BAB I PENDAHULUAN. Hasan, memperkirakan bahwa pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Menengah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Semula harapan ini hanya

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konteks negara berembang, sistim perekonomian negara sering kali

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat, dana

BAB I PENDAHULUAN. of founds) dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 mengalami tumbuh sebesar

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Namun demikian, upaya tersebut kiranya perlu dibarengi pula dengan upaya

Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan. ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan bank sebagai mitra dalam mengembangkan usahanya.

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya. Untuk melakukan kegiatan bisnis tersebut para pelaku usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan tingkat modal yang mencukupi, sehingga untuk menambah modal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB I PENDAHULUAN. suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya terutama dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution), yakni

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (DIY) 2013 yakni garis kemiskinan pada maret 2013 adalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonominya. Untuk meningkatkan perekonomian, fokus pemerintah. Indonesia salah satunya pada sektor keuangan dan sektor riil.

BAB I PENDAHULUAN. Syariah (KSPPS), koperasi tersebut kegiatan usahanya bergerak di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan syariah atau yang dikenal dengan Islamic Banking, pada awalnya

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bank Islam merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai

II TINJAUAN PUSTAKA Perbedaan Syariah dengan Konvensional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan UMKM di Indonesia dilihat dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan bank dan lembaga keuangan syariah. Dimana perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

TINJAUAN BAGI HASIL SIMPANAN BERJANGKA PADA KJKS BMT BINA UMAT MANDIRI (BUM) CABANG ADIWERNA

BAB I PENDAHULUAN. atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Abdul Ghafur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), hlm. 31.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi adalah sektor UKM (Usaha Kecil Menengah). saat ini para pelaku UKM masih kesulitan dalam mengakses modal.

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat; kedua, penyaluran dana (financing) merupakan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. konvensional yang telah berkembang pesat dalam perekonomian dunia maupun di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada era modern ini perbankan syariah telah menjadi fenomena global,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Krisis yang melanda dunia perbankan Indonesia menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembiayaan murabahan..., Claudia, FH UI, 2010.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata secara material dan spiritual seperti yang tertuang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan permasalahan dan kehidupan dunia yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 250 miliar dollar AS, tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang semakin kompleks tentunya membutuhkan ketersediaan dan peran serta lembaga

BAB I PENDAHULUAN. fatwa MUI yang mengharamkan bunga bank. 1. nilai-nilai syariah berusaha menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi.

BAB 1 PENDAHULUAN. hlm.15. Press, 2008,hlm. 61

I. PENDAHULUAN. pendapat dikalangan Islam sendiri mengenai apakah bunga yang dipungut oleh

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan meningkatnya pendapatan ekonomi masyarakat membuat rasa

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. debitur. Namun dalam sistem bagi hasil pembayaran tetap selain pokok pinjaman

BAB 1 PENDAHULUAN. mamutar dana masyarakat sehingga perekonomian terus berkembang. Dana. jenis-jenis lembaga keuangan bukan bank yaitu koperasi.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2008 tentang

BAB III GAMBARAN UMUM BMT AT-TAQWA MUHAMMADIYAH CABANG SITEBA. A. Sejarah Berdirinya BMT At-taqwa Muhammadiyah Cabang Siteba

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Di Indonesia sendiri perbankan syariah menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

BAB 1 PENDAHULUAN. MUI, yaitu dengan dibentuknya PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk (BMI)

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya.

