BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)

UU 14/2003, PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 32 TAHUN 1999 (32/1999) Tanggal: 23 AGUSTUS 1999 (JAKARTA)

*9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1997 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2000 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1998/1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 3/1996, PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1998 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1997/1998

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2001 (17/2001) TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1997/1998 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 8 TAHUN 1998 (8/1998) TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1997/1998

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1997/1998 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1999 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1997/1998 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 11/1997, PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1996/1997

BENTUK DAN FORMAT LAPORAN

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1998 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1997/1998 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 6 TAHUN 2004 (6/2004) TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1996/1997

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1997 TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 22 TAHUN 2000 (22/2000) TENTANG PERHITUNGAN ANGGARAN NEGARA TAHUN ANGGARAN 1998/1999

BAB VI AKUNTANSI PIUTANG PNBP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1998 PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1997/1998

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN 1996/1997

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1996/1997

KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN

LAPORAN ARUS KAS PER AKUN TINGKAT KPPN UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR TANGGAL 31 OKTOBER 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2002 (21/2002) TENTANG

IV. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN. Akuntansi Pemerintahan. Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 015 KEMENTERIAN KEUANGAN BAGIAN ANGGARAN PELAKSANA : - - HAL PROG. ID : lui_pend01 % REAL. PEND

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

LAMPIRAN II RINCIAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

BAB IV LAPORAN REALISASI ANGGARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69/PMK.06/2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

III. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

Menteri Keuangan RI PENDAHULUAN

LAPORAN ARUS KAS PER AKUN TINGKAT KPPN UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR TANGGAL 31 AGUSTUS 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

SALINAN KEBIJAKAN AKUNTANSI PIUTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Pembayar

Himpunan Peraturan PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) KEJAKSAAN RI

TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN ARUS KAS PER AKUN TINGKAT KPPN UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR TANGGAL 10 OKTOBER 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1995 TENTANG TAMBAHAN DAN PERUBAHAN ATAS ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1994/95

LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA MELALUI KPPN DAN BUN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UU 3/2000, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1999/2000

UU 1/2002, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2001

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH

1 of 6 18/12/ :00

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RENCANA STRATEGIS <KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA> (Diisi dengan rencana strategis Kementerian Negara/Lembaga)

V. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen 2.1.1. Pengertian Manajemen Kata manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Pengertian manajemen menurut beberapa ahli: a. Menurut Glover dalam bukunya yang berjudul Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa (2001:103) Manajemen sebagai suatu kepandaian manusia menganalisa, merencanakan, memotivasi, menilai dan mengawasi penggunaan secara efektif sumber-sumber manusia dan bahan yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. b. Menurut Hasibuan dalam bukunya yang berjudul Manajemen (2003:1) Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. c. Sedangkan menurut Manullang dengan bukunya yang berjudul Dasar-dasar Manajemen (2004:5) Manajemen adalah seni ilmu 14

perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen mempunyai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi, tujuan ini merupakan sasaran yang hendak dicapai melalui kegiatan yang telah diatur dalam manajemen untuk pencapaian tujuan organisasi. 2.1.2. Fungsi Manajemen Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Secara umum, ada empat fungsi manajemen yang sering orang menyebutnya POAC, yaitu Planning, Organizing, Actuating, dan Controling. Dua fungsi yang pertama dikategorikan sebagai kegiatan mental sedangkan dua berikutnya dikategorikan sebagai kegiatan fisik. Suatu manajemen bisa dikatakan berhasil jika keempat fungsi di atas bisa dijalankan dengan baik. Kelemahan pada salah satu fungsi manajemen akan mempengaruhi manajemen secara keseluruhan dan mengakibatkan tidak tercapainya proses yang efektif dan efisien. a. Perencanaan (Planning) 15

