PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN MAKSIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN PERMAINAN JUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PELARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 4 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOLAKA UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN DI KABUPATEN KENDAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 8

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DBUPATI BATANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 6 TAHUN 2011 T E N T A N G PEMBERANTASAN PELACURAN DI WILAYAH KABUPATEN BATANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2011 T E N T A N G PELARANGAN PERJUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PELARANGAN PENGEDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 7 TAHUN 2001 T E N T A N G LARANGAN PERBUATAN PROSTITUSI DAN TUNA SUSILA DALAM DAERAH KABUPATEN WAY KANAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MASYARAKAT

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 18 TAHUN 2002

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG LARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2012 NOMOR 18 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 18 TAHUN 2012

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PELARANGAN DAN PENERTIBAN PENYAKIT MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2012 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 06 TAHUN 2002 TENTANG PELANGGARAN KESUSILAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN,

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 07 TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG UTARA,

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS TENTANG PENGELOLAAN HIBURAN KARAOKE DAN PELARANGAN HIBURAN DISKOTIK, KELAB MALAM DAN PUB

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G LARANGAN PELACURAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

NOMOR : 23 TAHUN : 2004 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PELANGGARAN PEREDARAN DAN PENGGUNAAN MINUMAN BERALKOHOL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PROSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALINAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALINAU NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DI KABUPATEN MALINAU

P E R A T U R A N D A E R A H

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 56 TAHUN 2003 SERI E.5

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LARANGAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI dan WALIKOTA JAMBI M E M U T U S K A N :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 3 TAHUN 2003 T E N T ANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DI KABUPATEN JEMBRANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DI KABUPATEN BULUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMAYU NOMOR : 19 TAHUN : 1999 SERI : C.1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II INDRAMYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MASYARAKAT DI KABUPATEN DEMAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG PENGAWASAN, PENGENDALIAN DAN PENGEDARAN MINUMAN BERALKOHOL

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN TEMPAT PELACURAN DAN PERBUATAN CABUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR : 23 TAHUN 2000 TENTANG LARANGAN, PENGAWASAN, PENGENDALIAN PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011 NOMOR 6

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG MINUMAN KERAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERIAN IJIN TEMPAT USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 15 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENYALAHGUNAAN FUNGSI LEM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SEWAAN

PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERBUATAN MAKSIAT DI KOTA SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN, PENGENDALIAN, PEREDARAN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO MINUMAN KERAS

PERATURAN DAERAH PROPINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENANGGULANGAN MASALAH GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 3 TAHUN 2010 SERI : E NOMOR : 3

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR... TAHUN... T E N T A N G LARANGAN KEGIATAN PADA BULAN RAMADHAN

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Walikota Tasikmalaya

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG LARANGAN PERBUATAN TUNA SUSILA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGGUNAAN JALAN BAGI KENDARAAN YANG MELEBIHI MUATAN SUMBU TERBERAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 10 TAHUN 2001 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah;

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 06 TAHUN 2006 T E N T A N G PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MINUMAN BERALKOHOL

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G PEMBERIAN IZIN UNDIAN (PROMOSI PRODUK BARANG/JASA)

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN USAHA HOTEL DAN PENGINAPAN

Transkripsi:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN MAKSIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG, Menimbang : a. bahwa dengan sering terjadinya perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok yang merupakan penyakit masyarakat yang telah menimbulkan keresahan dalam kehidupan masyarakat, maka perlu dibuat Peraturan Daerah untuk mencegah dan penanggulangan maksiat ditengah-tengah masyarakat; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung tentang Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tetang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah ( Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 25 ); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209 ); 3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian ( Lembaran Negara Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4168 ); 4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat ( Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4348 ); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ( Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437 );

7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258 ); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1990 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sawahlunto, Kabupaten Daerah Tingkat II Sawahlunto / Sijunjung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Solok ( Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 50 ); 9. Peraturan Propinsi Sumatera Barat Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Maksiat ( Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor ); 10. Peraturan Daerah Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Nomor 5 Tahun 2000 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 4 ); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO / SIJUNJUNG dan BUPATI SAWAHLUNTO / SIJUNJUNG MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN MAKSIAT BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Sawahlunto / Sijunjung; 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah; 3. Bupati adalah Bupati Sawahlunto / Sijunjung; 4. Pejabat adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas tertentu untuk melakukan penertiban sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku; Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat 2

5. Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang dinamis yang memungkinkan Pemerintah dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tertib, aman dan tentram; 6. Penyakit Masyarakat adalah hal-hal atau perbuatan yang terjadi ditengahtengah masyarakat yang meresahkan masyarakat karena tidak sesuai dengan aturan agama dan adat serta tata krama kesopanan setempat yang belum terjangkau oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku; 7. Maksiat adalah setiap perbuatan perseorangan ataupun kelompok yang menyimpang dari ketentuan hukum, agama, adat dan tata krama kesopanan yang merusak akhlak dan dapat menimbulkan keresahan didalam kehidupan masyarakat seperti pelacuran, Zina atau a susila lainnya, perjudian/ totogelap, minum-minuman keras dan perbuatan yang mengganggu pelaksanaan peribadatan serta ketertiban umum; 8. Tempat maksiat adalah tempat tertentu yang diduga atau yang dipandang sebagai sarana untuk melakukan transaksi atau negosiasi kearah perbuatan maksiat maupun sarana untuk melakukan perbuatan maksiat tersebut; 9. Pelaku maksiat adalah orang atau kelompok yang melakukan sebagaimana yang tersebut pada point 7 dan termasuk didalamnya orang-orang yang membantu untuk terlaksananya perbuatan maksiat tersebut seperti penyediaan tempat, perantara, backing serta orang-orang yang ikut mendukung terjadinya perbuatan maksiat tersebut; 10. Pelacuran adalah hubungan seksual diluar pernikahan yang dilakukan oleh pria atau wanita, baik di tempat berupa Hotel, Restoran, tempat hiburan atau lokasi pelacuran ataupun di tempat-tempat lain di Daerah dengan tujuan mendapatkan imbalan jasa; 11. Pelacur adalah setiap orang baik pria ataupun wanita yang menjual diri kepada umum untuk melakukan hubungan seksual di luar pernikahan; 12. Zina atau perbuatan a susila adalah hubungan seksual di luar pernikahan yang dilakukan oleh pria dan wanita atau sesama jenis atas dasar suka sama suka; 13. Permainan judi adalah tiap-tiap permainan dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karenanya permainannya lebih terlatih atau lebih mahir, termasuk di dalamnya segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya, yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya; 14. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol diatas 5 %, yang diproses dari bahan hasil kimia atau pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses dengan cara pengenceran minuman mengandung ethanol; Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat 3

15. Perantara adalah orang yang menghubungkan secara langsung maupun tidak langsung antara pasangan berlawanan jenis kearah terlaksananya perbuatan maksiat, baik mendapat atau tidak mendapat imbalan atas usahanya tersebut; 16. Backing adalah kelompok atau perorangan yang melakukan kegiatan untuk melindungi pelaku perbuatan maksiat; 17. Pencegahan adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk merintangi, mengantisipasi, menolak, dan atau melarang agar tidak terjadi suatu perbuatan yang berkaitan dengan perbuatan maksiat; 18. Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan; 19. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Peraturan Daerah ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti ini membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. BAB II PELARANGAN DAN PENERTIBAN Pasal 2 (1) Setiap orang di Daerah baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama dilarang mendirikan dan/atau mengusahakan atau menyediakan tempat dan/atau orang untuk melakukan pelacuran, baik secara sendiri ataupun bersamasama untuk melakukan perbuatan pelacuran di tempat-tempat hiburan, hotel, penginapan, rumah kos dan sejenisnya di Daerah; (2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan zina atau a susila lainnya seperti bermesraan, berpelukan atau berciuman antara laki-laki dan perempuan di depan umum atau di tempat lain yang kelihatan oleh umum; (3) Setiap orang dan/atau badan dilarang mempertunjukan, menempelkan, menawarkan, menjual atau memberikan tulisan, gambar serta perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan; (4) Setiap orang atau kelompok dilarang melakukan atau menyediakan tempat dan sarana permainan judi, toto gelap, video game, permainan billyar, serta permainan sejenisnya yang mengandung unsur judi; (5) Setiap orang dan/atau badan dilarang menyimpan,menimbun, memiliki, mempergunakan, menjual, memproduksi dan mengedarkan minuman beralkohol di tempat-tempat umum, lingkungan sekolah, tempat peribadatan atau keramaian yang dapat mengganggu ketertiban umum; Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat 4

