KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO) NOMOR: 001/KPTS/DIR/2002 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKSI PT PERHUTANI (PERSERO)

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. hutan negara, dimana kawasannya sudah dikepung kurang lebih 6000 desa

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

KEPUTUSAN DEWAN PENGAWAS PERUM PERHUTANI (Selaku Pengurus Perusahaan) NOMOR : 136/KPTS/DIR/2001 PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

GUBERNUR JAWA TENGAH

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 268/KPTS/DIR/2007 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT PLUS (PHBM PLUS)

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 13/Menhut-II/2009 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2011 TENTANG HUTAN TANAMAN HASIL REHABILITASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MEMBUKA TANAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.28/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

Menimbang : Mengingat :

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.30/Menhut-II/2014 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.60/Menhut-II/2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 64 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 317/KPTS-II/1999 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DESA

Kemitraan Kehutanan di Hutan Lindung Jawa Tengah

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KERJASAMA PEMANFAATAN HUTAN LINDUNG

GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI TANAH DATAR PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARO NOMOR 06 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu

POLICY PAPER No 04/2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN WONOSOBO

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 37/Menhut-II/2007 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.36/Menhut-II/2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

Transkripsi:

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 436/KPTS/DIR/2011 TENTANG PEDOMAN BERBAGI HASIL HUTAN KAYU DIREKTUR UTAMA PERUM PERHUTANI Menimbang : Mengingat : a. bahwa Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat merupakan suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional; b. bahwa jiwa berbagi adalah pembagian peran antara Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan lahan (tanah atau ruang), waktu, dan pengelolaan kegiatan; c. bahwa berhubung dengan huruf a dan b tersebut, maka perlu menetapkan pedoman berbagi hasil hutan kayu dengan keputusan Direksi. 1. Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 2. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2001 tentang Kewenangan Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonomi; 3. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah; 4. Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Daerah; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 06 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara; 7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.01/Menhut-II/2005 tentang Pemberdayaan Masyarakat setempat di dalam dan atau sekitar hutan dalam rangka Social Forestry; 8. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.41/Menhut-II/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kecil Menanam Dewasa Memanen; 9. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Kegiatan Kerjasama Usaha Perum Perhutani dalam Kawasan Hutan; 10. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.68/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Kampanye Indonesia Menanam; 11. Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor KEP-222/MBU/2010 tentang Pemberhentian dan Penunjukan Pelaksanaan Tugas Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan

Negara; 12. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor 1837/KPTS/DIR/1996 tentang Penetapan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan dalam Pengelolaan Hutan; 13. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor 849/KPTS/DIR/1999 tentang Pedoman Pengkajian Desa Secara Partisipatif; 14. Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor 682/KPTS/DIR/2009 tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Memperhatikan : Surat Plt. Direktur Utama Perum Perhutani Nomor 126/CSLH/Dir/Tgl. 01 Juni 2009 perihal Agenda Bahan Rapat Dewan Pengawas dan Direksi. MEMUTUSKAN : Menetapkan : Pedoman Berbagi Hasil Hutan Kayu. Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) yang selanjutnya disebut Perusahaan adalah BUMN yang bidang usahanya berada dalam lingkup tugas dan kewenangan Menteri. 2. Hasil Hutan Kayu adalah hasil hutan berupa semua jenis kayu tebangan dari kawasan hutan produksi yang dikelola melalui proses Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. 3. Berbagi adalah pembagian peran, hak dan kewajiban, antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan lahan (tanah dan atau ruang), waktu dan pengelolaan kegiatan. 4. Berbagi Hasil Hutan Kayu adalah pembagian hasil hutan kayu sebagaimana tersebut pada ayat 1 antara Perusahaan dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan dengan Pihak yang Berkepentingan didasarkan pada nilai dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak. 5. Hasil Hutan Kayu yang menjadi obyek berbagi adlaah kayu perkakas dan kayu bakar dari kawasan hutan produksi yang dikelola melalui proses Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. 6. Faktor Produksi adalah semua unsur masukan produksi berupa lahan, tenaga kerja, teknologi dan atau modal yang dapat mendukung proses produksi sampai menghasilkan keluaran produksi dalam pengelolaan sumberdaya hutan. 7. Tebangan yang direncanakan adalah tebangan habis dan penjarangan. 8. Tebangan habis meliputi : jenis kelas perusahaan, Tanaman Kayu Lain (TKL), Tanaman Jenis Kayu Lain (TJKL) pada hutan produksi sesuai etat. 9. Tebangan penjarangan adalah tebangan sebagai tindakan silvikultur untuk memberikan ruang tumbuh terhadap pohon tinggal, penjarangan pertama untuk tanaman Jati Plus Perhutani (JPP) dilakukan pada umur 6 tahun, non JPP pada umur 3 tahun, dan Fast Growing Species (FGS) pada umur 3 tahun.