Fungsi perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan diikuti dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut. b. Pengorganisasian (Organizing) Fungsi pengorganisasian yaitu dimaksudkan untuk mengelompokkan kegiatan yang diperlukan yang ditetapkan berdasarkan susunan organisasi serta tugas dan fungsi-fungsi dari setiap unit yang ada dalam organisasi serta dapat dirumuskan sebagai keseluruhan aktivitas manajemen dalam pengelompokan didasarkan pada penetapan orang-orang serta penetapan tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab masing-masing. c. Pengarahan (Actuating/Directing) Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya. d. Pengendalian (Controlling) Fungsi pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan. 16

Dari gambar diatas menunjukann bahwa manajemen adalah suatu keadaan terdiri dari prosess perencanaan, pengorganisasian, 2.2. Anggaran Negara kepemimpinan, dan pengendalian, yang manaa keempat proses tersebut saling mempunyai fungsi masing-masing untuk mencapai suatu tujuan organisasi. Untuk mengetahui pengertiann Anggaran Negara, maka dapat ditinjau melalui tiga sudut pendekatan yaitu: a. Sudut administratif, yang ditinjau dari sudut penatausahaan penerimaan dan pengeluaran Negara dengan memperhatikan keseimbangann logis antara keduanya; 17

b. Sudut konsitusi, yaitu hak turut menentukan anggaran Negara dari perwakilan rakyat yang pada umumnya dicantumkan dalam konstitusi suatu negara; c. Sudut undang-undang/peraturan pelaksanaan, yaitu keseluruhan undangundang yang ditetapkan secara periodik, yang memberikan kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan menunjukan alat pembiayaan yang diperlukan untuk menutup pengeluaran tersebut. Berdasarkan pendekatan- pendekatan tersebut, maka dapat diketahui pengertian dari anggaran negara. Menurut M. Marsono dalam Tjandra (2006:6) Anggaran Negara adalah suatu rencana pekerjaan keuangan yang pada satu pihak mengandung jumlah pengeluaran yang setinggi-tingginya yang mungkin diperlukan untuk membiayai kepentingan negara pada suatu masa depan dan pada pihak lain merupakan perkiraan pendapatan (penerimaan) yang mungkin dapat diterima dalam masa tersebut. Sedangkan unsur-unsur dari anggaran negara tersebut antara lain: a. Kebijaksanaan pemerintah yang tercermin dalam angka-angka; b. Rencana pemasukan untuk membiayai pengeluaran; c. Memuat data pelaksanaan anggaran satu tahun yang lalu; d. Menunjukan sektor yang diprioritaskan; 18

e. Menunjukan maju/mundurnya pencapaian sasaran; f. Merupakan petunjuk bagi pemerintah unutk melaksanakan kebijaksanaannya selama satu tahun mendatang. Fungsi anggaran negara: a. Fungsi hukum tata negara Merupakan alat otorisasi dan alat memilih sejumlah alternatif (kepentingan dan anggaran kegiatan). b. Fungsi teknis pengurusan/mikro ekonomis Merupakan dasar pengurusan secara tertib dan serasi serta dasar pertanggungjawaban bagi pelaksana. c. Fungsi makro ekonomis Merupakan alat kebijaksaan dalam penentuan tingkat belanja nasional. Anggaran negara juga memiliki suatu proses/prosedur atau yang biasa disebut dengan siklus anggaran negara. Siklus anggaran Negara adalah masa atau jangka waktu mulai anggaran Negara disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang. Pelaksanaan anggaran disuatu negara perlu secara konsisten mengacu pada asas-asas anggaran. Asas-asas anggaran yang menjadi ciri anggaran dalam negara modern terdiri atas hal-hal sebagai berikut: 19

a. Asas kelengkapan Asas ini mempertahankan hak budget parlemen secara lengkap. Tidak boleh ada penerimaan dan pengeluaran yang tidak dimasukan ke dalam kas negara. Asas kelengkapan ini mencegah penediaan/penggunaan dana khusus serta tidak memberi kesempatan kepada kompensasi administratif dari pengeluaran tertentu dengan pendapatan tertentu. b. Asas spesialisasi/spesifikasi Asas ini dapat diklasifikasikan atas tiga macam, yaitu: 1) Spesialisasi kualitatif; 2) Spesialisasi kuantitatif; 3) Spesialisasi menurut urutan sementara. c. Asas berkala (periodisitas) Pemberian otorisasi dan pengawasan rakyat dengan perantaraan wakilwakilnya secara berkala dalam kebijaksanaan pemerintah guna memenuhi fungsinya. d. Asas formal (bentuk tertentu) Setiap rencana atau bentuk kegiatan pemerintah memerlukan suatu bentuk tertentu yang dapat mengikat semua pihak, dalam hal ini bentuk undangundang. e. Asas publisitas (keterbukaan) Keterbukaan merupakan asas dalam demokrasi bahwa tidak ada urusan publik yang bersifat rahasia. 20

Didalam anggaran negara, yang menjadi objek adalah penerimaan dan pengeluaran negara. Penerimaan negara dapat dibedakan menjadi penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak. 2.3. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Pasal (1) angka (1)yang dimaksud dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP/Income No Tax) adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Kelompok (jenis) Penerimaan Negara Bukan Pajak (Pasal 2) meliputi: a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah, antara lain berupa penerimaan jasa giro, sisi angggaran pembangunan dan sisi anggaran rutin; b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam antara lain berupa, royalti dibidang perikanan, kehutanan dan pertambangan; c. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan antara lain berupa dividen, bagian laba pemerintah, dana pembangunan semesta, dan hasil penjualan saham pemerintah; 21

d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah antara lain berupa pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan pelatihan, pemberian hak paten, merek, hak cipta, pemberian visa dan paspor, serta pengelolaan kekayaan negara yang tidak dipisahkan; e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi antara lain berupa lelang barang rampasan negara dan denda; f. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah antara lain berupa hibah dan atau sumbangan dari dalam dan luar negeri baik swasta maupun Pemerintah yang menjadi hak Pemerintah; dan g. Penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri. Pengelompokan PNBP ini kemudian ditetapkan dalam PP No. 22 Tahun 1997 yang telah diubah dengan PP No. 52 Tahun 1998 dengan menjabarkan jenisjenis PNBP yang berlaku umum di semua Departemen dan Lembaga Non Departemen, sebagai berikut: a. Penerimaan kembali sisa anggaran; b. Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan Negara; c. Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan Negara; d. Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro); 22

e. Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan perbendaharaan); f. Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah; dan g. Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang. Suatu instansi yang mempunyai PNBP fungsional dapat menggunakan sebagian PNBP tersebut untuk membiayai operasional Satuan Kerja (Satker) tersebut setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan. Dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang PNBP disebutkan bahwa sebagian dana dari suatu jenis PNBP dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan dengan jenis PNBP tersebut oleh instansi yang bersangkutan. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk memberikan kepastian alokasi pembiayaan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis PNBP. Dana yang dapat dialokasikan adalah dana dari jenis PNBP yang berkaitan dengan kegiatan tertentu tersebut. Dana dari pengalokasian hanya dapat digunakan oleh instansi atau unit yang menghasilkan PNBP bersangkutan. Kegiatan tertentu yang dapat dibiayai dari PNBP, meliputi kegiatan: a. Penelitian dan pengembangan teknologi, antara lain meliputi kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang pertanian dan pertambangan; b. Pelayanan kesehatan, antara lain meliputi kegiatan pelayanan rumah sakit dan balai pengobatan; 23

c. Pendidikan dan pelatihan, antara lain meliputi kegiatan perguruan tinggi dan balai latihan keja; d. Penegakan hukum, antara lain kegiatan dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum, serta pemberian hak atas kekayaan intelektual; e. Pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu, antara lain kegiatan pemberian jasa konsultasi, jasa analisis, uji mutu dan pemantauan lingkungan, pembuatan hujan buatan, uji pencemaran radiasi pada makanan; f. Pelestarian sumber daya alam, antara lain meliputi kegiatan usaha pelestarian sumber daya kehutanan dan perikanan. 2.3.1. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang di sajikan di neraca Piutang bukan pajak merupakan piutang penerimaan Negara bukan pajak, yaitu semua hak atau klaim terhadap pihak lain atas uang, barang atau jasa yang dapat dijadikan kas dan belum diselesaikan pada tanggal neraca yang diharapkan dapat diterima dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Sistem Akuntansi Pemerintahan, Paragraf 43 PSAP No. 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa piutang pajak dan bukan pajak harus dicantumkan dalam neraca. Dalam Neraca Pemerintah Pusat, Piutang Bukan Pajak disajikan sebagai aset lancar dibawah Piutang Pajak. 24

a. Pengakuan Piutang PNBP 1) Piutang bukan pajak yang sampai pada tanggal neraca belum dibayar oleh wajib bayar harus dicatat sebagai Piutang PNBP dalam neraca; 2) Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran (TPA) diakui pada setiap akhir tahun dengan cara melakukan reklasifikasi TPA yang akan jatuh tempo pada satu tahun berikutnya setelah tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan mengurangi akun TPA di neraca; 3) Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi (TGR) diakui pada setiap akhir tahun dengan cara melakukan reklasifikasi TGR jangka panjang yang akan jatuh tempo pada satu tahun berikutnya setelah tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan mengurangi akun TGR di neraca; 4) Piutang bukan pajak lainnya diakui pada saat terbitnya surat pernyataan piutang PNBP; 5) Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/ Pemerintah Daerah, dan lembaga asing, diakui pada setiap akhir tahun dengan cara melakukan reklasifikasi piutang pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing yang akan jatuh tempo pada satu tahun berikutnya setelah tanggal neraca. Reklasifikasi tersebut akan mengurangi akun piutang pinjaman 25

kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing di neraca. b. Pengukuran Piutang PNBP 1) Piutang bukan pajak dicatat sebesar nilai nominal seluruh tagihan yang belum dibayar oleh wajib bayar pada tanggal neraca; 2) Bagian Lancar TPA dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sejumlah rupiah TPA yang akan diterima dalam waktu satu tahun; 3) Bagian Lancar TGR dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sejumlah rupiah TGR yang akan diterima dalam waktu satu tahun; 4) Bagian Lancar Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai rupiah jumlah bagian lancar piutang; 5) Piutang bukan pajak lainnya dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai rupiah yang belum dilunasi. c. Pelaporan Piutang PNBP Piutang disajikan dalam kelompok aset lancar. Jika terdapat aset lainnya berupa tagihan kepada pihak ketiga seperti TGR yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan, maka perlu dilakukan reklasifikasi atas bagian lancar yang akan jatuh tempo. Aset Jumlah Kewajiban Jumlah Aset Lancar Kewajiban Lancar 26

Kas di Bendahara Uang Muka dari KPPN Pengeluaran Kas di Bendahara Penerimaan Pendapatan yang ditangguhkan Bagian Lancar TPA Bagian Lancar TGR Piutang PNBP Piutang Bukan Pajak Lainnya Aset Lainnya Ekuitas Lancar TGR Cadangan Piutang TPA Ekuitas Diinvestasikan Dalam Aset Lainnya 2.3.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang di sajikan di Laporan Arus Kas (LAK) 27

Laporan Arus Kas adalah laporan yang menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan non anggaran. LAK menyajikan realisasi PNBP dalam Arus Kas dari Aktivitas Operasi. Berdasarkan pernyataan SAP No. 3 tentang Laporan Arus Kas yang tercantum dalam PP No. 24 Tahun 2005, menyebutkan bahwa aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode akuntansi. Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari: a. Penerimaan Perpajakan 1) Pajak Dalam Negeri, terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan pajak lainnya; 2) Pajak Perdagangan Internasional, terdiri atas Bea Masuk dan Tarif Ekspor. b. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 28

1) Penerimaan Sumber Daya Alam, yang terdiri dari: a) Pendapatan Minyak bumi; b) Pendapatan Gas Alam; c) Pendapatan Pertambangan Umum (yaitu Iuran Tetap dan Royalti Batubara); d) Pendapatan Kehutanan (yaitu Dana Reboisasi, Provisi Sumber Daya Hutan, Iuran Hak Pengusahaan Hutan/HPH Tanaman Industri, iuran HPH Bambu, Iuran HPH Tanaman Rotan, Dana Pengamanan Hutan, Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan, serta Iuran Menangkap Satwa Liar); e) Pendapatan Perikanan (yaitu Pendapatan Perikanan dan Penerimaan Dana Kompensasi Pelestarian Sumber Daya Alam Kelautan). 2) Pendapatan PNBP Lainnya (Pendapatan Penjualan, Sewa, dan Jasa); terdiri dari: a) Pendapatan Penjualan Hasil Produksi/Sitaan (misalnya penjualan Hasil Pertanian, Kehutanan, Perkebunan, Hasil Peternakan dan Perikanan, Hasil Tambang, Hasil 29

Sitaan/Rampasan dan Harta Peninggalan, Obat-obatan dan Hasil Farmasi Lainnya, Hasil Informasi, Penerbitan, Film, Survey, Pemetaan dan Hasil Cetakan Lainnya, Dokumendokumen Pelelangan); b) Pendapatan Penjualan Aset (misalnya penjualan Rumah, Gedung, Bangunan, Tanah, Kendaraan Bermotor, Sewa Beli, Aset Bekas Milik Asing, Aset Lainnya yang Berlebih/Rusak/Dihapuskan); c) Pendapatan Sewa (misalnya sewa Rumah Dinas/Rumah Negeri, Gedung, Bangunan, dan Gudang, Benda-benda Bergerak, Benda-benda Tak Bergerak Lainnya); d) Pendapatan Jasa I (misalnya jasa Rumah Sakit dan Instansi Kesehatan Lainnya, Tempat Hiburan/Taman/Museum dan Pungutan Usaha Pariwisata Alam (PUPA), Surat Keterangan, Visa, Paspor, SIM, STNK, dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Hak dan Perijinan, Sensor/Karantina, Pengawasan/Pemeriksaan, Jasa Tenaga, Pekerjaan, Informasi, Pelatihan, Teknologi, Jasa Kantor Urusan Agama, Jasa Bandar Udara, Kepelabuhan, dan Kenavigasian); 30

e) Pendapatan Jasa II (misalnya Jasa Lembaga Keuangan (Jasa Giro), Jasa Penyelenggaraan Telekomunikasi, Iuran Lelang untuk Fakir Miskin, Jasa Catatan Sipil, Biaya Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa, Uang Pewarganegaran, Bea Lelang, Biaya Pengurusan Piutang dan Lelang Negara); f) Pendapatan Bukan Pajak dari Luar Negeri (misalnya Pendapatan dari Pemberian Surat Perjalanan RI dan dari Jasa Pengurusan Dokumen Konsuler); g) Pendapatan Bunga (misalnya Pendapatan Bunga atas Investasi dalam Obligasi, Pendapatan BPPN atas Bunga Obligasi, Pendapatan Bunga dari Piutang dan Penerusan Pinjaman). c. Penerimaan Hibah; d. Penerimaan Bagian Laba perusahaan negara/daerah dan Investasi Lainnya; dan e. Transfer masuk. Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk pengeluaran: a. Belanja Pegawai; 31

b. Belanja Barang; c. Bunga; d. Subsidi; e. Bantuan Sosial; f. Hibah; g. Belanja Lain-lain; dan h. Transfer keluar. 2.3.3. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang di sajikan di Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. LAK dan LRA yang menyajikan realisasi PNBP tersebut sama-sama menganut basis kas. Ketentuan tentang tata cara penyampaian laporan realisasi PNBP diatur dalam pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan 32

Nomor 99/PMK.06/2006 yang menyebutkan bahwa Satuan kerja (Satker) selaku Kuasa Pengguna Anggaran wajib menyampaikan pertanggungjawaban penerimaan negara dalam bentuk Laporan Realisasi Anggaran yang dihasilkan melalui Sistem Akuntansi Instansi. 2.3.4. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang di sajikan di Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) Catatan atas Laporan Keuangan menyajikan informasi tentang pendekatan penyusunan laporan keuangan, penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca dalam rangka pengungkapan yang memadai. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Piutang PNBP disajikan di neraca sebagai aset lancar dan diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK), berupa: a. Perincian jenis-jenis piutang; b. Penjelasan atas penyelesaian piutang, masih di kementerian negara/lembaga atau sudah diserahkan pengurusannya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN); 33

c. Penjelasan atas piutang yang merupakan hasil reklasifikasi TPA dan/atau TGR; d. Penjelasan atas piutang yang merupakan hasil reklasifikasi Piutang Pinjaman kepada BUMN/BUMD/Pemerintah Daerah, dan lembaga asing; e. Penjelasan atas piutang bukan pajak lainnya; f. Daftar Umur Piutang PNBP. Pengungkapan akun piutang bukan pajak dalam catatan laporan keuangan diberikan penjelasan yang meliputi rincian piutang pajak berdasarkan: a. Umur piutang bukan pajak; b. Piutang bukan pajak yang diusulkan untuk dihapuskan dan; c. Piutang bukan pajak yang dihapuskan dalam tahun berjalan. 2.4. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Terutang PNBP yang Terutang adalah PNBP yang harus dibayar pada suatu saat atau dalam suatu periode tertentu menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jumlah PNBP yang terutang ditentukan dengan cara: a. ditetapkan oleh instansi pemerintah, antara lain pemberian paten, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan penjualan karcis masuk; atau 34

b. dihitung sendiri oleh Wajib Bayar, antara lain pemanfaatan sumber daya alam. Dalam hal Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dihitung sendiri oleh Wajib Bayar, Pimpinan Instansi Pemerintah atau Pejabat Instansi Pemerintah dapat menetapkan jumlah Penerimaam Negara Bukan Pajak yang Terutang. Juklak (Petunjuk Pelaksanaan) PNBP terutang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, dihitung dengan menggunakan tarif: a. Spesifik adalah tarif yang ditetapkan dengan nilai nominal uang (Penjelasan Pasal 4 ayat (1) PP No. 29 Tahun 2009); Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang = tarif x volume Tarif = Rp50,00/m 3 Volume = 1.000 m 3 Maka jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah: Rp50,00/m 3 x 1.000 m 3 =Rp50.000,00. b. Advalorem adalah tarif yang ditetapkan dengan persentase (%) dikalikan dengan satuan nilai (berupa Harga Patokan, indeks harga, kurs, pendapatan kotor, atau penjualan bersih) yang digunakan sebagai dasar perhitungan. Contoh perhitungan tarif advalorem: Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang = tarif x volume Tarif = persentase x dasar pengenaan 35

Besaran persentase = 10% Dasar pengenaan = Rp1.000,00/m 3 Tarif = 10% x Rp1.000,00/m 3 Volume = 1.000 m 3 Maka jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah: (10% x Rp1.000,00/m 3 ) x 1.000 m 3 = Rp100.000,00 c. Ketentuan perundang-undangan adalah penetapan berdasarkan formula, kontrak, putusan pengadilan, dan hasil lelang. Apabila Wajib Bayar tidak melakukan pembayaran sampai melampaui jatuh tempo, maka akan dikenakan sanksi sebesar 2% per bulan dari bagian yang terutang dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh. Metode perhitungan sanksi administrasi dapat dilihat pada Penjelasan Pasal 5 ayat (2) PP No. 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran PNBP Yang Terutang, dan dapat diformulasikan sebagai berikut: (2%x nilai PNBP yang terutang) + akumulasi denda. Keterlambatan 1 hari tetap diperhitungkan sebagai keterlambatan 1(satu) bulan penuh. Pemberian denda ini juga berlaku dalam hal terjadi keterlambatan kekurangan pembayaran PNBP dan hanya dikenakan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. 36