KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG KESIAPSIAGAAN DAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN NUKLIR

EVALUASI KESIAPSIAGAAN NUKLIR DI INSTALASI RADIOMETALURGI BERDASARKAN PERKA BAPETEN NOMOR 1 TAHUN 2010

2015, No Tenaga Nuklir tentang Penatalaksanaan Tanggap Darurat Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 te

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENYUSUNAN PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 07/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG JAMINAN KUALITAS INSTALASI NUKLIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

STUDI KESELARASAN PROGRAM KESIAPSIAGAAN NUKLIR TINGKAT FASILITAS/ INSTALASI NUKLIR PTBN TERHADAP PERKA BAPETEN NO.1 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2000 Tentang : Perijinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UPAYA/TINDAKAN HUKUM DALAM PENGAWASAN KEGIATAN PEMANFAATAN KETENAGANUKLIRAN : Preventif, Represif dan Edukatif

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Keamanan Sumber Radioaktif; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (L

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A. Latar Blakang 01 B. Dasar Hukum 03 C. Definisi. 04 Tujuan Instruksional Umum 06 Tujuan Instruksional Khusus..

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

2016, No Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 1 Tahun 2010 tentang Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kedaruratan Nuklir; 5.

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENATALAKSANAAN TANGGAP DARURAT BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

KEDARURATAN NUKLIR DI INDONESIA DAN PENANGGULANGANNYA

OLEH : Dra. Suyati INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF ZAT RADIOAKTIF

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Ketenaganukliran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

2 Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar N

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN TANGGAP DARURAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

Ruang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi:

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LINGKUP KESELAMATAN NUKLIR DI SUATU NEGARA YANG MEMILIKI FASILITAS NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Laporan. Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

ORGANISASI KESIAPSIAGAAN NUKLIR BATAN YOGYAKARTA DAN PENANGANAN FASILITAS PTAPB PASCA GEMPA BUMI

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR TENTANG PROGRAM KESIAPSIAGAAN DAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum 02 Tujuan Instruksional Khusus. 02

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA

Transkripsi:

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion, dipandang perlu ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Pedoman Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3992); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3993); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4201);

- 2-5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4202); 6. Keputusan Kepala BAPETEN No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi; 7. Keputusan Kepala BAPETEN No. 07/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Jaminan Kualitas Instalasi Nuklir; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT. Pasal 1 Pedoman Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini. Pasal 2 Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 2003 Kepala, ttd DR. MOHAMMAD RIDWAN, M.Sc., APU

LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

- 4 - BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pedoman Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat (RPKD) ini disusun dalam rangka menjamin kemampuan penanggulangan keadaan darurat fasilitas radiasi yang mempunyai dampak radiologi tinggi atau instalasi nuklir baik dalam kondisi normal maupun kondisi darurat. Pedoman RPKD disusun sebagai pelaksanaan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion. Pedoman ini berisi persyaratan dasar dalam lingkup yang relevan dan berhubungan dengan rencana penanggulangan keadaan darurat atau penanggulangan keadaan darurat yang bersifat infrastruktur dan fungsional yang harus dimiliki, dilengkapi dan dilaksanakan oleh pengusaha instalasi. B. TUJUAN Pedoman RPKD bertujuan untuk memberikan pedoman kepada pemohon atau pemegang izin untuk menyusun program penanggulangan keadaan darurat. C. RUANG LINGKUP Pedoman RPKD ini berlaku bagi fasilitas radiasi yang mempunyai dampak radiologi tinggi seperti instalasi radioterapi, instalasi kedokteran nuklir, irradiator, akselerator, instalasi produksi radioisotop, instalasi pengelolaan limbah radioaktif dan instalasi nuklir di seluruh Indonesia baik dalam kondisi normal maupun darurat di seluruh Indonesia. D. DEFINISI Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan: 1. Keadaan darurat adalah keadaan bahaya sedemikian yang dapat mengancam keselamatan dan kesehatan manusia, kerugian harta benda atau kerusakan lingkungan yang timbul sebagai akibat dari adanya kecelakaan nuklir dan atau kecelakaan radiasi yang terjadi di wilayah atau di luar wilayah negara Indonesia.

