BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. negara (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG TERTIB PEMANFAATAN JALAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 09 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 05 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 08 TAHUN 2005

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR : 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN ANGKUTAN BARANG PADA JEMBATAN TIMBANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaran Bermotor

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 05 TAHUN 2003 TENTANG KETENTUAN IJIN OPERASIONAL KENDARAAN PERALATAN

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Pasal 48 yang berbunyi :

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROPINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROPINSI RIAU NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUATAN LEBIH

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN BARANG DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 82 TAHUN 2001 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 10 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 5 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN PENIMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BINJAI NOMOR 8 TAHUN 2011 T E N T A N G PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BINJAI,

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KELAS JALAN DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH TENTANG PENGAWASAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI JALAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 10 TAHUN 1999 T E N T A N G

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 59 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PEMERINTAH KOTA BATU

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

DALAM DAERAH KABUPATEN BERAU.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 6 TAHUN 1997 TENTANG PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG KELAS JALAN DAN PENGAMANAN PERLENGKAPAN JALAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 08 TAHUN?? 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATASAN ANGKUTAN BARANG PADA RUAS JALAN PROVINSI RUAS JALAN SAKETI-MALINGPING-SIMPANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI ANGKUTAN BARANG ATAU ALAT BERAT YANG MELEBIHI KELAS JALAN

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH DI PROPINSI DAERAH TINGKAT I NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 1995 T E N T A N ß MUATAN SUMBU TERBERAT BAGI KENDARAAN BERMOTOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

QANUN KOTA SABANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

polusi udara kendaraan bermotor

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 9 TAHUN 1999 T E N T A N G

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 31 TAHUN 1994 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TERMINAL BARANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULUNGAN.

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

Transkripsi:

12 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Jembatan Timbang Sebagi upaya pengawasan dan pengamanan prasarana dan sarana lalu lintas dan angkutan jalan, digunakan alat penimbangan yang dapat menimbang kendaraan bermotor sehingga dapat diketahui berat kendaraan beserta muatannya (PP Nomor 43 Tahun 1993). Alat penimbangan tersebut berupa jembatan timbang yang keberadaannya merupakan salah satu kebijakan untuk melindungi kerusakan jalan akibat muatan lebih serta untuk keselamatan lalu lintas. Alat penimbangan yang dipasang secara tetap tersebut dilengkapi dengan fasilitas penunjang dan dioperasikan oleh pelaksana penimbangan. 3.2 Fungsi Dan Kewenangan Jembatan Timbang Berdasarkan (PP Nomor 25 Tahun 2000) tentang program pembangunan nasioanal, segala ketentuan mengenai jembatan timbang yang meliputi penetapan lokasi dan pengelolaan jembatan timbang serta penetapan standar batas maksimum muatan dan berat kendaraan pengangkutan barang merupakan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom. Penyelenggaraan penimbangan pada jembatan timbang menjadi tanggung jawat Dinas Lalu lintas Dan Angkutan Jalan yang pengoperaiannya dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas, tentang Tarif Ijin Dispensasi Kelebihan Muatan. Sementara itu fungsi dan Misi jembatan timbang meliputi : a. Menjaga jalan dari kerusakan akibat beban muatan. b. Memantau kendaraan angkutan barang dan penempatan muatan.

c. Sebagai sarana pengumpulan data lalu lintas untuk proses perencanaan dan pengendalian transportasi. 3.3 Pemeriksaan Kendaraan (Uji Kir) Pemeriksaan kendaraan bermotor merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pemeriksa terhadap pengemudi dan kendaraan bermotor mengenai pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan serta pemenuhan kelengkapan administratif (PP Nomor 42 Tahun 1993 pasal 1 ayat 2). Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk keselamatan, keamanan, dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap kendaraan bermotor meliputi (UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang LLAJ pasal 16) : a. Pemeriksaan persyaratan teknis dan laik jalan. b. Pemeriksaan tanda bukti lulus uji, surat tanda bukti pembayaran/ surat tanda coba kendaraan bermotor dan Surat Ijin mengemudi (SIM). Selain memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus yang dibuat dan atau dirakit di dalam negeri serta diimpor harus sesuai dengan peruntukan dan kelas jalan yang akan dilaluinya (PP Nomor 43 Tahun 1993 pasal 12). Pemeriksaan fisik kendaraan bermotor yang dilakukan di jembatan timbang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kualifikasi tertentu di bidang lalu lintas dan angkutan jalan menggunakan alat timbang berat kendaraan beserta muatannya (PP Nomor 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan kendaraan Bermotor). 13

