BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

dokumen-dokumen yang mirip
FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Murabahah adalah salah satu bentuk jual beli yang bersifat amanah.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. A. Karakteristik Pembiayaan Produk Flexi ib Hasanah BNI Syariah Kantor

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Mekanisme Pembiayaan Konsumtif di KOPSIM NU Batang

BAB III LUMAJANG. berbeda beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda. Penerapan keuntungan transaksi pembiayaan mura>bah{ah ditetapkan

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

BAB IV IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN EMAS DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN (STUDY KASUS)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV. A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah}ah di BMT Mandiri Sejahtera Jl. Raya Sekapuk Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik.

BAB IV PEMBAHASAN. ( Data Jumlah Pembiayaan kantor cabang Gunungpati II tahun )

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Simpulan. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada PT. BPR Syariah Karya Mugi

AL MURABAHAH DOSEN PENGAMPU H. GITA DANUPRANATA OLEH MELINDA DWIJAYANTI ( ) DHYKA RACHMAENI ( )

BAB I PENDAHULUAN. penting di dalam perekonomian suatu Negara sebagai lembaga perantara

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT EL LABANA SERTA KAITANYA DENGAN FATWA DSN MUI NO.04 TAHUN 2000

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III DESKRIPSI DAN OBJEK PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. modal, reksa dana, dana pensiun dan lain-lain). Pengertian bank menurut UU No.

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sekundernya, contohnya keinginan memiliki mobil, motor, HP dan lain-lain, hal pokok yang melekat pada setiap manusia.

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB V PEMBAHASAN. kegiatan operasional yang berlangsung di kantor Koperasi Simpan Pinjam

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga

BAB IV. IMPLEMENTASI FATWA DSN-MUI No.23/DSN-MUI/III/2002 PADA POTONGAN PELUNASAN DALAM MURABAHAH DI BNI SYRIAH CABANG PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

Pembandingan PSAK No. 102 Dengan Fatwa MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 1

ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 ATAS MURABAHAH PADA PT. BANK BRI SYARIAH, TBK.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan.

Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah diuraikan pada bab. sebelumnya maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PERHITUNGAN BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BSM CABANG PEKALONGAN DITINJAU DARI FATWA DSN-MUI NO.

I. PENDAHULUAN. Rumah merupakan suatu kebutuhan primer dan hak dasar manusia untuk

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI DERIVATIF SYARIAH PERDAGANGAN BERJANGKA DAN KOMODITI DI PT BURSA BERJANGKA JAKARTA

1. PENDAHULUAN. dimana kegiatan utamanya adalah menerima simpanan giro, tabungan, dan

BAB II LANDASAN TEORI. diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Bank percaya kepada

BAB I PENDAHULUAN. Muamalat pada tahun Setelah terbukti mampu bertahan pada masa krisis

ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 DAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2000 PADA PT

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version) BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II MURA>BAH}AH DALAM FATWA DSN-MUI. berasal dari kata ribhu (keuntungan). Sehingga mura>bah}ah berarti saling

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS JUAL BELI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan tumbuhnya pemahaman masyarakat bahwa bunga (interest) dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya potensi jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai ±

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengawasan adalah : a. Menurut Sondang P. Siagian pengawasan adalah proses pengamatan

LAMPIRAN. Lampiran : Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah.

AKAD JUAL-BELI MURABAHAH

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, bukan hanya dalam permasalahan ibadah ubūdiyah saja

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan bank sebagai mitra dalam mengembangkan usahanya.

BAB I PENDAHULUAN. sistem yang dibutuhkan dalam suatu negara, Menurut Kasmir (2006:1) kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Bank syari ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Bank Syariah. Dana Jasa. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896)

BAB I PENDAHULUAN. Kendala yang sering dipermasalahkan dan merupakan kendala utama adalah

RESCHEDULING NASABAH DEFAULT PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH

1. Analisis Praktek Gadai Emas di Bank Syariah Mandiri Cabang Karangayu. akad rahn sebagai produk pelengkap yang berarti sebagi akad tambahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Adapun salah satu ukuran keberhasilan suatu bank adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang

BAB IV. Analisa Hukum Islam Terhadap Penentuan Margin Pembiayaan Mud{a>rabah Mikro (Study Kasus Di BMT As-Syifa Taman Sidoarjo).

BAB V PENETAPAN MARGIN AKAD MURA<BAH>>}AH DI BNI SYARI AH CABANG PALANGKA RAYA. A. Presentase Margin Pada Akad Mura<bah{ah di Perbankan Syari ah

BAB II LANDASAN TEORI

PENERAPAN WAKALAH DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH. Oleh : Rega Felix, S.H.

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Pengertian, Dasar Hukum, Rukun Dan Syarat Murabahah. satunya adalah akad murabahah. Akad Murabahah sama dengan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha usaha berkategori terlarang

Menurut Antonio (2001) ada beberapa syarat khusus yang mengatur. 1) Penjual memberitahukan modal kepada nasabah

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan semakin bertambahnya kebutuhan hidup, terutama kebutuhan

KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam dunia bisnis tidak lepas dari peran bank selaku pelayan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan dan kecukupan dalam keuangan, maka masyarakat dapat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya.

