KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN MENTERI

dokumen-dokumen yang mirip
KRITERIA DAN STANDAR IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 33 TAHUN 2002 T E N T A N G

Menimbang : Mengingat :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI IRIAN JAYA NOMOR 121 TAHUN 2001 T E N T A N G

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 33/Kpts-II/2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 732/Kpts-II/1998 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBAHARUAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 106 /KPTS-II/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 335/KPTS-II/1997 TENTANG RENCANA KARYA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (RKPHTI) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT II SINTANG

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 146/KPTS-II/2000 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA OPERASI (KSO) PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

MENTERI KEHUTANAN, MENTERI PERTANIAN DAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 08.1/Kpts-II/2000 TENTANG KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HASIL HUTAN DALAM HUTAN PRODUKSI SECARA LESTARI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Izin Usaha. Kawasan Hutan Silvo Pastura. Hutan Produksi

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.428/MENHUT-II/2004 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PP 6/1999, PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

Form. Surat Keputusan Pembaharuan IUI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 859/Kpts-VI/1999 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.26/Menhut-II/2012

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 55/Menhut-II/2006

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 728/Kpts-II/1998

BUPATI INDRAGIRI HILIR

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.393/MENHUT-II/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1999 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN PADA HUTAN PRODUKSI

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.398/MENHUT-II/2005 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 11 TAHUN 2010

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 731/KPTS-II/1998 TENTANG TATA CARA PELELANGAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.94/MENHUT-II/2005 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 348/Kpts/TP.240/6/2003 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA HORTIKULTURA MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 357/Kpts/HK.350/5/2002 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN MENTERI PERTANIAN,

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 10.1/Kpts-II/2000 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (3) angka 4 huruf i tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, Menteri Kehutanan berwenang menetapkan kriteria dan standar periijinan usaha pemanfataan kawasan hutan, dan pemanfaatan dan pemungutan hasil; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dipandang perlu untuk menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pedoman Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Tanaman. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 2. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom; 5. Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 6. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000 tentangh Pembentukan Kabinet Periode Tahun 1999-2004 jo. Keputusan Presiden Nomor 289/M Tahun 2000; 7. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 485/Kpts-II/1989 tanggal 18 September 1989 tentang Sistim Silvikultur Pengelolaan Hutan Alam Produksi di Indonesia; 8. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 309/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999 tentang Sistim Silvikultur dan Daur Tanaman Pokok Dalam Pengelolaan Hutan Produksi.

Menetapkan M E M U T U S K A N : : KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman, yang selanjutnya disebut Usaha Hutan Tanaman adalah suatu kegiatan usaha di dalam kawasan hutan produksi untuk menghasilkan produk utama berupa kayu, yang kegiatannya terdiri dari penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan hasil, pengolahan dan pemasaran hasil hutan tanaman. 2. Kawasan Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 3. Masyarakat setempat adalah kelompok-kelompok masyarakat warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam atau di sekitar hutan dan yang memiliki ciri sebagai suatu komunitas yang didasarkan pada kekerabatan, kesamaan mata pencaharian yang terkait dengan hutan (profesi), kesejarahan, kedekatan tempat tinggal bersama serta faktor ikatan komunitas lainnya. 4. Perorangan adalah orang perorang anggota masyarakat setempat yang cakap bertindak menurut hukum dan Warga Negara Indonesia 5. Areal kosong adalah areal yang tidak bervegetasi hutan dalam kawasan hutan produksi berupa lahan kosong/tidak bervegetasi, padang alang-alang dan semak belukar, yang diakibatkan oleh berbagai gangguan hutan. 6. Koperasi Masyarakat Setempat adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dari masyarakat setempat yang melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan. 7. B U M N adalah Badan Usaha Milik Negara yang memperoleh ijin usaha di bidang Kehutanan. 8. B U M D adalah Badan Usaha Milik Daerah yang memperoleh ijin usaha di bidang Kehutanan. 9. B U M S adalah perusahaan swasta nasional yng berbentuk perseroan terbatas yang memperoleh ijin usaha di bidang Kehutanan. 10. Badan Usaha Asing adalah perusahaan asing yang berbentuk perseroan terbatas yang berbadan hukum Indonesia dan memperoleh ijin usaha di bidang Kehutanan. 11. Tanaman Pokok adalah tanaman yang lazim ditanam, dalam Usaha Hutan Tanaman dalam rangka menghasilkan serat dan atau kayu yaitu Sengon, Pinus, Eucalyphtus, Acacia, Mahoni, Gmelina, Jabon, Sungkai, Meranti dll. BAB II T U J U A N Pasal 2 (1) Usaha Hutan Tanaman bertujuan untuk menghasilkan produk utama berupa hasil hutan kayu guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan bahan baku industri perkayuan, meningkatkan kualitas lingkungan melalui kegiatan reboisasi untuk memperluas kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat khususnya masyarakat di sekitar dan atau di dalam kawasan hutan.

