BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan matematika sebagai pelajaran yang sulit bukanlah hal baru dalam

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Pendidikan matematika berperan penting bagi setiap individu karena

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Matematika dalam implementasinya tidak hanya berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir. Karena

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan Queen and Servant of Science, maksudnya

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

, 2015 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. mudah dari berbagai tempat di dunia, di sisi lain kita tidak mungkin

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari bahasa Yunani mathema yang berarti ilmu pengetahuan. Elea Tinggih

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. lambang yang formal, sebab matematika bersangkut paut dengan sifat-sifat struktural

BAB I PENDAHULUAN. semester ganjil tahun pelajaran pada mata pelajaran matematika,

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. dituntut memiliki daya nalar kreatif dan keterampilan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik begitu pula

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kemajuan iptek ini tidak lepas dari perubahan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. prosedur dan metode yang benar dalam menyelesaikan soal yang dihadapi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2 Namun pembelajaran matematika di sekolah memiliki banyak sekali permasalahan. Majid (2007:226) menyatakan bahwa masalah belajar adalah suatu kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Dua dimensi yang harus dipahami oleh guru yaitu: (1) guru harus menetapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari dan dapat memajukan daya pikir manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Matematika di Sekolah Dasar. termasuk salah satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas.

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematis sehingga dapat dimengerti secara pasti oleh manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tingkat SD/MI

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S 1 Pendidikan Matematika. Oleh : DARI SUPRAPTI A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ike Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB II KAJIAN TEORETIS. matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Benyamin S. Bloom (dalam Siti, 2008 : 9) siswa dikatakan memahami

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan untuk memperoleh. matematika sebaiknya dimulai dari masalah-masalah kontekstual atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu problem dan pose,

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekolah sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Belajar Belajar adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan dengan sadar oleh seseorang ditandai adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman dan latihan, baik berupa pengetahuan, sikap maupun ketrampilan baru. Kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan tingkah lakuitu merupakan proses belajar. Sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar ( Herman Hudoyo 1998 : 1). Peristiwa belajar yang disertai proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik dari pada belajar dari pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat. Proses pembelajaran melibatkan peran guru, materi pembelajaran, dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan. Menurut konsep sosiologi, belajar adalah jantung dari proses pembelajaran, pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk memelihara kegiatan belajar tersebut sehingga tiap individu yang belajar akan belajar secara optimal untuk mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik (http://id.wikipedia.org/wiki/matematika). Menurut Mardiati Busono (1998:23) dasar dalam upaya pembelajaran adalah 2.1.1. Perhatian dan motivasi Hal ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegioatan belajar. Tanpa adanya perhatian tidak mungkin belajar mengajar dapat terlaksana dengan baik. 2.1.2. Keaktifan Proses belajar mengajar akan berhasil dengan baik apabila antara guru dengan murid sama-sama aktif. 2.1.3. Keterlibatan langsung Belajar melalui pengalaman langsung tidak sekedar mengamati tetapi terlibat langsung 2.1.4. Pengulangan Belajar adalah melatih daya yang ada pada manusia. 2.1.5. Tantangan

Dalam belajar terdapat hambatan, jika hambatan telah dapat diatasi maka tujuan belajar akan dapat tercapai. 2.2. Belajar Matematika Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur, dan hubungan-hubungannya yang diatur secara logik sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Suatu kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan atas alasan -alasan logik dengan menggunakan pembuktian deduktif ( Herman Hudoyo 1998:3). Matematika yang berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif. Jadi belajar matematika itu merupakan kegiatan mental yang tinggi. Menurut pengamatan dan pengalaman terdapat anak-anak yang menyukai matematika hanya pada permulaannya saja, makin tinggi sekolahnya makin sulit matematika yang dipelajarinya mengakibatkan minatnya terhadap matematika berkurang. Banyak siswa yang belajar matematika pada bagian yang sederhana pun tidak dipahami, atau memhami konsep yang keliru sehingga terkesan matematika sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dam membingungkan. Dalam mempelajari matematika ada dua obyek yang dapat diperoleh siswa, yaitu obyek langsung dan obyek tak langsung. Obyek langsung adalah fakta, konsep, prinsip dan ketrampilan. Obyek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah mandiri (belajar, bekerja dan lain-lain) dan berikap positif terhadap matematika (Ruseffendi 1980:15). Jadi dalam mempelajari matematika siswa perlu menguasai fakta, konsep, prinsip dan skill. Karena keempat aspek tersebut merupakan komponen-komponen bagian matematika. Adapun pengertian dari : 2.2.1 Fakta Fakta berarti kenyataan, yaitu sesuatu yang sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya (Pandoyo: 15). 2.2.2. Konsep

