PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Izin Usaha. Kawasan Hutan Silvo Pastura. Hutan Produksi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

this file is downloaded from

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2010

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 33/Kpts-II/2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6885/Kpts-II/2002 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU

~ 2 ~ C:\Documents and Settings\BAHAN WEB\Per-UU\NSPK hilang Agustus1.rtf

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR SK. 44/MENHUT-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.26/Menhut-II/2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.4/Menhut-II/2008 TENTANG PENYELESAIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI SEMENTARA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 63/Menhut-II/2008

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA OPERASI (KSO) PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 2/Menhut-II/2008 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.428/MENHUT-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.14/Menlhk-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 23/Menhut-II/2007

2017, No Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri pada Hutan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.293 / MENHUT-II / 2007 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.94/MENHUT-II/2005 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK. 55/Menhut-II/2006

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.398/MENHUT-II/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.9/Menlhk-II/2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN, PERLUASAN AREAL KERJA DAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 35/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PENERBITAN REKOMENDASI EKSPOR PRODUK KAYU ULIN OLAHAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.393/MENHUT-II/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG

this file is downloaded from

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 23/Menhut-II/2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.100, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan. Prosedur. Hutam Produksi.

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 300/Kpts-II/2003 TENTANG PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2009 TENTANG PENDAFTARAN ULANG IZIN USAHA INDUSTRI PRIMER HASIL HUTAN KAYU

2017, No kelestarian keanekaragaman hayati, pengaturan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen tetap terjaga; c. bahwa revisi

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.141, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Penilaian. Kinerja. Verifikasi. Legalitas. Pemegang Izin. Pedoman.

Form. Surat Keputusan Pembaharuan IUI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 732/Kpts-II/1998 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBAHARUAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2006 TENTANG INVENTARISASI HUTAN PRODUKSI TINGKAT UNIT PENGELOLAAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan.

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI IRIAN JAYA NOMOR 121 TAHUN 2001 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.186/MENHUT-II/2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.80/Menhut-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.192/MENHUT-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN. NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 244/KPTS-II/2000 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.28/Menhut-II/2014 TENTANG

Lampiran I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.24/Menhut-II/2009 TANGGAL : 1 April 2009

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 38/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD DAN PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.29/Menhut-II/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 53/Menhut-II/2008 TENTANG OPTIMALISASI PERUNTUKAN AREAL HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI (HPK)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 21 TAHUN 2005 TENTANG PENANAMAN MODAL ASING DI BIDANG USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 62/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 82/KPTS-II/2001 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN DAN PERLUASAN AREAL KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI DALAM HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 68 dan Pasal 70 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Pemberian Izin dan Perluasan Areal Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Nomor 19 Tahun 2004; 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan; 7. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu jo. Nomor 171/M Tahun 2005; 8. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali disempurnakan terakhir dengan Nomor 66 Tahun 2006; 9. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementrian Negara Republik Inonesia, sebagaimana telah beberapa kali disempurnakan terakhir dengan Nomor 91 Tahun 2006; 10. Keputusan...

~ 2 ~ 10. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 177/Kpts-II/2003 tentang Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan secara Lestari pada Unit Manajemen Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman; 11. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.101/Menhut-II/2005 sebagaimana telah beberapa kali disempurnakan terakhir dengan Nomor P.43/Menhut-II/2005 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman Untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas; 12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2005 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan, sebagaimana telah beberapa kali disempurnakan terakhir dengan Nomor P.71/Menhut-II/2006. M E M U T U S K A N Menetepkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN DAN PERLUASAN AREAL KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI DALAM HUTAN TANAMAN PADA HUTAN PRODUKSI BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 2. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. 3. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI yang sebelumnya disebut Hak Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) atau Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) adalah izin usaha untuk membangun hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri. 4. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. 5. Areal...