10. Kehilangan Pohon adalah berkurangnya jumlah pohon akibat lemahnya keamanan hutan. 11. Desa Hutan adalah wilayah desa yang secara geografis dan administratif berbatasan dengan kawasan hutan atau di sekitar kawasan hutan. 12. Masyarakat Desa Hutan (MDH) adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. 13. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah lembaga masyarakat desa yang berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur masyarkat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian terhadap sumberdaya hutan. 14. Koperasi Masyarakat Desa Hutan (KMDH) adalah koperasi yang oleh dan untuk masyarakat desa hutan berdasarkan 7 (tujuh) prinsip koperasi, yaitu keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, bersifat demokratis dalam pengelolaan, pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) yang sebanding dan adil, pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, kemandirian, pendidikan anggota, dan kerjasama antar koperasi. 15. Pihak yang berkepentingan (stakeholder) adalah pihak-pihak di luar Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersmaa Masyarakat yaitu Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Usaha Swasta, Lembaga Pendidikan dan Lembaga Donor. 16. Kayu Perkakas adalah kayu yang peruntukannya sebagai bahan industri dan atau bahan bangunan lainnya dengan ukuran panjang dan diameter sesuai peraturan perusahaan yang berlaku. 17. Kayu Bakar adalah kayu yang tidak digunakan sebagai bahan baku industri dan atau bahan bangunan lainnya dengan ukuran 2/4 panjang 1 (satu) meter dan 5/8 panjang 0,5 meter. 18. Harga adalah harga rata-rata yang terjadi pada saat itu dalam tahun berjalan di KPH tersebut dikurangi biaya pemanenan rata-rata Pos P, Q, R, S per m3 di KPH tersebut. 19. Biaya produksi adalah biaya yang terdiri dari biaya pemungutan dan biaya pemasaran. 20. Biaya Pemungutan adalah biaya yang dikeluarkan dimulai dari klem sampai dengan kayu diterima di TPK. 21. Biaya pemasaran adalah Biaya yang dikeluarkan dimulai dari pelasahan, pengujian, pengalingan sampai dengan pembayaran PSDH. 22. Faktor Koreksi adalah suatu nilai yang ditetapkan untuk memperoleh hasil perhitungan yang lebih realistis sesuai kondisi lapangan. Berbagi hasil hutan kayu bertujuan untuk : BAB II TUJUAN Pasal 2 1. Meningkatkan peran dan tanggung jawab Perusahaan, Masyarakat Desa Hutan, dan Pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan dalam rangka keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan. 2. Meningkatkan pendapatan Perusahaan dan Masyarakat Desa Hutan secara simultan dan berkelanjutan.

