BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah. untuk melaksanakan otonomi, pemerintah melakukan berbagai kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kapabilitas dan efektivitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam terselenggaranya pemerintahan daerah yang baik. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah pada tahun 1999, yaitu sejak

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan Otonomi Daerah membuat Pemerintah menggantungkan sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan ini dalam artian bahwa karena lapangan retribusi daerah berhubungan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan (urusan) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Penyerahan berbagai kewenangan dalam rangka desentralisasi disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, disamping itu kebijakan desentralisasi memerlukan banyak faktor pendukung. Salah satu faktor pendukung yang secara signifikan menentukan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah kemampuan daerah untuk membiayai pelaksanaan kekuasaan/kewenangan yang dimilikinya, selain itu terdapat faktor-faktor lain seperti kemampuan personalia di daerah dan kelembagaan pemerintah daerah (Riduansyah, 2003). Melalui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan mampu memainkan perannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan mampu menetapkan belanja daerah secara wajar, efektif, dan efisien termasuk kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerjanya (Purnamasari, 2013). 1

2 Agar pembangunan yang dilaksanakan dapat berkesinambungan dan tujuan pembangunan dapat dicapai, maka pemerintah daerah perlu menghimpun dana dari masyarakat melalui pajak dan retribusi daerah. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang memberikan hak, wewenang, dan kewajiban kepada pemerintah daerah untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya guna mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi daerah (Soebechi dalam Purnamasari, 2013). Untuk itu, pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo perlu mengambil langkah-langkah kebijakan dengan meningkatkan penerimaan pendapatan daerah khususnya Pajak Daerah. Sumber pembiayaan yang paling penting adalah sumber pembiayaan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana komponen utamanya adalah penerimaan yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah (Riduansyah, 2003). Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang setiap tahunnya meningkat, sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab dapat dilaksanakan (Baihaqi, 2011). Berkaitan dengan penelitian ini bahwa salah satu pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah pajak daerah. Pajak daerah adalah pungutan wajib atas

3 orang pribadi atau badan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah (Prakosa, 2005: 2). Pemungutan pajak merupakan alternatif yang paling potensial dalam meningkatkan pendapatan negara. Hal ini dikarenakan pajak memiliki jumlah yang relatif stabil. Selain itu, pajak daerah merupakan cerminan partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Salah satu usaha untuk meningkatkan kemampuan dalam bidang pendanaan pelaksanaan pemerintah daerah untuk pembangunan adalah meningkatkan dan menggali setiap potensi yang ada di masing-masing daerah melalui pajak daerah. Provinsi Gorontalo merupakan salah satu dari 6 provinsi yang ada di Sulawesi, yang didalamnya terdiri dari 6 kabupaten dan kota. Banyak potensi daerah yang bisa digali dari 6 kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo dan dari potensi yang ada tersebut dapat menghasilkan pemasukan yang cukup bagi PAD kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo, yakni diantaranya dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pajak daerah. Penerimaan pendapatan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Gorontalo masih didominasi dari sumber dana perimbangan yang terdiri atas Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK),

4 dan bagi hasil pajak dan bukan pajak (Ditjen Perimbangan Keuangan, 2014). Sehubungan dengan hal di atas, yang menjadi tujuan dalam penyusunan Skripsi ini adalah menganalisa kondisi perekonomian kabupaten/kota yang ada di Provinsi Gorontalo, dimana sebagai daerah otonomi, setiap daerah dituntut untuk dapat mengembangkan dan mengoptimalkan semua potensi daerah, yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersumber dari PAD tersebut (Mulyadi, 2011). Guna pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo perlu diciptakan berbagai upaya yang maksimal terhadap penggalian sumber-sumber penerimaan dan pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh daerah. Mengingat kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 masih relatif kecil yaitu dengan rata-rata kontribusi sebesar 8,64% (Ditjen Perimbangan Keuangan, 2014). Akan tetapi, sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 kontribusi PAD terhadap APBD mulai menunjukkan perubahan yang cukup signifikan, yaitu rata-rata kontribusinya mencapai 40,65%. Hal ini dapat dilihat dari grafik berikut ini :

5 Gambar 1.1 Kontribusi PAD terhadap APBD T.A 2011-2014 50.00% 45.00% 40.00% 35.00% 30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% 46.12% 46.12% 46.64% 23.75% 2011 2012 2013 2014 Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan (2014), diolah Sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 kontribusi PAD terhadap APBD mulai menunjukkan perubahan yang cukup signifikan, yaitu untuk Tahun Anggaran 2011 porsi PAD memberikan kontribusi yang cukup signifikan yaitu sekitar 46,12% atau sejumlah Rp.75,07 Trilyun. Untuk Tahun Anggaran 2012 porsi PAD juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan yakni sekitar 46,12% atau sejumlah Rp.59,60 Trilyun. Untuk Tahun Anggaran 2013 porsi PAD memberikan kontribusi tertinggi sekitar 46,64% atau sejumlah Rp.92,45 Trilyun, dan untuk Tahun Anggaran 2014 porsi PAD memberikan kontribusi hanya mencapai 23,75% yakni sekitar Rp180,35 Trilyun. Rata-rata kontribusi PAD terhadap APBD adalah sebesar 40,65% (Ditjen Perimbangan Keuangan, 2014). Dengan demikian, ketergantungan setiap Provinsi terhadap dana perimbangan masih cukup dominan, walaupun peran PAD (local taxing power) relaif besar.

6 Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh Peneliti didapatkan bahwa sejak tahun 2010 sampai 2014 laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo mulai mengalami peningkatan. Sektor-sektor sumber PAD kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo diyakini oleh Peneliti jika lebih digenjot lagi, maka akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan. Disisi lain berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2009 tentang Pembatalan Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor 6 Tahun 2000 Tentang Retribusi Pasar tentunya mengundang tanya apakah pajak daerah menjadi sumber utama untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah setelah pembatalan Retribusi Pasar di daerah kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo. Diharapkan pajak daerah menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang paling penting karena setiap tahunnya pajak daerah mampu memberikan sumbangan yang cukup besar bagi penerimaan daerah. Kontribusi pajak daerah sangat diharapkan untuk menambah penerimaan Pendapatan Asli Daerah, sehingga daerah mampu melaksanakan otonomi yaitu mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan dalam rangka mencapai otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab (Purnamasari, 2013). Pemerintah harus lebih memperhatikan sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah khususnya pajak daerah dan menggali potensi-potensi pajak daerah

7 kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo, sehingga kepastian Pendapatan Asli Daerah lebih terjamin. Tingkat kontribusi pajak daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dapat dihitung dengan cara menganalisis pendapatan daerah melalui laporan realisasinya. Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah berfungsi melaksanakan penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang pendapatan daerah. Oleh karena itu, Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah menjadi sentral informasi mengenai pajak daerah dan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah lainnya. Pajak daerah dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah dan dibayar sendiri oleh wajib pajak (Purnamasari, 2013). Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo dapat dilihat dari grafik berikut ini : Gambar 1.2 Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo T.A 2010-2014 95.00% 90.00% 85.00% 80.00% 2010 2011 2012 Sumber : DPPKAD Provinsi Gorontalo (2014), diolah 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014 Porsi PAD 90.70% 92.92% 93.35% 93.60% 87.70%

Persentase 8 Secara keseluruhan penerimaan Pajak Daerah dan perkembangan Realisasi PAD dari tahun anggaran 2010 sampai dengan 2014 terus menerus mengalami peningkatan yang signifikan. Untuk memudahkan pembacaannya, maka pemetaan dilakukan perdaerah (kabupaten/kota) selama 5 tahun (2010-2014) mengenai perkembangan Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah. Perkembangan ini dapat dilihat pada grafik berikut ini : Gambar 1.3 Penerimaan Pajak Daerah dan Perkembangan Realisasi PAD Kabupaten/Kota Di Provinsi Gorontalo TA. 2010-2014 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% 2010 2011 2012 2013 2014 Kota Gorontalo 20.40% 21.19% 32.60% 26.55% 26.80% Kab. Gorontalo 7.70% 9.27% 8.62% 7.57% 14.70% Kab. Boalemo 11.37% 14.76% 14.89% 29.15% 18.46% Kab. Pohuwato 14.19% 16.71% 19.07% 55.84% 24.63% Kab. Bone Bolango 6.44% 11.38% 15.00% 23.72% 33.20% Kab. Gorontalo Utara 25.86% 25.46% 25.46% 23.59% 24.30% Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan (2014), diolah Berdasarkan fakta diatas, maka Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan memformulasikannya dalam judul Analisis Efektivitas dan Kontribusi Pajak Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo.

9 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat diidentifikasi masalah yang berhubungan dengan efektivitas dan kontribusi pemungutan pajak daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo, yakni : 1. Adanya ketergantungan setiap Kabupaten/Kota terhadap dana perimbangan yang masih cukup dominan, walaupun peran PAD (local taxing power) relatif besar; 2. Adanya fluktuasi penerimaan pajak daerah untuk tahun 2010-2014 yang berdampak pada perkembangan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan pokok yang hendak dibahas dalam penelitian ini adalah, diantaranya : 1. Bagaimana pengaruh tingkat efektivitas pemungutan pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo? 2. Bagaimana pengaruh kontribusi pajak daerah terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo? 3. Bagaimana efektivitas dan kontribusi Pajak Daerah berpengaruh secara simultan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo?

10 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat efektivitas pemungutan Pajak Daerah terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo; 2. Untuk mengetahui pengaruh kontribusi Pajak Daerah terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo; 3. Untuk mengetahui apakah tingkat efektivitas dan kontribusi Pajak Daerah berpengaruh secara simultan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.5.1 Manfaat Teoritis a. Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis khususnya bidang ilmu ekonomi akuntansi dalam menjembatani kesenjangan atau perbedaan antara teori dengan berbagai kenyataan dilapangan. b. Sebagai sarana untuk melatih mahasiswa dalam melakukan analisa keuangan khususnya perhitungan yang menggunakan analisa rasio.

11 1.5.2 Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pemerintah daerah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo untuk lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dalam rangka membangun daerah yang maju dan berkualitas melalui Pajak Daerah; b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya, serta dapat memberikan motivasi kepada Peneliti selanjutnya untuk lebih meningkatkan wawasannya didalam melakukan penelitian sejenis di masa yang akan datang; c. Sebagai syarat dalam menyelesaikan studi Strata 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo.