BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi setiap orang, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK. Kata Kunci: Optimalisasi, Tugas dan Fungsi, Rupbasan MARIO RIZKY SUMARAUW, , OPTIMALISASI TUGAS DAN FUNGSI

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

Oleh : Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM RI

PERAN RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA WONOGIRI DALAM MENGELOLA, MERAWAT DAN MENYIMPAN BENDA SITAAN NEGARA DAN BARANG RAMPASAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017. PENGELOLAAN BENDA SITAAN MENURUT PASAL 44 KUHAP 1 Oleh : Maria Prisilia Djapai 2

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

1. Hubungan Sistem Pemasyarakatan dengan Lembaga-Lembaga Penegak Hukum Lainnya dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu

Pengelolaan Barang Sitaan, Temuan dan Rampasan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELELANGAN BARANG BUKTI. oleh KBP. Drs. ISKANDAR IBRAHIM,MM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan (machtsstaat). Hal ini mengandung konsekuensi logis agar setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan akuntansi berbasis akrual (accrual) oleh pemerintah, termasuk

LEMBAGA PENGELOLA ASET TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengadakan wawancara terhadap responden yang telah ditentukan oleh penulis,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

PENUTUP. penelitian lapangan, serta pembahasan dan analisis yang telah penulis lakukan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

KEBIJAKAN PENGELOLAAN BENDA SITAAN DAN BARANG RAMPASAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF PEMULIHAN ASET

2017, No Peraturan Menteri; d. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan perlu diatu

BAB I PENDAHULUAN. warga negaranya untuk menjunjung hukum itu agar dapat berperilaku, bertindak dan

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BONTANG

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembuatan hukum seharusnya mampu mengeleminasi setiap

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum memiliki

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tanggal 1 Agustus Presiden Republik Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Program Pascasarjana Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM Universitas Brawijaya

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang : Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN.. Hari gini siapa yang tidak kenal narkoba, hampir setiap hari kita disuguhkan

SOP Sentra Gakkumdu dan Tantangannya. Purnomo S. Pringgodigdo

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. KESIMPULAN. Penggunaan instrumen..., Ronny Roy Hutasoit, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

PENEGAKAN HUKUM. Selasa, 24 November

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

SKRIPSI PENYIDIKAN DENGAN CARA KONFRONTASI OLEH PENYIDIK KEPOLISIAN MENURUT UU RI NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN O L E H :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.15, 2010 Kementerian Kehutanan. Barang Bukti. Pengurusan.

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi setiap orang, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat yang menjadi tersangka dalam melakukan pelanggaran hukum, dijamin secara terbatas hak-haknya termasuk hak kepemilikan, hak kepemilikan yang dimaksud adalah hak milik atas benda yang dipergunakan untuk berbuat atau yang berhubungan dengan kejahatan. Benda yang bersangkutan disita oleh penyidik untuk pembuktian lebih lanjut dalam suatu proses peradilan, dimana pelaksanaannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana umum maupun pidana khusus, seperti kasus korupsi seringkali penyidik harus melakukan upaya paksa dalam bentuk penyitaan barang atau benda yang dimiliki tersangka karena akan dijadikan sebagai alat bukti. Secara universal upaya perlindungan hak kepemilikan seseorang atas barang yang berperkara dalam hukum, Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara (RUPBASAN) wajib memberikan perlindungan dan pengelolaan terhadap barang yang disita atau dirampas, sehingga barang tersebut terpelihara dan terawat dengan baik dari segi jumlah, mutu, kualitas dan kuantitasnya sampai pada waktu yang ditentukan, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, yang berpotensi dapat merusak atau hilangnya barang rampasan sehingga berujung pada gagalnya proses peradilan 1

karena secara terminologis, barang bukti hasil rampasan atau sitaan adalah salah satu penunjang vital untuk penuntutan dan keperluan proses penyidikan. 1 Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara atau disingkat RUPBASAN 2 satu-satunya tempat penyimpanan segala macam benda sitaan yang diperlukan sebagai barang bukti dalam proses pengadilan berdasarkan pasal 44 ayat 1 KUHAP yang berbunyi : Benda Sitaan Negara disimpan didalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yang didalamnya temasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim, dan benda tersebut dilarang dipergunakan oleh siapapun juga sampai pada jangka waktu tertentu hingga akhirnya dimusnahkan, ataupun dilelang sesuai dengan putusan hakim 3. Sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan nomor :E1.35.PK.03.10 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan dan Rumah Penyimpanan Sitaan Negara, tugas pokok Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara adalah menyimpan dan mengelola barang sitaan dan rampasan negara, yang dalam hal ini meletakkan barang sitaan ke suatu tempat yang aman dengan penjagaan ketat selama proses sampai akhir persidangan, dengan maksud agar barang sitaan tidak rusak atau hilang selama proses peradilan 1 Andi Hamzah, Pengusutan Perkara melalui sarana tehnik dan sarana hokum. Hlm.22 2. www.kemenkumham.go.id 3 Basmanizar, Penyelamatan dan pengamanan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara di Rupbasan. Rajawali Pers. Jakarta. 1997. Hlm 43-44 2

sedang berlangsung. Oleh karena itu, Rumah Penyimpanan Barang sitaan negara sebagai instansi penegak hukum yang paling bertanggung jawab dalam menjamin dan melindungi keselamatan dan keamanan barang bukti milik tersangka, maka sudah pasti instansi ini harus menjadi satu satunya tempat penyimpanan barang sitaan negara. Berkaitan dengan hal di atas peneliti akan mengaitkannya dengan Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara kelas I di kota Gorontalo. Berdasarkan pasal 44 ayat 1 dan 2 UU RI nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP 4 yang menyatakan dengan tegas bahwa: Benda sitaan negara disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yang kemudian dilanjutkan pasal 2 menyebutkan Penyimpanan benda sitaan negara dilaksanakan dengan sebaik baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang dipergunakan oleh siapapun juga Selanjutnya kita telaah pasal 27 ayat 1 Peraturan Pemerintah RI nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan kitab undang undang hukum pidana disebutkan dalam RUPBASAN ditempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaaan di sidang pengadilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim, maka terkandung pengertian bahwa: 4 Peraturan Menteri Kehakiman nomor : M.05.UM.01.06 tentang pengelolaan benda dan sitaan negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan negara 3