- 5-2. Instalasi nuklir adalah : a. reaktor nuklir; b. fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi, pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan atau pengolahan ulang bahan nuklir bekas; dan atau c. fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan nuklir bekas. 3. Fasilitas radiasi adalah fasilitas yang memanfaatkan zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya. 4. Kecelakaan nuklir adalah kejadian atau rangkaian kejadian yang menimbulkan kerugian nuklir. 5. Kerugian nuklir adalah setiap kerugian yang dapat berupa kematian, cacat, cedera atau sakit, kerusakan harta benda, pencemaran dan kerusakan lingkungan oleh radiasi atau gabungan radiasi dengan sifat racun, sifat mudah meledak atau sifat bahaya lainnya sebagai akibat kekritisan bahan bakar nuklir dalam instalasi nuklir selama pengangkutan, termasuk kerugian sebagai akibat tindakan preventif dan kerugian sebagai akibat atau tindakan untuk pemulihan lingkungan hidup. 6. Kecelakaan radiasi adalah kejadian yang tidak direncanakan termasuk kesalahan operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yang menjurus ke timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi dan atau kontaminasi yang melampaui batas keselamatan. 7. Kejadian abnormal adalah keadaan di luar kondisi normal yang dapat mengarah kepada kecelakaan nuklir atau kecelakaan radiasi. 8. Badan Pengawas Tenaga Nuklir selanjutnya disingkat BAPETEN adalah badan yang bertugas melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir.

- 6 - BAB II PEMBUATAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT A. UMUM Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat (RPKD) adalah salah satu dokumen yang dijadikan persyaratan bagi BAPETEN, untuk memberi izin kepada pengusaha instalasi dalam mengoperasikan fasilitas radiasi yang mempunyai dampak radiologi tinggi atau instalasi nuklir. Dokumen ini menjadi salah satu dokumen yang dinilai dan disetujui oleh BAPETEN sebagai bagian dari proses perizinan. Kategori Penanggulangan Keadaan Darurat suatu fasilitas/kawasan/daerah ditentukan oleh BAPETEN berdasarkan potensi bahaya suatu fasilitas. Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat dikategorikan menjadi lima kategori : Kategori I, II, III, IV dan V seperti pada Anak Lampiran I. Pengusaha instalasi harus menyusun Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan oleh BAPETEN. B. DASAR PEMBUATAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT Tahap awal dalam merencanakan RPKD adalah melakukan analisis terhadap jenis dan potensi bahaya yang terdapat di seluruh fasilitas radiasi yang mempunyai dampak radiologi tinggi atau instalasi nuklir yang ada, sifat zat radioaktif dan bahan nuklir yang dipergunakan dan resiko atau dampaknya terhadap manusia dan lingkungan. RPKD harus disusun berdasarkan hasil analisis dampak radiologi penyebaran zat radioaktif yang diakibatkan oleh kecelakaan yang sesuai dengan analisis dalam Laporan Analisis Keselamatan (LAK) dan atau kecelakaan parah lainnya. RPKD ini hendaknya cukup fleksibel untuk dapat diadaptasikan penerapannya pada kondisi lapangan yang sesungguhnya, karena kondisi kecelakaan nyata di lapangan biasanya berbeda dengan asumsi kecelakaan yang dianalisis dalam dokumen. RPKD harus dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis secara lengkap dan mencukupi sesuai kebutuhan untuk pelaksanaan

- 7 - unsur infrastruktur dan fungsi penanggulangan. Pengusaha instalasi harus menyatakan dan menjamin bahwa pelaksanaan penanggulangan keadaan darurat dilaksanakan sesuai prosedur dan petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis yang telah ditetapkan dalam RPKD.

- 8 - BAB III ISI DOKUMEN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT Semua hal yang relevan dengan penanggulangan keadaan darurat harus dimasukkan dalam dokumen RPKD. Isi dan penyajian dokumen RPKD dapat disusun dengan urutan sebagai berikut : Daftar Isi, Definisi, Pendahuluan, Jenis-jenis Sumber Radiasi, Potensi Bahaya Radiasi, Klasifikasi Kecelakaan, Pelaporan, Unsur-unsur Infrastruktur, dan Fungsi Penanggulangan. A. DAFTAR ISI Untuk memudahkan penggunaan dan evaluasi, daftar isi harus cukup rinci dan memuat seluruh isi dokumen RPKD. B. DEFINISI Penggunaan istilah spesifik dalam dokumen RPKD harus didefinisikan. C. PENDAHULUAN Pendahuluan harus mengandung informasi umum mengenai dokumen RPKD secara garis besar termasuk: maksud dan tujuan; kategori program rencana penanggulangan keadaan darurat; faktor lingkungan dengan dilengkapi data geografi, meteorologi dan demografi terbaru. D. JENIS SUMBER RADIASI Bagian ini harus mengandung informasi semua jenis, jumlah dan aktivitas serta bentuk fisik sumber radiasi yang dipergunakan dan atau disimpan di dalam fasilitas. E. POTENSI BAHAYA RADIASI Bagian ini harus memberikan rincian jelas tentang potensi dan dampak bahaya radiasi yang ada di fasilitas terhadap manusia dan lingkungan baik pada saat kondisi kecelakaan nuklir atau radiasi seperti tersebut dalam LAK atau pada saat kecelakaan parah.

- 9 - F. KLASIFIKASI KECELAKAAN Berdasarkan uraian analisis potensi bahaya radiasi, dalam bagian ini harus diklasifikasikan kecelakaan-kecelakaan tersebut dalam klasifikasi : 1. Kecil : berdampak hanya pada suatu ruangan kerja tertentu; 2. Sedang : berdampak hanya dalam gedung fasilitas/instalasi; 3. Parah : berdampak sampai ke lingkungan sekitar. Disamping itu perlu dijelaskan tindakan apa saja yang akan dilaksanakan untuk penanggulangannya, prosedur apa yang diperlukan dan peralatan apa yang akan digunakan. G. PELAPORAN Pengusaha instalasi atau penanggung jawab instalasi harus menyatakan bertanggung jawab dalam melakukan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan, melaporkan terjadinya kejadian abnormal dan atau kecelakaan dan upaya penanggulangannya kepada BAPETEN. Dalam hal ini pengusaha instalasi juga harus menyatakan kesanggupan untuk melaporkan kejadian abnormal, kecelakaan, dan atau kecelakaan parah kepada BAPETEN dalam waktu satu kali 24 (dua puluh empat) jam melalui telepon, faksimili, atau secara langsung. Dan selanjutnya memberikan laporan lengkap ke BAPETEN secara tertulis paling lambat 3 (tiga) hari setelah laporan melalui telepon, faksimili, atau secara langsung diberikan (Anak Lampiran II). Alamat pelaporan keadaan darurat kepada BAPETEN sebagaimana tersebut dalam Anak Lampiran III. H. UNSUR INFRASTRUKTUR Bagian ini harus menjelaskan secara umum tentang : 1. Organisasi Penanggulangan Keadaan Darurat Bagian ini harus merinci dan menjelaskan tentang: struktur dan diagram organisasi; wewenang dan tanggung jawab tiap unsur organisasi; tugas dan tanggung jawab personil pada tiap posisi; hubungan dan kerjasama dengan organisasi terkait lain; konsep operasi dan koordinasi dengan program kedaruratan organisasi lain. Struktur organisasi penanggulangan keadaan darurat (Anak Lampiran IV) secara garis besar dalam setiap tingkatan kewilayahan baik ditingkat fasilitas atau

- 10 - kawasan/daerah sekurang-kurangnya ditunjuk 4 (empat) penanggung jawab sesuai dengan tugas dan kewajiban masing-masing sebagai berikut : a. Ketua Penanggulangan Kedaruratan Nuklir Ketua Penanggulangan Kedaruratan Nuklir adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan penanggulangan keadaan darurat secara keseluruhan. Ketua Penanggulangan Kedaruratan Nuklir ini biasanya dilaksanakan oleh pengusaha instalasi atau koordinator kawasan atau pimpinan daerah setempat, dengan tugas: 1) melaporkan terjadinya kejadian abnormal dan atau kecelakaan dan upaya penanggulangannya kepada BAPETEN; 2) mengatur prioritas dan proteksi terhadap masyarakat dan pekerja kedaruratan; 3) menjamin semua pelaksanaan penanggulangan sesuai dengan prosedur, dan menjamin komunikasi dengan petugas lapangan berjalan dengan optimal; 4) memberikan informasi kepada media massa (Ketua Penanggulangan Kedaruratan Nuklir dapat menunjuk seseorang sebagai juru bicara resmi); dan 5) bekerja sama dengan pengendali operasi dalam operasional penanggulangan. b. Pengendali Operasi Pengendali operasi adalah seseorang yang menerima pelaporan adanya kecelakaan, dan segera melakukan tindak penanggulangan. Pengendali operasi ini biasanya dilaksanakan oleh Petugas Proteksi Radiasi (PPR) atau petugas yang ditunjuk, dengan tugas : 1) mengumpulkan informasi awal perihal kecelakaan yang terjadi; 2) memberikan saran awal terhadap pelapor dan melaporkannya kepada Ketua Penanggulangan Kedaruratan Nuklir; 3) manajemen taktis dari tindak penanggulangan keadaan darurat di lapangan; 4) bertanggung jawab kepada Ketua Penanggulangan Kedaruratan Nuklir perihal pelaksanaan langkah mitigasi, koordinasi satuan pelaksana di lapangan, pemulihan awal, operasi pembersihan, proteksi pekerja kedaruratan dan langkah-langkah perlindungan; dan

- 11-5) memberikan masukan dan rekomendasi bagaimana cara terbaik dalam penanganan dan manajemen kedaruratan kepada Ketua Penanggulangan Kedaruratan Nuklir. c. Pelaksana Operasi Pelaksana operasi adalah seseorang atau tim yang pertama kali datang di lokasi kecelakaan dengan tugas penanggulangan kedaruratan. Pelaksana operasi terdiri atas para pekerja radiasi dan satuan tugas pelaksana lain dengan keahlian penanggulangan kedaruratan, misalnya tim pemadam kebakaran, tim medis, tim pengamanan, dan sebagainya. Pelaksana operasi bertugas sebagai satuan pelaksana penanggulangan terhadap segala aspek kedaruratan di lapangan, yang dalam pelaksanaan tugasnya diawasi dan dikoordinasikan oleh Pengendali operasi. d. Penganalisis Radiologi Penganalisis radiologi adalah pimpinan tim radiologi yang berada di lokasi kecelakaan yang berkewajiban meneliti bahaya radiologi, menyediakan proteksi radiasi bagi pelaksana operasi dan memberikan rekomendasi tindakan perlindungan kepada pengendali operasi. Penganalisis radiologi dilaksanakan oleh PPR senior, dengan tugas : 1) bertanggung jawab untuk pelaksanaan survei lapangan di lokasi kecelakaan, kontrol kontaminasi, dukungan proteksi radiasi bagi pekerja kedaruratan; 2) merumuskan rekomendasi langkah-langkah perlindungan; 3) melaksanakan koordinasi penanganan penemuan kembali (recovery) sumber, operasi pembersihan dan dekontaminasi; 4) melakukan estimasi dan pencatatan dosis yang diterima oleh masyarakat dan atau pekerja kedaruratan; dan 5) memperkirakan besarnya kerugian nuklir yang ditimbulkan. 2. Koordinasi Bagian ini harus merinci dan menjelaskan tentang : a. sistem hubungan antar organisasi yang terkait dalam fungsi penanggulangan;

