BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan media yang sangat berperan untuk menciptakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran matematika. Dengan pemahaman, siswa dapat lebih mengerti akan

PENERAPAN TEKNIK PEMBELAJARAN THINK PAIR SQUARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang menanamkan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Mondang Syahniaty Elfrida Sinaga Guru Mata Pelajaran IPA SMP Negeri 1 Lubuk Pakam Surel :

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

PENINGKATAN PARTISIPASI SISWA DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR-SHARE (TPS)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas biasanya masih berfokus

I. PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari yang mendukung kemajuan ilmu pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan perkembangan yang dialami oleh seseorang menuju kearah

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu komponen utama kebutuhan manusia. Melalui

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin pesat menuntut adanya sumber daya manusia. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya

I. PENDAHULUAN. mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

BAB II KAJIAN TEORI. aktivitas untuk mencapai kemanfaatan secara optimal. yang bervariasi yang lebih banyak melibatkan peserta didik.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses belajar yang membantu manusia dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha untuk menumbuhkembangkan potensi SDM melalui

Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Rata-rata UN SMP/Sederajat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kondisi pembelajaran awal siswa sebelum diterapkan metode pembelajaran

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang

I. PENDAHULUAN. dalam mempersiapkan generasi muda, termasuk peserta didik dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

I. PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kemajuan sumber daya manusianya.

METODE THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Efa Rosfita, 2013

I. PENDAHULUAN. pesat. Manusia dituntut memiliki keterampilan berpikir kritis, sistematis,

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menghiasi praktek pembelajaran di kelas. Pada umumnya guru

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang tinggi untuk menghadapi tantangan tersebut. Salah

I. PENDAHULUAN. Pada kurikulum biologi SMP materi sistem gerak yang dipelajari di kelas VIII,

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

BAB I PENDAHULUAN. mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat terhadap

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan potensi-potensi siswa dalam kegiatan pengajaran. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia, agar siswa memiliki pola pikir yang sistematis dan

I. PENDAHULUAN. pada semua tingkat perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi

HASIL BELAJAR KIMIA SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN METODE THINK-PAIR-SHARE DAN METODE EKSPOSITORI

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

I. PENDAHULUAN. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat menuntut sumber

PENGGUNAAN COOPERATIVE LEARNING

1. PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan suatu bangsa karena sasaran dari

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia dan memegang peranan

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek yang biasanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

BAB I PENDAHULUAN. Akan tetapi yang perlu diingat bahwa pendidikan akan berhasil dengan. negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB II KAJIAN TEORI. emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. baik secara fisik maupun secara mental aktif.

tanya jawab, pemberian tugas, atau diskusi kelompok) dan kemudian siswa merespon/memberi tanggapan terhadap stimulus tersebut. Pembelajaran harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nur Wulan Puji Permari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadi mandiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan hidup. Pentingnya pendidikan di Indonesia tercermin dalam

BAB I PENDAHULUAN. kurang termotivasi dalam belajar matematika. Abdurrahman (2009:253) mengemukakan alasan pentingnya siswa belajar matematika:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara spesifik

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE DI KELAS V SD

BAB I PENDAHULUAN. Padahal metode ceramah memiliki banyak kekurangan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2006:145),

mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan. Pendidikan mengarahkan kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan dan lebih bertakwa kepada

I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE THINK PAIR SHARE PADA MATERI TURUNAN

PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENJASKES SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI S-1 Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Matematika.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Edumatica Volume 04 Nomor 01, April 2014 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN TEORI. belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Joice & Weil dalam Rusman (2012: 133), model pembelajaran adalah

BAB I PENDAHULUAN. belajar siswa menjadi penentu bagi keberhasilan pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. otoritas tertinggi keilmuan (teacher centered). Pandangan semacam ini perlu

I. PENDAHULUAN. Sistem pendidikan nasional di era globalisasi seperti saat ini menghadapi

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan media yang sangat berperan untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas-luasnya, melalui pendidikan akan terjadi proses pendewasaan diri sehingga di dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa tanggung jawab yang besar. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas, karena matematika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis. Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai siswa karena matematika tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Matematika selalu mengalami perkembangan seuai dengan kemajuan sains dan teknologi sekarang ini, seperti yang diungkapkan oleh Masykur dan Fathani (2007:41) Negara yang mengabaikan pendidikan matematika sebagai prioritas utama akan tertinggal dari kemajuan segala bidang (terutama sains dan teknologi), dibandingkan dengan Negara lainnya yang memberikan tempat bagi matematika sebagai subjek yang penting. Peningkatan mutu pendidikan matematika sangat diperlukan, khususnya peningkatan prestasi belajar matematika siswa disekolah. Dalam serangkaian 1

2 proses belajar mengajar di sekolah, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang penting, itu berarti berhasil atau tidaknya tujuan pencapaian pengajaran di sekolah banyak tergantung pada situasi kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Permasalahan yang sering mucul dewasa ini adalah ketidakaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar khususnya pelajaran matematika. Siswa sekedar mengikuti pelajaran matematika yang diajarkan guru di dalam kelas, yaitu dengan hanya mendengarkan ceramah dan mengerjakan soal yang diberikan oleh guru tanpa adanya respon, kritik, dan pertanyaan dari siswa kepada guru sebagai umpan balik dalam kegiatan belajar mengajar. Keinginan dan aktivitas siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar cenderung menurun dan kurang diperhatikan. Demikian juga dengan guru yang hanya mengejar waktu mengingat harus mengajarkan materi yang cukup banyak tetapi dengan jam pelajaran yang disediakan cukup singkat, tanpa memperdulikan siswanya sudah atau belum memahami materi yang diajarkan. Kondisi seperti ini membuat siswa kurang tertarik mengikuti pelajaran matematika, padahal beberapa faktor yang mempengaruhi siswa tertarik pada matematika adalah minat, hasrat dan cita-cita siswa itu sendiri, kemudian disusul faktor - faktor berikutnya yaitu faktor guru didalam mengajar, kelengkapan buku-buku yang dimiliki siswa, kondisi siswa, kondisi kelas, serta dorongan orang tua. Kondisi siswa merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar mengajar untuk dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Dalam hal ini kondisi siswa yang dimaksud adalah aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar.

3 Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang guru bidang studi matematika kelas VII SMP Swasta Assisi menunjukkan bahwa: Aktivitas siswa dalam belajar matematika di dalam kelas masih rendah. Ini terlihat pada saat pembelajaran tentang materi bangun datar segi empat khususnya persegi dan persegi panjang, siswa tidak mampu membedakan keliling dan luas. Mereka hanya terpaut pada rumus yang ada, dan tidak dapat menjelaskan ketika ditanyakan mengenai bagaimana mencari keliling dari sebuah bangun secara real. Demikian juga ketika ditanyakan tentang luas bangun datar siswa tidak dapat menunjukkan luas tersebut tanpa menggunakan rumus. Pembelajaran matematika masih banyak bertumpu pada aktivitas guru artinya kebanyakan dari siswa hanya sekedar mengikuti pelajaran di dalam kelas yaitu dengan mendengarkan ceramah dan mengerjakan soal yang diberikan oleh guru tanpa adanya respon, kritik, dan pertanyaan dari siswa kepada guru sebagai umpan balik dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga nilai ulangan siswa masih rendah. Ini terjadi dimungkinkan karena metode pembelajaran yang digunakan guru kurang cocok sehingga menyebabkan siswa kurang menggunakan pemikirannya dengan baik dalam pembelajaran matematikanya. Kemudian, masih terdapat siswa yang mengalami tanggung jawab belajar yang masih rendah. Rendahnya tanggung jawab belajar ini ditunjukkan dengan siswa menyontek hasil pekerjaan temannya karena merasa tidak yakin akan kemampuan diri sendiri dan malas untuk mengerjakan tugas sekolah, dan siswa belum mempunyai kesadaran akan tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar yaitu belajar.

4 Hasil pengamatan yang telah dihimpun menunjukkan adanya kecenderungan bahwa, (1) sebagian siswa cerdas belum bisa mencapai prestasi yang diharapkan, (2) sebagian siswa belum menyadari tanggung jawabnya dalam penyelesaian tugas secara individu maupun kelompok, (3) Sebagian siswa belum paham bagaimana bekerja secara tim, (4) kurangnya pemahaman diri masingmasing siswa dalam penyelesaian tugas kelompok, (5) masih adanya siswa yang terlalu bergantung dengan teman, (6) sebagian siswa belajar kurang bersungguhsungguh, asal-asalan,terpaksa dsb. Jika permasalahan tersebut masih berlangsung terus menerus, maka akan mengakibatkan aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar terhambat. Siswa akan beranggapan bahwa belajar matematika bukanlah kebutuhan, hanya tuntutan kurikulum saja, karena siswa merasa tidak mendapatkan makna dari pelajaran matematika yang dipelajari sehingga akan berdampak pada hasil belajar yang diperoleh siswa. Asosiasi guru matematika Indonesia dalam (http://www.agmi.or.id) tentang rendahnya prestasi matematika Indonesia (Rabu,23 Januari 2008) mengemukakan bahwa : Data UNESCO menunjukkan, peringkat matematika Indonesia berada di deretan 34 dari 38 negara. Hal ini terungkap dalam konferensi pers The First Symposium On Realistic in Mathematics di majelis Guru Besar ITB. Dari kenyataan tersebut secara jelas menyatakan bahwa pendidikan matematika di Indonesia masih mengecewakan. Rendahnya hasil belajar matematika dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Hasil

5 observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada SMP Swasta Assisi Medan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah tersebut masih menggunakan model pembelajaran konvensional yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas, artinya model pembelajaran yang digunakan masih banyak didominasi oleh guru, sementara siswa duduk secara pasif menerima informasi pengetahuan dan keterampilan. Sifat siswa yang seperti ini akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematika. Siswa akan mengalami kesulitan dalam pemecahan masalah. Siswa cenderung menunggu sajian dari guru tanpa berusaha untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran matematika. Sardiman (2006) menyatakan bahwa: Salah satu problema belajar yang dihadapi oleh siswa adalah berupa pembelajaran yang keliru, dan pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak. Proses pembelajaran yang dilakukan guru tidak selamanya efektif dan efisien seperti metode mengajar guru yang kurang bervariasi sehingga siswa merasa jenuh dan bosan yang menyebabkan pencapaian hasil belajar tidak selalu optimal, misalnya pembelajaran yang menempatkan guru lebih mendominasi dalam proses pembelajaran. Pembelajaran seperti ini mengakibatkan pembelajar hanya menghafal ilmu yang diberikan guru secara utuh. Lie (2008:3) mengemukakan bahwa : Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah. Kita tidak bisa lagi mempertahankan paradigma lama bahwa jika seseorang mempunyai pengetahuan dan keahlian dalam suatu bidang, dia pasti dapat mengajar. Banyak guru masih menganggap paradigma lama ini satu-satunya alternatif. Mereka mengajar dengan metode ceramah mengharapkan siswa Duduk, Diam, Dengar, Catat dan Hafal (3DCH) serta mengadu siswa satu sama lain. Oleh karena itu, Lie (2008:4) mengemukakan bahwa: Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar berdasarkan beberapa pokok pemikiran sebagai berikut :

6 1) Pengetahuan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan siswa 2) Siswa membangun pengetahuan secara pasif 3) Pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa 4) Pendidikan adalah interaksi pribadi diantara para siswa dan interaksi guru dan siswa Diskusi dan kerja sama adalah salah satu cara yang dapat membuat siswa menjadi aktif. Namun strategi yang paling sering digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi seluruh kelas. Tetapi strategi ini tidak terlalu efektif walaupun sudah berusaha dan mendorong siswa untuk berpartisipasi. Kebanyakan siswa terpaku menjadi penonton sementara arena kelas dikuasai oleh hanya segelintir orang dan kebanyakan dari siswa belum mempunyai tanggung jawabnya dalam bekerja kelompok. Oleh karena itu diperlukan kecakapan guru dalam pemilihan model pembelajaran yang dapat menjadikan seluruh siswa aktif dan tanggung jawab dalam mengikuti kegiatan belajar. Salah satunya adalah menerapkan pembelajaran kooperatif dalam kegiatan belajar mengajar. Model pembelajaran kooperatif masih jarang digunakan padahal berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ditelaah oleh Slavin (dalam Ibrahim dkk, 2000:16) yang menunjukkan bahwa teknikteknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan pengalaman individual atau kompetitif. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Jhonson dan Jhonson (dalam Lie, 2004:15) bahwa suasana belajar kooperatif menghasilkan prestasi lebih tinggi, hubungan yang lebih positif dari penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa.

7 Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS). Seiring dengan hal tersebut Lie (2008:57) menyatakan : Teknik belajar mengajar Berpikir-Berpasangan-Berbagi dikembangkan oleh Frank Lyman (Think-Pair-Share) dan Spencer Kagan (Think-Pair- Square) sebagai struktur kegiatan pembelajaran Cooperative Learning. Teknik ini memberi siswa kesempatan sendiri dan bekerja sama dengan orang lain, selain itu teknik ini juga dapat digunakan hampir dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dapat digunakan pada mata pelajaran matematika antara lain pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel. Sistem Persamaan Linier Dua Variabel adalah salah satu pokok bahasan matematika yang sulit dikuasai siswa, seperti yang dikemukakan oleh salah satu guru matematika yang mengajar di kelas VIII SMP Swasta Assisi Medan melalui wawancara dan diskusi dengan peneliti dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menyatakan bahwa : Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel kurang dipahami oleh siswa. Beliau juga mengatakan Siswa kesulitan dalam menentukan variabel dan membuat model matematika dari masalah kehidupan sehari-hari. Mereka hanya terpaut pada rumus yang ada, dan tidak dapat menjelaskan ketika ditanyakan mengenai bagaimana mencari solusi dari masalah yang diberikan dengan metode baik itu metode grafik, substitusi maupun eliminasi. Demikian juga ketika ditanyakan tentang himpunan penyelesaian dari masalah yang diberikan siswa tidak dapat menunjukkannya. Ini berarti siswa masih tergantung dengan hapalan rumus yang diberikan oleh guru.

8 Soal-soal dan pertanyaan yang berhubungan dengan materi Sistem Persamaan Linier Dua Vriabel tersebut dapat disusun dengan membuatnya dalam bentuk Lembar Aktivitas Siswa (LAS). Lembar Aktivitas Siswa merupakan media yang dapat digunakan dalam pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural Think-Pair-Share (TPS) ini. Dengan adanya LAS, guru akan lebih mudah dalam menginstruksikan siswa untuk mendiskusikan soal-soal dan pertanyaan yang ada. Dalam penelitian ini akan dicoba menerapkan Teknik Think-Pair-Share dengan menggunakan LAS (Lembar Aktivitas Siswa). Menurut Soedijarto dalam Fuddin van Batavia Tanggung jawab siswa adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti program kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Sedangkan menurut Shiv Khera dalam Fuddin van Batavia tanggung jawab merupakan bagian dari kewajiban yang menjadikan sesuatu berupa keinginan untuk mencapai atau berakhir dengan kesenangan. Dalam studi sistem matematika, masalah merupakan objek studi utama dan pertama (Jacob, 1998: 1). Demikian pula, dalam memperhatikan pemecahan masalah. Pemecahan masalah dibedakan antara latihan, masalah, dan teka-teki (Jacob, 1998: 10). Untuk menyatakan pemecahan masalah perlu menetapkan apakah ada suatu masalah, dan bila ada berarti ada tantangan. Pendekatan pemecahan masalah sebagai suatu makna untuk mengajar konten materi pelajaran. Selain itu membantu sebagai suatu sarana untuk mempraktikkan keterampilan komputasional dasar. Masalah sering digunakan untuk menunjukkan bagaimana konten dihubungkan dengan dunia nyata.

