Pendekatan Contextual Teaching and Larning (CTL)

dokumen-dokumen yang mirip
DASAR FILOSOFI. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam KTSP pada Pembelajaran di SD

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN METODE EKSPERIMEN DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD

Drs. H. MAHDUM MA, M.Pd. Dosen Bahasa Inggris FKIP UNRI Hp , Fax: (0761)

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL. contextual teaching and learning

TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan

BAB II KAJIAN TEORITIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rasa puas ini (atau lebih tepat barangkali. membangkitkan rasa ingin tahu lebih lanjut yang memerlukan pemuas.

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Contextual Teaching and Learning

Condition of Ind. Ind.Condition-1. Ind.Condition-2. The Rural. Ind. Rural Policy. Rulal Educational. Higher Education. Non Formal Ed.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and

PENDEKATAN PEMBELAJARAN IPS DI SMP (Oleh: Dra. Neti Budiwati, M.Si.)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

I. PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Pendidikan juga merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) DAN TEORI BANDURA. A. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Model Pembelajaran Konstekstual dalam Bidang Studi Ekonomi Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 19 dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) PADA PENDIDIKAN ANAK DINI USIA. Muh. Tawil, *)

BAB I PENDAHULUAN. keluaran ( Output ) dengan kompetensi tertentu. Proses belajar dan pembelajaran

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Belajar merupakan aktivitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, perubahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Atik Sukmawati, 2013

BAB II KAJIAN TEORI. aplikasi dari konsep matematika. Pengenalan konsep-konsep matematika

PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKSTUAL 1

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Menurut

BAB II KAJIAN TEORI. yang dikenal dengan sebutan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu teori belajar yang cukup dikenal dan banyak implementasinya dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. muncul karena ia membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR STATISTIKA

BAB I PENDAHULUAN. bantu memecahkan masalah dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan yang dipelajari (Winkel, 1996). Menurut Bloom dalam Winkel

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Kelebihan Kelemahan Model Belajar Kontekstual

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pendidikan dan teknologi menuntut pengembangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BERBASIS KONTEKS (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CTL PADA BAHAN AJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN DI SEKOLAH DASAR. Oleh TITA ROSTIAWATI 1 MAULANA 2 ABSTRAK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

TINJAUAN PUSTAKA. Media pembelajaran dalam Satyasa (2007:3) diartikan sebagai semua benda

BAB II KAJIAN PUSTAKA. matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan inilah yang disebut

BAB II LANDASAN TEORI. Secara umum pengertian pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang

PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PENGUASAAN KONSEP-KONSEP FISIKA. M. Gade ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab 1 ini tentang pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab,

Kata kunci : Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Dasar-dasar Pembelajaran Fisika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendekatan Kontekstual

Lidy Alimah Fitri, Eko Setyadi Kurniawan, Nur Ngazizah

MODEL PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) Oleh : Drs. H. M. Idrus Hasibuan, M.Pd. 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

DADANG SUPARDAN JURS. PEND. SEJARAH FPIPS UPI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

Staf Pengajar pada Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS, UNY.

Fitriana Rahmawati STKIP PGRI Bandar Lampung. Abstrak. n 1 +n 2 2

PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN EKSPOSISI DENGAN MENGGUNAKAN

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMATIK MODE PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SISWA KELAS II SD NEGERI TEBING TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

ISSN Jurnal Exacta, Vol. X No. 1 Juni 2012

Mengembangkan Disposisi Matematik Melalui Model Pembelajaran Kontekstual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetap juga merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI KELAS X SMA PGRI 89 CIPANAS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pembelajaran Berbasis Kontekstual 2

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2013 PUSAT LAYANAN PPL & PKL. Pembelajaran Kontekstual Contextual Teaching & Learning (CTL)

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING Romi Afrizal

BAB II KAMAN PUSTAKA. A. Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemahaman Peredaran Darah. mempertinggi, sedangkan kemampuan. artinya kecakapan.

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

CONTEXTUAL LEARNING AND TEACHING (CTL) (PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL)

Oleh: Dra. Masitoh, M.Pd.