(6) Setiap orang dilarang menjadi perantara, membacking, membujuk atau memaksa orang lain baik dengan cara perkataan, isyarat, tanda atau cara lain sehingga tertarik untuk melakukan perbuatan maksiat. Pasal 3 (1) Bupati Wajib melakukan penertiban tempat-tempat maksiat, dan/atau kegiatan yang mengganggu ketertiban dan ketenteraman masyarakat dan/atau dapat menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat; (2) Untuk melindungi masyarakat dalam pelaksanaan peribadatan atau kegiatan keagamaan, Bupati menutup tempat-tempat maksiat dan mencabut izin serta menghentikan kegiatan yang dapat mengganggu pelaksanaan peribadatan; (3) Penertiban terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat dilakukan berdasarkan temuan langsung di lapangan atau berupa laporan dari masyarakat ataupun aparat; (4) Dalam melaksanakan penertiban sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Bupati dapat menunjuk pejabat yang berwenang berdasarkan tugas pokok dan fungsinya; (5) Dalam rangka pelaksanaan penertiban sebagaimana dimaksud ayat (4), Bupati dapat meminta bantuan aparat Kepolisian Republik Indonesia. BAB III PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN Pasal 4 Pemerintah Daerah bersama sama dengan tokoh masyarakat dan pemangku adat setempat berkewajiban menyelenggarakan ketertiban dan ketentraman masyarakat dengan upaya pencegahan perbuatan maksiat untuk : a. Menciptakan kesadaran masyarakat terhadap bahaya maksiat; b. Melindungi masyarakat dari berbagai bentuk perbuatan maksiat; c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mencegah perbuatan maksiat; d. Mendukung penegakan hukum yang optimal terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 5 (1) Bupati berwenang menutup, menyegel dan mencabut izin tempat-tempat yang digunakan atau yang patut diduga digunakan sebagai tempat terjadinya perbuatan maksiat dan dilarang dibuka kembali sepanjang belum ada jaminan dari pemilik/pengelolanya bahwa tempat tersebut tidak digunakan lagi untuk perbuatan maksiat ; (2) Untuk minuman yang beralkohol yang terjaring razia dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan tata cara dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat 5

BAB IV PEMBINAAN Pasal 6 (1) Bupati wajib melaksanakan penbinaan melalui kegiatan : a. Sosialisasi Produk Hukum Daerah; b. Bimbingan dan Penyuluhan Hukum kepada masyarakat dan aparat; c. Pendidikan keterampilan kepada masyarakat; d. Bimbingan Teknis kepada aparat dan perangkat daerah. (2) Pemangku adat dan tokoh masyarakat wajib melakukan pembinaan kepada generasi muda di Nagari masing-masing. BAB V PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 7 (1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam membantu upaya pencegahan,pemberantasan dan penanggulangan maksiat; (2) Masyarakat wajib melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila mengetahui adanya perbuatan maksiat; (3) Pemerintah Daerah wajib menindaklanjuti laporan serta memberikan jaminan keamanan dan perlindungan kepada pelapor sebagaimana dimaksud ayat (2); BAB VI KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 8 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan dibidang Pencegahan dan Penanggulanangan Maksiat; (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat; Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat 6

