EFEKTIFITAS PENAMBAHAN HORMON GONADOTHROPIN PADA MEDIUM MATURASI msof TERHADAP TINGKAT MATURASI OOSIT

dokumen-dokumen yang mirip
TINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK

Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro

SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

EVALUASI OOSIT KAMBING HASIL IVM SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN DALAM AKTIVASI PARTENOGENESIS. Kholifah Holil

Penggunaan Pregnant Mare's Serum Gonadotropin (PMSG) dalam Pematangan In Vitro Oosit Sapi

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

Perlakuan Superovulasi Sebelum Pemotongan Ternak (Treatment Superovulation Before Animal Sloughter)

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

Z. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK

IDENTIFIKASI PROFIL PROTEIN OOSIT KAMBING PADA LAMA MATURASI IN VITRO YANG BERBEDA DENGAN SDS-PAGE. Nurul Isnaini. Abstrak

Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH

PENGARUH PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN (PMSG) PADA MATURASI DAN FERTILISASI IN VITRO OOSIT KAMBING LOKAL

2. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan dan Perkembangan Folikel

SUPLEMENTASI HORMON GONADOTROPIN PADA MEDIUM MATURASI IN VITRO UNTUK MENINGKATKAN PERKEMBANGAN EMBRIO STADIUM 4 SEL KAMBING BLIGON

PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL

BAB I. PENDAHULUAN A.

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

PENGARUH PENAMBAHAN HORMON PADA MEDIUM PEMATANGAN TERHADAP PRODUKSI EMBRIO SECARA IN VITRO

PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

(In Vitro Quality of Filial Ongole Bovine Oocytes Collected from Ovary after Transported in Different Transportation Period) ABSTRAK

Pengaruh Serum Domba dan Serum Domba Estrus terhadap Tingkat Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba In Vitro

BAB 1 PENDAHULUAN. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita.

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,

Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN Volume 14, Nomor 4, Oktober 2006 Artikel Penelitian:

TINGKAT KEMATANGAN OOSIT SAPI SECARA IN VITRO SETELAH INKUBASI PADA KONDISI TEMPERATUR DAN KOMPOSISI GAS CO 2 BERBEDA DWI WALID RETNAWATI

PEMATANGAN OOSIT DOMBA SECARA IN VITRO DALAM BERBAGAI JENIS SERUM IN VITRO MATURATION OF OVINE OOCYTE IN VARIOUS SERUM

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

REVIEW FISIBILITAS KULTUR ANTHRAL FOLIKEL SEBAGAI SUMBER SEL OOSIT IN VITRO KAMBING DARI PRODUK SAMPING RUMAH POTONG HEWAN

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2015, VOL.15, NO.2

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN:

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR

LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING MATURASI OOSIT DAN FERTILISASI IN VITRO MENGGUNAKAN KULTUR SEL GRANULOSA FOLIKEL OVARIUM

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Diameter Folikel Hasil pengamatan Tabel 3 menunjukkan bahwa

KOMPETENSI PERKEMBANGAN OOSIT DOMBA PADA SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN OVARIUM YANG BERBEDA ARIE FEBRETRISIANA

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian

Anatomi/organ reproduksi wanita

PENGARUH LAMA MATURASI DAN LAMA INKUBASI FERTILISASI TERHADAP ANGKA FERTILITAS OOSIT SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

Penggunaan Medium CR1aa untuk Produksi Embrio Domba In Vitro

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

POTENSI OOSIT KUALITAS C SAPI BALI MENCAPAI TINGKAT MATURASI DAN FERTILISASI SECARA IN VITRO SKRIPSI ANDI NURUL AIRIN ARIF I

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap proliferasi sel ginjal fetus hamster yang dikultur primer merupakan

PENGARUH PENAMBAHAN INSULIN TRANSFERRIN SELENIUM (ITS) PADA MEDIUM TERHADAP TINGKAT MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT SAPI BALI SECARA IN VITRO SKRIPSI

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

Perbedaan Aktivitas Ovarium Sapi Bali Kanan dan Kiri serta Morfologi Oosit yang Dikoleksi Menggunakan Metode Slicing

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Rancangan Percobaan Metode Penelitian Koleksi Blastosis

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12-

KAPASITAS PERKEMBANGAN OOSIT BABI YANG DIMATANGKAN SECARA IN VITRO PADA MEDIA TANPA SUPLEMEN SERUM

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur <1 tahun 3 tahun

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

PENGARUH UMUR TERHADAP BOBOT DAN DIAMETER OVARIUM SERTA KUALITAS OOSIT PADA DOMBA LOKAL

Minggu Topik Sub Topik Metode Pembelajaran

OPTIMALISASI PRODUKSI EMBRIO DOMBA SECARA IN VITRO: PENGGUNAAN MEDIUM CR1aa DAN PENGARUH STATUS REPRODUKSI OVARIUM YULNAWATI

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

Tingkat Kematangan Inti Oosit Sapi Setelah 24 Jam Presevasi Ovarium

Kelahiran Anak Sapi Hasil Fertilisasi secara in Vitro dengan Sperma Hasil Pemisahan

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh Vitamin E (α-tokoferol) terhadap persentase

I. RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS)

DNA (deoxy ribonucleic acid) yang membawa informasi genetik. Bagian tengah

KUALITAS OOSIT DARI OVARIUM SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) PADA FASE FOLIKULER DAN LUTEAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Folikel dan Oosit

PENGARUH INJEKSI PGF2α DENGAN HORMON PMSG PADA JUMLAH KORPUS LUTEUM, EMBRIO DAN JUMLAH ANAK KELINCI

Kompetensi Perkembangan Oosit Kambing Kacang dengan Diameter Berbeda pada Medium yang Disuplementasi Cairan Folikel

KAJIAN KEPUSTAKAAN. anjing, hal ini ditemukan pada situs arkeologi di Persia (Iran), Jericho (Tepi Barat),

PENGARUH MEDIA IVM DAN IVC PADA PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI SECARA IN VITRO

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

LAPORAN AKHIR TAHUN I PROGRAM VUCER MULTITAHUN

RESPON PENGGUNAAN BERBAGAI BAHAN AKTIVATOR PADA AKTIVASI PARTENOGENESIS OOSIT KAMBING HASIL IVM

Buletin Peternakan Vol.34(1): 8-15, Februari 2010 ISSN

PENGARUH PENAMBAHAN KACANG KEDELAI ( Glycine max ) DALAM PAKAN TERHADAP POTENSI REPRODUKSI KELINCI BETINA NEW ZEALAND WHITE MENJELANG DIKAWINKAN

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

(Biopotency Test of Monoclonal Antibody Anti Pregnant Mare Serum Gonadotropin in Dairy Cattle)

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN

SUPLEMENTASI INSULIN TRANSFERRIN SELENIUM PADA MATURASI IN VITRO CUMULUS OOCYTE COMPLEX TERHADAP EKSPRESI SITOCROM-C dan EKSPRESI CASPASE 3 OLEH

KEMAMPUAN MATURASI DAN FERTILISASI OOSIT DARI OVARIUM DOMBA PREPUBER SECARA IN VITRO ANITA HAFID

Transkripsi:

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN HORMON GONADOTHROPIN PADA MEDIUM MATURASI msof TERHADAP TINGKAT MATURASI OOSIT Ciptadi G. 1, T. Susilawati 1, B. Siswanto 2 dan Helly N. Karima 3 1 Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, 2. Fakultas kedokteran UB/RSSA, Malang, 3. Lab. Sentral Ilmu Hayati (LSIH-UB) ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas supplementasi hormon gonadotrophin pada medium kultur maturasi sel terhadap tingkat pematangan oosit kambing secara in vitro. Materi yang digunakan adalah oosit kambing immature, FBS (GIBCO), NaCL Fisiologis 0,9%, msof, FSH, LH, hcg,pmsg (Intervet) Streptomicyn, Penicillin (Meiji),. Oosit kambing diperoleh dengan aspirasi ovarium kambing dari RPH Sukun Malang. Ovarium dibawa dalam termos suhu 38 0 C, diaspirasi folikel berdiameter 2 6 mm. Evaluasi didasarkan expansi cumullus oophorus dan keberadaan first polar body. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan dilanjutkan dengan uji BNT, pada masing-masing perlakuan penambahan hormon.hasil menunjukkan bahwa tingkat maturasi oosit kambing berdasarkan pengamatan ekspansi cumullus oophorus adalah 54% (FSH + LH) dan 44% (PMSG + hcg). Tidak ada pengaruh penambahan hormon yang berbeda terhadap tingkat maturasi. Tingkat maturasi berdasarkan first polar body adalah 64,5% (FSH + LH) dan 68 % (PMSG + hcg). Hasil analisa statistika tidak menunjukkan pengaruh penambahan hormon yang berbeda. Kesimpulan penelitian ini adalah penambahan hormon FSH + LH dan PMSG + hcg tidak berbeda nyata. Disarankan menambahkan hormon PMSG + hcg untuk maturasi in vitro pada medium msof karena harga hormon tersebut lebih murah dan perlu dilakukan mengenai ukuran penambahan dosis hormon yang sesuai. Kata Kunci: medium m SOF, IVM, Gonadotrophin, Oosit, Kambing THE EFFICIENCY OF GONADOTROPHINB SUPPLEMENTATION OF MSOF MEDIUM ON THE MATURATION RATE OF IMMATURE OOCYTE IN VITRO. ABSTRACT The aims of the research is to stydy effectifity of gonadothrophin supplementation on maturation rate of immmature oocyte of goat in vitro. Immature oocyte was isolated from 2-6 mm diameter of folicles. Medium stock was suplemented with different treatment of Gonadotrophin : msof, FSH, LH, hcg (Intervet), PMSG (Intervet) Streptomicyn (Meiji), Penicillin (Meiji), Maturation rate was evaluated base on the cumulus oocyte expantion and fisrt polar body extruction. Result showed that there are no significant effect of hormomal suplementation on msof medium, wich cumulus expantion of 54% (FSH + LH) dan 44% (PMSG + hcg). Meanwhilebase on extruction of first polar body was 64,5% (FSH + LH) dan 68 % (PMSG + hcg). It was conluded that hormonal treatment resulted in not diffetent effect to maturation rate. 108 Efektivitas penambahan hormon gonadotrophin pada... Ciptadi G., dkk.

Suggested to, for practical purposes, using PMSG + hcg for IVM for the reason of in expensive and feasibility of hormone. Key words: medium m SOF, IVM, Gonadotrophin, Oosit, Goat PENDAHULUAN Fertilisasi normal bisa terjadi dengan menggunakan ovum yang siap untuk dibuahi. Ovum yang belum matang bisa dipergunakan untuk fertilisasi dengan mematangkannya terkebih dahulu secra external (metafaseii) atau hal ini sering disebut dengan In vitro maturation. Perubahan morfologi Oosit meliputi germinal vesicle (GV), germinal vesicle breakdown GVBD), metafase I, dan Metafase II. Pada tahap GV ooplasma dipisahkan oleh membran inti yang jelas, perkembanan metafase I kromosom berjajar dibidang equator siap untuk membelah dan kromosom memisah kearah kutub kutub yang berlawanan yang disebut anafase I, telofase I, setelah itu kromosom mengalami metafase II saat ini kromosom berjajar pada bidang equator dan terbentuklah first polar body (Yadav et al. 1997). Proses pematangan oosit(ovum) secara invitro ditandai dengan adanya cumulus oophorus yang mengelilingi oosit (Goto, etal, 1995). Spermatozoa yang telah berkapasitasi tidak bisa membuahi ovum yang belum matang dan penetrasi spermatozoa ke dalam ovum akan menghasilkan fertilisasi abnormal. Untuk keperluan riset dan pengembangan serta optimalisasi sumber genetik dari sisi ternak betinamaka immmature oosit yang merupakan produk sampingan dari RPH bisa dilakukan isolasi dan pematangan secara in vitro, menggunakan berbagau medium kuktur. Suplementasi hormon dalam medium IVM misalnya FSH dan LH, atau PMSG dan hcg tidak bermanfaat bagi embrio tetapi bermanfaat bagi ekspansi cumullus oophorus. Pemberian hormon ini bertujuan untuk meningkatkan kuatlitas oosit, dan hal ini tergantung pada jenis hormonnya. Hormon yang berbeda akan memberikan efek yang berbeda pula. MATERI DAN METODE Materi Penelitian Materi penelitian yang digunakan adalah oosit kambing immature yang diperoleh dengan melakukan aspirasi ovarium kambing yang diambil dari RPH Sukun Malang, FBS (GIBCO BRI), NaCL Fisiologis 0,9% (Merck), msof, FSH, LH, hcg (Intervet), PMSG (Intervet), Streptomicyn (Meiji) Paraffin oil (Merck). Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode percobaan dengan pengambilan sampel secara acak yang terdiri dari dua perlakuan penambahan hormon masing masing adalah FSH + LH + dan PMSG +hcg dan satu perlakuan tanpa penambahan hormon yang digunakan sebagai kontrol. Masing masing 5 ulangan. Analisa data menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan J. Ternak Tropika Vol. 12, No.1:108-115, 2011 109

uji BNT dan dianalisa dalam bentuk persentase. Perlakuan yang dicobakan : 1. msof 10 ml + 10 FBS + PMSG 10 IU + hcg 10 IU 2. msof 10 ml + 10 FBS + FSH 10 ul + LH 10 IU 3. msof 10 ml + 10 FBS (kontrol) Tahap Pelaksanaan Penelitian Ovarium yang diperoleh dari RPH dibawa laboratorium dengan dimasukan dalam larutan NaCL fisiologis yang telah ditambah dengan antibiotik, kemudian dibersihkan dari jaringan lemak yang melekat. Dimasukan ke dalam NaCL fisiologis yang telah ditempatkan didalam water bath dengan suhu 38 C. Pemanenan Oosi, Ovarium ditempatkan didalam water bath 38 C sambil dilakukan aspirasi. Pencucian Oosit, hasil aspirasi didalam tabung diendapkan selama 10 menit kemudian bgian ata dibuang, ditambah lagi dengan sedikit wasing medium, diendapkan selama 10 menit, bagian atasnya dibuang dan sisa dituangkan ke dalam cawan petri. Pemilihan oosit dilakukan dibawah mikroskop inverted. Oosit yang dimaturasi adalah oosit kualitas A saja yaitu oosit yang dikelilingi oleh multilayer sel folikel baik sel cumullus oophorus maupun sel corona radiata yang kompak. Menurut Greeve and Madison (1993) kualitas oosit immature didasarkan atas penilaian visual dari kekompakan sel folikel dan diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu : (1) kualitas A, oosit yang dikelilingi oleh multilayer sel folikel, baik cunulus oophorus atau coorona radiata yang kompak, (2) kualitas B, oosit hanya dikelilingi oleh multilayer sel folikel corona radiata yang kompak sedangkan cumulus oophorus yang mengelilinginya kurang kompak, (3) kualitas C, oosit dengan multilayer sel folikel, baik sel corona radiata maupun sel cumulus oophorus yang kurang kompak.. Pengambilan oosit dengan pipet pasteur, oosit dipindah ke medium maturasi yang telah diinkubasi minimal 2 jam sebelumnya, kemudian diinkubasi dengan kadar CO 2 5 %, suhu 38 C selama 24 jam. Evaluasi Keberhasilan Maturasi Oosit secara In vitro. Oosit yang telalh dimaturasi diamati perkembangan cumullus oophorusnya. Keberhasilan maturasi oosit yang dikultur secara in vitro diketahui dari perkembangan cumullus oophorus yang mengelilinginya. Morfologi perkembangan cumullus oophorus terdir atas tiga tingkat, yaitu: tingkat 0 dengan tingkat kualitas cumullus oophorus tidak berkembang sama sekali, tingkat 1 dengan kualitas cumullus oophorus mengembang, tingkat2 dengan kualitas cumullus oophorus mengembang seluruhnya. Setelah diamati ekspansi cumullus oophorus maka dilanjutkan dengan pengamatan keberadaan first polar body dengan cara menggunduli oosit terlebih dahulu secara mekanis yaitu dengan cara pipeting berulang-ulang pada oosit dengan cumullus oophorus. Analisis Data Analisa data untuk uji tingkat maturasi oosit pada perlakuan penambahan hormon yang berbeda (FSH, LH, PMSG, dan hcg) pada medium maturasi (msof) dilakukan dengan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan apabila terdapat perbedaan dilanjutkan BNT (Sumarto, 1991). 110 Efektivitas penambahan hormon gonadotrophin pada... Ciptadi G., dkk.

HASIL DAN PEMBAHASAN Evaluasi Maturasi Terhadap Ekspansi Cumullus Oophorus Setelah mengalami proses maturasi in vitro maka dilakukan evaluasi keberhasilan maturasi terhadap oosit berdasarkan ekspansi sel cumullus oophorus. Berikut tabel persentase maturasi oosit berdasarkan perkembangan cumullus oophorus (cumullus oocyte complex) (Tabel 1.). Tabel 1. Persentase maturasi oosit didasarkan pada ekspansi cumulus oophorus Tingkat Maturasi Perlakuan Grade Grade Grade 2 Oosit 0 I msof + 10 % FBS + PMSG 10 IU + hcg 10 50 24 % 32 % 44 % IU msof + 10 % FBS + FSH 10 ul + LH 10 IU 50 10 % 36 % 54 % msof + 10 % FBS (kontrol) 50 40 % 40 % 20 % Perlakuan kontrol persentase maturasi yang dicapai termasuk rendah yaitu 20 % bila di bandingkan dengan tingkat maturasioosit sapi pada medium TCM 199 dengan perlakuan yang sama (tanpa penambahan hormon) sebesar 74 % (Susilawati, dkk. 2000). Rendahnya tingkat maturasi yang dicapai oleh perlakuankontrol kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adanya glukosa yang berlebihan sehingga mengakibatkan adanya akumulasi asam yang menyebabkan terganggunya kestabilan ph medium sehingga hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan terganggunya metaolisme oosit dan mengganggu perkembangan cumullus oophorus (Malole, 1990), sedangkan menurut Freshney (1987) faktor lain yang turut mempengaruhi adalah bahwa dalam medium TCM 199 terdapat asam amino yang berfungsi membantu menginduksi perkembangan sel (cumullus oophorus) sehingga dengan adanya asam amino pada medium TCM 199 ini sel cumullus oophorus akan terinduksi dan terekspansi. Penambhan hormon FSH + LH dan PMSG + hcg pada medium msof menunjukan peningkatan (F hitung >F 0,05 ) terhadap tingkat maturasi oosit kambing dari segi ekspansi sel cumullus oophorus masing-masing sebesar 54% dan 44%. Pemilihan ekspansi cumullus oophorus sebagiai indikator keberhasilan maturasi sesuai dengan pendapat Goto et al.(1995) yang menyatakan bahwa proses maturasi in vitro ditandai dengan adanya ekspansi cumullus oophorus yang mengelilingi oosit. Hal ini berkaitan dengan fungsi cumullus oophorusdalam merespon rangsangan endocrine dan fungsi sebagai fasilitas untuk memproduksi zat zat nutrisi yang dibawa ke oosit dan mengontrol serta mengatur metabolisme oosit yang pada gilirannya berperan dalam maturasi inti dan sitoplasma (Greeve and Madison, 1993), selanjutnya Mc Donald and Pineda (1989) menyatakan bahwa FSH dan LH sebahagi endocrine J. Ternak Tropika Vol. 12, No.1:108-115, 2011 111

