BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dikuasai oleh negara dan dipegunakan untuk sebesar-besar

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. administrasi Pemerintahan di Indonesia berdasarkan Pasal 18 Undang-undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TAHUN 2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. membangun masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAPAT KERJA BIDANG PERTANAHAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2008 Hari/Tanggal : Selasa, 29

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang dapat di manfaatkan dalam

RPJM PROVINSI JAWA TIMUR (1) Visi Terwujudnya Jawa Timur yang Makmur dan Berakhlak dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH PROVINSI PAPUA TAHUN

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

IV. GAMBARAN UMUM. Kota Metro secara geografis terletak pada 105, ,190 bujur timur dan

PERCEPATAN PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA DAN KAWASAN TERTINGGAL LAINNYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN INTAN JAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DEIYAI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN INTAN JAYA DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu BAB I PENDAHULUAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Daerah Provinsi merupakan Otonomi yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 173, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3894)

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

Peningkatan Investasi Sektor Industri Ke Seluruh Wilayah Provinsi Dalam Rangka Penyebaran Dan Pemerataan Pembangunan Industri

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagian dari kebijakan nasional dan global, kebijakan khusus tentang

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI PROVINSI GORONTALO

UU 15/1997, KETRANSMIGRASIAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 15 TAHUN 1997 (15/1997) Tanggal: 9 MEI 1997 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA LAIN PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 11 TAHUN 2009 ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSAALAM NOMOR : 21TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 45 TAHUN (45/1999) Tanggal: 4 OKTOBER 1999 (JAKARTA)

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Penyelenggaraan Kewenangan dalam Konteks Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi atau penanaman modal merupakan salah satu kegiatan

PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

dalam penulisan ini khususnya properti.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipegunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di lautan, dan di udara perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan, yang berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 jo Undang- Undang Republik Indonesia nomor 26 tahun 2007 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4725. Tentang Penataan Ruang (http://www.legalitas org/database/puu//uu26-2007.pdf) Pasal 5 ayat ; (4) Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Kawasan

2 strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, antara lain, adalah kawasan metropolitan, kawasan ekonomi khusus, kawasan pengembangan ekonomi terpadu. Kabupaten Biak Numfor khususnya Pulau Biak, sejak lama telah menjadi titik perhatian baik skala domestik maupun ditingkat mancanegara. Perhatian tersebut dikarenakan posisi geografisnya yang startegis, menjadi alasan untuk dikembangkan, baik untuk kepentingan militer, pertahanan maupun pengembangan ekonomi. Beberapa kebijakan nasional yang diperuntukan di wilayah ini, antara lain ditetapkan menjadi kawasan andalan, sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), dicalonkan sebagai lokasi pelabuhan peti kemas dan pelabuhan samudera, sebagai pusat kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET), termasuk dicalonkan sebagai tempat peluncuran satelit oleh Pemerintah Rusia dan berbagai fasilitas lain yang diperuntukan di wilayah ini, menjadi bukti bahwa Provinsi Papua khususnya Kabupaten Biak sangat diperhatikan oleh pemerintah pusat. Kawasan ekonomi terpadu (KAPET) Biak ditetapkan oleh Pemerintah pada tanggal 3 Desember 1996 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 tahun 1996 tentang Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak. Kawasan Ekonomi Terpadu Biak terdiri dari beberapa wilayah Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Yapen Waropen, Kabupaten Nabire, Kabupaten Admnistratif Mimika. Kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) Biak Provinsi Papua karena KAPET Biak memiliki potensi strategis terutama

3 didukung oleh sumberdaya alam. Potensi tersebut antara lain, merupakan kawasan wisata alam, maupun wisata budaya dan perikanan. Pembentukan kawasan ekonomi terpadu berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 150 tahun 2000 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu seperti yang diatur dalam Pasal 1 ayat ; (1) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut KAPET, merupakan wilayah geografis dengan batas-batas tetentu yang memenuhi persyaratan : a. Memiliki potensi untuk cepat tumbuh; dan atau; b. Mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi diwilayah sekitarnya; dan atau; c. Memiliki potensi pengembalian investasi yang besar. Pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) merupakan kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah sebagai upaya untuk memperkecil kesenjangan pembangunan yang terjadi antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Kawasan Ekonomi Terpadu berfungsi sebagai penggerak pembangunan (prime mover) di wilayah sekitarnya melalui pembentukan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi disertai dengan pemberian kemudahan-kemudahan yang dapat memberikan peluang kepada dunia usaha untuk berperan serta dalam kegiatan pembangunan di wilayah tersebut. Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut nantinya diharapkan mampu menarik dan mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitarnya.

4 Terbentuknya Kawasan Ekonomi Terpadu di Kawasan Timur Indonesia disambut oleh segenap masyarakat dan jajaran Pemerintah Daerah khususnya masyarakat di Provinsi Papua, ibarat dalam bahasa Biak disebut sebagai Koreri Syaben ( Pembawa kemakmuran ) yang dinanti masyarakat Papua. Kenyataannya kemudian KAPET Biak mengalami kemunduran yang cukup signifikan. Pada era otonomi daerah dan seiring dengan euphoria reformasi dan silih bergantinya pemerintahan, maka konsep pengembangan ekonomi melalui pendekatan KAPET seakan-akan meredup atau terkesan terabaikan. Kewenangan yang tadinya dimiliki oleh BP KAPET ditarik kembali oleh Pemerintah Pusat. Kebijakan Pemerintah tersebut dipertegas dengan diberlakukannya Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 jo Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 90 tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pelayanan satu atap ditentukan bahwa penyelenggaraan modal terdiri atas bidang-bidang: 1. Kebijakan dan perencanaan pengembangan penanaman modal; 2 Promosi dan kerjasama penanaman modal; 3 Pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal; 4. Pengendalian pelaksanaan penanaman modal dan 5 Pengelolaan sistem informasi penanaman modal. Peningkatan penanaman modal pada kawasan pengembangan ekonomi terpadu untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

5 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 150 tahun 2000 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Pasal 3 Badan Pengembangan KAPET sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mempunyai tugas sebagai berikut : a. memberikan usulan kepada Presiden untuk kawasan yang akan ditetapkan sebagai KAPET setelah memperhatikan usulan dari Gubernur yang bersangkutan; b. merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional untuk mempercepat pembangunan KAPET; c. merumuskan kebijakan yang diperlukan untuk mendorong dan mempercepat masuknya investasi dunia usaha di KAPET; d. mengkoordinasikan penyusunan dan pelaksanaan rencana kegiatan pembangunan KAPET; e. memfasilitasi pelaksanaan kegiatan pembangunan KAPET. Pasal 5 ayat (1) Kegiatan pengelolaan KAPET dilakukan oleh Badan Pengelola KAPET (2) Badan Pengelola KAPET diketuai oleh Gubernur dari wilayah tempat KAPET yang bersangkutan (3) Dalam melaksanakan tugas sehari-hari Ketua Badan Pengelola KAPET dibantu oleh Wakil Ketua Badan Pengelola KAPET sebagai Pelaksana Harian, yang bertugas mengelola KAPET secara profesional (4) Wakil Ketua dan Anggota Badan Pengelola KAPET diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur dari wilayah tempat KAPET yang bersangkutan (5) Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pengelola dapat menggunakan tenaga ahli profesional (6) Badan Pengelola KAPET membantu Pemerintah Daerah memberi pertimbangan teknis bagi permohonan perizinan kegiatan investasi pada KAPET Keputusan politik penyatuan Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia pada hakikatnya mengandung cita-cita luhur. Kenyataannya tidak sesuai dengan cita-cita tersebut. Kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya kesenjangan pada hampir semua sektor kehidupan,

6 terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kebudayaan dan sosial politik. Kebijakan Pemerintah Pusat memberikan Otonomi khusus kepada Pemerintah Provinsi Papua merupakan wujud dari cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah membangun masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4151 ( Hadi Setia Tuggal 2007 hal : 1 ) Kebijakan Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua adalah pemberian kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Meskipun telah diberikan kewenangan-kewenangan khusus terutama dalam bidang ekonomi sebagai mana ditentukan dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (http://www.theceli.com/dokumen/produk/2001/21-2001.htm) Pasal 38 Ayat ; (1) Perekonomian Provinsi Papua yang merupakan bagian dari perekonomian nasional dan global,diarahkan dan diupayakan untuk menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan seluruh rakyat Papua, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan. (2) Usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat, memberikan jaminan kepastian hukum bagi

7 pengusaha, serta prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan yang pengaturannya ditetapkan dengan Perdasus. Berdasarkan kewenangan tersebut Pemerintah Daerah Provinsi Papua menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 3 tahun 2006 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Provinsi Papua sehubungan dengan meningkatnya beban tugas dan tanggungjawab beberapa lembaga teknis daerah terkait dengan kewenangan berdasarkan otonomi khusus. Pasal 1 huruf h Badan Promosi dan Investasi Daerah yang selanjutnya disingkat BPID adalah Badan Promosi dan Investasi Daerah Provinsi Papua. Tugas Pokok Badan Promosi Investasi Daerah Prvinsi Papua a Peningkatan Promosi dan Penyebaran Informasi Yang Berkaitan Dengan Sumber Daya Alam ; b Peningkatan Pelayanan Administratif Perizinan dan lain-lain ; b Peningkatan Pengendalian Operasional Terhadap PMA dan PMDN Yang Beroperasi Di Provinsi Papua. (sumber BPID Provinsi Papua : http://www.papua.go.id/bkppid/ind/tupoksi.php doulond tgl 5 juni 2008 jam 14.13 ). 1. Perumusan Masalah Dari uraian pada latar belakang masalah tersebut, Penulis merumuskan masalah sebagai berikut Bagaimanakah Kebijakan hukum Investasi Pada Kawasan Pengebangan Ekonomi Terpadu Biak Provinsi Papua?

8 2. Batasan masalah Pembentukan kawasan pengembangan ekonomi terpadu (KAPET) merupakan kebijakan Pemerintah, dalam rangka upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pemerintah telah mengambil langkah dan kebijakan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibeberapa wilayah di Indonesia khususnya di wilayah Timur Indonesia melalui pembentukan kawasan andalan sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Secara yuridis, pengembangan kawasan andalan sebagai pusat pertumbuhan dimaksud, dilakukan melalui penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), sesuai dengan Keppres No. 150 Tahun 2000 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Kebijakan Pemerintah mengembangkan kawasan ekonomi terpadu adalah karena wilayah-wilayah tersebut memiliki potensi untuk cepat tumbuh, mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya dan memiliki potensi pengembalian investasi yang besar baik bagi negara maupun bagi Pemerintah Daerah. Pada penelitian ini Penulis membatasi masalah khususnya tentang Kebijakan hukum Investasi Pada Kawasan Pengebangan Ekonomi Terpadu Biak Provinsi Papua yang mempengaruhi investor dalam melakukan investasi pada Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak Provinsi Papua. 3. Batasan Konsep

9 Kebijakan adalah Aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat. Hukum Investasi adalah Norma-norma mengenai kemungkinankemungkinan dapat dilakukannya investasi, syarat-syarat investasi, perlindungan dan terpenting mengarahkan agar investasi dapat mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat setiap usaha penanaman investasi harus diarahkan kepada kesejahteraan masyarakat. Artinya dengan adanya investasi yang ditanamkan para investor dapat meningkatkan kualitas masyarakat Indonsia. Kawasan ekonomi terpadu adalah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu yang (KAPET), merupakan wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang memiliki potensi untuk cepat tumbuh; dan atau mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya; dan atau memiliki potensi pengembalian investasi yang besar. Undang-undangan adalah akta hukum yang dibentuk oleh lembaga legislatif dengan persetujuan bersama dengan lembaga eksekutif Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi otonomi khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia

10 4. Keaslian Penelitian Telah ada Penelitian lain yang membahas tentang pembangunan ekonomi di Provinsi Papua yang dilkukan oleh Johannis Harold Roembiak (Atmajaya : 2004 ) melakukan penelitian tentang Peranan pemerintah Provinsi Papua dalam Pembangunan ekonomi setelah otonomi khusus, tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana kesiapan dan kemampuan serta peranan pemerintah Propinsi Papua dalam pembangunan ekonomi daerah nya dengan adanya otonomi khusus Papua serta tantangan menghadapi perdagangan bebas dan menganalisis konsep pembangunan ekonomi yang tepat bagi Propinsi Papua dimasa depan dalam rangka desentralisasi dan perdagangan bebas yang mampu mempersiapkan menjadi tuan dinegeri sendiri. Hasil penelitiannya yaitu Melalui Otonomi Khusus ternyata Pemerintah Propvinsi Papua belum siap dan mampu untuk melaksanakan pembangunan ekonomi daerah untuk mempersiapkan masyarakat Papua menjadi tuan di negeri sendiri sesuai visi daerah. Hal ini disebabkan karena beberapa aspek dalam penyelenggaraan pemerintahan yang penting dan sangat menentukan diabaikan. Aspek-aspek tersebut meliputi kualitas aparatur pemerintah daerah,lemahnya perencanaan pembangunan,visi dan misi pemerintah daerah yang selalu berubah-ubah mengikuti periode kepemimpinan Kepala Daerah, tidak tersedia blue print pembangunan ekonomi yang dapat dijadikan sebagai pedoman pembangunan, dan

11 otonomi yang dipandang sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari pada peningkatan pendapatan masyarakat. Otonomi khusus diharapkan sebagai keberpihakan kepada masyarakat, ternyata tidak jelas dan tumpang tindih dengan beberapa peraturan perundangan lainnya yang belaku. Tidak ada suatu ketegasan bagaimana sebenarnya Otonomi khusus,apa yang dimaksud dengan khusus, dan wewenang apa saja yang telah diserahkan berdasarkan berdasarkan Undang-Undang tersebut sehingga sulit untuk membedahkan antara Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Adapun kajian penulis adalah untuk mengetahui kebijakan investasi pada kawasan pengembangan ekonomi terpadu dan kebijakan investasi yang berlaku pada kawasan ekonomi terpadu Biak Provinsi Papua. Berdasarkan pengkajian, penelusuran penulis berkesimpulan judul thesis ini adalah benar-benar asli merupakan temuan, pemikiran penulis sendiri dan apabila dikemudian hari ada tulisan yang sama dengan penulisan ini, maka hal tersebut merupakan tanggung jawab penulis. 5. Manfat Penelitian Manfaat Penelitian ini adalah : a Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat memberikan

12 sumbangan pikiran bagi penulis maupun terhadap pengembangan ilmu hukum khususnya hukum investasi. b Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi Pemerintah Propinsi Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua sebagai upaya untuk menyusun Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) tentang investasi di Provinsi Papua B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan hukum investasi pada kawasan pengembangan ekonomi terpadu Biak Provinsi Papua. C. Sistematika Penulisan Sistematika dalam tesis ini tersusun dalam lima bab dengan kerangka sebagai berikut Bab I menguraikan tentang Latar belakang, yang terdiri atas rumusan masalah, batasan masalah, batasan konsep, keaslian penelitian, manfat penelitian, tujuan penelitian dan sistematika penulisan, Bab II tentang Tinjauan Pustaka, yang menguraikan tentang teori kebijakan,teori investasi, teori Peraturan perundang-undangan. Bab III tentang Metodologi Penelitian terdiri dari Jenis Penelitian, Sumber Data dan Metode Analisis Bab IV tentang Pembahasan yang menguraikan tentang Deskripsi Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak, Kebijakan Pembentukan Kawasan

13 Pengembangan Ekonomi Terpadu, Kebijakan investasi pada kawasan pengembangan ekonomi terpadu.