3.4 Tata Cara Penimbangan dan Perhitungan Berat Muatan Menurut keputusan Menteri Perhubungan Nomor 5 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor Di Jalan, penimbangan kendaraan beserta muatannya dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: a. Penimbangan kendaraan beserta muatannya dan penimbangan terhadap masing-masing sumbu. b. Perhitungan berat muatan dilakukan dengan cara mengurangi hasil penimbangan kendaraan beserta muatannya dengan berat kendaraan yang telah ditetapkan dalam buku uji. c. Kelebihan berat muatan dapat diketahui dengan cara membandingkan berat muatan yang ditimbang dengan daya angkut yang diijinkan dalam buku uji atau plat samping kendaraan bermotor. d. Kelebihan muatan pada tiap-tiap sumbu dapat di ketahui dengan cara membandingkan hasil penimbangan setiap sumbu dengan muatan terberat pada kelas jalan yang dilalui. e. Kelebihan berat muatan atau muatan pada tiap-tiap sumbu sebesar 5% dari yang ditetapkan dalam buku uji tidak dinyatakan sebagai pelanggaran. f. Kelebihan muatan untuk masing-masing jenis mobil barang ditetapkan berdasarkan konfigurasi sumbu yang dapat diberikan Ijin Dispensasi Kelebihan Muatan Mobil Barang setinggi-tingginya sebesar 30% dari daya angkut yang ditetapkan dalam Buku Uji Berkala. 3.5 Kerugian Kelebihan Muatan Dalam buku dinas perhubungan, kelebihgan muatan pada kendaraan dapat mengakibatkan dampak kerugian antara lain: 14

a. Kerusakan jalan, misalnya menyangkut biaya pemeliharaan jalan dan umur layanan jalan. b. Kerusakan kendaraan, misalnya menyangkut umur operasi kendaraan. c. Keselamatan dan kelancaran lalu lintas, misalnya untuk keselamatan lalu lintas terdapat batasan dimensi kendaraan yaitu lebar maksimum 2,5 m. Tinggi maksimum 4,2 m atau lebih kecil dari 1,7 x lebar kendaraan, panjang maksimum kendaraan tunggal 12 m. Sedangkan untuk kendaraan rangkaian gandeng 18 m. d. Polusi udara dan suara, misalnya kecepatan kendaraan turut mempengaruhi adanya polusi udara. 3.6 Klasifikasi Dan Peruntukan Jalan Berdasarkan (PP Nomor 38 Tahun 2004) tentan Jalan, maka jalan dapat didefinisikan sebagai prasarana perhubugan darat, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas. Peranan penting jalan meliputi: a. Mendorong pengembangan satuan wilayah pengembangan semakin merata. b. Merupakan suatu kesatuan sistem jaringan jalan yang menghubungkan pusatpusat pertumbuhan. 3.7 Konsep Dasar Sistem Informasi Konsep dasar dari sistem informasi terbagi atas dua pengertian yang pertama adalah sistem. Dan yang kedua adalah sistem informasi itu sendiri dijelaskan sebagai berikut: 15

3.7.1 Sistem Definisi sistem dapat dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan secara prosedur dan pendekatan secara komponen. Berdasarkan pendekatan prosedur, sistem didefinisikan sebagai kumpulan dari beberapa proseder yang mempunyai tujuan tertentu. Sedangkan berdasarkan pendekatan komponen, sistem merupakan kumpulan dari komponen komponen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam perkembangan sistem yang ada, sistem dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka merupakan sistem yang dihubungkan dengan arus sumber daya luar dan tidak mempunyai elemen pengendali. Sedngkan sistem tertutup tidak mempunyai elemen pengontrol dan dihubungkan pada linkungan sekitarnya (Herlambang, 2005). 3.7.2 Sistem Informasi Dalam kehidupan sehari-hari orang sering menyamakan makna istilah sistem dengan cara. Istilah sistem dari bahasa Yunani yaitu Sistem yang berarti penempatan atau mengatur. Pengertian sistem informasi menurut Agus Mulyanto (2009:29) Sistem informasi merupakan suatu komponen yang terdiri dari manusia, teknologi informasi, dan prosedur kerja yang memproses, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi untuk mencapai suatu tujuan. 3.8 Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Analisis sistem dapat didefinisikan sebagai penguraian dari suatu sistem informasi yang utuh ke dalam bagian-bagian komponennya dengan maksud untuk mengidentifikasikan dan mengevaluasi permasalahan, 16

kesempatan, hambatan yang terjadi, dan kebutuhan yang diharapkan sehingga dapat diusulkan perbaikannya. Analisis sistem dilakukan setelah tahap perencanaan sistem dan sebelum tahap perancangan sistem. Langkah-langkah dasar dalam melakukan analisa sistem: Identify, yaitu mengidentifikasi masalah. a. Understand, yaitu memahami kinerja dari sistem yang ada. b. Analyze, yaitu menganalisis sistem. c. Report, yaitu membuat laporan hasil analisis. Setelah analisis sistem dilakukan, tahap selanjutnya adalah perancangan sistem. Perancangan sistem mempunyai dua tujuan utama, yaitu untuk memenuhi kebutuhan kepada pemakai serta memberikan gambaran yang jelas dan lengkap kepada pemrogram dan ahli teknik lainnya yang terlibat (Jogiyanto, 1990). 17