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KAJIAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL GURU BAHASA INDONESIA SMA NEGERI MAROS

PEMBELAJARAN MATERI LUAS PERMUKAAN BALOK DAN KUBUS DENGAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL

BAB II KAJIAN TEORI. dapat diketahui hasilnya melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hasil

Transkripsi:

Pendekatan Contextual Teaching and Larning (CTL) 2.1.3.1 Hakikat Contextual Teaching and Learning Landasan filosofi CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta. Fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan (Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2003: 26). Menurut pandangan konstruktivistik bahwa perolehan pengalaman seseorang itu dari proses asimilasi dan akomodasi sehingga pengalaman yang lebih khusus ialah pengetahuan tertanam dalam benak sesuai dengan skemata yang dimiliki seseorang. Skemata itu tersusun dengan upaya dari individu siswa yang telah bergantung kepada skemata yang telah dimiliki seseorang. J. Lynn McBrien dan Ronald S. Brandt, dalam The Language of Learning: A Guide to Education Terms, menggambarkan konstruktivisme sebagai pendekatan pembelajaran tentang bagaimana orang belajar (Crawford, 2001: 2). Banyak peneliti mengatakan bahwa setiap individu mengkonstruksi pengetahuan bukan menerima dari orang lain. Mereka juga menggambarkan strategi pengajaran yang didasarkan pada keyakinan bahwa siswa belajar dengan baik ketika siswa mendapatkan pengetahuan melalui eksplorasi dan pembelajaran aktif. Strategi ini dapat mendorong siswa untuk berpikir dan menjelaskan alasan mereka bukan hanya

menghafal dan membaca fakta-fakta, dan membantu siswa untuk melihat hubungan antara tema dan konsep. Menurut University of Washington (Trianto, 2009: 105) mengemukakan bahwa pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa-siswa TK sampai dengan SMU untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan. Selanjutnya, pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, siswa, dan tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan pendapat Blanchard (Trianto, 2009: 105) bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya. Menurut Bern dan Erckson (2001: 2) menyatatakan bahwa Contextual teaching and learning is a conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real world situations; and motivates students to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members, citizens, and workers and engage in the hard work that learning requires yang diartikan pengajaran dan pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan

dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga kerja. Menurut teori pembelajaran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya ketika siswa memproses informasi baru atau pengetahuan sedemikian rupa sehingga masuk akal bagi siswa. Pendekatan kontekstual dalam belajar dan pengajaran mengasumsikan bahwa pikiran secara alami mencari makna dalam konteks, ketika saat siswa berada dalam lingkungan tertentu, dia akan mencari hubungan yang masuk akal dan tampak berguna. Di atas pemahaman ini, teori pembelajaran kontekstual berfokus pada beberapa aspek pembelajaran seperti lingkungan, ruang kelas, laboratorium, dan lain sebagainya. Hal ini mendorong pendidik untuk memilih dan/atau mendesain lingkungan belajar yang menggabungkan berbagai bentuk pengalaman sosial, budaya, fisik, dan psikologis dalam pembelajaran menuju hasil belajar yang diinginkan. 2.1.3.2 Strategi Pembelajaran Kontekstual Strategi pengajaran kontekstual terstruktur menjadi lima bentuk pembelajaran yakni Relating, Experiencing, Applying, Cooperating dan Transferring (Hull, 1999: 3). 1. Relating (berkaitan) Belajar dalam konteks pengalaman hidup yang saling berkaitan, adalah jenis pembelajaran kontekstual yang biasanya terjadi pada anak-anak usia dini. Misalnya pada balita, sumber belajar yang siap di tangan dalam bentuk mainan,

game, dan kegiatan sehari-hari lainnya (Hull, 1999: 3). Selanjutnya menurut Crawford (2001: 3) Relating adalah strategi pembelajaran kontekstual yang paling kuat. Hal ini juga merupakan jantung konstruktivisme. Relating adalah belajar dalam konteks pengalaman hidup seseorang atau pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Dalam kondisi ideal, Guru menggunakan keterkaitan ketika mereka menghubungkan konsep baru untuk sesuatu yang sama sekali asing bagi siswa, sehingga dapat menghubungkan apa yang siswa sudah tahu dengan informasi baru. Guru hendaknya merencanakan situasi di mana siswa mendapat pengalaman belajar yang berarti. Perencanaan yang cermat diperlukan karena siswa sering tidak secara otomatis menghubungkan informasi baru dengan mudah. Penelitian menunjukkan bahwa, meskipun siswa mungkin membawa pengalaman atau pengetahuan yang relevan dengan situasi pembelajaran yang baru, mereka gagal untuk mengenali relevansinya. Ketika guru menyediakan lingkungan di mana siswa mengaktifkan pengalaman atau pengetahuan sebelumnya dan mengetahui relevansi dari pengetahuan itu, maka siswa dapat dengan mudahnya menggunakan keterkaitan. 2. Experiencing (mengalami) Relating menghubungkan informasi baru dengan pengalaman hidup atau pengetahuan sebelumnya yang telah dialami siswa. Namun pendekatan ini tidak mungkin terjadi jika siswa tidak memiliki pengalaman yang relevan atau pengetahuan sebelumnya. Guru dapat mengatasi kendala ini dengan membantu siswa membangun pengetahuan baru yang terjadi di dalam kelas, misalnya kegiatan

manipulatif, kegiatan pemecahan masalah serta kegiatan laboratorium dan proyek. Strategi ini merupakan pembelajaran dengan melakukan eksplorasi, discovery, dan invention (Crawford, 2001: 5). 3. Applying (penerapan) Strategi Applying adalah pembelajaran dengan menempatkan konsep untuk digunakan (Crawford, 2001: 8). Jelas bahwa, siswa akan menerapkan konsep ketika mereka terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah dan proyek-proyek. Guru juga dapat memotivasi kebutuhan untuk memahami konsep dengan menggunakan latihan yang realistis dan relevan. 4. Cooperating (bekerja sama) Banyak melakukan latihan pemecahan masalah, terutama ketika siswa dilibatkan pada situasi yang realistis dan kompleks. Siswa yang bekerja secara individual akan merasa kesulitan dalam menyelesaikan masalah. Di sisi lain, siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dapat menangani masalah yang kompleks dengan sedikit bantuan dari luar. Oleh karena itu, Guru menggunakan strategi Cooperating yakni belajar dalam konteks berbagi, merespon dan berkomunikasi dengan siswa lainnya (Crawford, 2001: 11). Bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil, sebagian besar siswa yang merasa kurang percaya diri dapat mengajukan pertanyaan tanpa merasa malu. Siswa akan lebih mudah menjelaskan pemahaman konsep kepada siswa ain atau merekomendasikan pemecahan masalah dalam kelompok. Dengan mendengarkan siswa lain dalam kelompok, siswa mengevaluasi dan merumuskan sendiri pemahamannya. Mereka belajar untuk menghargai pendapat orang lain karena

kadang-kadang pendapat yang berbeda terbukti menjadi pendekatan yang lebih baik untuk masalah ini. Crawford (2001: 11) mengemukakan bahwa ketika sebuah kelompok berhasil dalam mencapai tujuan bersama, maka siswa yang memperoleh pengalaman dari bekerja kelompok lebih tinggi keyakinan dan motivasinya daripada siswa yang bekerja sendiri. 5. Tranferring (mentransfer). Strategi Transferring adalah belajar dalam konteks pengetahuan yang sudah ada, atau mentransfer, menggunakan dan membangun pengetahuan dalam konteks baru atau pada situasi yang belum tercakup di dalam kelas (Crawford, 2001: 14). Sementara National School-to-Work Opportunities Office (Trianto, 2009: 110), merekomendasikan implementasi CTL dengan memepertimbangkan beberapa hal, antara lain : 1) kurikulum, proses pembelajaran, dan assessment; 2) hubungan dengan dunia kerja, komunitas organisasi, dan konteks terkait; 3) pengembangan bagi guru dan pengusaha; 4) organisasi sekolah; 5) komunikasi; dan 6) waktu untuk membuat rencana dan pengembangan. Berdasarkan rekomendasi tersebut, maka pengembangan CTL berorientasi pada beberapa hal, yaitu: 1) berbasis program; 2)menggunakan multiple konteks; 3) menggambarkan keanekaragaman siswa; 4) mendukung belajar mandiri; 5) menggunakan grup belajar yang saling tergantung; dan 6) menggunakan penilaian yang autentik. 2.1.3.3 Komponen Pendekatan Contextual Teaching and Learning

Contextual Teaching and Learning memiliki lima elemen belajar yang konstruktivistik, yaitu pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge), pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman (applying knowledge), dan melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut. Selain elemen pokok, CTL juga memiliki karakteristik yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya, yaitu: kerja sama, saling menunjang, menyenangkan, mengasyikkan, tidak membosankan (joyfull, comfortable), belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, dan menggunakan berbagai sumber siswa aktif (Trianto, 2009: 110). Contextual Teaching and Learning adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Johnson (2012: 67) mengemukakan bahwa sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut. 1. Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna. Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari pengajaran dan pembelajaran kontekstual. Ketika siswa dapat mengaitkan isi dari mata pelajaran akademik seperti matematika, ilmu penegtahuan alam, atau sejarah dengan