~ 3 ~ 5. Areal tambahan (perluasan) areal kerja adalah pemberian areal tambahan (perluasan) areal kerja yang dimohon pemegang IUPHHK-HTI. 6. Menteri adalah menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. 7. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang bina produksi kehutanan. 8. Kepala Dinas Provinsi adalah Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. 9. Kepala Dinas Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan di wilayah Kabupaten/Kota. Pasal 2 Peraturan ini dimaksudkan untuk mengatur tata cara pemberian izin baru, dan pemberian izin perluasan IUPHHK-HTI. BAB II PERSYARATAN AREAL DAN PERMOHONAN Bagian Kesatu Persyaratan Areal Pasal 3 (1) Areal untuk pembangunan hutan tanaman adalah Hutan Produksi yang tidak produktif dan tidak dibebani hak/izin lainnya. (2) Untuk pemberian izin perluasan selain memenuhi ayat (1), areal perluasan dapat berada di sekitar areal IUPHHK HTI. Bagian Kedua Persyaratan Pemohon Pasal 4 Yang dapat mengajukan permohonan IUPHHK-HTI adalah : a. Koperasi; b. Badan Usaha Milik Swasta Indonesia; c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); atau d. Badan Usaha Milik Daerah. Bagian Ketiga Persyaratan permohonan Pasal 5 (1) Persyaratan permohonan IUPHHK-HTI terdiri dari : a. persyaratan administrasi; dan b. Persyaratan...

~ 4 ~ b. persyaratan teknis. (2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari : a. Rekomendasi Gubernur apabila areal yang diusulkan berada pada lintas Kabupaten, tidak dibebani hak-hak lain dan dilampiri Peta lokasi skala 1 : 100.000; b. Rekomendasi Bupati/Walikota apabila areal yang diusulkan berada pada satu wilayah Kabupaten/Kota, tidak dibebani hak-hak lain dan dilampiri Peta lokasi skala 1 : 100.000; c. Pernyataan bersedia membuka kantor cabang di provinsi dan atau kabupaten/kota; d. Akte pendirian Koperasi atau Badan Usaha beserta perubahan-perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang; e. Bergerak di bidang usaha kehutanan/pertanian/perkebunan; f. Surat izin usaha dari instansi yang berwenang; g. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); (3) Rekomendasi Gubernur atau Bupati/walikota sebagaimana dimaksud ayat (2) a dan b, didasarkan analisa fungsi kawasan oleh dinas kehutanan dan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) antara lain analisis izin-izin kehutanan, izin penggunaan kawasan hutan dan mutasi kawasan, yang dituangkan dalam data spatial. (4) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dalam bentuk proposal teknis yang berisi antara lain: a. kondisi umum yang terdiri dari kondisi areal yang diusulkan dan kondisi perusahaan; b. usulan teknis kegiatan usaha yang terdiri dari tujuan dan perencanaan pemanfaatan; Pasal 6 Permohonan IUPHHK-HTI diajukan oleh pemohon kepada Menteri dengan tembusan kepada : a. Direktur Jenderal; b. Kepala Badan Planologi Kehutanan; c. Kepala Dinas Provinsi; d. Kepala Dinas Kabupaten/Kota. Bagian Keempat Penilaian Permohonan Pasal 7 (1) Berdasarkan tembusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Badan Planologi Kehutanan melakukan verifikasi terhadap hasil analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) atas peta lampiran permohonan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja dan hasilnya disampaikan kepada Direktur Jenderal. (2) Atas...

~ 5 ~ (2) Atas dasar permohonan yang telah dilengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan (3) dan peta areal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal melakukan penilaian administrasi dan teknis. (3) Dalam hal permohonan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan (3) Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan. Pasal 8 (1) Dalam hal permohonan memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan (3) Direktur Jenderal melakukan penilaian proposal teknis dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja dan hasilnya disampaikan kepada Menteri. (2) Atas dasar penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menerima atau menolak permohonan. Pasal 9 (1) Dalam hal permohonan tidak disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), Menteri menerbitkan surat penolakan selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak penilaian proposal teknis. (2) Dalam hal permohonan disetujui, Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya persetujuan permohonan menerbitkan surat perintah kepada pemohon untuk menyusun dan menyampaikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Kelola Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) sesuai Peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Penyusunan AMDAL dilakukan untuk luasan diatas 10.000 (sepuluh ribu) hektar atau UKL dan UPL untuk areal dibawah 10.000 (sepuluh ribu) hektar. (4) AMDAL atau UKL dan UPL yang telah mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang, selanjutnya disampaikan oleh pemohon kepada Menteri melalui Direktur Jenderal. Pasal 10 (1) Dalam hal kewajiban penyusunan AMDAL tidak dipenuhi dalam jangka waktu paling lama 150 (seratus lima puluh) hari atau UKL dan UPL dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dibatalkan oleh Menteri. (2) Direktur Jenderal atas nama Menteri membatalkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 11...

