JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: G-10

dokumen-dokumen yang mirip
PENENTUAN WELDING SEQUENCE TERBAIK PADA PENGELASAN SAMBUNGAN-T PADA SISTEM PERPIPAAN KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga

Analisis Pengaruh Ukuran Stopper Pada Sambungan Pelat Kapal Terhadap Tegangan Sisa Dan Deformasi Menggunakan Metode Elemen Hingga

ANALISA TERBENTUKNYA TEGANGAN SISA DAN DEFORMASI PADA PENGELASAN PIPA BEDA JENIS MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-351

Jurusan Teknik Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Tugas Akhir ANALISA PENGARUH LAS TITIK DAN URUTAN PENGELASAN TERHADAP DISTORSI DAN TEGANGAN SISA PADA PENGELASAN SAMBUNGAN PIPA ELBOW DENGAN METODE

PENENTUAN WELDING SEQUENCE TERBAIK PADA PENGELASAN PIPA YANG MENEMBUS PELAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISA PENGARUH TEGANGAN SISA DAN DISTORSI PADA PENGELASAN BUTT JOINT DAN T JOINT DENGAN VARIASI TEBAL PLAT

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: G-40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB XX DEFORMASI PADA KONSTRUKSI LAS

ANALISA TEGANGAN SISA DAN DISTORSI PADA PENGELASAN FILLET T-JOINT DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

III. METODELOGI. satunya adalah menggunakan metode elemen hingga (Finite Elemen Methods,

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

III. METODE PENELITIAN

ANALISA PENGARUH LAS TITIK DAN URUTAN PENGELASAN TERHADAP DISTORSI DAN TEGANGAN SISA PADA PENGELASAN SAMBUNGAN PIPA ELBOW DENGAN METODE ELEMEN HINGGA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat penting dalam rekayasa serta reparasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak

Pengaruh variasi kampuh las dan arus listrik terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro sambungan las TIG pada aluminium 5083

BAB II KERANGKA TEORI

Persentasi Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Oleh: Agung Mustofa ( ) Muhammad Hisyam ( )

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERUBAHAN BENTUK DALAM PENGELASAN. tambahan untuk cairan logam las diberikan oleh cairan flux atau slag yang terbentuk.

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

KEKUATAN TARIK DAN BENDING SAMBUNGAN LAS PADA MATERIAL BAJA SM 490 DENGAN METODE PENGELASAN SMAW DAN SAW

Pengaruh Parameter Post Weld Heat Treatment terhadap Sifat Mekanik Lasan Dissimilar Metal AISI 1045 dan AISI 304

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

PENGARUH PROSES PREHEATING PADA PENGELASAN SMAW TERHADAP KEKUATAN TARIK MATERIAL BAJA ST 37

PENGARUH SUHU PREHEAT DAN VARIASI ARUS PADA HASIL LAS TIG ALUMINIUM PADUAN TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Analisis Kekuatan Konstruksi Sekat Melintang Kapal Tanker dengan Metode Elemen Hingga

BAB II LANDASAN TEORI

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

KAPAL JURNAL ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KELAUTAN

TUGAS AKHIR S T U DI LAJU KOROSI WELD JOINT M A T ERIAL PHYTRA AGASTAMA

Analisa Kekuatan Material Carbon Steel ST41 Pengaruh Preheat dan PWHT Dengan Uji Tarik Dan Micro Etsa

BAB III OPTIMASI KETEBALAN TABUNG COPV

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya

METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH VARIASI TEBAL PELAT DAN BESAR ARUS LISTRIK TERHADAP DISTORSI PADA PENGELASAN MULTILAYER PROSES GMAW DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFER SPRAY

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik. dan efisien. Pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian

Latar belakang. Oleh: Sukendro. Bs Nrp

BAB I PENDAHULUAN. Ekstrusi merupakan salah satu proses yang banyak digunakan dalam

Pengaruh Jeda Waktu Antar Sequence Sambungan T-Joint dengan MIG Robotic Welding terhadap Distorsi pada Mild Steel

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

Analisis Kekuatan Tangki CNG Ditinjau Dengan Material Logam Lapis Komposit Pada Kapal Pengangkut Compressed Natural Gas

Pengaruh Diameter Pin Terhadap Kekuatan dan Kualitas Joint Line Pada Proses Friction Wtir Welding Aluminium Seri 5083 Untuk Pre Fabrication

Pengaruh ketebalan terhadap akurasi persamaan Rosenthal untuk model analitik distribusi suhu proses pengelasan Djarot B. Darmadi

TUGAS PENYAMBUNGAN MATERIAL 5 RACHYANDI NURCAHYADI ( )

Pengaruh arus pengelasan terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro pada material aluminium

Tugas Akhir. Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW)

PENGARUH KUAT ARUS LISTRIK DAN SUDUT KAMPUH V TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN TEKUK ALUMINIUM 5083 PENGELASAN GTAW

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

ANALISIS PENGARUH HASIL PENGELASAN BIMETAL BAJA S45C DAN STAINLESS STEELS 304 TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO

BAYU IMAN FATKUROKHIM NRP Dosen Pembimbing 1 : Nur Syahroni, S.T., M.T.,Ph. D. Dosen Pembimbing 2 : Ir. Handayanu, M.Sc.,Ph.D.

ANALISA PENGARUH LUASAN SCRATCH PERMUKAAN TERHADAP LAJU KOROSI PADA PELAT BAJA A36 DENGAN VARIASI SISTEM PENGELASAN

BAB I PENDAHULUAN. dan efisien.pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian. dari sistem kerja dari alat yang akan digunakan seperti yang ada

PENGARUH ARUS DAN JARAK KAMPUH PENGELASAN TERHADAP DISTORSI SAMBUNGAN PELAT BAJA KARBON RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN SMAW

ANALISA PENGARUH VARIASI ARUS PENGELASAN TERHADAP KETANGGUHAN SAMBUNGAN BAJA A36 PADA PENGELASAN SMAW

Analisa Kekuatan Tarik Baja Konstruksi Bj 44 Pada Proses Pengelasan SMAW dengan Variasi Arus Pengelasan

PENGARUH VARIASI TEBAL PELAT DAN BESAR ARUS TERHADAP DISTORSI PADA PENGELASAN MULTILAYER PROSES GMAW DENGAN MENGGUNAKAN TRANSFER SPRAY

Oleh Wahyu Ade Saputra ( ) Dosen Pembimbing 1. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng., Ph.D 2. Ir. Soeweify, M.Eng

BAB 3 METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA PENGARUH PENGELASAN GMAW TERHADAP PERUBAHAN MIKROSTRUKTUR, TEGANGAN SISA DAN DISTORSI PADA ALUMINIUM DENGAN VARIABEL HEAT INPUT YANG BERBEDA

BAB 4 SAMBUNGAN LAS. Sambungan las (welding joint) merupakan jenis sambungan tetap. Sambungan las menghasilkan kekuatan sambungan yang besar.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KUAT ARUS LISTRIK, TEMPERATUR DAN VARIASI SUDUT KAMPUH TERHADAP KEKUATAN IMPACT ALUMUNIUM 5083 PENGELASAN GTAW DENGAN GAS PELINDUNG HELIUM

C. RUANG LINGKUP Adapun rung lingkup dari penulisan praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Kerja las 2. Workshop produksi dan perancangan

PENGARUH KELEMBABAN FLUKS ELEKTRODA E 6013 LAS SMAW PADA KEKUATAN SAMBUNGAN TUMPUL BAJA PADUAN BERKEKUATAN TARIK TINGGI AISI 4340

KAJIAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO SAMBUNGAN LAS GMAW BAJA KARBON TINGGI DENGAN VARIASI MASUKAN ARUS LISTRIK

ANALISIS PENGARUH SALINITAS DAN TEMPERATUR AIR LAUT PADA WET UNDERWATER WELDING TERHADAP LAJU KOROSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS LISTRIK PADA SUDUT KAMPUH V GANDA TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPACT DARI MATERIAL ST 37

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek.

