PENDAHULUAN. mengajar yang berkaitan dengan program studi yang diikutinya serta hasil

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN PERILAKU MENYONTEK SAAT UJIAN PADA MAHASISWA UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan. Keberhasilan

PENDAHULUAN. Mahasiswa yang menjalani kuliah di kampus ada yang merasa kurang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ujian Nasional merupakan gerbang dari sebuah keinginan besar bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul merupakan salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari hari tetapi jarang

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa lulus dari mata kuliah tersebut. selalu menilai negatif, tidak mengikuti ujian, belum mengambil mata kuliah

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi merupakan istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prestasi belajar mahasiswa merupakan salah satu faktor penting dalam

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MENYONTEK PADA MAHASISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perbedaan persepsi dan sikap terhadap pengalaman, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan ini khususnya dalam melatih kemampuan verbal, kuantitatif, berpikir

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap individu dalam setiap jenjang pendidikan yang dilalui.

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. 1. Pendidikan nasional Indonesia memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. mental sehingga menghasilkan perubahan-perubahan dalam bersikap (Ihsan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dimana kunci suksesnya terletak pada dunia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku menyontek atau cheating merupakan salah satu fenomena dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Prilaku menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ekonomi Asean (MEA) untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di. bidang ekonomi antar negara ASEAN (

BAB I PENDAHULUAN. tulis ilmiah atau skripsi merupakan persyaratan wajib bagi mahasiswa yang

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi di Indonesia sangat banyak, sehingga terjadi

BAB I. Di era globalisasi saat ini, sungguh tak asing lagi berbicara mengenai dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Self Efficacy adalah keyakinan seseorang dalam mengkoordinasikan keterampilan dan kemampuan untuk mencapai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menyontek tidak dapat ditemukan secara langsung, kata menyontek dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial (homo sosius), yang dibekali

BAB I PENDAHULUAN. dan individu yang telah lulus dari perguruan tinggi disebut sebagai Sarjana

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan individu menghadapi persaingan global yang menuntut adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

PERILAKU MENYONTEK DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN menjadi kurikulum KKNI (kerangka kualifikasi nasional Indonesia) (Dinas

SELF-REGULATED LEARNING SISWA YANG MENYONTEK (SURVEY PADA SISWA KELAS X DI SMA N 52 JAKARTA UTARA TAHUN AJARAN 2010/2011)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan lingkungannya, baik dari lingkungan keluarga, sekolah, dan pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tugas merupakan suatu hal yang sangat dekat dengan perkuliahan dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa unggul merupakan salah satu Universitas swasta yang

BAB I PENDAHULUAN. impian masa depan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang benar, tetapi juga disertai dengan tanggung jawab atas apa yang dikerjakan

Amanda Luthfi Arumsari Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecurangan akademik merupakan fenomena umum di sekolah menengah dan perguruan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. warga negara yang domokratis serta bertanggung jawab. sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tangguh baik secara fisik, mental maupun intelektual dan kepribadian. pendidikan di indonesia yaitu Madrasah Aliyah (MA).

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang diketahui pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi

BAB I PENDAHULUAN. remaja akhir dan dewasa awal, yaitu dan tahun (Monks, dkk.,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kadang berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Salah satu yang

menjelang minggu ujian akhir Lihat saja kepanikan temantemanmu kalau menjelang UAS, dan tentu saja, perhatikan tempat fotokopian yang bakal

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kultur akademik sendiri menghendaki mahasiswa itu untuk melakukan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. semua persyaratan akademik yang ditentukan oleh perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan

PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMA NEGERI 1 WIROSARI. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia (2005). Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang

Perpustakaan Unika LAMPIRAN KUESIONER 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. No. 17 Turen, kecamatan Turen, kabupaten malang, provinsi Jawa timur.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama/setara SMP/MTs.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semestinya dia sandang, yaitu motivasi berprestasi. Idealnya setiap mahasiswa harus

BAB I PENDAHULUAN. membahas suatu permasalahan atau fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sehari-hari manusia. Nevid (2005) berpendapat bahwa kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemalsuan data laboratorium dan tindak kecurangan. Menurut Mujahidah (2012 :4)

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sekolah. Dikenal karena ada yang melakukan atau hanya sebatas mengetahui perilaku

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

KEJUJURAN AKADEMIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS PADA SITUASI UJIAN. Naskah Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah label yang diberikan kepada seseorang yang sedang menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Menyontek. tidak sah dan mengaku jawaban itu dari diri sendiri, menggunakan catatan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai seorang mahasiswa, mahasiswa dituntut untuk melakukan hak dan kewajiban. Hak sebagai mahasiswa adalah memperoleh layanan proses belajar mengajar yang berkaitan dengan program studi yang diikutinya serta hasil belajarnya, sedangkan kewajiban dari mahasiswa itu sendiri adalah mengerjakan tugas yang diberikan dosen, mengikuti ujian dan menghadiri perkuliahan (KBBI, 2004). Berdasarkan informasi yang di dapat dari hasil wawancara dengan salah satu staf universitas swasta, salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang mahasiswa adalah menyelesaikan kuliah dengan cara menyicil sks (sistem kredit semester) di setiap semesternya, namun untuk menyelesaikan setiap sks tersebut mahasiswa dihadapkan pada proses yang sangat penting yaitu menghadiri setiap perkuliahan yang diambilnya sesuai dengan paket mata kuliah yang disediakan, mengikuti ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Mahasiswa akan sukses menghadapi ujian dan memperoleh nilai tinggi apabila mahasiswa mempersiapkan dirinya dengan belajar dan menguasai materi sebelum ujian diselenggarakan, sehingga mahasiswa akan merasa lebih yakin terhadap kemampuan dirinya saat ujian berlangsung. Keyakinan terhadap kemampuan disebut self efficacy (Bandura, 1997). Hanya saja, tidak semua 1

mahasiswa yang mempersiapkan dirinya dengan cara belajar. Mereka lebih memilih jalan lain seperti menyontek pada saat ujian berlangsung. Perilaku menyontek memang sudah familiar di kalangan akademis. Menurut Alhadza (Bower dalam Alawiyah, 2011), mengatakan menyontek (cheating) adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah/terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari kegagalan akademis. Perilaku menyontek dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti: menjiplak, menulis contekan di meja atau di telapak tangan, menulis di sobekan kertas yang di sembunyikan di lipatan baju, bisa juga dengan melihat di buku pedoman atau buku catatan sewaktu ujian (Mulyana dalam Alawiyah, 2011). Kecurangan dalam ujian telah terjadi sejak munculnya ujian tertulis (Martin dalam Curran, 2011). Berita tentang perilaku menyontek dalam akademik biasanya marak menjelang ujian akhir atau ketika musim ujian tiba, misalnya saja di Medan. Saat ujian nasional tingkat SMP berlangsung, sebagian peserta ujian didapati menyontek saat ujian berlangsung (Metrotvnews.com). Pada tahun 2013, 60 mahasiswa Universitas Harvard didapati menyontek saat ujian akhir. Mahasiswa yang didapati menyontek diberikan sangsi skorsing (news.detik.com). Berbagai macam cara dilakukan institusi pendidikan untuk menerapkan cara agar peserta didik tidak melakukan perilaku menyontek, misalnya saja sebuah sekolah SMA China. Agar siswanya tidak melakukan perilaku menyontek, SMA Chengfeng School di Jingzhou melakukan ujian tengah semester di hutan. Hal ini dilakukan 2

agar mengurangi tingkat kecurangan yang dilakukan siswa di China (Kampus.okezone.com). Pada dasarnya perilaku menyontek dapat merugikan banyak pihak, baik itu orang yang menyontek maupun orang yang dicontek. Dengan menyontek, orang yang menyontek tidak dapat mengetahui seberapa besar kemampuan dirinya dalam menguasai pelajaran yang di dapat, sedangkan orang yang dicontek secara tidak langsung haknya diambil oleh orang yang menyontek (Alawiyah, 2011). Prilaku menyontek dapat di pengaruhi dari dari faktor internal dan faktor eksternal individu (Sujana dan Wulan dalam Musslifah, 2012). Hal ini didukung juga dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Musslifah (2012), penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui perilaku menyontek ditinjau dari locus of control. Penelitian tersebut ditujukan pada SMAN 1 Widodaren dan hasil penelitian tersbut menyatakan subjek yang memiliki perilaku menyontek rendah cenderung memiliki locus of control internal. Sebaliknya, subjek yang memiliki perilaku menyontek yang tinggi cenderung memiliki locus of control eksternal. Artinya ketika locus of control internal seseorang yang lebih berperan, maka diprediksi individu tersebut tidak menyontek. Selain locus of control, menurut Anderman dan Murdock (2007), self efficacy juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek. Dijelaskan bahwa mahasiswa yang menyontek pada saat ujian adalah mahasiswa yang memiliki self efficacy rendah dan merasa takut gagal dalam ujiannya sehingga mahasiswa tersebut akan melakukan segala cara agar dapat melewati ujian dengan baik (Anderman & Murdock, 2007). 3

Untuk menghentikan kegiatan menyontek pada mahasiswa, seluruh institusi perguruan tinggi di Indonesia mencoba untuk membuat peraturan dan memberikan sangsi bagi para pelaku mencontek. Hampir seluruh penyelenggara perguruan tinggi memiliki aturan dan berupa kebijakan yang mengatur tata laksana kehidupan perguruan tinggi. Salah satunya adalah Universitas Esa Unggul (UEU) yang merupakan salah satu perguruan tinggi swasta yang berada di wilayah Jakarta Barat yang telah beridiri sejak tahun 1993. Sebagai perguruan tinggi, UEU memiliki aturan akademik yang mengatur pelaksanaan ujian. Di dalam aturan tersebut menegaskan bahwa untuk mengikuti ujian mahasiswa harus berpakaian rapih dan sopan serta tidak boleh menyontek saat ujian berlangsung. Di setiap periode ujian UTS dan UAS berlangsung UEU memiliki panitia khusus yang bertugas mengawasi dan memantau jalannya ujian agar tidak terjadi pelanggaran aturan akademik seperti menyontek. Menurut salah satu panitia pengawas ujian di UEU, dalam waktu dua hari di awal pelaksanaan UTS semester ganjil pada tahun 2014 sudah 30 mahasiswa yang didapati menyontek saat ujian berlangsung, mahasiswa yang didapati menyontek akan dikenakan sangsi nilai E bahkan sangsi yang lebih berat lagi, yaitu mahasiswa menyontek tidak diperbolehkan mengikuti mata kuliah yang bersangkutan hingga beberapa semester ke depan (wawancara peribadi, 10 april 2014). Walaupun aturan akademik khususnya larangan menyontek di UEU sudah diterapkan dengan ketat, namun masih ada saja mahasiswa yang masih melakukan tindakan menyontek saat ujian di UEU. Hal ini di dukung oleh petikan wawancara singkat yang 4

dilakukan dengan salah satu mahasiswa berinisial G dari fakultas psikologi universitas UEU, berikut ini: gua sih nyontek pas ujian karena emang gua enggak belajar males, tapi kalo kuliah sih tetep masuk setiap pertemuan, abis kadang materinya banyak banget jadi males baca lagi, makanya kadang gua selipin aja materi kuliah di hp supaya kalo ada kesempatan gua bisa nyontek lewat hp.(wawancara peribadi, 14 April 2014). Hasil petikan wawancara lainnya peneliti dapatkan pada mahasiswa berinisial A dari fakultas komunikasi universitas UEU, berikut ini : dulu tuh gua gak pernah nyontek karena gua belajar mulu, tapi sayangnya walupun gua gitu tapi tetep aja walaupun gua belajar hasil ujian gua tetep jelek padahal gua uda berusaha sebisa gua ngerjain ujian..nahh..semenjak kejadian itu gua buat contekan di henpon supaya gua bisa isi ujian gua dengan slide yang ada di henphone (A, 2014). Dari hasil wawancara tersebut, terlihat bahwa subyek G dan subjek A melakukan perilaku menyontek. Subjek G melakukan perilaku menyontek karena tidak melakukan persiapan belajar saat sebelum ujian, subjek G lebih menyepelekan dan berharap ada kesempatan untuk menyontek. Namun berbeda dengan A, subjek A melakukan perilaku menyontek karena kegagalan akademis di masa lalu. Pengalaman kegagalan subjek A, membuat ia memutuskan untuk menyontek agar tidak terjadi kegagalan saat ujian. Subjek A juga terlihat tidak percaya terhadap kemampuan dirinya. Perilaku menyontek pada subjek A dan G disebabkan oleh faktor ketidakyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki. Subjek G dan A juga tidak mempersiapkan diri sebelum ujian berlangsung dan lebih berharap adanya kesempatan mencontek. Perilaku yang ditunjukkan oleh G dan A mengarah pada self effcacy rendah. Menurut Nath dan Lavaglina (Mujahidah, 2009) salah satu alasan yang membuat mahasiswa tidak siap 5

menghadapi ujian adalah kemalasan untuk belajar dan mempersiapkan diri sebaik mungkin, selain itu kebiasaan belajar hanya ketika mau ujian. Akibat sistem belajar seperti itu maka mahasiswa tidak mampu menguasai seluruh materi yang akan di ujikan secara optimal, sehingga memliki self efficacy yang rendah dan menimbulkan keinginan untuk melakukan perilaku menyontek (Mujahidah, 2009). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anderman dan Murdock (2007), bahwa mahasiswa atau subjek yang menyontek pada saat ujian berlangsung di sebabkan oleh tingkat self efficacy yang rendah. Bandura (1997) mendefinisikan konsep self efficacy sebagai keyakinan tentang kemampuan yang dimiliki untuk mengatur dan melakukan serangkaian tindakan yang diperlukan dalam mencapai keinginannya. Mahasiswa yang memiliki self efficacy yang tinggi akan mampu berkinerja maksimal dalam melakukan tugas apapun demi tercapainya tujuan yang ingin dimilikinya. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maradiana (2008) tentang hubungan antara self efficacy dalam menghadapi ujian dengan kecenderungan menyontek pada mahasiswa akhir. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Maradiana (2008), self efficacy yang tinggi dapat timbul dengan usaha-usaha seperti menguasai materi setiap perkuliahan dan rasa percaya diri dalam mengerjakan soal ujian. Sedangkan self efficacy yang rendah timbul karena mahasiswa kurang menguasai materi kuliah dan kurang percaya diri dalam mengerjakan soal saat ujian. Self efficacy yang tinggi sangat baik apabila timbul pada mahasiswa yang menjalani ujian karena mahasiswa yang memiliki self efficacy tinggi akan mudah menjawab butir soal ujian sedangkan mahasiswa yang 6

memiliki self efficacy rendah dalam ujian akan menimbulkan perasaan cemas, menunjukan sikap gelisah karena tidak mampu menjawab butir soal dan putus asa sehingga pada akhirnya mahasiswa memutuskan mengambil jalan pintas untuk melakukan perilaku menyontek. Penelitian yang dilakukan oleh Maradiana (2008) juga menghasilkan: bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self efficacy dengan kecenderungan menyontek pada mahasiswa semester akhir Fakultas Psikologi Ubaya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi self efficacy maka semakin rendah kecenderungan menyontek dan begitu juga sebaliknya semakin rendah self efficacy maka semakin tinggi kecenderungan untuk menyontek. Penjelasan diatas memperlihatkan hal yang berbeda yang didapatkan peneliti pada petikan wawancaranya dengan mahasiswa berinisial F dari universitas UEU berikut ini: gua mah selalu belajar walaupun sks (sistem kebut semalam)...hehehe..asalkan gua bisa isi soal dan dapet nilai lulus aja gua uda besukur, kalo nyontek tuh gua nggak berani soalnya kalo disini ketauan nyontek langsung dapet nilai E, makanya dari pada gitu mending gua ngerjain sendiri tanpa nyontek dengan ngandelin kemampuan gua dan dapet nilai pas-pasan dari pada dapet E bang, itu kan sama aja gak lulus dan kudu ngambil lagi disemester depan (wawancara peribadi, 14 juli 2014). Hasil wawancara berikutnya peneliti dapatkan dari mahasiswa H dari universitas UEU berikut ini : biar gua gak nyontek pas ujian mah gampang..,hhmm.. gua harus hadir aja setiap perkuliahan, nah biasanya biar selalu keinget materinya biasanya pas jam kuliah kelar gua baca lagi materi yang dibahas di kelas ampe paham, kalo gak ngerti gua diskusi atau tanya ama dosen atau teman kelas gua, 7

dengan gitu gua gak perlu belajar lagi, tinggal yakin aja gua ngerjain soal ujian, alhamdulilah ampe semester 4 ini gua gapernah dapet nilai E atau D, paling jelek nilai C di toefl soalnya ujiannya berat dan gua pun kurang paham bahasa inggris Dari hasil wawancara singkat kedua subjek tersebut, terlihat bahwa keyakinan diri pada kedua mahasiswa tersebut disebabkan oleh kesiapan mahasiswa sebelum ujian. Hal ini membuat mahasiswa tersebut menjadi tidak menyontek. Pada subyek juga terlihat bahwa dengan belajar dan memahami materi serta yakin saat menjawab soal ujian membuat ia tidak melakukan perilaku menyontek. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kushartanti (2009) mengenai perilaku menyontek ditinjau dari kepercayaan diri pada siswa SMA Negeri 1 Surakarta, dari penelitian tersebut dihasilkan kesimpulan bahwa ada hubungan yang negatif signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku menyontek artinya semakin tinggi tingkat kepercayaan dirinya maka semakin rendah perilaku menyonteknya sebaliknya semakin rendah kepercayaan dirinya semakin tinggi perilaku menyonteknya. Berdasarkan pemaparan penelitian diatas, dapat dijelaskan bahwa perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dapat dilihat dari tujuan penelitian, karakteristik subyek, waktu dan tempat (lokasi). Pada kesempatan ini peneliti ingin meneliti hubungan self efficacy dengan perilaku menyontek pada mahasiswa UEU. B. Identifikasi Masalah Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang bahwa salah satu kewajiban mahasiswa adalah menyelesaikan kuliah dengan cara menyicil sks. Namun dalam 8

menyelesaikan sks mahasiswa dihadapkan proses yang sangat penting yaitu menghadiri perkuliahan, menyelesaikan tugas, mengikuti kuis dan lulus dari ujian UTS dan UAS. Agar lulus dari UTS dan UAS, mahasiswa perlu mempersiapkan diri dengan cara belajar dan memahami materi. Tetapi tidak semua mahasiswa lulus ujian dengan cara belajar, melainkan mereka menggunakan jalan lain seperti mencontek. Alasan mahasiswa mencontek sangat beragam, tetapi umumnya mahasiswa yang melakukan perilaku mencontek dikarenakan ingin mendapatkan nilai tinggi dan menghindari kegagalan dengan cara instan. Mahasiswa tersebut menghalalkan berbagai macam cara termasuk kegiatan mencontek saat ujian agar terhindar dari kegagalan. Ada berbagai macam cara agar dapat melakukan kegiatan menyontek, yaitu dari merangkum materi kedalam kertas kecil, memberikan jawaban, menerima jawaban yang telah selesai, mencontoh jawaban dari teman secara diam-diam, hingga memasukan materi atau rangkuman materi kedalam smartphone. Terjadinya perilaku mencontek sering dikaitkan dengan self efficacy seseorang. Self efficacy adalah kepercayaan seseorang tentang keyakinan diri dalam bertindak. Sacara garis besar self efficacy di bagi menjadi dua yaitu self efficacy tinggi dan self efficacy rendah. Dalam hal ini mahasiswa yang memiliki self efficacy rendah cenderung melakukan perilaku mencontek, sehingga mahasiswa tidak mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan soal saat ujian berlangsung. Namun jika self efficacy pada mahasiswa tinggi, maka mahasiswa lebih mampu untuk menyelesaikan butir soal saat ujian, artinya perilaku mencontek pada mahasiswa cenderung rendah. 9

C. Tujuan : 1. Untuk mengetahui hubungan self efficacy dengan perilaku mencontek saat ujian pada mahasiwa Universitas Esa Unggul. 2. Untuk mengetahui tingkat tinggi atau rendahnya perilaku mencontek saat ujian pada mahasiswa Universitas Esa Unggul. 3. Untuk mengetahui hubungan perilaku mencontek dengan data penunjang. D. Manfaat : 1. Manfaat Teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan di bidang psikologi pendidikan khususnya mengenai self efficacy dan perilaku mencontek saat ujian. 2. Manfaat Praktis : Mahasiswa atau pelajar Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi mahasiswa yang berminat terhadap self efficacy dan perilaku mencontek saat ujian. E. Kerangka Berfikir Ujian merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi proses belajar. Dalam bidang akademis, ujian dimaksudkan untuk mengukur taraf pencapaian suatu tujuan pengajaran di setiap periode oleh mahasiswa maupun siswa sebagai peserta 10

didik. Melalui ujian mahasiswa dapat mengetahui tingkat kemampuannya dalam memahami pelajaran yang sedang ditempuh. Jika hasil belum maksimal, maka proses belajar harus ditingkatkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Untuk lulus dari ujian, mahasiswa dituntut agar mendapatkan nilai diatas rata-rata. Di balik semua itu agar mendapatkan nilai diatas rata-rata mahasiswa harus mempersiapkan diri sebelum ujian dengan cara belajar atau menguasai materi yang akan diujikan. Namun tidak semua mahasiswa mempersiapkan diri dengan cara belajar. Sebagian dari mereka ada yang menggunakan cara lain dengan cara mencontek. Perilaku mencontek adalah kegiatan untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara curang. Perilaku mencontek seringkali muncul pada saat musim ujian tiba, agar mahasiswa lancar melewati ujian tanpa menyontek diperlukan keyakinan diri pada mahasiswa itu sendiri atau yang dikenal dengan self efficacy. Hal ini merujuk pada teori Bandura (1997) yang mengatakan bahwa self efficacy dibagi menjadi tiga aspek yaitu, level, strength, dan generality. Aspek pertama yaitu level dalam self efficacy mengacu pada tingkat kesulitan individu dalam menghadapi tuntutan. Tingkat kesulitan ini berbeda-beda setiap individu. Ada individu yang memiliki self efficacy yang tinggi pada tuntutan yang sulit dan ada juga individu yang memiliki self efficacy tinggi pada tuntutan yang mudah. Strength dalam self efficacy mengacu pada seberapa besar daya tahan mahasiswa dalam mengerjakan tuntutan, dalam hal ini mahasiswa yang memiliki keyakinan diri yang tinggi akan melakukan berbagai macam usaha untuk melewati ujian dengan lancar, dalam usaha tersebut terdapat berbagai pertimbangan dari sisi kognitif, motivasi dan 11

moral individu. Semakin tinggi tuntutan yang diberikan, maka semakin besar pula usaha yang akan ia lakukan untuk mencapai tujuan. Namun bagi mahasiswa yang memiliki keyakinan diri yang rendah, mahasiswa tersebut akan mudah menyerah dan lebih memilih jalan lain seperti mencontek saat ujian atau membuat contekan. Generality dalam self efficacy mengacu pada keyakinan yang dimiliki untuk mewujudkan kemampuan dalam berbagai keadaan. Dalam hal ini self efficacy tiap individu akan kemampuannya dapat dibedakan dari suatu aktivitas dan situasi tertentu atau dalam serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi. Bagi mahasiwa yang memiliki keyakinan tinggi sekalipun dalam situasi tertentu dapat sulit menghadapi ujian karena hal tertentu, misalnya ada masalah hubungan interpersonal sehingga menurunkan tingkat konsentrasi pada mahasiswa tersebut. Mahasiswa yang memiliki self efficacy yang tinggi akan merasa yakin pada kempetensi yang dimilikinya, yang terlihat dari caranya berfikir, berusaha, memahami materi, belajar, dan memilih dalam mengambil keputusan. Mahasiswa yang memiliki self efficacy yang tinggi akan mendorong dirinya dalam melewati masalah sehingga mareka tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuan. Dengan demikian mahasiswa yang memiliki self efficacy tinggi tidak akan mencapai tujuannya dengan jalan pintas. Sehingga hal tersebut juga mempengaruhi mahasiswa dalam mempersepsikan ujian. Oleh karena itu mahasiswa dengan self efficacy yang tinggi akan mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya sebelum menghadapi ujian. Namun sebaliknya, mahasiswa dengan self efficacy yang rendah akan mempersepsikan ujian tersebut dengan rasa takut dan pasrah. Sehingga pada saat menghadapi ujian mahasiswa tersebut tidak ada persiapan dan 12

timbul rasa cemas sehingga rasa cemas tersebut memanifestasikan perilaku mencontek. Sesuai dengan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa semakin besar self efficacy mahasiswa maka semakin rendah perilaku mencontek. Sebaliknya, semakin rendah self efficacy maka semakin tinggi perilaku mencontek pada mahasiswa. MAHASISWA UJIAN Self efficacy Dimensi: Level Generality Strength Perilaku Mencontek Gambar 1.1 Bagan Kerangka Berfikir F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan deskripsi yang diuraikan diatas maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara self efficacy dengan perilaku mencontek saat ujian pada mahasiswa Universitas Esa Unggul. 13