DOOOORRR!!! Bukan Kami, itu OTK

dokumen-dokumen yang mirip
2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api (Lembaran Negara Republ

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te

LAPORAN ANALISA DAN EVALUASI BULAN MARET DIBANDING BULAN FEBRUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat

ANALISA DAN EVALUASI BULAN APRIL TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLRI. Tindakan. Penggunaan Kekuatan. Pencabutan

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah

ANALISA DAN EVALUASI BULAN JUNI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

Catatan KontraS terhadap Kinerja POLRI Hari Bhayangkara POLRI ke 68 Akuntabilitas POLRI Rendah, Pencari Keadilan Meningkat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Memburu Senpi Made in Cipacing. Oleh Yohanes Rabu, 11 September :54

LAPORAN BULAN JANUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

BAB I PENDAHULUAN. serta etika dan aturan main) memiliki senjata terjadi justru sebaliknya,

LAPORAN ANALISA DAN EVALUASI BULAN FEBRUARI DIBANDING BULAN JANUARI TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

BAB I PENDAHULUAN. keterikatan dan keterkaitan dengan komponen-komponen lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas maka dapat diberi kesimpulan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prosedur Standar Minimal Yang Dilakukan Kepolisian Dalam Melakukan Tembak di tempat Bagi Tersangka

BAB III PENUTUP. jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Senjata api boleh dipakai dalam keadaan-keadaan luar biasa

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu menarik di luar isu-isu lain seperti isu-isu tentang keamanan dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. ini, yakni: pertama, memberikan layanan civil (Civil Service); kedua,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1983, merupakan tonggak awal cita-cita bangsa Indonesia membangun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Negara Republik Indonesia dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api bagi Pengemban Fungsi Kepolisian Lainnya; Mengingat : U

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN KEPALA DIVISI HUBUNGAN MASYARAKAT POLRI NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA DAN DOKUMEN INFORMASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem perundangundangan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III. PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDUNG NOMOR. 12/Pid.Sus- Anak/2016/PN.Bdg DALAM PERKARA KEPEMILIKAN SENJATA API OLEH ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

Telah terjadi penembakan terhadap delapan TNI dan empat warga oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bagaimana tanggapan Anda terkait hal ini?

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Mencermati Peradilan di Indonesia

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI ---- RANCANGAN

Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, di Kantor Presiden, tanggal 1 April 2014 Selasa, 01 April 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION )

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH

2016, No Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesi

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP TINDAKAN PENJUALAN AIRSOFT GUN MELALUI MEDIA INTERNET SECARA MELAWAN HUKUM

Situasi HAM di Indonesia Semakin Anjlok: Laporan Kondisi Hak Asasi Manusia di Indonesia Periode Januari-Maret 2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VII/2009 Tentang UU Tindak Pidana Terorisme Tindak pidana terorisme

[Oleh Ujang Dede Lasmana dari Buku berjudul Survival DiSaat dan Pasca Bencana Edisi 2]

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. perlu dikemukakan terlebih dahulu identitas responden. : Anggota Pembinaan dan Disiplin Bid Propam Polda Lampung

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2003 TENTANG TANDA KEHORMATAN SATYALANCANA DHARMA NUSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingginya tingkat pengangguran, mahalnya biaya hidup sehari-hari

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

cenderung meningkat, juga cukup besar dibandingkan komponen pengeluaran APBN yang lain,

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

I. PENDAHULUAN. mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Divisi Humas Mabes Polri (Divhumas Polri) merupakan unsur pengawas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

I. PENDAHULUAN. Kajian mengenai rasa takut menjadi korban kejahatan (fear of crime) telah

BAB III PENUTUP. kepemilikan senjata api bagi warga sipil, yaitu: dan diawasi secara ketat, yaitu