3. Meningkatkan kontribusi Perusahaan terhadap Pemerintah Daerah dalam rangka pembangunan wilayah. 4. Meningkatkan hubungan kerjasama antara Perusahaan dengan Masyarakat Desa Hutan dan Pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya hutan/ 5. Menumbuhkembangkan rasa memiliki terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan bagi Perusahaan, Masyarakat Desa Hutan, dan pihak yang berkepentingan. BAB III OBYEK BERBAGI Pasal 3 1) Hasil hutan kayu yang menjadi obyek berbagi adalah kayu perkakas dan kayu bakar dari kawasan hutan produksi yang dikelola melalui proses Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. 2) Kayu perkakas dan kayu bakar sebagaimana tersebut pada ayat 1 adalah kayu yang berasal dari tebangan yang direncanakan meliputi tebang habis dan tebang penjarangan. BAB IV NILAI DAN PROPORSI BERBAGI Pasal 4 Pembagian peran, tanggung jawab dan hasil kegiatan ditetapkan berdasarkan musyawarah dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan dituangkan dalam perjanjian. a. Berbagi peran dan tanggung jawab Berbagi peran dan tanggung jawab masing-masing unsur yang terlibat dalam kerjasama PHBM diatur dalam bab hak-kewajiban. b. Berbagi hasil kegiatan Hasil kegiatan PHBM dikelompokan menjadi 3 (tiga) yaitu hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan hasil usaha produktif yang pembagiannya diatur sebagai berikut: b.1 Hasil Hutan Kayu b.1.1. Obyek Berbagi Hasil hutan kayu yang menjadi obyek berbagi adalah kayu perkakas (Jati dan Non Jati) dan kayu bakar (Jati dan Non Jati) dari kawasan hutan produksi yang dikelola secara Pengelolaan Bersama Masyarakat. Kayu perkakas dan kayu bakar tersebut di atas adalah kayu yang berasal dari tebangan yang direncanakan meliputi tebangan habis dan tebangan penjarangan. b.1.2. Proporsi Berbagi Proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap kayu perkakas yang berasal dari proses Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat diterimakan dalam bentuk uang tunai. Proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap kayu bakar yang berasal dari tebangan penjarangan lanjutan dan tebangan habis diterimakan dalam bentuk barang berupa kayu atau uang tunai.

Besarnya proporsi nilai uang tersebut dihitung berdasarkan proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan setelah dikalikan dengan harga. Harga merupakan harga rata-rata yang terjadi pada saat itu dalam tahun berjalan di KPH tersebut dikurangi biaya pemanenan rata-rata Pos P, Q, R, S per m3 di KPH tersebut. Proporsi hak Lembaga Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil hutan kayu dari hasil tebangan terhadap hasil hutan kayu dari hasil tebangan penjarangan pertama berupa kayu bakar yang perjanjian kerjasamanya dilakukan pada kondisi hutan berupa tanah kosong maupun tegakan adalah seratus persen. Proporsi hak Lembaga Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil hutan kayu hasil tebangan penjarangan lanjutan yang dilaksanakan setelah perjanjian kerjasama pada kondisi hutan berupa tegakan, diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut : P = (U Ut) x 25% x FK U Keterangan : P adalah proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil tebangan penjarangan lanjutan yang pertama kali dilaksanakan (dalam persentase) U adalah umur tegakan saat pelaksanaan tebang penjarangan Ut adalah umur tanaman atau tegakan pada saat dilakukan kesepakatan perjanjian kerjasama (dalam tahun) 25 % adalah proporsi terbesar hak Lembaga Masyarakat Desa Hutan atas hasil tebangan penjarangan lanjutan. FK (Faktor Koreksi) = FKp x Fke x Fkt FKp Fke Fkt = Faktor koreksi keamanan pangkuan = Faktor koreksi keamanan petak yang akan ditebang penjarangan = Faktor koreksi keberhasilan tanaman Pasal 6 1) Proporsi hak Lembaga Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil hutan kayu yang perjanjian kerjasamanya dilakukan pada kondisi hutan berupa tanah kosong maupun tegakan adalah 100% (seratus persen) dari hasil tebangan penjarangan pertama yang berupa kayu bakar; sebesar-besarnya 25% (dua puluh lima persen) dari setiap hasil tebangan penjarangan lanjutan dan dari hasil tebang habis.