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat; d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat; g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa indentitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaiamana dimaksud pada huruf e; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat; i. Memanggil orang untuk didengar keterangan dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau Keluarganya; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat ( 1 ) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat 7

BAB VII SANKSI Pasal 9 (1) Setiap orang atau kelompok yang melanggar Pasal 2 Perda ini diancam dengan hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; (2) Setiap orang atau kelompok yang melanggar Pasal 3 dan Pasal 5, dikenakan sanksi administrasi berupa penutupan, penyegelan serta pencabutan izin dan/atau denda sebesar Rp. 6.000.000,-( enam juta rupiah). BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 10 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 11 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sawahlunto / Sijunjung. Ditetapkan di Muaro Sijunjung pada tanggal 20 Nopember 2006 BUPATI SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG, Diundangkan di Muaro Sijunjung pada tanggal 1 Desember 2006 SEKRETARIS DAERAH, DARIUS APAN Drs. B A K R I LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG TAHUN 2006 NOMOR 19 Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat 8

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN MAKSIAT I. PENJELASAN UMUM Sesuai dengan aspirasi masyarakat baik yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung ke DPRD serta hasil kunjungan lapangan saat berlangsung reses DPRD, bahwa perbuatan maksiat sudah menyebar diseluruh pelosok daerah sehingga mengakibatkan keresahan masyarakat yang dapat menjurus kepada ancaman terhadap ketentraman dan ketertiban masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan perbuatan maksiat. Pencegahan perbuatan maksiat merupakan upaya preventif dan antisipasif sehingga masyarakat tidak terjerumus pada perbuatan maksiat. Upaya preventif penting dilakukan mengingat begitu sedikitnya kasus perbuatan perbuatan maksiat yang naik dalam proses pengadilan, sementara bentuk-bentuk perbuatan maksiat cukup marak dan meresahkan masyarakat. Masalah ini sangat mengganggu kehidupan masyarakat Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung. Pencegahan perbuatan maksiat merupakan upaya yang tidak mengurangi kewenangan Kepolisian sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Upaya pencegahan dan penanggulangan maksiat justru merupakan kegiatan yang mendukung kinerja Kepolisian dalam memberantas perbuatan maskiat, karena sudah sejak awal ruang dan kesempatan untuk berbuat maksiat didaerah dipersempit. Hal ini merupakan salah satu upaya penegakan hukum, yang optimal. Pencegahan upaya perbuatan maksiat, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pengayoman dan perlindungan kepada masyarakat sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan pencegahan perbuatan maksiat masyarakat terlindungi dari unsur-unsur yang dapat merusak kualitas kehidupan masyarakat. Dengan demikian dalam rangka melindungi masyarakat terhadap adanya bahaya berbagai bentuk perbuatan maksiat, meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan perbuatan maksiat, menguatkan peran Pemerintah Daerah, dan dalam rangka penegakan hukum yang optimal maka perlu dibentuk Peraturan Daerah. Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat 9

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 ayat (1) ayat (2) ayat (3) dikecualikan untuk kepentingan pendidikan dan kesehatan. ayat (4) ayat (5) ayat (6) Pasal 3 ayat (1) ayat (2) ayat (3) termasuk di dalamnya Wakil Bupati; pencabutan izin usaha dilakukan oleh dinas yang memiliki kewenangan memberikan izin; ayat (4) dalam pelaksanaan penertiban Pemerintah Daerah dapat membentuk tim dari berbagai unsur perangkat Daerah dan masyarakat lainnya. ayat (5) Pasal 4 Bentuk pencegahan dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah antara lain diwujudkan dilingkungan kerja setiap perangkat daerah dengan memfungsikan dinas-dinas terkait. Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Bentuk pembinaan dapat dilakukan antara lain dengan memperbanyak kegiatan keagamaan Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat 10

Pasal 8 ayat (1) ayat (2) tindakan PPNS merupakan tindakan Projustisia. ayat (3) Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAWAHLUNTO/SIJUNJUNG NOMOR 19 Pencegahan dan Penanggulangan Maksiat 11