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

PRESS REALESE KELOMPOK KRIMINAL BERSENJATA DM YANG BERHASIL DI UNGKAP POLDA ACEH

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

Pengantar DOOOORRR!!! Bukan Kami, itu OTK Laporan KontraS soal Penggunaan Senjata Api yang Digunakan dalam Kekerasan 15 Agustus, 2013 Laporan ini adalah hasil pemantauan KontraS atas sejumlah kekerasan dan pelanggaran hak asasi yang menggunakan senjata api dan mengakibatkan korban jiwa maupun luka-luka. Laporan ini disusun pada minggu kedua Agustus 2013, paska liburan lebaran, karena dan mengingat maraknya kasus penembakan misterius dan makin banyaknya kekerasan yang dilakukan oleh aparatur negara dengan menggunakan senjata api pada saat menjelang liburan lebaran 2013, yaitu awal Agustus. Cakupan data dalalm laporan ini sejak 2011 hingga Agustus 2013. Berdasarkan laporan ini kami ingin menyampaikan bahwa; Pertama, maraknya kekerasan dengan senjata api tetap didominasi oleh aparatur negara. Sebagai yang kami jelaskan dalam laporan ini dibawah bahwa angka kekerasan ini sudah menembus 400 kasus lebih yang dilakukan oleh aparatur negara. Dan Polisi adalah pelaku yang paling rajin menembak. Kedua, angka kekerasan yang kami maksud dibawah ini adalah kekerasan yang sangat amat patut diduga dilakukan untuk tujuan yang tidak dibenarkan dan dilakukan dengan cara yang tidak profesional. Ketiga, Maraknya respon Kepolisian atas berbagai kasus ini hanyalah pernyataan kosong tanpa bukti yang jelas dan tegas. Kasus-kasus kekerasan dengan senjata api sesungguhnya sudah sering terjadi, namun sangat jarang sekali yang dituntaskan. Oleh karenanya terus berulang. Keempat, kami menemukan angka pelaku OTK (orang yang tidak dikenal) yang cukup tinggi namun menunjuk OTK hanyalah sebagai sebuah pelarian belaka untuk tidak menujuk hidung pelaku yang sesungguhnya. Dengan kata lain, Polisi harus dan patut diduga mengetahui setiap kejadian, karena ada berbagai petunjuk sisa kejahatan, namun enggan dan tidak mau bekerja membongkar kasus penembakan yang dilakukan oleh OTK. Kelima, Kami juga menemukan bahwa senjata-senjata yang digunakan bukanlah Air Soft Gun (ASG). Tren menuduh senjata ASG adalah hal baru belaka dan disampaikan secara sepihak, baik oleh Polisi, Pemerintah ataupun TNI. Informasi yang bisa akses dalam laporan ini tidak menemukan satu sumber pun sebagai sumber alternatif yang bisa dan patut dijadikan rujukan pembanding, perihal senjata dan peluru yang digunakan. Keenam, proses hukum yang ditempuh dalam kasus-kasus penggunaan senjata api oleh aparatur negara sangat berat dilakukan. Biasanya dengan desakan dan tekanan korban dan masyarakat terlebih dahulu. Namun demikian proses hukum yang minim tersebut tetap tidak merekomendasikan perbaikan tata kelola penggunaan senjata api tersebut.

