubah ketika bank sentral menerapkan ITF, ada anggapan bahwa bank sentral tidak peduli terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Hal ini penting sekali untuk diperhatikan oleh bank sentral, agar publik dapat yakin bahwa bank sentral tetap memperhatikan isu-isu penting lainnya dalam perekonomian. 1.2. Rumusan Masalah ITF merupakan sebuah kerangka kerja yang digunakan dalam kebijakan moneter di Indonesia. Sejak di terapkan pada bulan Juli tahun 2005, rezim baru dalam dunia moneter di Indonesia ini masih mengalami berbagai tantangan. Seperti, tingkat inflasi aktual yang masih sering melenceng dari target. Selain itu, banyak debat di antara para ekonom di berbagai negara yang meragukan efektivitas dari ITF. Namun, banyak juga yang mendukung ITF sebagai kerangka kerja yang digunakan dalam kebijakan moneter di negaranya. Oleh karena itu, penelitian ini akan mencoba menjelaskan lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi pada rezim ITF serta efektivitas penerapan ITF di Indonesia dan mengevaluasi hasil penerapan ITF yang kurang lebih telah berjalan selama 7 tahun dari 2005-2012. Selanjutnya, penelitian ini juga mencoba untuk membandingkan kesuksesan antara Indonesia dengan beberapa negara berkembang lainnya yang telah menerapkan ITF dalam kerangka kerja kebijakan moneter di negaranya. 6

1.3. Pertanyaan Penelitian Setelah mengetahui latar belakang masalah yang terjadi di Indonesia tentang pengaruh inflasi pada perekonomian, penulis mencoba untuk merumuskan pertanyaan penelitian yaitu: 1. Bagaimana rata-rata tingkat inflasi di Indonesia pasca penerapan ITF? 2. Bagaimana pengaruh guncangan (shock) pada pergerakan nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga BI rate, pertumbuhan jumlah uang beredar, dan pertumbuhan ekonomi terhadap inflasi di indonesia pada rezim ITF? 3. Faktor apakah yang paling besar pengaruhnya terhadap inflasi pada rezim ITF di Indonesia? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis rata-rata tingkat inflasi di Indonesia pasca penerapan ITF. 2. Menganalisis pengaruh guncangan (shock) pada pergerakan nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga BI rate, pertumbuhan jumlah uang beredar dan pertumbuhan ekonomi terhadap inflasi di Indonesia pada rezim ITF. 3. Menganalisis faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap inflasi pada rezim ITF di Indonesia. 7

1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan, antara lain: 1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis perubahan inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga BI rate, pertumbuhan jumlah uang beredar dan pertumbuhan ekonomi. 2. Menjadi literatur untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang bertemakan sama tentang inflasi pada rezim ITF. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi pemerintah dan BI dalam menetapkan suatu kebijakan. 1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penyusunan skripsi ini terdiri dari empat bab. Bab 1 berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 menguraikan beberapa penelitian-penelitian terdahulu mengenai ITF yang memperkuat penelitian ini, beserta dengan metode analisis yang digunakan. Bab 3 merupakan pembahasan dari data dan hasil temuan berdasarkan metode yang digunakan. Bab 4 merupakan bagian penutup yang mencakup kesimpulan dan saran. 8