Konsep dalam matematika ialah ide abstrak yang memungkinkan kita untuk mengelompokkan (mengklasifikasikan ) obyek atau kejadian. Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita untuk mengelompokkan benda-benda atau obyekobyek kedalam contoh dan non-contoh(ruseffendi: 138). Konsep sebagai gagasan yang bersifat abstrak, dipahami oleh anak melalui beragam pengalaman. Penguasaan konsep bukanlah sesuatu yang mudah tetapi tumbuh setahap demi setahap dan makin lama makin dalam. 2.2.3. Prinsip Pandoyo mendefinisikan prinsip-prinsip sebagai pola hubungan fungsional antara konsep-konsep. Prinsip dasar tersebut disebut aksioma, dan prinsip-prinsip yang lain disebut teorema atau dalil ( Pandoyo 1992:17). Prinsip merupakan hubungan fungsional dari konsep. Konsep itu memungkinkan kita untuk meramalkan akibatakibat, menerangkan peristiwa-peristiwa, menarik kesimpulan, dan memecahkan masalah. 2.2.4. Skill atau ketrampilan Skill adalah ketrampilan mental untuk menjalankan prosedur atau menyelesaikan masalah atau suatu kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat(ruseffendi 1980: 138). Skill atau ketrampilan dimiliki seseorang yang dipengaruhi oleh perannya terhadap fakta, konsep, dan prinsip yang telah dipelajari. Kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD dan MI sampai SMA dan MA, adalah sebagaii berikut : 2.2.4.1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2.2.4.2. Memiliki kemampuan mengomunikasikan gagasan dengan simbol, table, grafik, atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah. 2.2.4.3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat, atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat genelarisasi, menysun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

2.2.4.4. Menunjukkan kemampuan strategi dalam membuat, menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah. 2.2.4.5. Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. 2.3 Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemapuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta siswa dengan siswa ( Amin Suyitno 2004: 1). Matematika memiliki nilai-nilai yang sangat penting dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika merupakan sutau bahan kajian yang memiliki obyek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat yang logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Agar mudah dimengerti oleh siswa proses penalaran induktif dapat dilakukan pada awal pembelajaran kemudian dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif dengan tujuan untuk member penguatan pemahaman yang sudah dimiliki oleh siswa. Matematika memiliki untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen sebagai alat untuk memecahkan masalah melaui pola piker dan matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, diagram, dan untuk menjelaskan gagasan. Tujuan pembelajaran matematika adalah untuk melatih dan menumbuhkan cara berpikir sistematis, logis, ktitis, kreatif, dan konsisten serta mengembangkan sikap percaya diri dan semangat dalam menyelesaikan masalah. Nilai-nilai yang diperlukan dalam pembelajaran matematika memiliki tujuan untuk menumbuhkembangkan dan membentuk pribadi siswa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pola hidup dan tingkah laku manusia yang tersusun sebagai suatu model diaplikasikan kedalam prinsip-prinsip pembelajaran matematika. Matematika dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya tersusun secara deduktif, jelas merupakan kegiatan mental yang tinggi oleh karena itu konsep matematika harus dipahami sebelum memanipulasi simbol-simbol itu.

Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila didasari kepada apa yang telah diketahui. Karena itu mempelajari materi pembelajaran matematika yang baru dengan membandingkan pengalaman belajar yang diperoleh akan mempengaruhi terjadinya proses belajar. Di dalam proses belajar matematika terjadi pula proses berpikir sebab seseorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental. Dalam proses berpikir seseorang menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah direkam dalam pikiran sebagai sebuah pengertian. Dari pengertian itu terbentuklah pendapat yang pada akhirnya bisa ditarik sebuah kesimpulan. Kemampuan berpikir seseorang dipengaruhi oleh intelegensi dengan demikian terbukti bahwa adanya keterkaitan antara intelegensi dengan proses belajar matematika. Tujuan umum diberikannya pembelajaran matematika untuk jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menegah umum adalah 2.3.1. Mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis, rasional, cermat, jujur, efektif, dan efisien. 2.3.2 Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Adapun tujuan khusus pengajaran matematika di Sekolah Dasar yaitu : 2.2.5. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan berhitung (menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari. 2.2.6. Menumbuhkan kemampuan siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika. 2.2.7. Mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di sekolah menengah pertama. 2.2.8. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin (KTSP SD. 2006) Sesuai dengan tujuan pendidikan matematika, sekolah memiliki peran : 2.2.8.1. Mempersiapkan anak didik agar sanggup menghadapi perubahanperubahan yang terjadi di dalam kehidupan yang senantiasa berubah dan berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran logis dan rasional, kritis dan cermat, obyektif, kreatif, efektif, dan diperhitungkan secara analistik sintetis.

2.2.8.2. Mempersiapkan anak didik agar dapat menggunakan matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi ilmu pengetahuan. Peranan tersebut diwujudkan pada kegiatan belajar sedangkan pengajaran matematika di perguruan tinggi adalah matematika yang mempelajari konsep-konsep lanjutan dari konsep-konsep matematika sekolah. Bisa merupakan matematika terapan bisa pula merupakan matematika murni ( Erman Suherman 1992: 134). Pelaksanaan pembelajaran matematika juga dimulai dari yang sederhana ke kompleks. Menurut Karso (dalam Syarifuddin, 2009:5) Matematika mempelajari tentang pola keteraturan, tentang struktur yang terorganisasikan. Konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Jadi belajar matematika adalah belajar sesuatu hal yang terus berkesinambungan. Bisa dikatakan dalam pembelajaran matematika antara materi yang satu dengan materi yang lain selalu berhubungan.