pengalaman mereka sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi alasan untuk belajar (Johnson, 2012: 90). 2. Melakukan pekerjaan yang berarti adalah dapat melakukan pekerjaan atau tugas yang sesuai. 3. Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri. Pembelajaran mandiri adalah suatu proses belajar yang mengajak siswa melakukan tindakan mandiri yang melibatkan terkadang satu orang, biasanya satu kelompok. Tindakan mandiri ini dirancang untuk menghubungkan pengetahuan akademik dengan kehidupan siswa sehari-hari secara sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang bermakna (Johnson, 2012: 152-153). 4. Bekerja sama adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kelompok, membantu siswa untuk mengerti bagaimana berkomunikasi atau berinteraksi dengan yang lain dan dampak apa yang ditimbulkannya. Belajar dengan bekerja sama dapat membantu siswa untuk menemukan bahwa ternyata cara pandang mereka hanyalah satu diantara cara pandang yang lain, dan bahwa cara mereka melakukan sesuatu hanyalah satu kemungkinan dari berbagai kemungkinan lain. 5. Berpikir kritis dan kreatif memungkinkan siswa untuk mempelajari masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif dan merancang solusi orisinil. 6. Membantu individu tumbuh dan berkembang. CTL mengharapkan guru untuk mengetahui segala hal tentang siswanya di sekolah baik minat, bakat, gaya belajar, ciri emosi, dan lain sebagainya. Ketika guru membantu siswa

untuk percaya pada diri mereka sendiri dan untuk menemukan jalan mereka, guru menginspirasi mereka untuk mencapai standar akademik yang bahkan paling sulit serta menginspirasi siswa untuk mengembangkan potensi yang terpendam dan mengembangkan kecerdasan. 7. Mencapai standar yang tinggi adalah menyiapkan siswa mandiri, produktif dan cepat merespon atau mengikuti perkembangan teknologi dan jaman. CTL berfokus pada standar akademik yang tinggi, karena CTL mengajak siswa untuk berani menerima tujuan-tujuan berat pendidikan serta membuat tujuan-tujuan tersebut menjadi jelas dan eksplisit, menjadikan tujuan-tujuan tersebut bermakna dan memasukkannya ke dalam tugas sekolah (Johnson, 2012: 264). 8. Penilaian autentik berfokus pada tujuan, melibatkan pembelajaran secara langsung, mengaharuskan membangun keterkaitan dan kerja sama dan menanamkan tingkat berpikir yang lebih tinggi. Tugas-tugaa yang diberikan dalam penilaian autentik mengharuskan penggunaan strategi-strategi tersebut, maka siswa bisa menunjukkan penguasaannya terhadap tujuan pelajaran dan kedalaman pemahamannya dan pada saat yang bersamaan meningkatkan pengetahuan dan menemukan cara untuk memperbaiki diri. Penilaian autentik mengajak para siswa untuk menggunakan pengetahuan akademik dalam konteks dunia nyata untuk tujuan yang bermakna (Jhonson, 2012: 288) Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam pembelajarannya mengaitkan antara materi yang akan diajarkannya dengan

dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama CTL yakni sebagai berikut: 1. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru (constructivism). 2. Membentuk group belajar yang saling tergantung (interdependent learning groups) yaitu agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain, maka pembelajaran hendaknya selalu dilaksanakan dalam kelompok-kelompok belajar atau proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kelompok. 3. Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry), yaitu agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta). 4. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan (questioning). Bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan memahami kemampuan berpikir siswa, sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan menunjukkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang baru yang didatangkan di kelas.

5. Pemodelan (modeling), maksudnya dalam sebuah pembelajaran selalu ada model yang bisa ditiru. Guru memberi model tentang bagaimana cara belajar, namun demikian guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa atau dapat juga mendatangkan dari luar. 6. Refleksi (reflection), adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa yang lalu kuncinya adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. 7. Penilaian sesungguhnya (authentic assesment), adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir periode pembelajaran. Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melulu hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanya salah satunya itulah hakekat penilaian yang sebenarnya (Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2003: 10-20). 2.3.1.4 Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Berns dan Erickson (2001: 3) mengemukakan bahwa salah satu pendekatan pembelajaran yang menggunakan atau berasosiasi dengan CTL adalah pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning (PBL)), yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu

konteks bagi siswa untuk belajar melalui berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah dalam rangka memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Tahapan pembelajaran berbasis masalah menurut (Arends 2008: 57), yaitu: Tabel 2.1 Sintaks untuk Model Pembelajaran Berbasis Masalah Fase Fase 1. Memberikan orientasi kepada siswa Fase 2. Mengorganisasikan siswa untuk meneliti Fase 3. Membantu investigasi mandiri dan kelompok Fase 4. Mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit Fase 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah Perilaku Guru Guru membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya. Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video dan modelmodel dan membantu mereka untuk menyiapkannya kepada orang lain. Guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan