BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya pemulihan pasca krisis moneter , telah dilakukan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan tahun adalah awal dari krisis moneter kawasan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

... Bank Indonesia: Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga (Inflation Targeting Framework)

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. berhasil menerapkan kebijakan dalam ekonomi. Pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

1. PENDAHULUAN. makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter merupakan bagian dari kebijakan ekonomi yang dirumuskan

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

I. PENDAHULUAN. aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi negara terbuka. Keterbukaan ekonomi Indonesia akan membawa konsekuensi pada

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter adalah merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang telah berlangsung cukup lama di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter (monetary policy) merupakan komponen kunci kebijakan

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

I. PENDAHULUAN. Salah satu dari kebijakan ekonomi terpenting dari sebuah pemerintahan di

BAB I PENDAHULUAN. tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

KEBIJAKAN MONETER YANG OPTIMAL: PENERAPAN TARGET INFLASI (Sebuah Telaah Data Sekunder) 1. Nursini

BAB I PENDAHULUAN. independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dimulai ketika sebuah

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Perkembangan Terkini Perekonomian Global dan Nasional serta Tantangan, dan Prospek Ekonomi ke Depan. Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalimantan Timur

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijakan

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

BAB I PENDAHULUAN. Peranan uang dalam peradaban manusia hingga saat ini dirasakan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai Undang-undang (UU) No. 3 tahun 2004 Pasal 7, tugas Bank

BAB I PENDAHULUAN. R Serfianto D. Purnomo et al. Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas (Jakarta, Gramedia 2013), h. 98.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

<ekonomi global paska krisis dan implikasinya bagi bank sentral>

BUKU LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA 2010 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. didunia, termasuk Indonesia. Apabila inflasi ditekan dapat mengakibatkan

1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kemerosotannya. Hal ini terlihat dari nilai tukar yang semakin melemah, inflasi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi sudah banyak dilakukan. Untuk mengukur kondisi

BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

Masalah uang adalah masalah yang tidak sederhana. Uang berkaitan erat dengan hampir

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inflation Targeting merupakan suatu kerangka kerja kebijakan moneter yang

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Peran perbankan yang profesional semakin dibutuhkan guna

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Disuatu setiap Negara mempunyai kebijakan moneter yang berbeda-beda tergantung dari Negara itu tersebut.

Dampak Inflasi Terhadap Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (Apbd) Pada Pemerintah Kota Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

I. PENDAHULUAN. Kebijaksanan moneter mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita. sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa uang merupakan darahnya

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

Laporan Perekonomian Indonesia

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. moneter yang diambil. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan melalui laju pertumbuhan ekonomi, salah satunya ialah

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejarah banyak memuji kemampuan kebijakan ketentuan atau yang dikenal

BABI PENDAHULUAN. Fenomena yang sangat penting di perhatikan oleh pemerintah baik negara

Indonesia Menghadapi Globalisasi Kellangan

Bernavigasi melewati Kerentanan

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil yang diperoleh dari estimasi VECM pada periode penerapan base

10 Universitas Indonesia

PENDAHULUAN. Dilihat dari sejarah berdirinya Bank Indonesia pada tahun 1960-an dimana

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian ini menyajikan faktor faktor ekonomi yang mempengaruhi

Berbagai Hambatan dalam Penerapan Kebijakan Moneter Inflation Targeting

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

Penerapan Flexible ITF (Inflation Targeting Framework): Sinergitas Kebijakan Moneter Indonesia dengan Sasaran Kestabilan Harga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) demi

2013 Pengantar Ekonomi Makro

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta Indonesia

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. moneter terutama sudah sangat banyak dilakukan oleh para peneliti di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal

BABI PENDAHULU~ Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat

I. PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang adalah catatan harga pasar dari mata uang asing (foreign

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam upaya pemulihan pasca krisis moneter 1997-1998, telah dilakukan restrukturisasi sistem moneter di Indonesia. Salah satu bentuk nyata dalam restrukturisasi sistem moneter yaitu dengan munculnya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, sebagai pengganti dari Undang-Undang No. 13 tahun 1968. Di dalam undang-undang BI yang lama, status dan kedudukan BI lebih menekankan pada posisi bank sentral sebagai pembantu presiden dalam melaksanakan kebijakan moneter yang diarahkan untuk mecapai atau merealisasikan tujuan ganda (multiple objectives) seperti: pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, stabilitas moneter, keseimbangan neraca pembayaran dan tujuan-tujuan pembangunan lainnya, sehingga BI tidak memiliki otonomi dalam melaksanakan tugas pokoknya (Bank Indonesia,2014). Disamping itu, kedudukan tersebut membuka peluang adanya intervensi dari pihak luar sehingga dapat menyebabkan kebijakan yang diambil oleh BI menjadi kurang efektif. UU No. 23/1999 yang kemudian diamandemen menjadi UU No.3/2004 Tentang Bank Indonesia diberlakukan, kebijakan moneter di Indonesia diarahkan pada satu tujuan (single target) yaitu mencapai dan memelihara inflasi yang rendah dan stabil. Status dan kedudukan BI dalam struktur kelembagaan kenegaraan Indonesia ditempatkan secara khusus. Dalam pasal 4 ayat 2 UU No.3/2004 dirumuskan bahwa BI adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain. Selanjutnya, dalam pasal 9 1

dinyatakan bahwa pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI, dan demikian pula, BI wajib menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya. Dengan adanya independensi dalam melakukan kebijakan, peluang tercapainya tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah akan lebih maksimal. Gambar 1.1 Pergerakan Inflasi dan PDB Indonesia Tahun 1990-2005 Sumber: BPS (2013) Berlakunya undang-undang tersebut, menandakan bahwa BI mulai mengubah kerangka kebijakan moneternya. Sasaran akhir kebijakan moneter BI diarahkan untuk menjaga inflasi, dengan suku bunga sebagai sasaran operasional. Namun, faktanya menunjukkan bahwa tingkat inflasi Indonesia cenderung belum membaik, bahkan pada tahun 2001 tingkat inflasi Indonesia mencapai 12,55% (IMF, 2012). 2

Berdasarkan hal tersebut pada bulan Juli tahun 2005 BI selaku otoritas moneter di Indonesia secara penuh mengadopsi Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai kerangka kerja kebijakan moneter yang digunakan untuk mencapai mandat tersebut. Kerangka ITF ini dicirikan dengan penetapan target inflasi yang diumumkan kepada publik dan inflasi merupakan tujuan utama kebijakan moneter. Implementasi ITF di Indonesia menekankan pentingnya pengendalian ekspektasi inflasi agar terjangkar ke target inflasi jangka panjang yang rendah dan stabil (low and stable inflation) sekitar 3% agar kompetitif dengan negara lain. Namun tingkat inflasi aktual yang masih sering melenceng dari target yang disebabkan oleh mengabaikan adanya supply rigidties, kurang tegasnya peran kebijakan nilai tukar sebagai instrumen pengendalian inflasi, derasnya arus modal yang masuk membuat komplikasi kebijakan moneter, dan krisis keuangan di Amerika yang dipicu dari masalah pembiayaan kredit properti (subprime mortgage), maka sejak tahun 2011, BI menggunakan Flexible Inflation Targeting Framework. Laporan perekonomian tahun 2013 yang diterbitkan oleh BI menunjukan dalam perkembangannya pada triwulan IV tahun 2013, berbagai respons bauran kebijakan dapat mengurangi tekanan pada stabilitas makroekonomi. Tekanan inflasi berangsur-angsur dapat dikendalikan sehingga kembali pada pola normalnya sejak September 2013. Dampak kenaikan harga BBM bersubsidi dari Rp 4,500,-/liter menjadi Rp 6,000,-/liter memang tidak dapat dihindari telah mendorong inflasi keseluruhan tahun 2013 meningkat menjadi 8,4% dari 4,3% pada 2012, atau berada di atas sasaran inflasi yang telah ditetapkan sebesar 4,5±1%. Namun, apabila dibandingkan dengan inflasi di tahun 2005 dan 2008 saat harga BBM bersubsidi dinaikkan, inflasi 2013 masih berada di bawah 10%, lebih 3

rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2005 dan 2008 yang tercatat di atas 10%. Perkembangan positif ini dipengaruhi respons kebijakan Bank Indonesia yang preemptive mengantisipasi kenaikan inflasi sebelum kenaikan harga BBM bersubsidi dan koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dalam mengendalikan dampak lanjutan (second round effect) kenaikan harga BBM. Gambar 1.2 Pencapaian Sasaran Inflasi Sumber: Laporan Perekonomian Indonesia (2013) Meskipun berada di atas sasarannya, laju inflasi IHK masih terkendali pada single digit di tahun 2013. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan yang telah ditempuh oleh Bank Indonesia dan Pemerintah untuk meminimalkan dampak lanjutan kenaikan harga kelompok administered prices dan gejolak harga volatile food, serta mengarahkan ekspektasi inflasi pada sasarannya. Dalam kenyataannya beberapa bank sentral telah menerapkan inflation targeting yang lebih fleksibel dalam kebijakan moneternya dalam target horizon tertentu. Ini bukti bahwa terdapat kemungkinan mempertimbangkan dampak dari ketidakseimbangan di sektor keuangan terhadap proyeksi inflasi. Kemungkinan 4

terjadinya risiko apabila tidak memperhitungkan dampak imbalance di sektor keuangan ini terhadap inflasi untuk jangka waktu menengah dan panjang, terutama terhadap terjadinya turbulence perekonomian dimasa mendatang, undang undang bank sentral di New Zealand secara ekplisit mengatakan bahwa bank sentral dalam menetapkan kebijakan moneter harus mempertimbangkan efesiensi dan kesehatan sistem keuangannya. Dalam ITF memiliki lima pilar, yaitu: (1) Sasaran akhir tetap menjaga stabilitas harga (overriding objective); (2) Kebijakan nilai tukar sebagai instrumen pengendalian inflasi; (3) Penguatan saling keterkaitan antara moneter dan keuangan; (4) Penggunaan bauran kebijakan antara moneter dan makroprudensial; (5) Penguatan komunikasi antar institusi yang berkepentingan. Sebagai sebuah kerangka kebijakan moneter, inflation targeting menjadikan stabilisasi ekonomi menjadi tujuan BI. Dipelopori oleh Selandia Baru pada tahun 1989, beberapa negara lain seperti Inggris, Kanada, Australia, Swedia, Finlandia, Israel, Afrika Selatan, Poladia, Korea Selatan, Ceska dan Spanyol mengikuti langkah negara ini untuk menerapkan ITF (Bernanke & Mishkin, 1997; Dotsey, 2006). Disamping itu, meskipun tidak secara eksplisit menerapkan target inflasi, kerangka kebijakan moneter yang memfokuskan pada sasaran inflasi saat ini juga semakin banyak diadopsi. Tabel 1.1 Emperical Gap, Policy Gap, & Theoritical Gap Empirical Gap Policy Gap Theoritical Gap Tingkat inflasi di Indonesia belum membaik akibat krisis moneter tahun 1998. Pada tahun 2001 tingkat inflasi mencapai 12,55% UU No. 23/1999 yang kemudian diamandemen menjadi UU No. 3/2004 dalam pasal 4 ayat 2 dirumuskan bahwa BI adalah lembaga negara yang independen. Dari berberapa studi menunjukkan bahwa penerapan ITF di negara berkembang yang mengadopsinya, tingkat inflasi berada di level yang lebih rendah 5

Mengabaikan adanya supply rigidties, dan derasnya capital inflow yang masuk menyebabkan komplikasi kebijakan moneter. Penerapan Flexible Inflation Targeting Framework di Indonesia sebagai kerangka kebijakan moneter dimana kerangka ini mepertimbangkan dampak financial imbalances di sektor keuangan. Komunikasi dengan publik mengenai rencana dan tujuan kebijakan fiskal serta akuntabilitas bank sentral dalam pencapain target inflasi merupakan faktor terpenting Dari beberapa studi yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa penerapan ITF di negara berkembang yang telah mengadopsinya, tingkat inflasi memperlihatkan level yang lebih rendah, serupa dengan negara maju yang telah terlebih dahulu menerapkan ITF (Fraga, et al., 2003). Hal tersebut didukung juga oleh hasil temuan Lin & Ye (2009) yang melakukan penelitian di 13 negara berkembang (Brazil, Chili, Kolombia, Republik Ceko, Hungaria, Israel, Korea Selatan, Mexico, Peru, Filipina, Polandia, Afrika Selatan dan Thailand). Secara umum, penerapan ITF di negara berkembang memiliki dampak yang besar terhadap penurunan inflasi dan variabilitas inflasi. Neumann & von Hagen (2002) berpendapat bahwa ekspektasi inflasi bisa menjadi hal yang baik untuk perekonomian suatu negara, namun ITF dapat berhasil apabila didasari dengan komunikasi yang baik dengan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman tentang niat bank sentral dan untuk menstabilkan ekspektasi inflasi dalam jangka panjang. 1.2. Rumusan Masalah ITF merupakan sebuah kerangka kerja yang digunakan untuk kebijakan moneter oleh Bank Indonesia. Sejak diterapkan pertama kali pada bulan Juli tahun 2005, perubahan yang baru dalam dunia moneter di Indonesia ini masih mengalami berbagai tantangan serta permasalahan. Seperti, tingkat inflasi aktual 6

yang masih sering melenceng dari target. Selain itu, banyak pro dan kontra di antara para ekonom di berbagai negara mengenai efektivitas dari ITF sebagai kerangka kerja kebijakan moneter. Oleh karena itu, penelitian ini akan mencoba menjelaskan lebih lanjut tentang efektivitas penerapan ITF terhadap perekonomian Indonesia dan mengevaluasi hasil penerapan Inflation Targeting yang kurang lebih telah berjalan selama 8 tahun dari 2005-2013 yang mengalami perubahan dari lite inflation targeting framework, full fledge inflation targeting framework, dan flexible inflation targeting framework. Selanjutnya, penelitian ini juga mencoba untuk melihat keberhasilan Indonesia yang telah menerapkan ITF dalam kerangka kerja kebijakan moneter di negaranya. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang penulis paparkan sebelumnya, maka terdapat pertanyaan terhadap masalah yang akan diteliti, berupa: 1. Apakah ada hubungan jangka panjang yang terjadi antara pergerakan nilai tukar, tingkat suku bunga BI rate, pertumbuhan uang beredar, pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan kredit perbankan dengan inflasi pasca penerapan ITF? 2. Bagaimana keterkaitan dari pergerakan nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga BI rate, pertumbuhan uang beredar, pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kredit perbankan dengan inflasi pasca penerapan ITF? 3. Faktor apakah yang memiliki kontribusi paling besar terhadap inflasi pasca penerapan ITF? 7

1.4. Tujuan Penelitian Bedasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui hubungan jangka panjang yang terjadi antara pergerakan nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga BI rate, pertumbuhan uang beredar, pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kredit perbankan dengan inflasi pasca penerapan ITF. 2. Menganalisis keterkaitan dari pergerakan nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga BI rate, pertumbuhan uang beredar, pertumbuhan kredit perbankan dan inflasi terhadap inflasi pasca penerapan ITF. 3. Menganalisis faktor yang memiliki kontribusi paling besar terhadap inflasi pasca penerapan ITF 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan, antara lain: 1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan serta kemampuan dalam menganalisis dan mengidentifikasi pergerakan nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga BI rate, pertumbuhan uang beredar, pertumbuhan kredit perbankan, inflasi, dan perekonomian Indonesia. 2. Menjadi literatur untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang bertemakan ITF. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dan BI dalam menetapkan suatu kebijakan. 8

1.6. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab 1 berisi uraian latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 berisi uraian penelitian-penelitian terlebih dahulu mengenai ITF yang memperkuat penelitian ini, serta metode analisis yang digunakan. Bab 3 berisi pembahasan dari data dan hasil temuan berdasarkan metode yang digunakan. Bab 4 berisi penutup yang mencakup kesimpulan dan saran dari hasil penelitian ini. 9