BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana yang tertera dalam Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu. masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Kota Padang merupakan salah-satu daerah di Sumatera Barat dengan roda ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan memiliki fungsi perlindungan kepada masyarakat (protective function).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) dalam arti negara pengurus. 1 Selain itu,

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. dan terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta mempunyai berbagai bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. dalam konsep kesejahteraan (welfare) dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa: Bumi, air, dan kekayaan. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar (UUD) Negara Republik

BAB III IMPLEMENTASI TENTANG LARANGAN MENGALIHFUNGSIKAN TROTOAR DAN SUNGAI YANG AKTIF UNTUK TEMPAT BERDAGANG PADA PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. Selain itu Indonesia juga merupakan welfare state. sesuai dengan amanat yang tersirat didalam alinea ke IV, Pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. betapa besar potensi laut sebagai sumber daya alam. Laut tidak saja

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. disebutkan dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Ditengah-tengah perkembangan dunia usaha saat ini, tepatnya yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan negara hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut. rendah sehingga menjadi urusan rumah tangga daerah itu. 1.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN TERHADAP PENANAMAN MODAL DALAM PENANAMAN MODAL DI KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Secara konstitusional hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sebagian

BAB I PENDAHULUAN. merdeka dan berdaulat yang mempunyai tujuan dalam pemerintahannya. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. b) Mengatur dan mengawasi menggunakan dan pemanfaatan,

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, negara mempunyai kewajiban untuk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif (normative legal

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila itu mencangkup sila atau prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi Negara

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. aktifitasnya yang berupa tanah. Tanah dapat berfungsi tidak saja sebagai lahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara, hal ini terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. dengan tanah, dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara Hukum, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia,

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian terhadap efektifitas hukum. 56 Dalam penelitian ini, peneliti

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, DAN PEDAGANG KAKI LIMA. 2.1 Pemerintah Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

BAB I PENDAHULUAN. keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti yang tercantum dalam Pasal I

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pemerintah dalam melaksanakan penertiban Pedagang Kaki Lima

B A L A N G A N B U P A T I KABUPATEN BALANGAN YANG MAHA ESA BUPATI. budayaa. perlu. mampu. terhadap

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. secara saling memperkuat, saling terkait dan terpadu dengan pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan guna

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal atau perumahan semakin banyak. 2. penduduk akan menuntut penambahan lahan pemukiman, jaringan jalan,

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

- Dasar Hukum Peraturan Daerah ini adalah :

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa tujuan pembentukan negara Indonesia adalah...melindungi segenap

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, segala sesuatu dituntut untuk lebih praktis. Kondisi itu makin

BAB I PENDAHULUAN. menyendiri tetapi manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup menyendiri.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut. terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

III. METODE PENELITIAN. meliputi ketentuan-ketentuan perundang-undangan (inabstracto) serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pemanfaatannya haruslah di dasarkan pada prinsip-prinsip yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok dan mata pencaharian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan bernegara yang dituangkan dalam alinea ke

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sejak tanggal 17 Agustus. pembangunan dalam mencapai tujuan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perbankan di Indonesia diatur dalam UU Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. teknologi, dibidang pemerintah telah terjadi perubahan yang mendasar. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

PERAN DAN TANGGUNG JAWAB BIDANG PENGAWAS PASAR DI KOTA LANGSA MENURUT QANUN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR SKRIPSI. Diajukan Oleh: HUMAIRA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 60 TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. hukum adat terdapat pada Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah berdiri dan merdeka dengan syarat dan ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya. Begitu juga dengan negara Indonesia mempunyai tujuan yang tercantum dalam UUD 1945. Tujuan negara Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Alenia IV berbunyi :...untuk membentuk pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara menerapkan aturan hukum sebagai instrumen mewujudkan tujuan negara. Hukum menjadi bagian penting dalam sebuah negara terutama dalam menjalankan roda pemerintahan. Menurut Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945, Indonesia adalah negara hukum. Dengan dimasukkannya pasal ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat dari pada UUD 1945, bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum. Negara hukum menurut F.R. Bothlingk adalah De staat waarin de wilsvrijheid van gezagsdragers is beperkt door grenzen van recht, yang artinya : negara, dimana kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasi

oleh ketentuan hukum 1. Di dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-Undang. Selanjutnya Pasal 18 Ayat (2) menyatakan bahwa Pemerintah Daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa pemberian otonomi yang seluasluasnya kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Otonomi daerah lebih condong merupakan kewajiban dari pada hak, hal ini berarti bahwa daerah berkewajiban melancarkan jalannya pembangunan dengan sungguh-sungguh dan penuh rasa tanggung jawab sebagai sarana untuk mencapai cita-cita bangsa, yaitu masyarakat yang adil dan makmur, baik materil dan spiritual 2. Untuk itu, pemerintah daerah adalah yang bertanggung jawab atas segala yang terjadi pada daerah yang menjadi kawasannya atau daerah kekuasaannya 3. Dalam membangun dan mengembangkan suatu daerah pasti akan selalu ada masalah yang menjadi 1 Ridwan H R, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 21. 2 Christine S.T Kansil, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2001, hlm. 9. 2012, hlm. 1. 3 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika,

tantangan bagi pemerintah daerah, salah satu yang menjadi permasalahan yaitu belum tertibnya pedagang kaki lima yang berada di Kota. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) penertiban adalah proses, cara, perbuatan menertibkan, tindakan pedagang kaki lima yang mendirikan kioskios di sepanjang jalan protokol dibongkar dan dipindahkan ke tempat usaha yang baru 4. Tiap daerahnya selalu dapat terlihat pedagang kaki lima baik yang berada di emperan toko maupun yang di trotoar. Kebanyakan pedagang kaki lima memilih berjualan di tempat keramaian seperti di pasar, stasiun bus, stasiun kereta atau halte-halte dan tempat wisata. Ada juga yang memakai lapak dengan bahan kayu, triplek, terpal dan sebagainya. Ada juga yang memakai gerobak beroda, gerobak dorong, pikulan atau gendongan 5. Perdagangan oleh pedagang kaki lima merupakan aktifitas ekonomi sektor informal yang mempunyai posisi strategis dalam pengembangan ekonomi daerah. hal ini karena aktivitas ekonomi semacam ini menjadi tempat dimana masyarakat golongan ekonomi lemah menggantungkan kehidupannya. Banyak orang yang memilih menjadi pedagang kaki lima. Hal ini juga disebabkan oleh beberapa faktor antara lain 6 : 1. Kesulitan ekonomi 2. Sempitnya lapangan pekerjaan 3. Urbanisasi 13.10 4 http://kamus.sabda.org/kamus/penertiban diakses pada Selasa pukul 24 mei 2016 pukul 5 Gilang Permadi, Pedagang Kaki Lima Riwayatmu Dulu Nasibmu Kini, Jakarta, Yudistira, 2007, hlm. 5. 6 Ibid, hlm. 7.

Pemerintah mengatur keberadaan pedagang kaki lima dengan membentuk Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima dijelaskan istilah pedagang kaki lima pada Pasal 1 Ayat (1) yang berbunyi : Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap. Dari pengertian di atas dapat di lihat bahwa keberadaan pedagang kaki lima sangat rentan menimbulkan permasalahan, tetapi dalam mengatasi permasalahan ini tidaklah tepat apabila pemerintah menggunakan cara represif dalam penertiban pedagang kaki lima. Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum sehingga keberadaan pedagang kaki lima pun dapat perlindungan, baik itu penertiban, penataan, serta pemberdayaan dari pemerintah, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaaan Pedagang Kaki Lima. Pada Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 03 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima dijelaskan bahwa pentingnya menciptakan suatu tatanan kehidupan kota yang tertib, nyaman dan tentram serta untuk menjaga pemanfaatan sarana/ prasarana fasilitas umum. Peraturan Daerah sebagai aturan merupakan bentuk hukum tertulis yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat mengikat umum 7. 6 Hari Sabarno, Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hlm. 196.

Pedagang kaki lima memiliki tata tertib yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, Pasal 8 menyatakan : 1. Pedagang kaki lima dilarang membuka usaha dan berjualan diluar tempat khusus yang diperuntukkan untuk itu. 2. Pedagang kaki lima dilarang meninggalkan gerobak, meja, kursi dan peralatan berdagang lainnya di tempat berjualan setelah selesai berdagang. 3. Tempat khusus sebagaimana dimaksud Ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Keputusan Walikota. Untuk menegakkan Peraturan Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja bertugas membantu kepala daerah untuk menegakkan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat 8. Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjelaskan dalam pelaksanaan upaya pengembangan dan perlindungan usaha mikro, kecil, dan menengah. Pada dasarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima telah mengakomodir pengelolaan secara umum penataan dan penertiban pedagang kaki lima melalui program penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima yang disusun dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) dimana dokumen perencanaan daerah ini dibuat untuk periode 5 tahun. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan 8 Siswanto Sunarno, Op. Cit.,hlm. 39.

Pedagang Kaki Lima dalam Pasal 8, disebutkan bahwa Bupati/ Walikota melakukan penataan pedagang kaki lima dengan cara : 1. Pendataan PKL; 2. Pendaftaran PKL; 3. Penetapan lokasi PKL; 4. Pemindahan PKL dan Penghapusan lokasi PKL; dan 5. Peremajaan lokasi PKL. Kota Padang adalah kota terbesar di pantai barat pulau Sumatera sekaligus Ibu Kota dari Provinsi Sumatera Barat. Bangunan tinggi seperti Masjid, Hotel, Mall, dan gedung lainnya menghiasi pemandangan di kota. Kota Padang semakin padat, jumlah penduduk tiap tahunnya meningkat dan kebutuhan akan pekerjaan juga bertambah. Sedikitnya lapangan pekerjaan membuat orang memutar otak untuk dapat bertahan hidup. Salah satunya dengan buka usaha sebagai pedagang kaki lima. Karena tidak adanya lahan untuk berjualan mereka biasanya berdagang di tempat keramaian. Kegiatan pedagang kaki lima ini salah satunya berada di kecamatan padang barat yaitu tepat di sepajang Jalan M.Yamin. Di jalan tersebut terdapat pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya di tepi jalan dengan memakai gerobak, baik itu yang berjualan pakaian, makanan dan minuman maupun menjual jasa pembuatan kunci, akibatnya akses jalan menuju pasar raya menjadi terganggu sehingga sering terjadi kemacetan yang berulang tiap hari. Di bundaran air mancur, kini semakin banyak pedagang kaki lima berjualan ada yang hanya berupa gelaran maupun yang memakai kendaraan bermotor hingga menutupi badan jalan yang menimbulkan ketidaknyamanan bagi

pengguna kendaraan yang melintas belum lagi yang datang membeli dagangan pedagang dengan memarkirkan kendaraannya secara sembarangan. Dalam Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Pasal 22 Ayat (1) yang berbunyi : Pelaksanaan perdagangan oleh pedagang kaki lima dilakukan di lokasi dan sesuai dengan jadwal berdagang yang telah ditetapkan. Jadwal berdagang tersebut ditetapkan melalui Keputusan Walikota Padang Nomor 190 Tahun 2014 tentang Lokasi dan Jadwal Usaha Pedagang Kaki Lima. Untuk lokasi atau jalan yang dilarang berdagang yaitu : 1. Jalan Pasar Baru 2. Jalan M. Yamin 3. Bundaran Air Mancur 4. Jalan Hiligoo 5. Jalan Bundo Kanduang 6. Jalan Pasar Raya II Lokasi yang dilarang berdagang ini mulai berlaku tertangal 17 Juni 2014, tetapi keputusan Walikota ini tidak sepenuhnya dapat berjalan dengan baik. Buktinya sampai saat ini masih banyak pedagang berjualan di lokasi atau jalan yang dilarang berdagang (bukti foto dilampirkan). Bahwa harus adanya upaya penertiban yang dilakukan oleh pihak terkait terhadap pedagang kaki lima berdasarkan Pasal 11 Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat agar tidak lagi berdagang di lokasi yang dilarang berdagang. Disini dibutuhkan ketaatan dan kesadaran masyarakat agar patuh kepada aturan. Suatu kebijakan hanya

merupakan rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak di implementasikan 9. Oleh karena itu masyarakat Kota Padang juga harus mendukung suatu kebijakan yang nantinya akan berdampak baik bagi mereka. Menyadari pentingnya penertiban terhadap pedagang kaki lima di Kota Padang, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian hukum dengan judul PENERTIBAN TERHADAP PEDAGANG KAKI LIMA YANG BERDAGANG DI LOKASI YANG DILARANG DI KOTA PADANG BERDASARKAN KEPUTUSAN WALIKOTA NOMOR 190 TAHUN 2014. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dikemukakan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Penertiban Terhadap Pedagang Kaki Lima Yang Berdagang Di Lokasi Yang Dilarang di Kota Padang Berdasarkan Keputusan Walikota Nomor 190 Tahun 2014? 2. Apa faktor yang menghambat upaya Penertiban Terhadap Pedagang Kaki Lima Yang Berdagang Di Lokasi Yang Dilarang Di Kota Padang Berdasarkan Keputusan Walikota Nomor 190 Tahun 2014? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 9 Ibid, hlm. 83.

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Penertiban Terhadap Pedagang Kaki Lima Yang Berdagang Di Lokasi Yang Dilarang di Kota Padang Berdasarkan Keputusan Walikota Nomor 190 Tahun 2014. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat upaya Penertiban Terhadap Pedagang Kaki Lima Yang Berdagang Di Lokasi Yang Dilarang Di Kota Padang Berdasarkan Keputusan Walikota Nomor 190 Tahun 2014. D. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan diatas, maka penelitian diharapkan bermanfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis, yaitu sebagai sumbangan pemikiran dan referensi bagi masyarakat dan perkembangan ilmu hukum, khususnya ilmu hukum administrasi negara yang berkaitan dengan peraturan daerah. 2. Manfaat praktis, yaitu melatih cara berfikir penulis dalam penelitian, serta bermanfaat sebagai sumber data dan sumber pustaka bagi masyarakat. E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis (empiris) yaitu penelitian yang dilakukan dengan melihat dan mengkaji bagaimana suatu aturan di implementasikan di lapangan 10. Penelitian hukum ini didasarkan pada data primer. Data primer atau data dasar adalah data yang 10 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rajawali Pers, 2011, hlm.73.

didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber utama melalui penelitian lapangan 11. Pendekatan yuridis-sosiologis akan melihat bagaimana penerapan hukum dalam permasalahan yang akan diteliti. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis, yaitu penelitian yang menggambarkan atau melukiskan secara faktual objek penelitian secara sistematis yang kemudian dianalisis mengenai analisis yuridis kualitatif 12. 3. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan nantinya bersumber pada : a. Penelitian Lapangan, yaitu melihat langsung implementasi Peraturan Daerah di beberapa ruas jalan atau tempat di Kota Padang; b. Penelitian Kepustakaan, yaitu melalui berbagai rujukan terhadap aturan perundang-undangan, dokumen dan berbagai literatur yang menyangkut dengan objek penelitian. Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan sekunder : a. Data Primer Yaitu data yang diperoleh melalui penelitian di lapangan. b. Data Sekunder Merupakan data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan terhadap bahan hukum berupa : 11 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hlm. 16. 12 Ibid, hlm. 42.

1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Undang-Undang Nomor 09 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. e. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. f. Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2012 tentang Koordinasi dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. h. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. i. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 04 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. j. Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 03 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

k. Keputusan Walikota Padang Nomor 190 Tahun 2014 Tentang Lokasi dan Jadwal Usaha Pedagang Kaki Lima. 2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum 13. 3. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang merupakan bahan hukum pelengkap dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier adalah kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, serta bahan lainnya bersumber dari internet 14. 4. Metode Pengumpulan Data Penelitian lapangan ini dilakukan di Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Padang, Dinas Pasar Kota Padang dan lokasi berjualan pedagang kaki lima. Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah : A. Wawancara Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan seleksi khusus. Peneliti melakukan wawancara dengan berkomunikasi yakni melalui tatap muka dan interaksi antara pewawancara dan responden untuk memperoleh data 15. Dalam hal ini penulis mewawancarai Kepala 13 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rajawali Pers, 2012, hlm. 25. 2008, hlm. 12. 14 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hlm. 76. 15 Soerdjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia,

Satuan Polisi Pamong Praja Kota Padang, Kepala Dinas Pasar, serta pedagang kaki lima yang berada di beberapa ruas jalan Kota Padang. B. Studi Dokumen Studi dokumen dilakukan terhadap dokumen-dokumen kepustakaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti guna mempelajari dan menganalisis permasalahan yang ada dalam penelitian ini. 5. Pengolahan dan Analisis Data A. Pengolahan Data Seluruh data sekunder yang dikumpulkan akan diolah oleh penulis dengan cara melakukan penyusunan terhadap data-data yang telah terkumpul melalui proses editing. Editing yaitu meneliti kembali catatan-catatan data yang telah diperoleh untuk memastikan catatan itu sudah cukup baik dan dapat disiapkan untuk proses berikutnya 16. B. Analisis Data Dalam penelitian ini, data-data akan dianalisa dengan menggunakan metode analisis secara kualitatif, yaitu uraian terhadap data yang telah terkumpul dengan tidak memasukkan angka-angka, namun berdasarkan peraturan perundang-undangan, pandangan para pakar dan fakta yang terjadi di lapangan, yang diuraikan dalam bentuk kalimat-kalimat. 125. 16 Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Rajawali Pers, 2002, hlm.