Ketujuh, Bahwa persoalan Senjata Api adalah persoalan (1) Akses memiliki dan menguasasi, (2) Kecakapan untuk menguasasi dan menggunakannya, (3) Momentum menggunakannya, (4) kontrol kelayakan senjata, (5) Akuntabiltas penyalahgunaannya jika terjadi. Syarat-syarat diatas harus terpenuhi secara kohesif (saling terkait). Bisa memeiliki bukan berarti bisa menggunakan dengan serta merta disetiap kondisi. (Lihat lampiran laporan ini: Aturan legal Pengadaan dan Penggunaan Senjata Api oleh TNI dan Polri). Oleh karenanya kami ingin menyampaikan bahwa Pertama, penataan keamanan harus dimulai dari polisi dan semua institusi dan aparat yang diberikan akses menguasai dan menggunakan senjata api. Kedua, Pihak Kepolisian dan setiap institusi yang diperbolehkan menguasasi seperti TNI, harus menjadi bertanggung jawab atas penyalahgunaan senjata api karena dan sebagaimana diatur dalam peraturan per-uu-an (Lihat lampiran laporan ini: Aturan legal Pengadaan dan Penggunaan Senjata Api oleh TNI dan Polri). Ketiga, KontraS menyayangkan sikap Kepolisian dan berbagai pihak seperti pemerintah yang abai pada berbagai peristiwa berujung kekerasan menggunakan senjata api. Dalam catatan KontraS maraknya kekerasan dengan senjata api tidak lepas dari peran lalai Polisi yang cenderung menutupi kasus-kasus tersebut dan enggan berhadap dengan institusi lain seperti TNI. Angka dan Aktor Dari catatan KontraS terdapat berbagai bentuk kekerasan dan dugaan pelanggaran HAM yang terkait atau menggunakan senjata api. Dalam tiga tahun terakhir (2011-2013), KontraS setidaknya mencatat 402 peristiwa penembakan; tahun 2011 sebanyak 62 kejadian, tahun 2012 sebanyak 172 kejadian, dan tahun 2013 (Jan-Agust) sebanyak 168 kejadian. Perlu kami tegaskan bahwa angka penggunaan senjata ini adalah penggunaan senjata yang patut diduga digunakan untuk tujuan dan dengan cara yang tidak dibenarkan. Tabel Tindak Penembakan Berdasarkan Tahun Tahun Pelaku Polisi TNI OTK 2011 29 10 23 2012 102 5 65 2013 (Jan-Agust) 147 5 16 Berdasarkan angka di atas kekerasan menggunakan senjata api menunjukkan peningkatan dalam 3 tahun terakhir, 2011-2013. Aparat kepolisian berada pada urutan paling atas. Penggunaan senjata api sering dilakukan pada saat penangkapan tersangka teroris, kriminalitas, pembubaran massa demontrasi (mahasiswa, dilokasi konflik sumber daya alam) dan dilokasi konflik komunal. Selain itu penembakan juga disebabkan persoalan pribadi (dendam). Dalam banyak kasus umumnya tersangka ditembak pada titik yang mematikan seperti dada, perut dan kepala. Dari seluruh praktek kekerasan yang dilakukan oleh institusi negara tersebut dapat dibilang hampir tidak ada akuntabilitas. Kalau pun ada usaha ke arah itu, namun tidak sesuai dengan

standar hukum yang berlaku. Berdasarkan pengalaman advokasi KontraS, kebanyakan polisi yang terlibat dalam penembakan hanya diberikan sanksi disiplin. Contoh, 6 anggota Polisi yang terlibat penembakan seorang bocah bernama Angga Darmawan dan beberapa petani di Ogan Ilir hanya diberi sanksi disiplin berupa teguran tertulis. Sanksi serupa diberikan pada 20 anggota Brimob yang melakukan penembakan di Musi Rawas, Palembang. Begitu terhadap 3 anggota Brimob yang terlibat penembakan dilokasi 45 Distrik Bogobaida, Paniai, Papua. Kekerasan serupa juga kerap dipraktekkan oleh anggota TNI, meskipun secara kuantitas lebih rendah dibandingkan Polisi. Tapi kualitasnya sama mengerikan, seperti penembakan di LP Cebongan, Sleman dan penembakan warga sipil di Papua dan orang-orang yang mereka klaim sebagai anggota OPM (Organisasi Papua Merdeka). Anggota TNI yang melakukan penembakan Cebongan masih dalam proses sidang, namun dapat dipastikan vonis hakim tidak akan seperti yang diharapkan. Sementara, kasus-kasus yang lain berujung pada impunitas (kejahatan tanpa hukuman). Selain dua aktor di atas. Terdapat aktor misterius yang sering disebut OTK (orang tidak dikenal). Asumsinya bisa saja OTK berasal anggota TNI, Polisi, milisi (sipil yang dipersenjatai) dan sipil memiliki senjata (legal/ilegal). Asumsi ini muncul karena polisi atau pihak negara tidak pernah membuktikan, terutama lewat sebuah pengadilan yang bisa dipercaya. Yang kerap terjadi ada tuduhan sepihak saja. Di Papua, setiap penembakan misterius selalu dituduh oleh pemerintah sebagai OPM (Organisasi Papua Merdeka). Sementara disisi hukum, OTK seolah memang diperbolehkan karena akses kepemilikan senjata sangat terbuka luas bagi siapapun. Selain anggota TNI, Polri, aparatur sipil lainnya, juga warga sipil diperbolehkan. Hal ini diatur secara jelas dalam UU No.8/1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Senjata Api. Selain itu, peredaran senjata ilegal di Indonesia begitu marak, baik bersumber dari institusi resmi negara maupun dari hasil penyeludupan. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto menyebut peredaran senjata api di ibu kota sudah mengkhawatirkan. Sebagian besar senjata api yang beradar adalah senjata ilegal yang sering digunakan untuk tindak kejahatan. Polisi sendiri sudah mengidentifikasi jalur masuknya senjata ilegal, jalur pertama penyeludupan, senjata bekas konflik (Aceh, Poso, Irian, Maluku, Palu) dan eks teroris. Senjata api ilegal banyak beredar seiring banderolnya yang murah. (baca: http://www.merdeka.com/jakarta/ini-tiga-jalur-masuknya-senjata-apiilegal-ke indonesia.html) KontraS juga mengidentifikasi jenis senjata yang kerap digunakan dalam aksi penembakan seperti; pistol (FN dan Revolver), senapan serbu AK 45 dan SS1. Tabel Jenis Senjata Pelaku Jenis Senjata Pistol Laras Panjang Rakitan Tdk Diketahui Polisi 113 78-87 TNI - 11-9 OTK - 16 12 76 Sebaran Wilayah Penembakan dan Korban Berdasarkan temuan KontraS, sebaran wilayah penembakan paling banyak terjadi di daerahdaerah konflik Papua, Aceh, Poso. Di Papua tercatat 98 kasus penembakan. Diantaranya; 26

penembakan dilakukan Polisi, sekitar 9 penembakan dilakukan TNI, dan 63 peristiwa dilakukan oleh OTK seperti pada peristiwa penembakan yang terjadi di Tinggi Nambut dan Distrik Sinak pada 21 Februari lalu. Sedangkan di Aceh, tercatat sedikitnya 22 peristiwa penembakan terjadi; sebanyak 11 peristiwa dilakukan oleh OTK, 8 peristiwa oleh anggota Polisi, dan 3 peristiwa oleh anggota TNI. Maraknya penembakan oleh OTK di Aceh juga turut dipengaruhi oleh gejolak politik ditingkat lokal, seperti pada kasus penembakan misterius terhadap salah seorang seorang kader Partai Nasional Aceh (PNA) yang juga calon legislatif untuk Kabupaten Pidie, Muhammad Bin Zainal Abidin, pada 26 April 2013 lalu. Peristiwa penembakan juga marak terjadi di kota-kota besar, seperti di Jawa Barat sekitar 35 peristiwa penembakan; 33 penembakan dilakukan anggota Polisi, 1 peristiwa oleh anggota TNI dan 1 peristiwa oleh OTK. Di Jakarta juga rawan dengan aksi penembakan. KontraS mencatat sekitar 34 penembakan telah terjadi dilakukan oleh anggota Polisi terhadap tersangka criminal dan beberapa kasus dilakukan oleh OTK terkait penembakan halte bus way. Sepanjang tiga tahun itu telah 201 orang tewas korban penembakan dan 554 mengalami lukaluka. Beberapa diantaranya adalah anak-anak bahkan Balita, seperti kasus Fatir di Makassar dan Angga di Ogan Ilir. Beberapa lainnya adalah warga asing, seperti warga Jerman di Papua. Tabel Korban Penembakan Pelaku Tewas Luka Polisi 132 428 TNI 5 35 OTK 64 82 Momentum Peristiwa Penembakan Kisruh politik menjelang Pilkada menjadi momentum yang kerap digunakan untuk melancarkan aksi penembakan. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa kasus; seperti rangkaian penembakan misterius menjelang Pilkada Aceh pada Februari 2012 Silam. Penembakan pos polisi di pusat perbelanjaan Singosaren pada Kamis, 30 Agustus 2012, yang diduga terkait dengan Pilgub Jakarta. Sementara kecenderungan momentum khusus dimana marak terjadi penembakan oleh anggota Polisi dan TNI ialah menjelang peringatan hari ulang tahun OPM (Organisasi Papua Merdeka) dan peringatan hari aneksasi (kembalinya Papua ketangan Indonesia) di Papua, seperti yang terjadi di Sorong pada April 2013 lalu. Saat itu anggota Kepolisian diduga melakukan penembakan terhadap 5 orang Warga di Distrik Aimas, pada 30 April 2013, sekitar pukul 20.00 WIT, tepat pada 1 hari sebelum peringatan Hari Aneksasi di Papua. Akibatnya 3 orang tewas, sementara 2 orang lainnya menderita luka-luka akibat luka tembak. ***

Lampiran Legalitas Pengadaan dan Penggunaan Senjata di Polri dan TNI Berbicara mengenai pengadaan senjata mengacu kepada sistem pertahanan dan keamanan negara yang membutuhkan ketersediaan alat peralatan pertahan dan keamanan. Hal tersebut diatur didalam Undang-Undang No.16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan. Dalam Buku Putih 1 Kementerian Pertahanan, sesuai Keppres No.59 Tahun 1983, lahirlah beberapa industri-industri pertahanan, diantaranya adalah Industri Bidang Produksi PT. IPTN sekarang PT. DI kedirgantaraan pesawat transpor sayap tetap, helikopter, pesawat patroli maritim, pesawat pengintai, simulator pesawat, serta pemeliharaan dan perbaikan pesawat. PT.PAL Kemaritiman kapal-kapa jenis korvet, kapal patroli, galangan pendaratan, tanker, serta dok pemeliharaan kapal perang PT.PINDAD Persenjataan dan amunisi senjata ringan, senjata berat, amunisi kaliber kecil, amunisi kaliber besar, amunisi khusus, bahkan mampu memproduksi kendaraan tempur. PT.Dahana Bahan Peledak berbagai jenis bahan peledak PT. LEN Alat-alat elektronika dan komunikasi pertahanan peralatan militer, sistem deteksi, radar dan sonar, serta peralatan komunikasi militer. 1 Buku Putih Kementerian Pertahana halaman 158-159

I. Pengadaan Senjata di POLRI/TNI Pedoman pelaksanaan pengadaan alat utama sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia diatur dalam No. 34 Tahun 2011. Pasal 1 ayat 7 menyatakan bahwa adanya Industri pertahanan yang telah memiliki kerjasama pengadaan produk alutsista. Pasal 1 juga menyediakan peraturan mengenai jaminan uang muka dan pemeliharaan. Pasal 1 ayat 19 mengatur mengenai kreditor asing yang memberikan pinjaman. Untuk kerjasama internasional dalam pengadaan alutsista diatur dalam pasal 24 ayat 4. II. Ijin Penggunaan Senjata di Polri/TNI Menurut Kasat I bagian Pidum Polda Sumut syarat-syarat yang harus dipenuhi anggota. 2 Pertama, Harus melalui izin Kasatker (Kepala Satuan Kerja) tempat personil bertugas. Dimana pimpinan tempat anggota kepolisian bertugas memberikan penilaian yang baik terhadap kinerja anggota tersebut atau keterangan bekerja baik. Kedua, anggota kepolisian minimal berpangkat Bripda. Ketiga, mengikuti tes psikologi. Keempat, lulus ujian tembak memegang atau memiliki senjata api harus dibekali dengan kemampuan menembak. Kemampuan menembak harus dipelajari saat berada dalam pendidikan, setelah pendidikan dasar polisi kembali dibekali dengan pendidikan kejuruan. Dari pendidikan itulah perlu diseleksi dengan baik, anggota mana yang perlu memiliki senjata api dan mana yang tidak yang layak untuk memiliki senjata api. Kelima, Test kesehatan, test kesehatan ini sangat penting dilaksanakan dalam test kepemilikan senjata api bagi anggota Polri, karena melalui test ini dapat diketahui bagaimana sebenarnya kondisi kesehatan dari anggota kepolisian yang akan memiliki senjata api, baik test kesehatan fisik maupun test psikis. Karena kondisi kesehatan dari aparat sangat mempengaruhi nantinya dalam penggunaan senjata api. Keenam Anggota Polri tersebut bertugas di lapangan (penyidik lapangan), staf tidak layak diberikan izin kepemilikan senjata api, karena tujuan diberikannya senjata api kepada anggota kepolisian adalah untuk mendukung tugas mereka di lapangan sebagai pemelihara dan penjaga keamanan di tengah-tengah masyarakat. Ketujuh, Izin rekomendasi dari Propam (Profesi dan Pengamanan) Izin rekomendasi ini berupa pernyataan bahwa anggota polisi tersebut berhak memiliki senjata api karena tidak pernah melakukan tindak pidana dan kesalahan lainnya dan hal ini berlaku surut. Propam merupakan penyaring terakhir dalam izin kepemilikan senjata api ini. 2 Mei Rini: Pertanggungjawaban Pidana Anggota Polri Terhadap Penggunaan Senjata Api Tanpa Prosedur (Studi Terhadap Putusan PN BINJAI No.239/Pid.B/2007/PN-Binjai), 2007

Kedelapan, Izin dari Denma (Denta Semen Markas), dimana Kadenma akan menandatangi kartu izin kepemilikan senjata api ini. Setiap 1 (satu) tahun sekali izin harus diurus kembali dan anggota polisi tersebut kembali harus mengikuti test. III. Kapan senjata boleh digunakan? Peraturan yang mengatur mengenai penggunaan senjata api oleh polisi antara lain diatur dalam Perkapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Perkapolri 8/2009 ), serta di dalam Perkapolri No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian ( Perkapolri 1/2009 ). Berdasarkan Pasal 47 Perkapolri 8/2009 disebutkan bahwa: (1) Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia. (2) Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk: a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa; b. membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat; c. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat; d. mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang; e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan f. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup. Penggunaan senjata api oleh polisi dilakukan apabila (Pasal 8 ayat [1] Perkapolri 1/2009): a. tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat; b. anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut; c. anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat. Pada prinsipnya, penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka (Pasal 8 ayat [2] Perkapolri 1/2009). Jadi, penggunaan senjata api oleh polisi hanya digunakan saat keadaan adanya ancaman terhadap jiwa manusia. Sebelum menggunakan senjata api, Polisi harus memberikan peringatan yang jelas dengan cara (Pasal 48 huruf b Perkapolri 8/2009): 1. menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang bertugas; 2. memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan 3. memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi

Sebelum melepaskan tembakan, polisi juga harus memberikan tembakan peringatan ke udara atau ke tanah dengan kehati-hatian tinggi dengan tujuan untuk menurunkan moril pelaku serta memberi peringatan sebelum tembakan diarahkan kepada pelaku (Pasal 15 Perkapolri 1/2009). Pengecualiannya yaitu dalam keadaan yang sangat mendesak di mana penundaan waktu diperkirakan dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas atau orang lain di sekitarnya, peringatan tidak perlu dilakukan (Pasal 48 huruf c Perkapolri 8/2009). Bagaimana pertanggungjawaban polisi terhadap penggunaan senjata api? Jika ada pihak yang dirugikan atau keberatan karena penggunaan senjata api, petugas polisi yang bersangkutan wajib membuat penjelasan secara terperinci tentang alasan penggunaan senjata api, tindakan yang dilakukan dan akibat tindakan yang telah dilakukan (Pasal 49 ayat [2] huruf a Perkapolri 8/2009). Selain itu, setelah menggunakan senjata api, polisi harus membuat laporan terperinci mengenai evaluasi pemakaian senjata api. Laporan tersebut berisi antara lain (Pasal 14 ayat [2] Perkapolri 1/2009): a. tanggal dan tempat kejadian; b. uraian singkat peristiwa tindakan pelaku kejahatan atau tersangka, sehingga memerlukan tindakan kepolisian; c. alasan/pertimbangan penggunaan kekuatan; d. rincian kekuatan yang digunakan; e. evaluasi hasil penggunaan kekuatan; f. akibat dan permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan kekuatan tersebut. ***