golongan gonadotrophin merupakan hormon glycoprotein. FSH bersama dengan growth factor dapat merangsang cumullus oophorus untuk memproduksi dan mensekresikan asam hyaluronic yang akan mendispersikan sel yang mana proses ini disebut ekspansi atau mucifikasi (Gordon, 1994), lebih lanjut Kennedy, et al (1994) dalam Wahyuningsih, dkk (2000) dan Cole and Cupps (1977) menyataka bahwa LH dapat melengkapi aksi FSH dalam meangsang perkembangan folikel, sel granulosa dan sel theca sehingga sekresi estrogen menjadi meningkat, yang akan turut merangsang maturasi oosit. Selain fungsi diatas Susilawati, dkk (2000) berpendapat bahwa penambahan FSH, LH atau kombinasinya akan memperlancar spermatozoa dalam memfertilisasi ovum. Hal ini dikarenakan dengan terjadinya ekspansi cumulus oophorus turut menghasilkan asam hyaluronic yang dapat dilarutkan enzim hyaluronidase yang terkandung dalam spermatozoa, selain itu adanya ekspansi cumulus oophorus turut memperluas daerah corona radiata sehingga menciptakan keleluasaan bagi spermatozoa dalam memfertilisasi ovum (Gordon, 1994). Tabel 2. uji BNT 5% terhadap maturasi oosit didasarkan pengamatan ekspansi cumullus oophorus. Perlakuan Rata - Rata msof + 10 % FBS (kontrol) 24, 98 a msof + 10 % FBS + FSH 10 ul + LH 10 IU 41,82 b msof + 10 % FBS + PMSG 10 IU + hcg 10 IU 47,98 b *notasi yang berbeda menunjukkan adanya penaruh antar perlakuan Tidak terdapat perbedaan antara perlakuan penambahan hormon PMSG + hcg dan FSH + LH, hal ini berarti tingkat maturasi yang dicapai paa dasarnya sama. Kesamaan encapaian tingkat maturasi tersebut disebabkan oleh kesamaan fungsi biologis dari hormon hormon tersebut. Seperti yang telah diketahui bahwa hcg dan PMSG adalah merupakan sumber gonadptraphin selain FSH dan LH. PMSG mempunyai kesamaan fungsi dengan FSH yaitu sangat aktif menyebabkan pertumbuhan folikel yang akan membanu proses maturasi oosit, sedangkan hcg mempunyai persamaan fungsi dan struktur dengan LH yaitu menstimulir ovulsi sehingga akan membantu ekspansi cumullus oophorus pada oosit (Anonymus, 2002). Evaluasi Tingkat Maturasi Oosit Berdasarkan Keberadaan First polar body Keberadaan first polar body dapat dijadikan sebagai bukti bahwa oosit tersebut sudah memasuki tahap metafase II. Proses pembentukan first polar body terjadi setelah oosit primer pada divisi I meiosis II (metafase II) memebentuk 2 sel kembar dan salah 112 Efektivitas penambahan hormon gonadotrophin pada... Ciptadi G., dkk.

satunya berukuran lebih kecil yang disebut sebagai first polar body (Gordon, 1994), Tabel 3. Tabel 3. Persentase maturasi oosit didasarkan pada keberadaan first polar body. Perlakuan Oosit Persentase msof + 10 % FBS + PMSG 10 IU + hcg 10 IU 45 68 % msof + 10 % FBS + FSH 10 ul + LH 10 IU 48 64,5% msof + 10 % FBS (kontrol) 42 23,5% Evaluasi berdasarkan first polar body (PB1)diketahui bahwa tingkat matuasi tetinggi dicapai oleh perlakuan penambahan PMSG + hcg ditunjukkan dengan persentase first polar body sebesar 68 % sedikit lebih tinggi dai persentase first polar body pada perlakuan FSH + LH yaitu 64,5%. Berdarsarkan persentase keberadaan PB1, maturasi tertinggi dicapai oleh perlakuan PMSG + hcg dan hal ini bertolak belakang dengan hasil pengamatan berdasarkan cumulus oophorus yang menunjukkan bahwa tingkat maturasi tertinggi dicapai oleh perlakuan FSH + LH, tabel 4. Tabel 4. Perbandingan maturasi oosit didasarkan ekspansi cumulus oophorus dan PB1r body Perlakuan Oosit Oosit grade % perbandingan oosit grade 2 2 (COC)/ grade 2 (COC) dengan 1 (COC)/ oosit st polar body oosit msof + 10 % FBS + 22/ 50 (44%) 31/45 (68%) 44%: 68% PMSG 10 IU + hcg 10 IU msof + 10 % FBS + FSH 10 ul + LH 10 IU 27/50 (54%) 31/48 (64%) 54% ; 64,5% msof + 10 % FBS 10/ 50 (20%) 10/ 42 20% ; 23,5% (kontrol) (23,5%) Tingginya maturasi oosit berdasarkan ekspansi cumullus oophorus seharusnya diikuti oleh tingginya persentase maturasi oosit berdasarkan keberadaan PB1, karena ekspansi cumullus oophorus berperan dalam menciptakan lingkungan mikro untuk oosit dalam proses maturasi inti maupun sitoplasma, tetapi jika yang terjadi adalah hal sebaliknya, maka hal ini brarti terdapat oosit grade I yang mengandung first polar body, hal ini dibuktikan oleh penelitian Spirolous dan Long (1989) dalam Gordon (1994) yang menyatakan bahwa oosit setengah gundul dan oosit gundul lebih cepat mencapai metafase II dibandingkan cumullus oocyte complex (COC), J. Ternak Tropika Vol. 12, No.1:108-115, 2011 113

sedangkan Freshney (1987) menambahkan bahwa oosit bisa menalami maturasi inti meskipun tingkat cumullus oophorus nya rendah karena adanya asam pyruvate dalam medium. Pada medium msof terdapat asam pyruvate tyang berfungsi sebagai sumber energi yang akan membantu menginduksi GVBD dalam proses meiosis. Berikut gambar oosit dengan PB-1. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil penelitian tentang pengaruh penambahan beberapa jenis hormon terhadap initro maturation oosit kambing pada medium msof diperoleh kesimpulan bahwa : Penambahan hormon ke dalam medium maturasi berpengauh terhadap tingkat maturai oosit. Pengaruh penambahan hormon FSH 10 ul + LH 10 IU dibandingkan dengan penambahan PMSG 10 IU + hcg 10 IU terhadap maturasi oosit berdasarkan ekspansi cumullus oophorus dan terhadap keberadaan PB-1 adalah sama. Saran Disarankan untuk menambahkan hormon PMSG dn hcg pada maturasi oosit dengan menggunakan medium msof karena harga hormon tersebut lebih murah, selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ukran penambah hormon yang sesuai agr dihasilkan tingkat maturasi yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 2002, Ovulation. www. Fertility.Network.com/articles.htm l. Freshney RI, 1987. Culture of Animals Cell. Willey-Liss, Inc. Gordon I, 1994. Laboratory Production of Cattle Embryos. Departement of Animal Science and Production. University College. Dublin. Ireland. Goto K, Yasuzuki T, Watani F, and Shiniciro T, 1995. In vitro Development of Bovine Oocytes Collected Ovaries of Individual Cows After Fertilization. Animal Reproduction Science 36:110-113 Grave T, and Madison VG, 1993. Selectionof Immature Oocyte for Development Potention In Vitro. Animal Reproduction Science. 27:1-9 Malole MB, 1990. Kultur Sel dan Jaringan Hewan. Depdikbud Dirjen Dikti Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB. Bogor. Mc. Donald LE, and Pineda MH, 1989. Veterinary Endocrynology and Reproduction. Lea and Febiger. Philadelphia. London. Sumarto SY, 1991. Percobaan, Perancangan, Analisis, dan Interpretasinya. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Susilawati T, Ciptadi G, Djati MS, dan Sumitro SB, 2000. Keberhasilan PeIn Vitro dmatangan Oosit Sapi Secara In Vitro dengan Variasi Waktu Aspirasi oosit, Kadar Serum dan Hormon dalam Medium. Jurnal Ilmu Ilmu Peternakan 3 : 24-28. Universitas Brawijaya Malang. 114 Efektivitas penambahan hormon gonadotrophin pada... Ciptadi G., dkk.

Takahashi Y, and First NL, 1992. In Vitro Culture of Bovine One Cell Embryos Fertilyzed In Vitro Using Synthetic Oviduct Fluid Medium With and Without Glucose and SupplementedWith Fetal Calf Serum.Animal Reproduction Science 31 : 33 37 Totey SM, Pawse CH, and Sing GP, 1993. In Vitro Maturation and Fertilization of Buffalo Oocyte (Bubalus Bubalis) : Effect of Media, Hormon, and Sera. Theriogenology 18 : 1153 1167. Wahyuningsih S, Ciptadi G, dan Djati MS, 2000. Pematangan In Vitro Oosit Kambing Menggunakan Interspecies Serum Hewan Birahi dengan Memanfaatkan Estrus Goat Serum (EGS). Jurnal Ilmu Ilmu Peternakan 3 : 51-56. Universitas Brawijaya. Malang. Yadav BR, Katiya DK, Haucan MR, and Madam MI, 1997, Chromosome Configuration During In Vitro in Goat, Sheep, and Buffalo Oocyte. Theriogenology 47 : 947-951. J. Ternak Tropika Vol. 12, No.1:108-115, 2011 115