~ 6 ~ Pasal 11 (1) Berdasarkan laporan AMDAL atau UKL dan UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), Direktur Jenderal menyampaikan laporan kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan dengan melampirkan konsep Keputusan beserta kelengkapannya. (2) Sekretaris Jenderal menelaah aspek hukum dan menyampaikan konsep Keputusan Menteri Kehutanan tentang Pemberian IUPHHK-HTI kepada Menteri Kehutanan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja. Pasal 12 (1) Berdasarkan usulan dari Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), dalam tenggang waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja, Menteri menandatangani Keputusan tentang Pemberian IUPHHK-HTI. (2) Direktur Jenderal paling lambat 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya keputusan pemberian IUPHHK-HTI, menerbitkan Surat Perintah Pembayaran Iuran Izin usaha Pemanfaatan Hutan (SPP-IIUPH). (3) Keputusan tentang pemberian IUPHHK-HTI diserahkan melalui jasa pos kepada pemohon setelah yang bersangkutan membayar IIUPH. (4) Keputusan tentang pemberian IUPHHK HTI dapat dibatalkan oleh Menteri apabila pemegang izin tidak membayar IIUPH dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Peraturan Menteri Kehutanan tentang Pembayaran IIUPH. Bagian Kelima Pemberian Izin Perluasan Pasal 13 (1) Pemegang IUPHHK-HTI memiliki sertifikat kinerja baik dari lembaga penilai independen yang diakreditasi oleh Menteri berhak mengajukan permohonan penambahan (perluasan) areal kerja. (2) Permohonan tambahan (perluasan) areal kerja IUPHHK-HTI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri dengan tembusan : a. Direktur Jenderal; b. Kepala Badan Planologi Kehutanan; c. Kepala Dinas Provinsi; d. Kepala Dinas Kabupaten/Kota. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan : a. Keputusan Menteri tentang Pemberian atau Pembaharuan IUPHHK-HTI; b. Rekomendasi Gubernur apabila areal yang diusulkan berada pada lintas Kabupaten, tidak dibebani hak-hak lain dan dilampiri Peta lokasi skala 1 : 100.000; c. Rekomendasi...

~ 7 ~ c. Rekomendasi Bupati/Walikota apabila areal yang diusulkan berada pada satu wilayah Kabupaten/Kota, tidak dibebani hak-hak lain dan dilampiri Peta lokasi skala 1 : 100.000; d. Copy sertifikat kinerja baik yang masih berlaku; e. Peta lokasi areal kerja yang dimohon hasil konsultasi dengan Badan Planologi Kehutanan; dan f. Hasil survey potensi areal. Pasal 14 Permohonan tambahan areal (perluasan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diajukan mengikuti ketentuan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 12 Peraturan ini. BAB III KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15 (1) Permohonan dalam pelelangan IUPHHK-HT yang telah mendapat penetapan pemenang sebelum ditetapkannya Peraturan ini, proses penyelesaian selanjutnya mengikuti Peraturan ini. (2) Permohonan dan permohonan tambahan (perluasan) areal kerja IUPHHK-HTI yang telah memperoleh SP-1 dan atau SP-2 sebelum ditetapkannya Peraturan ini, dapat diproses lebih lanjut berdasarkan Peraturan ini. (3) Bagi permohonan yang diajukan sebelum diberlakukan Peraturan ini, tetap dilanjutkan prosesnya dengan kewajiban melengkapi Ketentuan Pasal 5 ayat (3). BAB IV KETENTUAN LAIN Pasal 16 Dalam hal areal pada hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 telah ditetapkan tata hutannya dalam 1 (satu) KPH, maka areal/lokasi permohonan izin baru atau perluasan areal UPHHK harus berada pada blok yang diperuntukkan bagi usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman. Bab :...

~ 8 ~ BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.05/Menhut-II/2004 dan peratutan-peraturan perubahannya serta Peraturan Menteri kehutanan Nomor P.78/Menhut-II/2006, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 18 Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada Tanggal : 28 Mei 2007 MENTERI KEHUTANAN Ttd. H. M.S. KABAN Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Dalam Negeri; 3. Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan; 4. Gubernur di seluruh Indonesia; 5. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia; 6. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Provinsi di seluruh Indonesia; 7. Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia; 8. Kepala Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah I s.d. XVII. CLG3/COPYBPK/TTA CARA PERLUASAN HTI