BAB I PENDAHULUAN. dana dari pihak yang berkelebihan untuk kemudian di salurkan kepada pihak yang

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan sistem syari ah di Indonesia. Kini bank syari ah yang tadinya

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu. Namun prinsip-prinsip pertukaran barang dan pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga perantara keuangan (financial intermediary) yang

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadikan manusia dengan berbagai naluri, di antaranya naluri hidup

BMT merupakan pelaku ekonomi baru dalam kegiatan perekonomian nasional yang beroperasi dengan menggunakan prinsip syariah. BMT melakukan fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. mikro maupun makro. Terbukti dari semakin banyak munculnya usaha baru yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu akhir-akhir ini banyak bermunculan lembaga keuangan

BAB I PENDAHULUAN. umum dan meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Agama islam tidak hanya meliputi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organisasi perantara antara masyarakat yang kelebihan dana dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberadaan lembaga keuangan sangat berperan dalam ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perekonomian pasti ada hubungannya dengan dunia keuangan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Lembaga keuangan tersebut diharapkan bisa menyokong seluruh bagian

EVALUASI PENERAPAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH BERDASARKAN PSAK NO. 59 (Survai Pada BMI dan BMT) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukarkan uang,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan perbankan syariah sistem pembiayaan mudharabah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kehadiran bank syariah ditengah-tengah perbankan konvensional

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya bagi umat islam. Rasa terpercaya, amanah dan aman serta

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga perantara keuangan antara masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah

PENDAHULUAN. usaha yang dibiayainya. Risiko ini dapat diatasi dengan cara memberikan

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi pioner bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan. sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional.

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Lembaga keuangan perbankan syariah merupakan salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Pemerintah mengeluarkan UU No.7 Tahun disebut Bank Syariah, yang diawali dengan berdirinya Bank Muamalat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Indonesia Syarief Hasan, memperkirakan bahwa pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di seluruh Indonesia pada 2013 mencapai 2 juta unit, menurut Syarief, sampai dengan Desember 2012 UMKM mencapai 55,2 juta unit (www. economy.okezone.com). Pada tahun 2010 jumlah UMKM sebesar 53.828.569 unit dengan usaha mikro 53.207.500 unit, sedangkan pada tahun 2011 jumlah UMKM yaitu sebesar 55.206.444 unit dengan jumlah usaha mikro sebesar 54.559.969 unit, usaha kecil 602.195 unit, dan usaha menengah 44.280 unit (www.bi.go.id). Hal ini menunjukkan dari tahun ke tahun jumlah UMKM semakin meningkat. Semakin banyak jumlah UMKM, maka dana yang dibutuhkan untuk pembiayaan UMKM akan semakin besar. Tabel 1.1 Perkembangan Baki Debet Kredit UMKM Perbankan Tahun 2009-2012 (Miliar Rupiah) Baki Debet 2009 2010 2011 2012 Kredit mikro 255.148,6 284.001,9 323.844,0 325.965,0 Kredit Kecil 284.017,9 395.769,9 515.181,5 636.146,3 Kredit Menengah 227.734,9 281.936,9 352.833,5 438.018,0 Sumber : Data Kredit UMKM Tahun 2009-2012 (data diolah kembali) (www.bi.go.id)

2 Pada tahun 2009 perkembangan baki debet kredit UMKM yang diberikan oleh perbankan sesuai dengan plafon, yaitu usaha mikro (Rp 0 Rp 50 juta) sebesar Rp 255.148,6 miliar, dan setiap tahun mengalami peningkatan, dan dari tahun 2009-2012 yang terbesar pada tahun 2012 sebesar Rp 325.965,0 miliar. Sedangkan untuk usaha kecil (>Rp 50 juta Rp 500 juta) perkembangan baki debet pada tahun 2009 sebesar Rp 284.017,9 miliar, dan terus meningkat hingga tahun 2012 perkembangan baki debet kredit sebesar Rp 636.146,3 miliar. Sementara untuk usaha menengah (>Rp 500 juta Rp 5 miliar) pada tahun 2009 sebesar Rp 227.734,9 miliar, dan mengalami peningkatan sehingga pada tahun 2012 perkembangan baki debet kredit sebesar Rp 438.018,0 miliar. Setiap tahun perkembangan baki debet yang diberikan oleh perbankan terus meningkat, baik bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Perkembangan baki debet kredit yang paling besar yaitu ditempati oleh usaha kecil, sedangkan yang terakhir yaitu usaha mikro. Padahal usaha mikro adalah usaha yang paling banyak ada di masyarakat Indonesia, tetapi ternyata perkembangan baki debet kreditnya lebih kecil daripada usaha kecil dan usaha menengah yang jumlahnya jauh lebih sedikit daripada usaha mikro. UMKM pada saat ini telah menjadi bagian dari kehidupan ekonomi di masyarakat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan UMKM setiap tahunnya. Masyarakat berpikir bahwa dengan mendirikan UMKM dapat meningkatkan taraf hidup dan tentu pendapatannya akan meningkat. Banyak sekali permasalahan yang dihadapi oleh UMKM, terutama mikro, karena usaha mikro masih minim

3 modal dan aset pun hanya terbatas, sehingga untuk mengajukan pembiayaan di bank akan sedikit sulit, karena terbentur oleh jaminan. Usaha mikro memerlukan lembaga keuangan yang dapat memberikan pembiayaan yang tidak memberatkan usahanya. Dalam Booklet Perbankan (2012, 15-16) ada beberapa permasalahan yang menyebabkan sulitnya akses terhadap layanan jasa keuangan bagi masyarakat baik dari sisi penawaran maupun permintaan, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Desain dan Pola Pelayanan. Sebagai contoh, pada produk tabungan yang biaya administrasinya dirasa berat bagi masyarakat kecil atau tidak tersedianya layanan kredit harian bagi pedagang mikro, menyebabkan mereka tetap menggunakan layanan kredit dari lintah darat yang cicilannya dipungut langsung dari pedagang tersebut. Selain itu, bank umumnya lebih mengutamakan kredit dalam jumlah besar daripada kredit skala kecil yang dibutuhkan oleh UMKM. 2. Information gap. Kesenjangan informasi antara apa yang menjadi persyaratan dan prosedur Bank maupun produk Bank dengan apa yang umum diketahui oleh UMKM. Kesenjangan inilah yang memerlukan jembatan penghubung antara masyarakat luas, khususnya UMKM, dengan lembaga keuangan, terutama perbankan, sehingga permasalahan dapat diidentifikasi dan pemecahan masalah disesuaikan dengan permasalahan riilnya. 3. Masalah Legal atau Formalization Gap. Perikatan Bank dengan nasabah umumnya diatur secara formal dengan persyaratan legal yang ketat. Namun usaha mikro umumnya sulit untuk memenuhi persyaratan formal bank seperti izin usaha, jaminan dalam bentuk sertifikat sehingga akhirnya masyarakat miskin tidak mampu memperoleh akses kredit yang memadai.

4 4. Self Exclusion. Keengganan untuk memperoleh layanan jasa keuangan juga dapat disebabkan oleh terdapatnya keyakinan sebagian masyarakat bahwa bunga Bank adalah riba yang diharamkan, sehingga layanan jasa keuangan yang berdasarkan syariah dan terbebas dari riba dapat menjadi solusi. Sebenarnya terdapat berbagai jenis lembaga keuangan selain perbankan dan yang sistem operasionalisasinya menggunakan syariah Islam, yaitu Asuransi Syariah, Reksa Dana Syariah, serta Baitul Maal wa Tamwil. Dari ketiga jenis tersebut, lembaga yang berhubungan dengan upaya pengentasan kemiskinan adalah Baitul Maal wa Tamwil. Pada tahun 1992 muncul Bank Muamalat Indonesia (BMI). Dengan adanya BMI diharapkan dapat menyentuh kalangan bawah, tetapi pada kenyataannya hal tersebut terkendala dengan undang-undang perbankan, usaha kecil/mikro tidak dapat memenuhi prosedur perbankan yang telah dibakukan dalam undang-undang. Selain BMI ada BPRS, yaitu untuk menjangkau masyarakat bawah, akan tetapi pada kenyataannya terdapat beberapa permasalahan, diantaranya prosedur peminjaman BPRS sama dengan bank umum sehingga inilah yang menjadi kendala bagi usaha mikro. Dari permasalahan tersebut muncullah lembaga keuangan lain yaitu Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Menurut Muhammad Ridwan (2011:73) BMT merupakan lembaga yang terlahir dari kesadaran umat dan ditakdirkan untuk menolong kelompok mayoritas yakni pengusaha kecil/mikro. Menurut Muhammad Ridwan (2011:74) mengenai peran BMT, yaitu :

5 peran BMT dalam menumbuhkembangkan usaha mikro dan kecil di lingkungannya merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi pembangunan nasional. Bank yang diharapkan mampu menjadi perantara keuangan ternyata hanya mampu bermain pada level menengah atas. Hingga akhir 2012 sudah ada 3900 BMT di seluruh Indonesia (www.tempo.co). Menurut Muhammad Ridwan (2011:126) BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Peran sosial terlihat dari definisi Baitul Maal, sedangkan peran bisnis terlihat dari definisi Baitul Tamwil. Produk yang ditawarkan oleh BMT beragam, mulai dari tabungan, pembiayaan, dan sewa/ijarah. Salah satu produk BMT, yaitu pembiayaan dengan sistem bagi hasil. Menurut Suwardi selaku pendiri sekaligus Wakil Direktur dan Peneliti Ekonomi-Politik Forum for Studies of Islam Thought and Civilization menyatakan bahwa (www.jambiekspres.co.id) Mengingat fasilitas pembiayaan dengan berbagai macam akad yang ditawarkan oleh BMT sebagai lembaga keuangan mikro penyalur pembiayaan berbasis syariah, sejatinya mampu melahirkan kekuatan ekonomi baru dengan menghadirkan kreativitas berekonomi dan berbisnis. Sebagai contoh, pelaku usaha selaku mudharib yang tidak memiliki modal usaha namun memiliki keahlian tinggi dalam menciptakan laba usaha dan bisnis dapat dibiayai seratus persen oleh shahibul maal (baca : BMT), atau dengan pendekatan musyarakah, dan sejenisnya. Artinya, kreativitas bisnis dalam lingkup usaha micro economic dapat seiring sejalan diberdayakan dengan adanya semangat membangun ekonomi berbasis syariah yang berkeadilan dan menguntungkan melalui lembaga BMT. Pembiayaan yang paling pas untuk UMKM adalah pembiayaan bagi hasil, yaitu pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Bagi usaha mikro pembiayaan yang paling tepat adalah pembiayaan mudharabah, dimana BMT memberikan modal 100% dan nasabah tinggal mengelola dana tersebut. Adapun pengertian

6 pembiayaan mudharabah menurut Veithzal dan Andria (2008:43), yaitu sebagai berikut : sistem kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih dimana pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan seluruh (100%) kebutuhan modal (sebagai penyuntik sejumlah dana sesuai kebutuhan pembiayaan suatu proyek), sedangkan customer sebagai pengelola (mudharib) mengajukan permohonan pembiayaan dan untuk ini customer sebagai pengelola (mudharib) menyediakan keahliannya. Pada dasarnya usaha mikro tidak terlalu membutuhkan dana yang terlalu banyak, sehingga pembiayaan mudharabah ini sangat pas karena plafon pembiayaan sampai Rp 50 juta, dan tidak akan memberatkan nasabah/usaha mikro karena apabila ada kerugian selama itu bukan kelalaian nasabah, maka akan ditanggung oleh shahibul maal (BMT). Inkopsyah (Induk Koperasi Syariah) BMT adalah salah satu induk koperasi syariah yang menaungi BMT di Indonesia. Sampai saat ini ada 385 anggota BMT di Indonesia. Berikut ini adalah pembiayaan yang disalurkan oleh Inkopsyah BMT adalah sebagai berikut : Gambar 1.1 Grafik Pembiayaan Inkopsyah BMT Tahun 2009-2012 (Rupiah)

Pembiayaan 7 160,000,000,000.00 140,000,000,000.00 120,000,000,000.00 100,000,000,000.00 80,000,000,000.00 60,000,000,000.00 40,000,000,000.00 20,000,000,000.00 0.00 Pembiayaan 2009 2010 2011 2012 Tahun Pembiayaan Sumber : Laporan Keuangan Inkopsyah BMT Tahun 2009-2012 (www.inkopsyahbmt.co.id) (data diolah kembali) Pada gambar 1.1 di atas terlihat bahwa pembiayaan yang disalurkan oleh Inkopsyah BMT setiap tahun terjadi peningkatan. Pada tahun 2009 pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp 38.577.317.624,70, pada tahun 2010 terjadi peningkatan sehingga pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp 60.210.572.426,8, dan akhirnya pada tahun 2012 juga terjadi peningkatan sehingga pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp 133.357.360.023,00. Gambar 1.2 Grafik Pembiayaan Mudharabah BMT X Tahun 2009-2012 (Rupiah)

Pembiayaan Mudharabah 8 Pembiayaan Mudharabah 140000000 120000000 100000000 80000000 60000000 40000000 PEMBIAYAAN MUDHARABAH 20000000 0 2009 2010 2011 2012 Tahun Sumber : Data Pembiayaan Mudharabah BMT X Tahun 2009-2012 (data diolah kembali) BMT X merupakan salah satu BMT di Kota Bandung yang menawarkan produk pembiayaan mudharabah. Pada gambar 1.2 pembiayaan mudharabah pada BMT X setiap tahun fluktuatif. Pada tahun 2009 pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp 121.000.000,00 dan terjadi penurunan pada tahun 2010, karena pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp 16.657.000,00. Pada tahun 2011 kembali terjadi penurunan, pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp 11.304.000,00 dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan, pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp 80.496.000,00. Untuk mendapatkan pembiayaan mudharabah pada BMT X, nasabah harus memenuhi persyaratan, diantaranya yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Surat Nikah, Surat Ijin usaha,dan lain-lain. Pada BMT X ini pembiayaan mudharabah banyak disalurkan pada bidang konveksi dan distro, dan jangka waktu pembiayaan maksimal empat bulan, hal ini

9 dikarenakan pembiayaan disesuaikan dengan proyek yang dijalankan oleh nasabah. Sejalan dengan peningkatan penyaluran pembiayaan maka akan meningkatkan pendapatan, seperti yang dinyatakan oleh Kasmir (2004:35) yaitu besar kecilnya bunga kredit sangat mempengaruhi keuntungan bank, mengingat keuntungan utama bank adalah dari selisih bunga kredit dan bunga simpanan. Adapun dalam prinsip syariah tidak ada yang namanya bunga yang ada adalah bagi hasil. Pada Inkopsyah BMT terjadi peningkatan pendapatan. Pada tahun 2008 pendapatan Inkopsyah BMT adalah sebesar Rp 2,6 miliar dan pada tahun 2009 pendapatannya sebesar Rp 4,3 miliar. Terjadi peningkatan pendapatan sebesar Rp 1,7 miliar dari tahun sebelumnya (www.inkopsyahbmt.co.id). Adapun berikut ini grafik pembiayaan BMT X yaitu sebagai berikut : Gambar 1.3 Grafik Pendapatan BMT X Tahun 2009-2012 (Rupiah)

Persentase Pendapatan 10 1.2E+09 1E+09 800000000 600000000 400000000 200000000 0 2009 2010 2011 2012 Tahun Sumber : Data Pendapatan BMT X Tahun 2009-2012 (data diolah kembali) Pada gambar 1.3 total pendapatan yang dihasilkan oleh BMT X terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2009 pendapatan BMT X sebesar Rp 138.447.533,17 dan pada tahun berikutnya, yaitu tahun 2010 terjadi peningkatan sehingga pendapatan sebesar Rp 323.122.592,27. Pada tahun 2011 pendapatan BMT X sebesar Rp 565.387.203,34 dan terjadi peningkatan pada tahun berikutnya, yaitu pada tahun 2012 sebesar Rp 1.002.162.923,22. Pendapatan Gambar 1.4 Grafik Persentase Pendapatan BMT X dari Pembiayaan Hiwalah, Murabahah, dan Mudharabah Tahun 2009-2012 (%) 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 2009 2010 2011 2012 Tahun Hiwalah Murabahah Mudharabah Sumber : Data Persentase Pendapatan dari Pembiayaan Hiwalah, Murabahah, dan Mudharabah BMT X periode tahun 2009-2012 (data diolah kembali)

11 Dari gambar 1.4 di atas dapat dilihat bahwa pendapatan dari pembiayaan murabahah pada tahun 2009 memiliki persentase terbesar terhadap total pendapatan, yaitu sebesar 75,51%. Pada tahun 2010 persentase terbesar dari pendapatan pembiayaan mudharabah sebesar 70%. Pada tahun 2011 dan 2012 persentase terbesar dari pendapatan pembiayaan hiwalah, yaitu sebesar 65% dan 83%. Menurut Malayu S.P. Hasibuan (1994) (dalam Nurhayadi, 2008:1) bunga kredit ini menjadi sumber pendapatan (income) bagi setiap bank. Semakin banyak jumlah kredit yang diberikan suatu bank, maka akan semakin banyak pula pendapatan bank tersebut. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayadi (2008) bahwa adanya hubungan yang sangat kuat antara volume kredit bank kepada UMKM dengan pendapatan bank. Serta sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nita Gantini Gunawan (2012) bahwa volume kredit berpengaruh positif terhadap tingkat pendapatan bank, dan penelitian yang dilakukan oleh R. Bhatara Didjaya (2009) bahwa adanya hubungan positif kuat antara pembiayaan dengan total pendapatan pada PT BPRS PNM Mentari. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil judul Pengaruh Pembiayaan Mudharabah terhadap Pendapatan (Suatu Kasus pada BMT X ) 1.2 Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka dalam hal ini penulis membatasi masalah dan akan menjadi pokok bahasan dan terbatas pada masalah :

12 1. Bagaimana pembiayaan mudharabah yang disalurkan kepada usaha mikro pada BMT X? 2. Bagaimana pendapatan BMT X? 3. Apakah pembiayaan mudharbaah berpengaruh positif terhadap pendapatan pada BMT X? 1.3 Maksud dan Tujuan Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka maksud dan tujuan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembiayaan mudharabah terhadap pendapatan pada BMT X. 1.3.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari diadakannya penelitian dalam penyusunan laporan ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana pembiayaan mudharabah yang disalurkan kepada usaha mikro pada BMT X. 2. Untuk mengetahui bagaimana pendapatan BMT X. 3. Untuk mengetahui pengaruh pembiayaan mudharabah terhadap pendapatan pada BMT X.

13 1.4 Kegunaan Penelitian Dengan memperhatikan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut : 1.4.1 Kegunaan Praktis Dapat menjadi masukan dan informasi bagi BMT mengenai bagaimana pengaruh pembiayaan mudharabah terhadap pendapatan, sehingga BMT dapat mengetahui sampai sejauh mana pembiayaan mudharabah yang disalurkan pada usaha mikro berpengaruh terhadap pendapatan BMT. 1.4.2 Kegunaan Teoritis 1. Bagi Penulis, dapat menambah wawasan mengenai bagaimana pengaruh pembiayaan mudharabah terhadap pendapatan. 2. Bagi Pembaca, melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai pengaruh pembiayaan mudharabah terhadap pendapatan.