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DASAR-DASAR PENGELASAN

TUGAS SARJANA CHRYSSE WIJAYA L2E604271

BAB I PENDAHULUAN. logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi

Dimas Hardjo Subowo NRP

Ir. Hari Subiyanto, MSc

PENGARUH PREHEAT DAN POST WELDING HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN LAS SMAW PADA BAJA AMUTIT K-460

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: B-169

I. PENDAHULUAN. rotating bending. Dalam penggunaannya pengaruh suhu terhadap material

I. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-10 Perbandingan Deformasi dan Tegangan Sisa pada Socket-Weld dan Butt-Weld Menggunakan Metode Elemen Hingga Dimas Prasetyo N., Totok Yulianto. Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: totoky@na.its.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deformasi dan tegangan sisa pada sambungan pipaflange dengan variasi sambungan socket-weld, butt-weld dan urutan pengelasan untuk material stainless steel. Penelitian dilakukan dengan pendekatan numerik. Validasi hasil dilakukan dengan dengan hasil percobaan yang dilakukan oleh Xiangyang Lu untuk validasi struktur dan percobaan S. Murugan untuk validasi termal. Hasil variasi sambungan dan urutan pengelasan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pada sambungan socket-weld (urutan pengelasan loncat) memiliki nilai tegangan sisa lebih besar dibandingkan sambungan butt-weld (urutan pengelasan loncat), sedangkan deformasi yang terjadi sambungan pada socket-weld (urutan pengelasan loncat) memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan sambungan butt-weld (urutan pengelasan loncat). Kata Kunci Butt-weld, Socket-weld, Tegangan Sisa, Deformasi,, metode elemen hingga. S I. PENDAHULUAN ISTEM perpipaan sangat penting sebagai salah satu bagian penting pada penyaluran fluida ataupun gas dalam kapal. Sistem perpipaan sambungan antara pipa. penyambungan antara pipa dengan flange biasanya dilakukan dengan pengelasan. Pengelasan sambungan pipa dengan flange akan menyebabkan terjadinya distorsi (deformasi) dan tegangan sisa selama proses pengelasan dan pendinginan. Proses pengelasan menyebabkan pemanasan tinggi yang tidak merata pada bagian-bagian yang akan disambung tersebut kemudian mengalami penurunan suhu secara bertahap. Pemanasan lokal yang tidak merata dan laju pendinginan bertahap menghasilkan penyebaran panas, deformasi dan tegangan sisa. Untuk mengetahui besarnya deformasi yang terjadi salah satunya dengan melakukan penelitian variasi jenis sambungan pengelasan dan urutan pengelasan baik socket-weld maupun butt-weld dan juga penentuan urutan pengelasan (welding sequence). Deformasi dan tegangan sisa yang terlalu besar pada sambungan las akan mempengaruhi tegangan patah getas, kekuatan tekuk struktur las dan proses pengerjaan selanjutnya sehingga bisa terjadi kebocoran pipa. Untuk itu dilakukan simulasi metode elemen hingga ( finite element method) pada tahap desain sehingga deformasi dan tegangan sisa yang terjadi dalam pengelasan dapat di minimalisasi. Tegangan sisa adalah tegangan yang bekerja pada benda setelah semua beban external dan kondisi batas telah dihilangkan [1]. Pada pengelasan pipa urutan pengelasan mempengaruhi besarnya tegangan sisa dan deformasi [2]. Dalam pemodelan, pengelasan menggunakan jenis sambungan butt-join yang di variasikan dengan urutan pengelasan dan jumlah las titik ( tack weld). Kesimpulan untuk deformasi yang paling kecil terjadi pada urutan pengelasan loncat ( quarter circumferential welding) [3]. pengelasan loncat mengurangi terjadinya deformasi dan tegangan sisa pada pengelasan pipa sambungan-t [4]. Juga pada pengelasan pipa dengan elbow dengan divariasikan jumlah las titik dan urutan pengelasan didapatkan jumlah las titik dan urutan pengelasan mempengaruhi tegangan sisa serta deformasi pada pengelasan pipa dengan elbow [5]. II. DASAR TEORI. A. Tegangan Sisa Tegangan sisa selalu muncul apabila sebuah material dikenai perubahan temperatur non-uniform, tegangantegangan ini disebut tegangan panas. Untuk membahas masalah pengelasan, tegangan sisa yang akan ditinjau adalah tegangan sisa yang ditimbulkan dari distribusi regangan nonelastik yang tidak merata pada material. Tegangan sisa pada logam dapat terjadi karena banyak hal selama proses produksi, antara lain : - Material yang termasuk bentuk pelat dan batangan dikenal proses roll, casting, forging. - Selama pembentukan bagian-bagian metal oleh prosesproses seperti bending, grinding, shearing, dan machining. - Selama proses fabrikasi, seperti pengelasan[1]. Tegangan akibat panas dapat dihitung berdasarkan besarnya regangan yang terjadi dengan menggunakan hubungan yang terjadi antara regangan dan tegangan akibat panas. Untuk homogeneous isotropic material, perubahan temperature ( T = T-T ref ) menghasilkan regangan linier yang uniform ke segala arah. Berikut ini merupakan perumusan regangan yang disebabkan oleh panas : ε t = α ( T) (1) dimana α, yang merupakan salah satu material properties, adalah koefisien muai. Dalam satuan SI, α ini dinyatakan dalam satuan per degree celcius. Untuk material isothropic, perubahan temperature tidak menghasilkan tegangan geser.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-11 Tegangan yang terjadi pada pengelasan dikarenakan oleh hal ini. Pada saat pelat bebas dipanaskan secara uniform, maka yang timbul adalah regangan normal, bukanlah tegangan yang ditimbulkan oleh panas. Namun bila pelat tersebut tidak lagi bebas atau telah diberikannya kondisi batas yang sebenarnya, atau material tersebut menampakkan anisotropic bahkan pada saat pemanasan yang uniform, tegangan yang diakibatkan oleh panas akan muncul [6]. Berikut ini adalah perumusasn regangan dan tegangan ( x,y ) yang diakibatkan oleh panas : σ x = E/(1-υ 2 ) [ε x + υε y (1 + υ) α( T)] (2) σ y = E/(1-υ 2 ) [ε y + υε x (1 + υ) α( T)] (3) Dari rumus diatas dapat dijelaskan bahwa perbedaan temperatur yang menyebabkan tegangan dan regangan pada pengelasan. Pada saat proses pendinginan setelah pengelasan, suhu material akan berangsur-angsur turun sehingga sama dengan suhu ruangan, sehingga proses pemuaian terhenti. Dengan tidak adanya perbedaan temperature ( T = 0), maka tegangan yang dihasilkan inilah disebut dengan tegangan sisa. B. Deformasi pada Pengelasan Adanya pencairan, pembekuan, pengembangan thermal, perpendekan dan penyusutan dalam proses pengelasan, maka pada konstruksi las selalu terjadi perubahan bentuk atau deformasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya deformasi las dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok pertama yang sangat erat hubungannya dengan masukkan panas pengelasan dan kelompok kedua yang disebabkan oleh adanya penahan atau penghalangpada sambungan las. Faktor yang termasuk dalam kelompok pertama adalah masukan panas pengelasan (yang ditentukan oleh tegangan listrik, aliran listrik, kecepatan serta ukuran serta jenis elektroda), cara pengelasan, suhu pemanasan mula, tebal pelat, geometri sambungan serta jenis jumlah lapisan dari lasan. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok kedua adalah : bentuk, ukuran serta susunan dari batang-batang penahan dan welding sequence atau urutan pengelasan. Berikut perubahan bentuk terjadinya deformasi dalam pengelasan [7]: a) Longitudinal shrinkage, yaitu penyusutan material yang searah atau sejajar dengan garis las. b) Rotational distortion, merupakan distorsi sudut dalam bidang pelat yang berkaitan dengan perluasan bidang panas. c) Transverse shrinkage, yaitu penyusutan tegak lurus terhadap garis las. d) Buckling distortion, merupakan fenomena yang berkaitan dengan kompresi yang berkenaan dengan panas dan menyebabkan ketidakstabilan ketika pelatnya tipis. e) Angular change/angular shrinkage, yaitu karena adanya distribusi panas yang tidak merata pada kedalaman material sehingga menyebabkan terjadinya distorsi (perubahan sudut). f) Longitudinal bending distortion. Yaitu distorsi dalam bidang yang melalui garis las dan tegak lurus terhadap pelat C. Metode Elemen Hingga Metode elemen hingga merupakan metode numerik yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam bidang rekayasa seperti geometri, pembebanan dan sifat-sifat dari material yang sangat rumit. Hal ini sulit diselesaikan dengan solusi analisa matematis. Pendekatan metode elemen hingga adalah menggunakan informasi-informasi pada titik simpul (node). Dalam proses penentuan titik simpul yang di sebut dengan pendeskritan ( discretization), suatu sistem di bagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, kemudian penyelesaian masalah dilakukan pada bagian-bagian tersebut dan selanjutnya digabung kembali sehingga diperoleh solusi secara menyeluruh. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Geometri Model Untuk penelitian ini dilakukan pemodelan sambungan pengelasan pipa pada sambungan pipa dengan flange tipe sambungan butt joint dengan variasi bentuk sambungan socket-weld dan variasi urutan pengelasan ( welding sequence). Sambungan pengelasan dimodelkan dengan menggunakan elemen hingga. Analisa dilakukan akibat pembebanan thermal dan struktural B. Data Material Propertis Gambar. 1. Geometri model socket-joint Gambar. 2. Geometri model butt-joint Pada pemodelan simulasi pengelasan dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama adalah pemodelan termal dimana input yang digunakan berhubungan dengan suhu pengelasan seperti thermal properties material dan heat flux. Sedangkan tahap kedua adalah pemodelan struktural dimana input yang digunakan berhubungan dengan mechanical properties material[3].

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-12 C. Data Parameter Pengelasan 1. Layer 1 Kecepatan pengelasan: 1,76 mm/detik Kuat arus : 65 Ampere Voltage : 10 Volt Efisiensi : 0.8 Diameter elektroda : 2.4 mm 2. Layer 2 Kecepatan pengelasan: 2.27 mm/detik Kuat arus : 145 Ampere Voltage : 10 Volt Efisiensi : 0.8 Diameter elektroda : 2.4 mm D. Perhitungan Heat Flux Untuk perhitungan heat flux digunakan beberapa persamaan sebagai berikut: Q = ή U I A f = b x v x t A e 1 2 = D 4 A 1 = p x l Q q e = A e q 1 = q e A A dimana: Q = heat input bersih 1 f Tabel 1. Thermal Properties SS304l Thermal Properties T ( o C) k (W m -1, c (J kg -1, C) C) ρ (kg m -3 ) 20 15 442 442 200 17.5 515 515 400 20 563 563 600 22.5 581 581 800 25.5 609 609 1000 28.3 631 631 1200 31.1 654 654 1340 33.1 669 669 1390 66.2 675 675 2000 66.2 675 675 T = temperature; c = specific heat; k = conductivity;ρ = density Tabel 2. Mechanicall Properties SS304l Mechanical Properties T ( o C ) E (GPa) υ σy (Mpa) α (x10^-6 C-1) 20 200 0.278 230 17 200 185 0.288 184 18 400 170 0.298 132 19.1 600 153 0.313 105 19.6 800 135 0.327 77 20.2 1000 96 0.342 50 20.5 1200 50 0.35 10 20.7 1340 10 0.351 10 20.11 1390 10 0.353 10 20.12 2000 10 0.357 10 20.16 T = temperature; υ= Poisson s ratio; E = elastic modulus; α = thermal expansion ή U I A f b v t A e D A 1 p l q 1 = efisiensi pengelasan = voltase = kuat arus = luas area pembebanan = lebar kampuh = kecepatan pengelasan = waktu pengelasan per elemen = luas penampang elektroda = diameter elektroda = luas satu elemen = panjang satu elemen = lebar satu elemen = heat flux dari hasil perhitungan diperoleh besarnya heat flux untuk masing-masing layer adalah: 1. Model butt-joint Layer ke-1 = 2.01E+07 Watt/ m 2 Layer ke-2 = 1.41E+07 Watt/ m 2 2. Model socket-joint Layer ke-1 = 1.182E+07 Watt/ m 2 Layer ke-2 = 1.408E+07 Watt/ m 2 IV. KONVERGENSI DAN VALIDASI A. Konvergensi Mesh Elemen Pembagian elemen ( meshing) yang digunakan harus bisa mendapatkan hasil yang terbaik. Maka, perlu dilakukan penyesuaian jumlah elemen dengan hasil yang didapatkan sehingga didapatkan hasil dengan error yang kecil. Mesh elemen yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyesuaian jumlah elemen dengan suhu maksimal pada titik tertentu, dimana dicari jumlah elemen yang menghasilkan suhu maksimal pada titik tertentu sampai bernilai konvergen. Pada penelitian kali ini, titik pengamatan untuk konvergensi mesh adalah sama dengan pengamatan yang dilakukan penelitian yang dilakukan oleh Murugan[8]. pada penelitian Murugan[8]. Harga temperatur maksimal Gambar. 3. Letak titik pengamatan pada penelitian Murugan[8]. pada titik pengamatan 11.5 mm adalah 543.26 0 C. Dari gambar 4 dapat dilihat besarnya suhu maksimal pada titik pengamatan 11.5 mm dari weld center line yang konvergen adalah pada jumlah elemen 19824. Pada jumlah elemen tersebut sudah tidak terjadi peningkatan nilai yang signifikan terhadap jumlah elemen diatasnya sehingga pada pemodelan ini diambil jumlah elemen 19824 dengan harga temperature maksimal adalah 592.746 0 C. Serta besarnya error yang terjadi pada jumlah elemen tersebut yaitu 9.108% dari hasil penelitian pada titik 11.5 mm yang dilakukan oleh Murugan[8]. Sehingga jumlah elemen tersebut dijadikan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-13 acuan untuk pembuatan dan pembagian meshing model untuk semua variasi dalam penelitian penelitian ini. Gambar. 4. Konvegensi thermal pada titik pengamatan 11.5 mm. B. Validasi Pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian sendiri namun hanya dilakukan simulasi proses variasi jenis sambungan dan urutan pengelasan dengan menggunakan software berprinsip elemen hingga sehingga harus dilakukan validasi dengan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya dengan data yang sama. Hasil dari pemodelan thermal akan divalidasikan kecenderungan bentuk yang sama dengan grafik percobaan yang dilakukan oleh Murugan[8]. Berdasarkan gambar 6 tegangan sisa yang terjadi pada pemodelan memiliki kecenderungan bentuk yang sama dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Xiangyang Lu[3]. Tetapi tegangan sisa maksimal yang dihasilkan tidak memiliki nilai yang sama. Pada eksperimen Xiangyang Lu[3] tegangan maksimal sebesar 180.3 MPa sedangkan pada pemodelan tugas akhir menggunakan elemen hingga tegangan maksimal sebesar 199.47 Mpa sehingga memiliki selisih ± 19.17 Mpa atau ± 10.63 %. Tegangan sisa berupa tegangan tarik (tegangan positif) terjadi pada garis las dan daerah terkena pengaruh panas (HAZ) lalu berubah menjadi tegangan tekan (tegangan negatif). V. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah model validasi dinyatakan valid selanjutnya adalah dilakukan pemodelan variasi yang meliputi variasi jenis sambungan socket-joint dan variasi urutan pengelasan. Semua variasi pemodalan pengelasan GTAW 2 kali pass dengan nilai heat input serta kondisi pengelasan yang diasumsikan tetap. Berikut hasil pemodelan variasi yang telah dilakukan. A. Sambungan Socket Berikut akan ditampilkan hasil dari distribusi panas, tegangan sisa dan deformasi variasi sambungan socket. Tabel 3. Hasil analisa variasi pengelasan socket joint Gambar. 5. Grafik perbandingan distribusi panas pemodelan dengan penelitian Murugan[8] pada titik pengamatan 11.5 mm. dengan penelitian yang dilakukan oleh Murugan[8] sedangkan untuk pemodelan struktur akan divalidasikan dengan penelitian Xiangyang Lu[6]. Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa kontur grafik Circumferential Residual Stress (MPA) 250 150 50-50 -150 0 20 40 60 80 100 Z (mm) Experiment Numerik Elemen Hingga Gambar. 6. Grafik perbandingan tegangan sisa pemodelan dengan penelitian Xiangyang Lu[3] distribusi panas layer 1 hasil pemodelan ini memiliki MPA Tegangan Sisa Maksimal 9,00 7,50 6,00 4,50 3,00 1,50 0,00 Loncat Simetri Gambar. 7. Grafik tegangan sisa maksimal pada variasi sambungan socket. B. Sambungan Butt Berikut akan ditampilkan hasil dari distribusi panas, tegangan sisa dan deformasi variasi sambungan butt.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-14 Tabel 4. Hasil analisa variasi pengelasan socket joint untuk pengelasan pipa dengan flange adalah pengelasan socket joint dengan urutan pengelasan loncat. Deformasi Total MPA 9 7,5 6 4,5 3 1,5 0 Tegangan Sisa Maksimal Simetri Loncat Gambar. 8. Grafik tegangan sisa maksimal pada variasi sambungan butt. C. Analisa Perbandingan MPA 9,0 7,5 6,0 4,5 3,0 1,5 0,0 Tegangan Sisa Loncat Simetri Socket Joint butt joint Gambar. 9. Grafik perbandingan tegangan sisa maksimal Berdasarkan analisa hasil dari pemodelan yang telah dilakukan dapat dilihat untuk tegangan sisa pada kedua jenis pengelasan, pengelasan socket joint lebih menghasilkan tegangan sisa yang lebih besar dari jenis pengelasan butt joint untuk semua jenis variasi urutan pengelasan. Berbanding terbalik dengan tegangan sisa, pada pengelasan socket joint deformasi yang dihasilkan lebih kecil dari pengelasan butt joint dengan deformasi paling kecil dihasilkan oleh pengelasan socket joint dengan urutan pengelasan loncat. Dengan menilai dari proses pemodelan yang telah dilakukan dengan hasil yang didapat, maka dapat diambil kesimpulan bahwa variasi yang terokemendasikan mm 0,4 0,3 0,2 0,1 0 Socket Joint Simetri Loncat Gambar. 10. Grafik perbandingan deformasi total VI. KESIMPULAN butt joint Berdasarkan dari hasil pemodelan pengelasan pipa dengan flange dan dari hasil analisa yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada pengelasan sambungan socket menghasilkan deformasi yang lebih kecil dari sambungan butt. 2. Hasil deformasi terkecil terjadi pada jenis pengelasan sambungan socket dengan urutan pengelasan loncat yaitu 0.0826 mm. 3. Pada pengelasan sambungan butt menghasilkan tegangan sisa yang lebih kecil dari sambungan socket. 4. Hasil tegangan sisa terkecil terjadi pada jenis pengelasan butt joint dengan urutan pengelasan loncat yaitu sebesar 2.56 MPA. 5. Variasi urutan pengelasan yang menghasilkan tegangan sisa dan deformasi yang paling baik yaitu urutan pengelasan yang menghasilkan tegangan sisa dan deformasi paling kecil adalah urutan pengelasan loncat untuk masing-masing jenis sambungan pengelasan. 6. Jenis pengelasan yang dipilih adalah pengelasan sambungan socket joint dengan urutan pengelasan loncat karena deformasi yang terjadi terkecil walaupun tegangan sisa yang terjadi lebih besar dari butt joint dengan urutan pengelasan loncat dikarenakan tegangan yang terjadi masih aman atau kurang dari tegangan ultimate bahan. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu menjadi salah satu acuan untuk studi tentang studi mengenai pengelasan pada pipa dengan flange. Karena terdapat banyaknya kekurangan dalam Penelitian ini dan agar mendapatkan hasil yang lebih baik di masa mendatang, maka penulis memberikan bebarapa saran untuk dikembangkan pada penelitian selanjutnya, yaitu : 1. Melakukan simulasi dengan memberikan variasi besar diameter pipa. 2. Melakukan simulasi dengan memberikan variasi tebal pipa yang akan dianalisa.

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-15 3. Melakukan simulasi dengan memberikan tack weld sebelum dilakukan pengelasan. 4. Melakukan perbandingan dengan dilakukan pre-heating. DAFTAR PUSTAKA [1] Masubuchi. K, Analysis of Welded Structures, Pergamon Press (1980). [2] Purwanto,S, Analisa Distorsi, Tegangan Sisa dan distribusi panas dengan Metode Elemen Hingga pada Pengelasan Sambungan Pipa, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,Surabaya.(2007). [3] Lu. X, Influence of Residual Stress on Fatigue Failure of Welded Joints, North Carolina State University (2002). [4] Andika,A.D, Penentuan Welding Sequence Terbaik pada Pengelasan Sambungan-T pada Sistem Perpipaan Kapal dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,Surabaya.(2010). [5] Ghozali,M.W, Analisa Pengaruh Las Titik Dan Pengelasan Terhadap Distorsi Dan Tegangan Sisa Pada Pengelasan Sambungan Pipa Elbow Dengan Metode Elemen Hingga, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,Surabaya.(2011). [6] Ugural,A.C,, Stresses in Plate and Shell, W.C Brown Pub.Co,(1999) [7] Pilipenko. A, Computer Simulation of Residual Stress and Distortion of Thick Plates in Multi-Electrode Submerged Arc Welding Their Mitigation Techniques, Department of Machine Design and Materials Technology Norwegian University of Science and Technology, Trondheim,Norway (2001). [8] Murugan, S., Rai, S. K., Kumar, P. V., Jayakumar, T., Raj, B., & Bose, M, Temperature Distribution and Residual Stresses Due to Multipass Welding in Type 304 Stainless Steel and Low Carbon Steel Weld Pads, International Journal of Pressure Vessels and Piping (2001).