- 12 - b. prosedur koordinasi dengan organisasi terkait lain (contoh : pemberitahuan dan permintaan bantuan); dan c. perjanjian atau dokumen tertulis dengan organisasi atau pihak-pihak terkait lain untuk melaksanakan tindakan penanggulangan. 3. Prosedur Penanggulangan Prosedur penanggulangan terhadap kecelakaan harus disusun berdasarkan uraian potensi bahaya radiasi dengan dilengkapi prosedur/juklak/juknis tentang : a. deteksi awal; b. pelaporan; c. tindakan penanggulangan; d. survei radiasi dan monitoring; e. pemadam kebakaran; f. pertolongan pertama dan penyelamatan korban; g. proteksi dan evakuasi masyarakat (untuk program RPKD kategori I dan II); h. proteksi pekerja kedaruratan; i. dekontaminasi korban dan peralatan; j. pembersihan limbah dan penemuan kembali (recovery) sumber; k. penetapan dalam keadaan darurat dan penetapan keadaan darurat telah berakhir; dan l. evaluasi dan analisis penyebab kecelakaan. 4. Fasilitas, Peralatan dan Sarana Pendukung Pengusaha instalasi harus menyediakan dan mengidentifikasikan fasilitas, peralatan dan sarana pendukung yang diperlukan untuk program RPKD dan memberikan jaminan bahwa peralatan tersebut selalu siap dipergunakan sewaktuwaktu. Fasilitas, peralatan dan sarana pendukung yang harus dimiliki tersebut sekurang-kurangnya adalah : a. sistem deteksi dini dan alarm; b. peralatan monitoring dan survei; c. peralatan dekontaminasi; d. peralatan medis kedaruratan; e. peralatan pemadam kebakaran;

- 13 - f. peralatan proteksi pekerja kedaruratan dan pekerja; g. peralatan komunikasi; h. peralatan proteksi untuk anggota masyarakat dan persediaan tablet yodium (thyroid agent blocking) untuk program RPKD kategori I dan II; i. prasarana evakuasi (untuk program RPKD kategori I dan II); j. pos koordinasi penanggulangan keadaan darurat; k. tempat evakuasi (untuk program RPKD kategori I dan II); dan l. fasilitas analisis sampel (untuk program RPKD kategori I dan II). 5. Program Pelatihan dan Uji Coba Pengusaha instalasi harus menyusun dan melaksanakan Program Pelatihan dan Uji Coba Penanggulangan Keadaan Darurat secara komprehensif dan teratur minimal satu tahun sekali dan mengembangkan sistem tes dan evaluasi untuk menjamin kesiagaan personil, peralatan dan tim secara keseluruhan. Rencana, pelaksanaan dan hasil program pelatihan dan uji coba harus disampaikan kepada BAPETEN. I. FUNGSI PENANGGULANGAN Bagian ini harus menunjukkan bahwa fungsi penanggulangan yang akan dilaksanakan telah dijamin dan sesuai dengan kecukupan infrastruktur dan prosedur keadaan darurat yang telah disusun. Fungsi penanggulangan ini minimal harus berisi tindakan khusus atau tertentu yang dilakukan untuk meringankan akibat kecelakaan sesuai dengan klasifikasi keadaan darurat. Tindakan tersebut adalah : 1. Identifikasi Kecelakaan Awal Bagian ini harus menyebutkan kemampuan untuk dapat segera mengidentifikasi sebuah kecelakaan awal dan memulai tindakan yang terkoordinasi, meliputi pendeteksian kecelakaan, pengklasifikasian tingkat kecelakaan dan identifikasi peralatan yang digunakan. 2. Pemberitahuan dan Pengaktifan Bagian ini harus menyebutkan pelaksanaan pemberitahuan, pelaporan awal, pengaktifan satuan pelaksana, dan langkah koordinasi harus dapat menginformasikan dengan segera, efektif, aktif dan terkoordinasi diantara kelompok dan instansi yang terkait dalam melaksanakan tugas penanggulangan keadaan darurat.

- 14-3. Tindakan Penanggulangan Bagian ini harus menyebutkan identifikasi dampak dan potensi kecelakaan, operasional penanggulangan, langkah evakuasi, dekontaminasi dan pertolongan medis, survei, monitoring dan pengawasan harus mampu memberikan tindakan segera yang tepat serta tindak lanjut untuk mengurangi eskalasi dan resiko kecelakaan. 4. Perlindungan Terhadap Pekerja Kedaruratan Dan Masyarakat Bagian ini harus menunjukan kemampuan untuk menjamin keselamatan masyarakat dan pekerja kedaruratan pada fasilitas, kawasan dan lepas kawasan selama melaksanakan tugasnya. Dosis kumulatif mereka dipantau sesuai dengan nilai batas yang dikeluarkan oleh BAPETEN dan harus dinyatakan langkah tindak lanjut bagi pekerja yang terkena paparan berlebih. 5. Informasi dan Instruksi Kepada Masyarakat Bagian ini harus mampu memberikan informasi yang tepat dan efisien kepada masyarakat sekitar.

ANAK LAMPIRAN I KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

- 16 - KATEGORI PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT NUKLIR BERDASARKAN POTENSI BAHAYA FASILITAS Kategori Potensi Bahaya Fasilitas I II III Fasilitas dengan potensi bahaya sangat besar yang dapat menghasilkan pelepasan radioaktif yang berdampak terhadap kesehatan deterministik serius daerah lepas kawasan Fasilitas dengan potensi bahaya yang menghasilkan pelepasan radioaktif dengan dosis di atas nilai yang diizinkan tetapi tidak berdampak terhadap kesehatan deterministik serius daerah lepas kawasan Fasilitas dengan potensi bahaya tidak berdampak terhadap daerah lepas kawasan tetapi berpotensi terhadap kesehatan deterministik pada daerah kawasan Reaktor dengan Daya lebih besar 100 MWth. (PLTN, riset, kapal) Fasilitas penyimpan bahan bakar bekas kolam yang besarnya sama dengan teras reaktor untuk daya yang lebih besar atau sama dengan 3000 MWth Inventori bahan radioaktif dengan batas kategori I (daur ulang bahan bakar bekas) Reaktor dengan Daya lebih besar atau sama dengan 2 MWth tetapi lebih kecil atau sama dengan 100 MWth. (PLTN, riset, kapal) Fasilitas penyimpan bahan bakar bekas kolam yang besarnya sama dengan teras reaktor untuk daya lebih besar dari 10 dan lebih kecil dari 3000 MWth Inventori bahan radioaktif dengan batas kategori II Reaktor dengan daya lebih kecil 2 MWth Fasilitas penyimpanan bahan bakar bekas kering Fasilitas Iradiator, akselerator, radioterapi, produksi radioisotop Laboratorium penelitian

- 17 - Kategori Potensi Bahaya Fasilitas Fabrikasi bahan bakar IV Potensi bahaya pada daerah yang terbatas, termasuk transportasi, hilang dan pencurian bahan radioaktif Pertambangan uranium, fasilitas konversi Tranportasi segala jenis bungkusan Hilang, pencurian, dan lain-lain Kontaminasi yang terjadi bersama jatuhnya satelit dengan tenaga reaktor nuklir V Daerah yang potensi bahaya terhadap bahan makanan akibat kecelakaan yang terjadi di luar negara Kontaminasi dari daerah perbatasan negara lain Import bahan-bahan terkontaminasi

ANAK LAMPIRAN I KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

- 19 - FORM PELAPORAN PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT NUKLIR Tanggal : Jam : Instansi : Alamat : Lokasi : Nama Pelapor : Jabatan : Unit Kerja : Telp. : Fax : E-mail : Jenis Fasilitas Uraian Singkat Kejadian: Sumber radiasi yang terlibat: Bentuk Fisik padat cair gas Jenis Isotop Aktivitas Jenis Sumber terbungkus terbuka radiasi lain-lain... Paparan Radiasi Jarak (meter) 1 10 25 50. mrem/jam, (msv/jam) Kontaminasi Lantai/Ruangan Bq/cm 2 Udara Bq/liter

- 20 - Jumlah Korban Nama Keterangan Tindakan Penanggulangan yang telah dilakukan Bantuan yang diharapkan:...,... Pelapor Nama Terang

ANAK LAMPIRAN I KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

- 22 - PELAPORAN PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT NUKLIR Direktorat Inspeksi dan Kesiapsiagaan Nuklir, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) JL. MH Thamrin No. 55 Lt. V JAKARTA Free Call: 0 800 1 - BAPETEN ( 0 800 1 2273836 ) Fax: 021-230 12 55 E-mail : sos@bapeten.org darurat@bapeten.org Home Page Pusat Informasi Nuklir BAPETEN: http://www.bapeten.org

ANAK LAMPIRAN I KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

- 24 - STRUKTUR ORGANISASI PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT NUKLIR TINGKAT FASILITAS, KAWASAN/DAERAH. Ketua Penanggulangan Kedaruratan Nuklir Pengendali Operasi Pelaksana Operasi Analis Radiologi Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 2003 Kepala, ttd DR. MOHAMMAD RIDWAN, M.Sc., APU