2.4. Model Pengajuan Masalah ( Problem Posing ) Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri. Dengan demikian model pembelajaran problem posing dapat diterapkan melalui tahapan tahapan sebagai berikut : 2.4.1. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada siswa. Penggunaan alat peraga sangat diperlukan untuk memperjelas suatu kaidah atau konsep. 2.4.2. Guru memberikan latihan soal seperlunya. 2.4.3. Siswa diberi tugas untuk mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu mengerjakannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok. 2.4.4. Pada pertemuan berikutnya, secara acak guru menyuruh siswa untuk mempresentasikan soal temuannya didepan kelas. Secara selektif, guru dapat memilih berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa. 2.4.5 Guru memberikan tugas rumah secara individual. ( Amin Suyitno 2004: 30 ) Adapun keunggulan model problem posing sebagai berikut : 1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan 2. Berpikir dan bertindak kreatif 3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis 4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan 5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan 6. Merangsang perkembangan kemajuan berpikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat. 7. Dapat membuat pendidikan di sekolah lebih relevan dengan kehidupan khususnya dunia kerja. Kelemahan model pembelajaran problem posing sebagai berikut :

1. Untuk beberapa pokok bahasan, sangat sulit diterapkan karena terbatasnya alat-alat laboratorium yang pada akhirnya menyulitkan siswa untuk melihat, mengamati serta menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut. 2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain. Penerapan Pembelajaran Problem posing dalam Matematika dilakukan dalam 3 bentuk aktivitas sebagai berikut : 1. Pre solution posing, yaitu siswa diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan yang diberikan oleh guru. 2. Within solution posing, yaitu siswa mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah dikerjakan sebelumnya. Jadi, diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaan baru dari soal tersebut. 3. Post solution posing, yaitu seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru atau sejenis. Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa pembelajaran matematika dengan model problem posing akan sangat bermanfaat, karena dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan kritis dari siswa yang pada akhirnya akan sangat mendukung penguasaan konsep konsep matematika. 2.5. Kerangka Pikir Berdasarkan kondisi awal sebelum penelitian dilakukan peneliti belum memanfaatkan alat peraga gambar anak tangga dan model satuan berat sehingga keaktifan, kreativitas melakukan proses, keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran serta penguasaan materi rendah. Agar keaktifan, kreativitas melakukan proses, keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran serta penguasaan materi meningkat, peneliti perlu melakukan tindakan. Tindakan yang dilakukan peneliti adalah pemanfaatan alat peraga gambar anak tangga dan model satuan berat. Tindakan peneliti dilakukan dalam 2 (dua) siklus yaitu siklus 1 dan siklus 2. Tindakan pertama dalam siklus 1 yaitu memanfaatkan alat peraga gambar anak tangga dan model satuan berat dalam kelompok besar. Bila dibandingkan dengan

kondisi awal dimana peneliti belum memanfaatkan alat peraga gambar anak tangga dan model satuan berat lebih menguntungkan sehingga dari kondisi ini keaktifan, kreativitas melakukan proses, keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran serta penguasaan materi diprediksi akan meningkat. Tindakan siklus kedua (2) yaitu peneliti memanfaatkan alat peraga gambar anak tangga dan model satuan berat dalam kelompok kecil. Berdasarkan kajian teori memanfaatkan alat peraga untuk kelompok kecil lebih baik dibandingkan dengan kelompok besar. Karena siklus kedua merupakan siklus terakhir, maka kondisi akhir : Diduga melalui penerapan model pembelajaran problem posing, keaktifan, kreativitas, keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dan penguasaan materi pelajaran menjadi meningkat.

Dari Kerangka Berfikir diatas peneliti dapat memberikan penjelasan dengan skema sebagai sberikut : Kondisi Awal Peneliti belum memanfaatkan alat peraga Keaktifan, kreatifitas, keterlibatan dalam proses pembelajaran dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran rendah. Tindakan Kondisi Akhir Peneliti sudah memanfaatkan alat peraga Diduga melalui pemanfaatan peraga dan model pembelajaran problem posing dapat meningkatkan aktivitas dan penguasaan siswa. Siklus I Peneliti memanfaatkan peraga secara konvensional, belum menggunakan model pembelajaran Problem Posing Siklus 2 Guru memanfaatkan alat peraga dengan menggunakan model Problem Posing Gambar 1. Kerangka Pikir 2.6. Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka berpikir diatas dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut : 2.6.1 Melalui model pembelajaran problem posing, keaktifan, kreativitas melakukan proses, keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran pemebelajaran dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran Matematika indicator hubungan kesetaraan antar satuan berat dapat ditingkatkan.