2) Proporsi hak Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) terhadap hasil hutan kayu jati atau kayu selain jati dan tebang habis yang perjanjian kerjasamanya dilakukan pada kondisi hutan berupa tegakan diperhitungkan dengan rumusan sebagai berikut : P = (D Ut) x 25% x FK D Keterangan : Pa adalah proporsi hak Kelompok Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil tebangan akhir (dalam persentase) D adalah Daur (umur tegakan) pada saat pelaksanaan tebang habis Ut adalah umur tanaman atau tegakan pada saat dilaksanakan kesepakatan perjanjian kerjasama (dalam tahun) 25 % adalah proporsi terbesar hak Lembaga Masyarakat Desa Hutan atas hasil tebangan penjarangan lanjutan. FK (Faktor Koreksi) meliputi FKp, Fke, Fkt dan Fkm FKp = Faktor koreksi keamanan pangkuan Fke = Faktor koreksi keamanan petak yang akan ditebang habis Fkt = Faktor koreksi keberhasilan tanaman untuk tahun ke-2, 3, dan 6 Fkm = Faktor koreksi hasil monitoring dan evaluasi PHBM FK Jati = (Fkt2 x 10) + (Fkt3 x 10) + (Fkt6 x 15) + (Fkp x 25) + (Fke x 30) + (Fkm x 10) 100 Contoh perhitungan faktor koreksi : FK Jati = (1 x 10) + (0,8 x 10) + (0,7 x 15) + (0,9 x 25) + (0,9 x 30) + (0,8 x 10) 100 FK Jati = 86 100 = 0,86 FK Jati = (Fkt2 x 20) + (Fkt3 x 15) + (Fkt6 x 15) + (Fkp x 20) + (Fke x 20) + (Fkm x 10) 100 Contoh perhitungan faktor koreksi : FK Rimba = (1 x 20) + (0,8 x 15) + (0,7 x 15) + (0,9 x 20) + (0,9 x 20) + (0,8 x 10) 100 FK Rimba = 87 100 = 0,87 25 % Adalah proporsi terbesar hak Lembaga Masyarakat Desa Hutan terhadap hasil tebagan habis.

Pasal 6 Faktor Koreksi a. Jika terjadi pencurian yang mengakibatkan berkurangya jumlah pohon pada petak pangkuan maka proporsi Lembaga Masyarakat Desa Hutan terhadap tebangan hasil penjarangan lanjutan dan tebang habis maka diatur sebagai berikut : % Kehilangan pohon di ptk Besaran Faktor koreksi (Fke1) pangkuan 0 1 0 < k < 0,1 0,9 0,1 - < 0,2 0,8 0,2 - < 0,3 0,7 0,3 - < 0,4 0,6 0,4 - < 0,5 0,5 0,5 - < 0,6 0,4 0,6 - < 0,7 0,3 0,7 - < 0,8 0,2 0,8 - < 0,9 0,1 0,9 - < 1 0 b. Jika terjadi pencurian yang mengakibatkan berkurangnya pohon di tiap petak tebangan di wilayah pangkuan desanya maka proporsi Lembaga Masyarakat Desa Hutan terhadap tebangan hasil penjarangan lanjutan dan tebangan habis diatur sebagai berikut: % Kehilangan pohon di ptk Besaran Faktor koreksi (Fke1) pangkuan 1 4 % 1 5 8 % 0,9 9 12 % 0,8 13 16 % 0,7 17 20 % 0,6 21 24 % 0,5 25 28 % 0,4 29 32 % 0,3 33 36 % 0,2 37 40 % 0,1 > 40 % 0 c. Faktor koreksi dihitung berdasarkan prosentase tumbuh tanaman pokok/pengisi pada tanaman tahun II, III (tanaman lepas kontrak), dan VI dalam hutan pangkuan desa yang dinilai secara rata-rata tertimbang, sbb:

Tanaman tahun ke 2 JPP Silvikultur Intensif (Silin) % persentase pokok dan pingisi JPP Non Silvikultur Intensif (Silin) APP / Rimba Besaran Faktor Koreksi Tanaman (Fkt2) 95 % 90 % > 80 % 1 70 94 % 75 90 % 60 84 % 0,75 50 79 % 30 75 % 30 60 % 0,5 < 50 % < 30 % < 30 % 0 Tanaman tahun ke 3 JPP Silvikultur Intensif (Silin) % persentase pokok dan pingisi JPP Non Silvikultur Intensif (Silin) APP / Rimba Besaran Faktor Koreksi Tanaman (Fkt2) 95 % 90 % > 80 % 1 70 94 % 75 90 % 60 84 % 0,75 50 79 % 30 75 % 30 60 % 0,5 < 50 % < 30 % < 30 % 0 Tanaman tahun ke 6 JPP Silvikultur Intensif (Silin) % persentase pokok dan pingisi JPP Non Silvikultur Intensif (Silin) APP / Rimba Besaran Faktor Koreksi Tanaman (Fkt2) 95 % 90 % > 80 % 1 70 94 % 75 90 % 60 84 % 0,75 50 79 % 30 75 % 30 60 % 0,5 < 50 % < 30 % < 30 % 0 Monitoring dan Evaluasi PHBM/LMDH Jumlah nilai monitoring dan evaluasi PHBML/LMDH Besaran faktor koreksi/monitoring evaluasi LMDH (FKm) Jumlah nilai > 1000 (sangat baik) 1 Jumlah nilai 676 s/d 1000 (baik) 0,9 Jumlah nilai 450 s/d 675 (sedang) 0,8 Jumlah nilai < 450 (kurang) 0,7

BAB V KELEMBAGAAN Pasal 7 1) LMDH merupakan kelompok masyarakat desa hutan. 2) LMDH terdiri dari KTH, Kelompok tani pertanian, koperasi desa hutan yagn ada di wilayah sekitar hutan. 3) Pembentukan LMDH yang dimaksud ditetapkan oleh kepala desa atau lembaga lain sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. BAB VI SYARAT DAN KETENTUAN KERJASAMA Pasal 8 1) Lembaga Masyarakat Desa Hutan yang bekerjasama dengan Perusahaan adalah Lembaga yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Anggota terdiri dari warga Masyarakat Desa Hutan (MDH) yang mempunyai kepedulian terhadap kelestarian sumberdaya hutan. b) Memiliki struktur organisasi, peraturan dan mekanisme kerja, rencana kerja, rencana pengelolaan dan rencana pemanfaatan hasil berbagi secara partisipatif. c) LMDH bekerjasama dengan Perusahaan yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama di depa Notaris dengan dilampiri AD/ART, rencana partisipatif, peta pangkuan desa dan data potensi SDH. d) Perjanjian kerjasama paling lama 5 (lima) tahun dan setiap saat dapat dievaluasi e) Hasil evaluasi dijadikan bahan pertimbangan perpanjangan perjanjian kerjasama atau pemutusan perjanjian kerjasama. 2) Lembaga yang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut pada ayat 1) berhak menerima bagi hasil hutan kayu setelah melakukan hak dan kewajiban yang menjadi tanggungjawabnya (dalam wilayah pangkuan desa hutan) sekurang-kurangnya selama tiga tahun sejak dimulainya perjanjian kerjasama. BAB VII MEKANISME BERBAGI Bagian Pertama Umum Pasal 9 1) Kayu yang menjadi Hak Lembaga Masyarakat Desa Hutan adalah sebagai berikut : a. Kayu Jati dan Rimba yang berasal dari tebangan penjarangan frekuensi pertama (sesuai tabel penjarangan masing-masing jenis) kecuali penjarangan JPP dan FGS, diserahkan oleh Perusahaan kepada Lembaga Masyarakat Desa Hutan di lokasi tebangan dengan Berita Acara penyerahan yang ditandatangani kedua belah pihak. b. Kayu bakar dan kayu perkakas dari tebangan penjarangan lanjutan dan tebang habis diberikan dalam bentuk uang tunai. 2) Nilai kayu yang menjadi Hak Lembaga Masyarakat Desa Hutan dari tebangan penjarangan lanjutan dan tebang habis ditetapkan setelah proses produksi kayu selesai dilengkapi dengan Berita Acara yang ditandatangani kedua belah pihak.