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. bank syari ah diwujudkan dengan pemberian pembiayaaan. Menurut Undang-Undang Perbankan No. 21 Tahun 2008, pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. muncul lembaga-lembaga keuangan syariah sebagai solusi atas kegelisahan tersebut.

BAB V PEMBAHASAN. A. Penerapan Akad Mudarabah di Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. dipaparkan pada bab sebelumnya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknik analisa data

BAB IV. IMPLEMENTASI AKAD IJĀRAH DALAM BNI ib PEMBIAYAAN HAJI DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN

Transkripsi:

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA A. Perbankan Syari ah Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersamasama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional. Perkembangan selanjutnya, kehadiran bank syari ah di Indonesia cukup menggembirakan. Disamping BMI, saat ini juga telah hadir bank syari ah milik pemerintah seperti Bank Syari ah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri bank syari ah sebagai cabang dari bank konvensional yang sudah ada seperti Bank BNI. 1 Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat h.179. 1 Kasmir, bank dan lembaga keuangan lainnya, (Jakarta:Rajawali Press:2003), cet. ke-7, 12

13 spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang. Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008 pada BAB I ketentuan umum pasal 1 ayat 1: Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Pasal 1 ayat 7: Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Pasal 1 ayat 12: Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. 2 Maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya. Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, 2 Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang perbankan syari ah.

14 terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri. Usaha untuk penyelesaian sengketa pada perbankan syari ah termaktub pada Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang perbankan syari ah pada Bagian ke tiga larangan bagi bank syaria ah dan UUS pasal 24 ayat 1 point a,b,c dan d yang berbunyi : (1) Bank Umum Syariah dilarang: a. melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan Prinsip Syariah; b. melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal; c. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dan huruf c; dan d. 3 melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah. B. Aqad Penghimpun Dana Berdasarkan Prinsip Syari ah Pembiayaan berdasarkan prinsip syari ah dalam prakteknya di lembaga perbankan syari ah telah membentuk sebuah sub sistem, sistem pembiayaan 3 Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang perbankan syari ah.

15 berdasarkan prinsip syari ah dilihat dari sudut pandang ekonomi bahwa berdasarkan sifat pengunaannya dapat dibagi menjadi dua hal : 4 1. Pembiayaan produktif antara lain pembiayaan usaha produktif terdiri dari pembiayaan likuiditas, piutang dan persediaan modal, pembiayaan modal kerja untuk perdagangan terdiri dari perdagangan umum dan perdagangan berdasarkan pesanan dan pembiayaan investasi. 2. Pembiayaan konsumtif baik primer maupun sekunder. Perbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, membiayai kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang sesuai. Adapun cara penyelesain sengketa ini terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia No.7/46/PBI/2005 pasal 11 ayat 2 point a,b, dan c. Pasal 11 Ayat 2 : Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka Bank memiliki pilihan untuk : a. membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana hak Bank; b. menunggu penyerahan barang tersedia; atau c. meminta kepada nasabah untuk mengganti dengan barang lainnya yang sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang pesanan semula. Kemudian pasal 11 ayat 3: dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang lebih tinggi maka nasabah tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali terdapat kesepakatan antara Bank dengan nasabah. Dan pasal 11 ayat 4: dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang lebih rendah h.160. 4 Muhammad syafii Antonio, bank syari ah dari teori ke praktik, (Jakarta:Tazkia,tth),

16 dan Bank dengan sukarela menerimanya, maka tidak boleh menuntut pengurangan harga (discount). 5 C. Fatwa Tentang Murabahah Dewan Syariah Nasional adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah. Salah satu tugas pokok Dewan Syari ah Nasional ( DSN) adalah mengkaji, menggali dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (Syari ah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syari ah. Melalui Dewan Pengawas Syari ah melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip syari ah dalam sistem dan manajemen lembaga keuangan syari ah (LKS). Seperti yan telah dijelaskan dalam Fatwa Dewan Syaria ah Nasional MUI yang berbunyi sebagai berikut : Fatwa DSN-MUI NO: 04/DSN- MUI/IV/2000 Tentang Murabahah. a. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah: 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari at Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5 Peraturan Bank Indonesia No.7/46/PBI/2005 tentang aqad penghimpun dana berdasarkan prinsip syari ah.

17 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank. b. Ketentuan murabahah kepada nasabah: 1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank. 2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. 3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli) -nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

18 4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. 7. Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka: a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. b. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. c. Ketentuan jaminan dalam murabahah: 1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. 2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. d. Ketentuan utang dalam murabahah: 1. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali

19 barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank. 2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. 3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan. e. Ketentuan penundaan pembayaran dalam murabahah: 1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya. 2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. f. Ketentuan bangkrut dalam murabahah: Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. 6 6 Fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah.