1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, maka segala kekuasaan negara harus diatur oleh hukum. Secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh sebab itu kepolisian sebagai salah satu penegak hukum berperan mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara filosofis telah merevleksikan tugas dan wewenang serta tanggungjawab kepolisian, sebagaimana dirumuskan dalam alinea ke IV pembukaan UUD 1945, isi dari pada alinea ke IV dapat dipahami mengandung esensi, bahwa negara bercitacita untuk melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia. 1 Pembukaan UUD 1945 alinea IV merumuskan sebagai berikut kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah 1 Sadjijono, 2008, Mengenal Hukum Kepolisian: Perspektif kedudukan dan hubungannya dalam hukumadministratif, Laksbang Mediatama, Surabaya, hlm 35
2 kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Berpijak dari konsep dasar tersebut, maka kepolisian diberi wewenang secara atributif oleh negara untuk memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada warga negara serta penegakan hukum yang tertuju pada terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi bagian dari tugas dan wewenang serta tanggungjawab polisi. 2 Tugas dan wewenang kepolisian secara atributif tersebut dirumuskan dalam pasal 30 ayat 4 UUD 1945 yang isinya, bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. 3 Keberhasilan pelaksanaan tugas kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memelihara Kamtibmas, dalam menegakkan hukum, melindungi dan mengayomi serta melayani masyarakat selain ditentukan oleh kualitas 2 Sadjijono, 2008, Mengenal Hukum Kepolisian: Perspektif kedudukan dan hubungannya dalam hukumadministratif, Laksbang Mediatama, Surabaya, hlm 35 3 Ibid. 35-36
3 pengetahuan dan keterampilan teknis kepolisian atau profesionalisme yang tinggi, juga ditentukan oleh perilaku terpuji setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia ditengah masyarakat. Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib menghayati dan menjiwai Kode Etik Profesi Polri yang harus tercermin dalam sikap dan perilakunya, agar terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang. Salah satu wujud komitmen moral dalam Kode Etik Profesi Polri adalah etika kepribadian, yang merupakan komitmen moral setiap anggota Polri terhadap Profesinya sebagai pemelihara kamtibmas, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, yang didasarkan pada panggilan ibadah sebagai umat beragama. 4 Profesi Polri adalah profesi yang mulia (nobile officium) sebagaimana profesi-profesi terhormat lainnya yang memberikan perlindungan dan pengayoman kepada masyarakat, dan jasanya sangat dibutuhkan dalam masyarakat. Sebagai suatu profesi maka diperlukan suatu pemolisian profesi 5. Profesi kepolisian dalam sifatnya sebagai profesi luhur menuntut kejelasan dan kekuatan moral yang tinggi, ada tiga ciri kepribadian moral yang harus melekat dan menjadi dasar moral bagi aparatur kepolisian dalam mengemban dan menjalankan tugas dan wewenangnya, baik sebagai penegak hukum 4 H.Pudi Rahardi, 2007, Hukum Kepolisian ( Profesionalisme dan Reformasi Polri ), Laksbang mediatama, Surabaya, hlm 149-150 5 Ibid, hlm. 199
4 maupun sebagai pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat. Tiga ciri kepribadian moral tersebut meliputi: 6 a. Berani berbuat dengan tekad untuk memenuhi tuntutan Profesi; b. Sadar akan kewajiban yang harus dipenuhi selama menjalankan tugas profesionalnya; c. Memiliki idialisme sebagai perwujudan makna mission statemen masing-masing organisasi profesionalnya; Tuntutan etika profesi hanya dapat dipenuhi oleh orang yang memiliki idialisme, artinya setiap anggota kepolisian sebagai pemegang profesi penegak hukum yang berada dan terikat dalam lembaga kepolisian dengan sungguh-sungguh dan kesadaran tanpa pamrih mau melayani masyarakat menurut jalur-jalur yang digariskan dalam cita-cita dan kode etik profesi yang ditetapkan 7. Dalam melaksanakan peran dan fungsinya Kepolisian memiliki disiplin anggota dan susunan organisasi serta tata kerja sesuai dengan kepentingan pelaksanaan tugas dan wewenangnya guna mewujudkan keberhasilan pelaksanaan tugas kepolisian itu sendiri, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian, serta keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian. 6 Sadjijono, 2008, Etika Profesi Hukum : suatu telaah filosofis terhadap konsep dan implementasi kode etik Profesi Polri, Laksbang Mediatama, Surabaya, hlm 42-43 7 Ibid, hlm. 44
5 Peraturan disiplin anggota Kepolisian berisi kewajiban, larangan, sanksi, dan penyelesaian pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh aparat polisi itu sendiri, dalam Penegakan peraturan disiplin anggota kepolisian terdapat pejabat yang berwewenang menjatuhkan tindakan disiplin, diantaranya Atasan langsung, atasan tidak langsung, dan provos. Belakangan ini seperti diberitakan diberbagai media elektronik maupun media cetak, terjadi beberapa kejadian yang melibatkan anggota kepolisian baik perorangan maupun dalam kesatuan yang kedapatan salah dalam menggunakan senjata api dimana penembakan dilakukan tidak sesuai dengan prosedur tetap (Protap) Kepolisian Negara Republik Indonesia, contoh kasus pembubaran masa yang memblokir pelabuhan Sape kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat pada tanggal 24 desember 2011 dinilai tidak sesuai protap Nomor 1/X/2010 Tentang Penanggulangan Tindakan Anarkis Terhadap Pendemo. Berdasarkan realita permasalahan sosial beberapa bulan belakangan ini, dimana terjadi penyalahgunaan senjata api oleh anggota kepolisian yang tidak sesuai prosedur tetap Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka penulis mengajukan judul KEWENANGAN PROVOS DALAM PROSES PENYELESAIAN PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN YANG DINILAI TIDAK SESUAI PROTAP POLRI