1. Setiap barang sitaan dan rampasan oleh negara untuk keperluan proses peradilan., 2. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara adalah satu-satunya tempat penyimpanan benda sitaan negara,termasuk barang rampasan yang disita oleh hakim., 3. Dari fungsi kelembagaan Rupbasan merupakan pusat penyimpanan barang sitaan dan barang rampasan negara dari seluruh instansi di Indonesia. Namun pada kenyataannya tidak demikian, pada kenyataan dilapangan di RUPBASAN (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara) Kelas I Gorontalo mempunyai beberapa masalah tertentu yang menjadi penyebab mengapa instansi ini tidak bisa melaksanakan fungsinya sesuai amanat undang-undang, dimulai dari minimnya rekruitmen pegawai, kurangnya fasilitas pengamanan ruangan brankas penyimpanan barang bukti dan sitaan, kemudian masalah jumlah Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara di kota Gorontalo yang terbilang sangat kurang yang tidak sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP pasal 26 ayat 1 dan 2 yang mengharuskan setiap kabupaten kota memiliki 1 (satu) cabang Rupbasan, dan menurut peneliti faktor utama lainnya adalah minimnya anggaran dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengembangkan dan memaksimalkan fungsi Rupbasan sebagai instansi penting dalam mengolah dan menjaga kualitas barang sitaan dan rampasan, faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah karena adanya ketidaksamaaan 4

paham mengenai barang sitaan antara pihak Kepolisian dan Kejaksaan, atau dapat diistilahkan sebagai ego sektoral. 5 Secara umum ego sektoral mempuyai pengertian yaitu suatu kepentingan terhadap sesuatu yang melibatkan kelompok tertentu, dimana kelompok tersebut menganggap kepentingan kelompoknya lebih penting dan menganggap kelompok lain lebih rendah kepentinganya. Ego sektoral berpotensi mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan wewenang/kekuasaan 6. Masalah fundamental Rupbasan yang paling serius adalah ego sektoral dari masing masing instansi penegak hukum yang dalam pandangannya tentang alat bukti rampasan atau sitaan seperti yang peneliti paparkan sebelumnya, padahal konsep yang lebih interatif antar institusi penegakkan hukum, sifat keteraturan itu harus menjadi salah satu katalisator dalam mengeratkan hubungan antar lembaga. 7 Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka objek penelitian ini adalah menelaah inti permasalahan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara dan keterkaitannya dengan instansi penegak hukum lainnya, instansi hukum mana yang harus dievaluasi agar fungsi RUPBASAN dapat berjalan optimal sesuai pasal 44 ayat 1 KUHAP. 5 Muhammadismet.blogspot.com, Artikel Mengikis Ego Sektoral Dalam Penegakkan Hukum oleh Abdul Malik Gismar 6 M.kompasiana.com/post/read/442388/2/ego-sektoral-pemecah-bangsa.html. oleh Supapri Situmorang, diakses senin tanggal 17 Mei 2013 7 Guyub Sudarmanto Bc.IP. SH (Kepala Rupbasan Kelas I Kota Gorontalo), wawancara dengan Narasumber. Di Kantor Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara kelas I Gorontalo,kota Gorontalo, 5 April 2014 5

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian singkat latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Faktor apakah yang mempengaruhi kurang optimalnya fungsi RumahPenyimpanan Benda Sitaan Negara kelas I kota gorontalo? 2) Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk mengoptimalisasikan tugas dan fungsi Rupbasan sebagai satu-satunya tempat penyimpanan benda sitaan dan rampasan? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian 1.1 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana inti permasalahan serta masalah administrasi pengelolaan basan dan baran di Rupbasan sebagai instansi vital dibawah Kemeterian hukum dan HAM 1.2 Bertujuan untuk mengetahui kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan barang rampasan negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara gorontalo serta Upaya-upaya penyelesaiannya. 2. Kegunaan penelitian 1.2.2 Sebagai bahan masukan bagi Instansi terkait dalam hal pengelolaan Barang sitaan dan barang rampasan sesuai Undang undang 1.2.3 Memberikan gambaran secara garis besar tentang upaya-upaya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kepala Rupbasan 6

kelas I Gorontalo dalam rangka mensosialisasikan Rumah penyimpanan barang sitaan negara kepada pihak Kepolisian, Kejaksaaan dan instansi terkait lainnya agar dapat menempatkan barang bukti dan rampasan sitaan ke tempat yang seharusnya dibawah kewenangan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, sebagai satu satunya tempat untuk penyimpanan basan dan baran dan untuk mewujudkan penegakkan hukum yang sesuai aturan dan sesuai tugasnya masing masing agar tidak terjadi tabrakan dan ketidakberaturan sistem hukum. 1.2.4 sebagai bahan perbandingan dan masukan bagi mereka yang mempunyai keinginan untuk melakukan penelitian lanjutan pada masalah yang sejenis dan diharapkan hasil penelitian ini dapat bermamfaat bagi kalangan akademisi dalam pengembangan hukum pidana. 7