(2) Guna mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka usaha hutan tanaman diselenggarakan tidak pada kawasan hutan alam yang masih memungkinkan terjadinya suksesi alami, memberikan manfaat langsung bagi masyarakat setempat, serta harus mempertimbangkan pasar yang akan menyerap hasil kayunya. BAB III KRITERIA AREAL Pasal 3 (1) Areal hutan yang dapat dimohon untuk Usaha Hutan Tanaman adalah areal kosong di dalam kawasan hutan produksi dan/atau areal hutan yang akan dialih fungsikan menjadi kawasan Hutan Produksi serta tidak dibebani hak-hak lain. (2) Dalam hal alih fungsi kawasan hutan menjadi kawasan hutan produksi, maka prosedurnya harus berkoordinasi dengan DPRD dan disetujui Menteri atas rekomendasi Gubernur. (3) Keadaan topografi dengan kelerengan maksimal 25 %, dan topografi pada kelerengan 8 % sampai dengan 25 % harus diikuti dengan upaya konsevasi tanah. (4) Penutupan vegetasi berupa non hutan ( semak belukar, padang alang-alang, dan tanah kosong) atau areal bekas tebangan yang kondisinya rusak dengan potensi kayu bulat berdiameter 10 Cm untuk semua jenis kayu dengan kubikasi tidak lebih dari 5 m3 per hektar (5) Terdapat masyarakat disekitar hutan sebagai sumber tenaga kerja. (6) Pada prinsipnya tidak dibenarkan melakukan penebangan hutan alam di dalam Usaha Hutan Tanaman, kecuali untuk kepentingan pembangunan sarana dan prasarana yang tidak dapat dihindari dengan luas maksimum 1 % dari seluruh luas Usaha Hutan Tanaman melalui peraturan yang berlaku. (7) Bagian-bagian yang masih bervegetasi hutan alam di dalam areal usaha hutan tanaman, dienclave sebagai blok konservasi untuk diadakan pengamanan oleh pemegang izin usaha hutan tanaman yang bersangkutan dari berbagai gangguan sehingga dapat berkembang menjadi hutan alam yang baik. BAB IV STANDAR LUAS AREAL DAN PERMOHONAN Pasal 4 (1) Standar Luas Areal Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman untuk : a. Perorangan, dengan luas areal sampai dengan 1.000 ( seribu) hektar dalam satu wilayah Kabupaten. b. Koperasi masyarakat setempat, dengan luas areal sampai dengan 5.000 (lima ribu) hektar dalam satu wilayah Kabupaten. c. Badan Usaha Milik Negara dengan luas di atas 5.000 (lima ribu ) hektar s/d 50.000 (lima puluh ribu) hektar. d. Badan Usaha Milik Daerah dengan luas di atas atas 5.000 (lima ribu ) hektar s/d 50.000 (lima puluh ribu) hektar. e. Badan Usaha Milik Swasta/Asing dengan luas di atas atas 5.000 (lima ribu) hektar s/d 50.000 (lima puluh ribu) hektar. Pasal 5

(2) Bagi pemohon perorangan dan koperasi diwajibkan mengajukan permohonan yang dilengkapi dengan Project Proposal serta Surat Pernyataan atau Keterangan Lahan Kosong dari instansi yang berwenang di daerah. (3) Bagi pemohon BUMN, BUMD, BUMS/Asing diwajibkan mengajukan permohonan dilengkapi dengan : a. Peta Citra Satelit TM Band 542 proses digital beserta peta penafsirannya yang berumur tidak lebih dari 2 (dua) tahun dari areal yang dimohon dengan skala 1:100.000. b. Rekomendasi Bupati / Pejabat yang berwenang yang memuat/dilampiri peta lokasi areal yang dimohon skala 1:100.000. c. Usulan Proyek (Project Proposal). d. Akte pendirian koperasi dan perusahaan serta perubahan-perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang. e. Laporan keuangan perusahaan/koperasi selama 3 (tiga) tahun terakhir, kecuali yang baru dibentuk. f. Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP). Pasal 6 (1) Permohonan Usaha Hutan Tanaman yang arealnya secara utuh berada di dalam wilayah satu kabupaten, diajukan oleh BUMN, BUMD dan BUMS serta perorangan dan koperasi kepada Bupati setempat dengan tembusan kepada Menteri Kehutanan dan Perkebunan serta Gubernur setempat. (2) Apabila permohonan BUMN, BUMD, dan BUMS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, maka Bupati setempat menerbitkan surat persetujuan prinsip sekaligus memerintahkan kepada pemohon untuk melakukan Feasibility Studi dan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)/UKL/UPL paling lambat 6 (enam) bulan setelah diterimanya surat persetujuan prinsip tersebut. (3) Apabila permohonan perorangan dan Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, maka Bupati setempat menerbitkan surat persetujuan prinsip sekaligus memerintahkan kepada pemohon untuk menyusun UKL/UPL paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya surat persetujuan prinsip tersebut. (4) Bupati menerbitkan izin usaha hutan tanaman setelah mempertimbangkan hasil Feasibility Study, Amdal/UKL/UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3), serta rekomendasi teknis dari instansi kehutanan tingkat kabupaten yang bersangkutan. (5) Permohonan Usaha Hutan Tanaman yang arealnya mencakup dua wilayah kabupaten, diajukan oleh pemohon kepada Gubernur setempat dengan tembusan kepada Menteri Kehutanan serta masing-masing Bupati yang bersangkutan. (6) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, maka Gubernur setempat menerbitkan surat persetujuan prinsip sekaligus memerintahkan kepada pemohon untuk melakukan Feasibility Study dan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)/UKL/UPL paling lambat 6 bulan setelah diterimanya surat persetujuan prinsip tersebut. (7) Gubernur menerbitkan izin Usaha Hutan Tanaman setelah mempertimbang-kan hasil Feasibillity Studi, Amdal/UKL/UPL dan pendapat bupati serta rekomendasi teknis dari instansi kehutanan tingkat propinsi yang bersangkutan. (8) Permohonan Usaha Hutan Tanaman yang arealnya mencakup dua wilayah Propinsi, diajukan oleh pemohon kepada Menteri dengan tembusan kepada masing-masing gubernur yang bersangkutan.