9 Pemecahan masalah juga digunakan untuk memperkenalkan dan membangkitkan diskusi tentang suatu topik. Masalah kadang-kadang digunakan untuk memotivasi siswa untuk studi dan menguasai konten. Satu cara ini adalah melakukan dengan menyajikan suatu masalah pada permulaan dari suatu unit dengan menunjukkan siswa apa yang mereka mampu untuk menyelesaikan dengan mempelajari unit itu. Cara lain adalah dengan menggunakan masalah rekreasional untuk menunjukkan bagaimana keterampilan belajar. Penelitian berikut berkaitan dengan Think Pair Share yaitu: Suminto menemukan dalam penelitiannya bahwa hasil analisis data diperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TPS pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2010/2011 meningkat dari 72,2%, menjadi 78,51%. Sementara Fardah dalam penelitiannya di kelas VIII bilingual SMP Negeri 1 Bantul menemukan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS meningkatkan persentase kemampuan memahami permasalahan dari 68,20% pada siklus I menjadi 75,17% pada siklus II. Kemampuan merencanakan masalah pun meningkat dari 66,14% menjadi 78,28%. Begitu juga dengan kemampuan menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana meningkat dari 74,14% menjadi 81,72% dan kemampuan mengevaluasi penyelesaian yang meningkat dari 51,38% menjadi 55,86%. Rata-rata kemampuan pemecahan masalah secara umum meningkat dari 64,97% pada siklus I menjadi 72,76% pada siklus II. Hasil penelitian dan analisis data oleh Trianna memperoleh kesimpulan bahwa pengaruh penggunaan model pembelajaran Think Pair Share (TPS)

10 terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika lebih baik dari model pembelajaran langsung dan kualitas interaksi peserta didik yang terjadi dalam proses belajar mengajar menggunakan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) termasuk kedalam kategori baik. Rasyidah dalam penelitiannya menemukan bahwa pengembangan karakter tanggung jawab, kejujuran, tekun/gigih dan peningkatan hasil belajar kognitif fisika Matematika II melalui perkuliahan terpadu, karakter tanggung jawab ditandai dengan jumlah mahasiswa yang datang tepat waktu, pada siklus I ada 68.9% dan meningkat pada siklus II ada 83.3%. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan suatu penelitian yang berkaitan dengan model Think-Pair-Share (TPS), tanggung jawab belajar, dan pemecahan masalah siswa, yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teknik Think-Pair-Share untuk Meningkatkan tanggung jawab belajar dan pemecahan masalah siswa. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Hasil belajar siswa pada bidang studi matematika masih rendah. 2. Metode mengajar yang digunakan guru kurang bervariasi 3. Kebiasaan belajar siswa menerima dan menghapal apa yang diberikan guru tanpa motivasi untuk memahami.

11 4. Kesulitan siswa dalam menghubungkan materi matematika dengan dengan kehidupan sehari-hari. 5. Kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika pada persoalan materi sistem persamaan linier dua variabel. 6. Materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel merupakan salah satu materi pelajaran yang masih sulit dipahami oleh siswa. 7. Penggunaan model pembelajaran yang kurang efektif dengan karakteristik materi dan metode mengajar yang kurang bervariasi sehingga siswa kurang aktif dalam belajar matematika. 1.3. Batasan Masalah Agar permasalahan dalam penelitian ini lebih terarah dan jelas, maka penulis memberikan suatu batasan tentang masalah yang penulis teliti. Dalam kesempatan ini penulis hanya membahas tentang Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share untuk meningkatkan tanggung jawab belajar dan pemecahan masalah siswa. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajarkan dengan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS dan interaksinya dengan KAM?

12 2. Apakah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair- Share kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat ditingkatkan? 3. Apakah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Teknik Think-Pair-Share dapat meningkatkan tanggung jawab belajar siswa? 4. Bagaimana proses penyelesaian jawaban siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS? 1.5. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari peneitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajarkan dengan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS dan interaksinya dengan KAM. 2. Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Teknik Think-Pair-Share dalam meningkatkan tanggung jawab belajar siswa. 3. Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Teknik Think-Pair-Share dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. 4. Mengetahui proses penyelesaian jawaban siswa lebih baik dan bervariasi dalam kelas dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dibanding dengan kelas biasa.

13 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi siswa Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS akan meningkatkan peran aktif siswa dalam kegiatan belajar mengajar Kemampuan pemecahan masalah siswa pada pembelajaran matematika, khususnya pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel akan meningkat. Minat belajar matematika siswa akan meningkat. Tanggung jawab belajar siswa akan meningkat. Hasil belajar matematika siswa akan meningkat. 2. Bagi guru Sebagai bahan informasi guru untuk melakukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS sebagai salah satu alternatif pembelajaran suatu pokok bahasan, khususnya pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel. 3. Bagi sekolah Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam perbaikan pengajaran matematika di SMP Swasta Assisi Medan. 4. Bagi penulis Hasil penelitian ini diharapkan menjadi landasan berpijak dalam rangka menindak lanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas.

14 1.7. Definisi Operasional Untuk menghindari kerancuan pemahaman beberapa istilah dalam penelitian ini dipandang perlu adanya penjelasan dan pendefinisian secara operasional sebagai berikut: 1. Strategi pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) yang berorientasikan masalah adalah suatu bentuk pembelajaran kooperatif yang menekankan kepada aspek sosial dalam memecahkan masalah, dan mengutamakan keterlibatan siswa secara aktif pada proses pembelajaran, dengan siswa dikelompokkan dalam tim-tim kecil secara heterogen. Pembelajaran ini terdiri dari tahap-tahap: pendahuluan, penyajian materi, pembagian kelompok, kerja kelompok, pengujian penguasaan kelompok atas bahan ajar, dan penutup. Pengujian penguasaan kelompok atas bahan ajar menggunakan kuis individu berupa soal-soal pemecahan masalah. 2. Aktivitas siswa didefinisikan segala bentuk kegiatan belajar yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian ini yang dikategorikan aktivitas belajar/ aktivitas aktif adalah: bertanya pada guru /menjawab pertanyaan guru; membaca buku siswa; berdiskusi atau bernegosiasi; melakukan percobaan sesuai dengan Lembar Aktivitas Siswa (LAS); meminta bantuan kepada teman; memberi bantuan kepada teman dengan penjelasan; memperhatikan saat siswa lain presentasi di depan kelas; dan mengemukakan pendapat. 3. Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan soal ditinjau dari : (1) memahami masalah; (2)

15 membuat rencana pemecahan masalah ; (3) melaksanakan penghitungan ; (4) memeriksa kembali hasil penyelesaian yang diperoleh. 4. Pembelajaran konvensional adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru dimana guru mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan menggunakan pembelajaran ekspositori, dan siswa hanya menerima saja apaapa yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat sangat kurang sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hapalan. 5. Tanggung jawab belajar adalah tingkat penguasaan kemampuan seorang siswa dalam mengembangkan diri untuk mencapai perubahan tingkah laku yang baru dalam mengikuti program kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan sebagai hasil pengalaman yang menggunakan seluruh sumber daya untuk mengusahakan yang positif atau melaksanakan tugas-tugas baik itu pribadi maupun berkelompok dan apabila tidak melaksanakannya ada resiko yang harus diterimanya.