Bagian Kedua Prosedur Mendapatkan Sharing Pasal 10 1) Asper/KBKPH mengajukan permohonan sharing untuk LMDH-LMDH yang berada di wilayahnya (LMDH yang sudah memenuhi persyaratan mendapatkan sharing) ke Administratur/KKPH. 2) Berdasarkan hasil usulan tersebut, tim KPH (KSS PHBM, Kepala Urusan Produksi, Kepala Urusan Keuangan, Wakil Kepala Administratur selaku Ajun Korkam) menghitung dan mengoreksi proporsi hak LMDH menggunakan rumus sebagaimana diatur dalam pasal 5. 3) Hasil perhitungan tersebut diusulkan oleh Administratur/KKPH kepada Kepala Unit menggunakan blangko terlampir. 4) Berdasarkan usulan tersebut, Tim Unit (Biro Kelola SDH, Biro Produksi, Biro Perlindungan SDH, Biro Keuangan, Sekretaris Unit dan Legal Head) melakukan koreksi bersama. 5) Berdasarkan hasil koreksi, tim membuat berita acara sharing tahun tersebut dan membuat konsep SK Alokasi pemberian sharing ke masing-masing KPH ditandatangani oleh Kepala Unit. 6) Berdasarkan SK Kepala Unit tersebut, Administratur membuat SK Alokasi pemberian dana sharing. 7) Penyerahan dana sharing disaksikan oleh Administratur/KKPH dan Dinas/Instansi terkait. Bagian Ketiga Pembayaran Pasal 11 1) Nilai kayu dalam bentuk uang tunai sebagaimana tersebut pasal 9 ayat 2 dibayarkan setelah proses produksi selesai dan dikoreksi oleh Tim KPH dan Unit. 2) Pembayaran tersebut ayat 1 oleh Administratur/KKPH diserahkan kepada Lembaga Masyarakat Desa Hutan dengan Berita Acara (BA) dan disaksikan oleh anggota kelompok dan pengurus Lembaga Pemerintah Desa serta Dinas/Instansi terkait. 3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat 1 dan 2, diatur lebih lanjut dalam perjanjian kerjasama antara Perusahaan dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan. Bagian Keempat Pemanfaatan Dana Sharing Pasal 12 1) Pemanfaatan dana sharing harus termuat di dalam AD/ART yang mencakup kegiatan antara lain : a. Pengamanan hutan. b. Pemberdayaan lembaga koperasi c. Pembangunan Infrastruktur Desa d. Kesehatan dan pendidikan e. Bantuan sosial kemasyarakatan f. Pengembangan kelembagaan usaha produktif lainnya

g. Monitoring dan evaluasi h. dll. BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI Pasal 13 1) Kegiatan monitoring dan evaluasi proses berbagi hasil hutan kayu dan pemanfaatan hasil berbagi dilaksanakan secara berkala setiap 2 (dua) tahun sekali oleh Perusahaan bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan secara transparan. 2) Hasil kegiatan monitoring dan evaluasi dituangkan dalam buku laporan kegiatan dilampiri Berita Acara yang ditandatangani oleh pihak-pihak sebagaimana tersebut pada ayat 1. BAB IX BIAYA Pasal 14 Biaya untuk melaksanakan proses berbagi hasil hutan kayu ditanggung bersama oleh Perusahaan dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan. BAB X PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 15 1) Apabila dalam proses berbagi hasil hutan kayu terjadi sengketa atau perselisihan antara pihak-pihak yang bekerjasama diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat. 2) Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, penyelesaian sengketa dilakukan melalui Pengadilan Negeri setempat. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 Dengan ditetapkannya keputusan ini maka Keputusan Direksi PT. Perhutani (Persero) No.001/KPTS/DIR/2002 Tentang Pedoman Berbagi Hasil Hutan Kayu dinyatakan tidak berlaku. Keputusan Direksi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : J A K A R T A Tanggal : 18 Juli 2011 Plt. Direktur Utama, ttd HARYONO KUSUMO SALINAN : Keputusan ini disampaikan Kepada Yth. 1. Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani 2. Segenap Anggota Dewan Pengawas Perum Perhutani 3. Segenap Anggota Direksi Perum Perhutani 4. Deputi Direktur Pengembangan Strategik dan Transformasi Perusahaan 5. Kepala Satuan Pengawas Intern 6. Segenap Kepala Unit Perum Perhutani 7. Kepala Pusat Penelitian & Pengembangan Perhutani 8. Kepala Pusat Pendidikan & Latihan SDM Perhutani 9. Arsip Dikutip oleh: ARuPA dari versi copyan Keputusan.