(9) Apabila permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disetujui, maka Menteri Kehutanan menerbitkan surat persetujuan prinsip sekaligus memerintahkan kepada pemohon untuk melakukan Feasibility Study dan Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)/UKL/UPL paling lambat 6 bulan setelah diterimanya surat persetujuan prinsip tersebut. (10) Menteri menerbitkan izin Usaha Hutan Tanaman setelah mempertimbangkan hasil Faesibility Study, Amdal/UKL/UPL dan pendapat Gubernur serta rekomendasi teknis dari instansi terkait sesuai keperluan. Pasal 7 (1) Izin Usaha Hutan Tanaman diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah 1 (satu) daur tanaman pokok. (2) Apabila Izin Usaha Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakhir, maka (ijin) usaha dapat diperbaharui atau diberikan kepada badan hukum lain. BAB V TEKNIK PELAKSANAAN Pasal 8 (1) Pengusahaan hutan tananam dilaksanakan melalui sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB), atau sistem silvikultur lainnya yang telah diuji melalui penelitian. (2) Jenis tanaman yang dibudi dayakan dalam Usaha Hutan Tanaman dapat terdiri dari satu jenis tanaman hutan (pola monokultur) atau berbagai jenis termasuk dicampur dengan jenis tanaman perkebunan. (3) Jenis tanaman perkebunan yang di budidayakan di dalam areal usaha hutan tanaman, maksimum seluas 20% dari seluruh luas areal usaha hutan tanaman sesuai izinnya. (4) Budidaya tanaman pangan/semusim di antara larikan tanaman pokok dalam areal usaha hutan tanaman dapat dilaksanakan dalam rangka pemanfaatan ruang tumbuh serta mendukung ketahanan pangan daerah setempat, sepanjang tidak mengganggu pertumbuhan tanaman pokoknya. (5) Pelaksanaan persiapan lahan untuk usaha hutan tanaman dilakukan dengan sistem manual dan atau mekanis, sesuai dengan kondisi lapangan serta volume kegiatan yang akan dilaksanakan, dengan tetap mempertimbangkan aspek lingkungan, teknis dan ekonomis, serta tidak diperkenankan dilakukan dengan teknik pembakaran. (6) Badan hukum pemegang izin usaha hutan tanaman, dalam pelaksanaan usahanya perlu bekerja sama dengan koperasi/masyarakat setempat dalam bentuk borongan atas paket-paket kegiatan usaha hutan tanaman sesuai dengan kemampuan dan prinsip-prinsip usaha yang saling menguntungkan. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 9 (1) Pemegang Izin Usaha Hutan Tanaman mempunyai hak sebagai berikut: a. Melaksanakan berbagai kegiatan dalam areal usaha hutan tanaman yang berkaitan dengan ijin usaha. b. Melakukan pemanenan, pengolahan dan atau pemasaran atas tanaman yang dibudidayakan.

c. Menganggunkan hasil hutan tanaman sebagai asset Usaha Hutan Tanaman untuk pengajuan kredit. d. Memperoleh pelayanan yang baik dari Pemerintah. (2) Pemegang Izin Usaha Hutan Tanaman wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut: a. Membayar berbagai kewajiban finansial kepada Negara. b. Membuat Rencana Jangka Panjang Usaha Hutan Tanaman selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan sejak diterbitkannya ijin usaha hutan tanaman. c. Membuat Rencana Tahunan Usaha Hutan Tanaman. d. Melaksanakan kegiatan nyata di lapangan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah diterbitkannya ijin usaha. Bagi BUMN, BUMD dan BUMS/Asing paling lama 6 (enam) bulan setelah ijin usaha terbit. e. Melaksanakan penataan batas areal kerja dan penataan hutan dengan kompartemenisasi. f. Melaksanakan usaha hutan tanaman berdasarkan Rencana Usaha Hutan Tanaman serta mentaati segala ketentuan di bidang kehutanan yang berlaku. g. Melaksanakan penanaman seluruh kerjanya selambat-lambatnya dalam jangka waktu sesuai dengan daur tanamannya terhitung sejak terbitnya ijin usaha hutan tanaman. h. Melaksanakan penanaman kembali sesuai dengan luas tebangan. i. Mentaati segala ketentuan yang berlaku di bidang kehutanan dan perkebunan sesuai peraturan yang berlaku. j. Mempekerjakan secukupnya tenaga profesional di bidang kehutanan dan perkebunan dan tenaga lain yang memenuhi persyaratan sesuai dengan kebutuhan usaha. k. Menatausahakan kegiatan usaha hutan tanaman dengan baik sesuai dengan ketentuan standar akutansi keuangan yang berlaku. l. Mengadakan kemitraan dengan masyarakat setempat terutama bagi BUMN, BUMD dan BUMS/Asing dalam pelaksanaan kegiatan usaha hutan tanaman. BAB VII S A N K S I Pasal 10 Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman yang melanggar ketentuan dapat dikenakan sanksi sebagai berikut : a. Pencabutan ijin usaha hutan tanaman. b. Pengurangan areal kerja usaha hutan tanaman. c. Denda administrasi. d. Penghentian pelayanan administrasi. Pasal 11 Kriteria pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi tersebut pada Pasal 10 diatas ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII

HAPUSNYA IZIN Pasal 12 (1) Izin Usaha Hutan Tanaman hapus karena : a. Jangka waktu yang diberikan telah berakhir. b. Dicabut oleh Pemerintah sebagai sanksi yang dikenakan kepada pemegang izin. c. Diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada Pemerintah sebelum jangka waktu yang diberikan berakhir. (2) Hapusnya Izin sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan kewajiban pemegang izin untuk : a. melunasi seluruh kewajiban finansial serta memenuhi kewajiban-kewajiban lain yang ditetapkan oleh Pemerintah. b. Menyerahkan tanpa syarat atas benda bergerak yang menjadi milik perusahaan apabila perusahaan belum memenuhi kewajiban kepada Pemerintah. c. Melaksanakan semua ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam rangka berakhirnya izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (3) Pada saat hapusnya izin sebagaimana dimaksud ayat (1) maka : a. Sarana dan prasarana serta tanaman yang telah dibangun dalam areal kerjanya menjadi milik negara. b. Dana jaminan kinerja digunakan untuk merehabilitasi bekas areal kerjanya. (4) Pemerintah dibebaskan dari tanggung jawab yang menjadi beban badan Usaha atau perorangan dengan hapusnya izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB IX KETENTUAN LAIN Pasal 13 Pedoman tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman: a. menjadi pedoman Gubernur dan Bupati/Walikota dalam menetapkan Peraturan Daerah. b. merupakan pedoman yang wajib dilaksanakan oleh pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman dalam melaksanakan pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman. Pasal 14 Pelanggaran atas Pedoman tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman sebagaimana tercantum dalam diktum di atas, dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15 (1) Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman yang diterbitkan sebelum ditetapkannya keputusan ini tetap berlaku sampai berakhir masa berlakunya.

(2) Permohonan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman yang sudah mendapatkan persetujuan pencadangan dan atau permohonan yang diajukan sampai dengan tanggal 31 Desember 2000, proses penyelesaian perizinannya dilaksanakan oleh Departemen Kehutanan. (3) Permohonan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman yang diajukan setelah tanggal 31 Desember 2000, proses penyelesaian perizinannya berpedoman pada ketentuan Keputusan ini. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka ketentuan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman yang terbit sebelum Keputusan ini ditetapkan, dan bertentangan dengan Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 17 Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : J A K A R T A. Pada tanggal : 6 Nopember 2000 MENTERI KEHUTANAN, Dr. Ir. NUR MAHMUDI ISMA IL, MSc Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Sdr. Menteri Negara Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Sdr. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah; 3. Sdr. Menteri Negara Pemukiman dan Prasarana Wilayah; 4. Sdr. Menteri Negara Lingkungan Hidup; 5. Sdr. Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan; 6. Sdr. Gubernur Propinsi di seluruh Indonesia; 7. Sdr. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi di seluruh Indonesia. 8. Sdr. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia; 9. Sdr. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi di seluruh Indonesia; 10. Sdr. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia; 11. Sdr. Kepala Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah di seluruh Indonesia. 12. Sdr. Kepala Balai eksploitasi Hutan dan Pengujian Hasil Hutan di seluruh Indonesia. 13. Sdr. Kepala Loka Eksploitasi dan Pengujian Hasil Hutan di seluruh Indonesia.