6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan hukum dalam penulisan ini sebagai berikut: 1. Apakah kewenangan Provos dalam proses penyelesaian penyalahgunaan senjata api oleh anggota kepolisian yang dinilai tidak sesuai Protap Polri? 2. Apakah kendala Provos dalam proses penyelesaian penyalahgunaan senjata api oleh anggota kepolisian yang dinilai tidak sesuai Protap Polri serta sanksi yang diberikan kepada anggota Kepolisian yang menyalahgunakan senjata api? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kewenangan provos dalam proses penyelesaian penyalahgunaan senjata api oleh anggota kepolisian yang dinilai tidak sesuai Protap Polri serta kendala yang dihadapi. D. Manfaat Penelitian 1. Mafaat teoritis Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan (Ilmu Hukum). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum Kepolisian,
7 khususnya Kewenangan provos dalam proses penyelesaian penyalahgunaan senjata api oleh anggota kepolisian yang dinilai tidak sesuai protap. 2. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan lembaga Kepolisian dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya secara profesional sesuai etika dan profesi Kepolisian, serta sebagai syarat untuk menyelesaiakan Program Studi ilmu hukum strata 1. E. Keaslian Penulisan Penulisan ini merupakan hasil karya dari penulis sendiri, bukan hasil duplikasi atau plagiasi dari karya penulisan orang lain. Letak kekhususan dalam penulisan ini ada pada kewenangan provos dalam proses penyelesaian penyalahgunaan senjata api oleh anggota kepolisian yang dinilai tidak sesuai Protap Polri. F. Batasan Konsep 1. Kewenangan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kewenangan adalah kekuasaan yang mendapatkan keabsahan atau legitimasi. Kewenangan adalah hak moral untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik.
8 2. Povos Pengertian Provos menurut pasal 1 Ayat ( 15 ) Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota kepolisian Republik Indonesia adalah Satuan fungsi pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas membantu pimpinan untuk membina dan menegakkan disiplin serta memelihara tata tertib kehidupan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3. Senjata Api Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Ijin Pemakaian Senjata Api, yang dimaksud dengan senjata api adalah: a. Senjata api dan bagian-bagiannya b. Alat penyembur dan bagian-bagiannya c. Mesiu dan bagian-bagiannya seperti petranhulsen, slaghojer dan lainlain d. Bahan peledak, termasuk juga benda-benda yang mengandung peledak seperti granat tangan, bom dan lain sebagainya 4. Kepolisian Pengertian Kepolisian menurut Pasal 1 Ayat ( 1 ) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
9 Segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 5. Anggota Kepolisian Pengertian Anggota Kepolisian Menurut Pasal 1 ( 2 ) Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Sehubungan dengan judul penelitian di atas, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang berfokus pada norma (law in the book) dan memakai data sekunder sebagai data utamanya. 2. Sumber data a. Bahan hukum primer: berupa peraturan perundang-undangan yang tata urutannya sesuai dengan Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundangundangan yang berlaku. b. Bahan hukum sekunder: berupa fakta hukum, doktrin, asas-asas hukum, dan pendapat hukum, dalam literatur, jurnal, hasil penelitian, dokumen, surat kabar, internet, dan majalah ilmiah. 3. Cara pengumpulan data a. Studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari bahan hukum primer dan sekunder
10 b. Wawancara dengan nara sumber 4. Analisis data Analisis data dilakukan terhadap: a. Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan, sesuai lima tugas ilmu hukum normatif/dogmatif, yaitu deskripsi hukumpositif, sistematisasi hukum positif, analisis hukum positif, interpretasi hukum positif, dan menilai hukum positif b. Bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum dianalisis (dicari perbedaan dan persamaan pendapat hukum) c. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diperbandingkan, dan dicari ada tidaknya kesenjangan. 5. Proses berpikir Dalam penarikan kesimpulan, proses berpikir digunakan secara deduktif H. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian, Keaslian Penelitian, Batasan Konsep dan Metode Penelitian. BAB II : PEMBAHASAN Bab ini menguraikan mengenai pembahasan yang memuat pokok-pokok permasalahan yang menjadi kajian berupa hasil penelitian dan pembahasan mengenai penerapan sanksi disiplin
11 yang diberikan oleh Ankum kepada Provos Terhadap penyalahgunaan senjata api oleh anggota kepolisian dan wewenang provos dalam proses penyelesaian penyalahgunaan senjata api oleh anggota Kepolisian. BAB III : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran