RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang

2 d. bahwa untuk mengelola eksposur risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a, konglomerasi keuangan perlu menerapkan manajemen risiko secara terinteg

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

RANCANGAN POJK PERUSAHAAN INDUK KONGLOMERASI KEUANGAN

2017, No f. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

RANCANGAN POJK BANK PERANTARA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 17/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jas

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

2017, No f. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan disektor perbankan dari Bank

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan L

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Ke

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

2017, No mengikat untuk seluruh lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN.

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.05/2017 TENTANG LAPORAN BERKALA PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa K

2015, No.74 2 d. bahwa informasi yang diungkapkan kepada masyarakat perlu memperhatikan faktor keseragaman dan kompetisi antar Bank; e. bahwa berdasar

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /POJK.03/2017 TENTANG TINDAK LANJUT PELAKSANAAN PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG INVESTASI SURAT BERHARGA NEGARA BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

MATRIKS RANCANGAN POJK KPMM BPRS

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH

TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS

-2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI. BAB I KETENTUAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.03/2017 TENTANG PENGGUNAAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 2 /POJK.03/2018 TENTANG PENETAPAN BANK SISTEMIK DAN CAPITAL SURCHARGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.03/2017 TENTANG PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN

2015, No.73 2 e. bahwa sehubungan dengan huruf a sampai dengan huruf d diatas diperlukan penyesuaian terhadap ketentuan tentang Kewajiban Penyediaan M

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Le

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 5 /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

2017, No e. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.03/2017 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM KEGIATAN PENYERTAAN MODAL

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH PADA MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /POJK.03/2017 TENTANG BANK PERANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /POJK.03/2017 TENTANG PELAKSANAAN FUNGSI KEPATUHAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KRITERIA DAN PENERBITAN DAFTAR EFEK SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pa

- 4 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.05/2015 TENTANG TATA CARA PENETAPAN PENGELOLA STATUTER PADA LEMBAGA JASA KEUANGAN

ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR : /POJK.../2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASIBAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR :.../POJK.03/2017 TENTANG RENCANA AKSI (RECOVERY PLAN) BAGI BANK SISTEMIK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 35 /POJK.05/2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN PERINTAH TERTULIS PADA SEKTOR PERASURANSIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.03/2017 TENTANG

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/POJK.05/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

2 Dalam rangka penerapan tata kelola terintegrasi yang baik, Konglomerasi Keuangan perlu memiliki Pedoman Tata Kelola Terintegrasi dengan mengacu pada

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 61 /POJK.04/2016 TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI

2016, No tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 2

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8/POJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 47 /POJK.04/2016 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN OLEH LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /POJK.04/2016 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN OLEH BURSA EFEK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 61 /POJK.04/2016 TENTANG PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI PASAR MODAL PADA MANAJER INVESTASI

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 48 /POJK.04/2016 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN OLEH LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN Batang Tubuh PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM TERINTEGRASI TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menciptakan sektor keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta memiliki daya saing yang tinggi, Konglomerasi Keuangan perlu memiliki kecukupan permodalan yang memadai; b. bahwa sejalan dengan kompleksitas usaha dan risiko konglomerasi keuangan, maka konglomerasi keuangan harus memiliki pengelolaan modal yang memadai; ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN I. UMUM Kondisi sektor jasa keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan merupakan suatu prasyarat utama agar sistem keuangan mampu mendukung pencapaian stabilitas sistem keuangan dan berperan secara optimal dalam perekonomian nasional. Modal merupakan sumber dukungan keuangan dalam pelaksanaan aktivitas Konglomerasi Keuangan secara keseluruhan, cushion untuk menyerap kerugian yang tidak terduga (unexpected losses), dan jaring pengaman (safety net) dalam kondisi krisis. Kecukupan modal yang memadai dapat meningkatkan kepercayaan stakeholders, sehingga mendukung kondisi dan kestabilan Konglomerasi Keuangan. Besaran modal yang harus disediakan oleh suatu Konglomerasi Keuangan sangat bergantung pada risiko yang dihadapi. Oleh karena itu, dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat dan meningkatkan kondisi usahanya secara keseluruhan, Konglomerasi Keuangan wajib memiliki sistem yang memadai untuk mengidentifikasi, mengukur, 1

c. bahwa dengan adanya kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan konglomerasi keuangan yang memadai diharapkan dapat mewujudkan stabilitas sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan, sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Terintegrasi bagi Konglomerasi Keuangan. memantau, dan mengendalikan risiko-risiko yang ditimbulkan dari aktivitas bisnis Konglomerasi Keuangan, baik pada dirinya maupun LJK anggota Konglomerasi Keuangan, serta menyediakan modal yang memadai untuk mengantisipasi risiko-risiko tersebut. Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 2

Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3608); 4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); 6. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA II. PASAL DEMI PASAL 3

KEUANGAN TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pasal 1 Cukup jelas. 1. Lembaga Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut LJK adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2. Konglomerasi Keuangan adalah Konglomerasi Keuangan sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko teritegrasi bagi konglomerasi keuangan. 3. Entitas Utama adalah Entitas Utama sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko teritegrasi bagi konglomerasi keuangan. 4. Perusahaan Anak adalah Perusahaan Anak sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko teritegrasi bagi 4

konglomerasi keuangan. 5. Manajemen Permodalan Terintegrasi adalah proses yang berkesinambungan untuk memelihara permodalan pada tingkat yang memadai sehingga dapat mendukung rencana bisnis Konglomerasi Keuangan maupun mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh aktivitas Konglomerasi Keuangan. 6. Direksi adalah: a. bagi LJK berbentuk hukum Perseroan Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perseroan Terbatas; b. bagi LJK berbentuk hukum Perusahaan Daerah adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perusahaan Daerah; c. bagi LJK berbentuk hukum Koperasi adalah pengurus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perkoperasian; d. bagi LJK yang berbentuk hukum Usaha Bersama adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasar perusahaan; e. bagi LJK yang berstatus sebagai 5

kantor cabang dari entitas yang berkedudukan di luar negeri adalah pemimpin kantor cabang dan pejabat satu tingkat di bawah pemimpin kantor cabang. 7. Dewan Komisaris adalah: a. bagi LJK berbentuk hukum Perseroan Terbatas adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perseroan Terbatas; b. bagi LJK berbentuk hukum Perusahaan Daerah adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perusahaan Daerah; c. bagi LJK berbentuk hukum Koperasi adalah pengawas sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perkoperasian; d. bagi LJK yang berbentuk hukum Usaha Bersama adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasar perusahaan; e. bagi LJK yang berstatus sebagai kantor cabang dari entitas yang berkedudukan di luar negeri adalah pihak yang ditunjuk untuk melaksanakan fungsi pengawasan. 6

Pasal 2 Pasal 2 (1) Konglomerasi Keuangan wajib menyediakan modal minimum terintegrasi paling rendah sebesar 100% (seratus persen) dari modal minimum Konglomerasi Keuangan yang dipersyaratkan (aggregate regulatory capital requirement). (2) Penyediaan modal minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terintegrasi. (3) Rasio KPMM terintegrasi merupakan perbandingan antara Total Modal Aktual (TMA) Konglomerasi Keuangan (aggregate net equity) dengan Total Modal Minimum (TMM) Konglomerasi Keuangan (aggregate regulatory capital requirement). (4) Selain kewajiban penyediaan modal minimum terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konglomerasi Keuangan wajib menerapkan manajemen permodalan terintegrasi secara komprehensif dan efektif. Ayat (1) Penyediaan modal minimum terintegrasi bertujuan untuk mengantisipasi risiko yang dihadapi Konglomerasi Keuangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 3 Pasal 3 (1) Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan modal minimum Ayat (1) Risiko yang dihadapi Konglomerasi Keuangan dan membutuhkan 7

terintegrasi lebih besar dari modal minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai Konglomerasi Keuangan menghadapi risiko yang membutuhkan ketersediaan modal lebih besar. (2) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai terdapat kecenderungan penurunan modal yang berpotensi menyebabkan modal Konglomerasi Keuangan berada di bawah kewajiban penyediaan modal minimum terintegrasi, Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta anggota Konglomerasi Keuangan yang berpotensi menimbulkan permasalahan permodalan untuk meningkatkan permodalan dan hal-hal lain sesuai ketentuan di masing-masing sektor. ketersediaan modal lebih besar misalnya risiko transaksi intra grup. Ayat (3) Hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan modal antara lain: a.pembatasan kegiatan usaha tertentu; b.pembatasan bonus dan insentif lainnya; dan/atau c.pengaturan atau penundaan distribusi dividen, sesuai ketentuan di masing-masing sektor keuangan. Pasal 4 Pasal 4 LJK anggota Konglomerasi Keuangan dilarang melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kondisi permodalan Konglomerasi Keuangan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). BAB II TOTAL MODAL AKTUAL Contoh tindakan yang dapat mengakibatkan kondisi permodalan Konglomerasi Keuangan tidak memenuhi ketentuan antara lain melakukan pembayaran dividen secara berlebihan yang mengakibatkan permodalan Konglomerasi Keuangan tidak memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum terintegrasi. 8

KONGLOMERASI KEUANGAN (AGGREGATE NET EQUITY) Pasal 5 Pasal 5 (1) Total Modal Aktual (TMA) Konglomerasi Ayat (1) Keuangan (Aggregate Net Equity) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Contoh 1: ayat (3) merupakan nilai nominal penjumlahan dari modal aktual masingmasing LJK secara individu dan/atau secara konsolidasi dengan perusahaan anak dalam Konglomerasi Keuangan, sesuai ketentuan di masing-masing sektor keuangan. Konglomerasi Keuangan terdiri atas LJK 1, LJK A, LJK B, dan LJK C. Total Modal Aktual (TMA) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Net Equity) adalah penjumlahan dari modal aktual LJK 1, LJK A, LJK B, dan LJK C, sesuai ketentuan yang berlaku di masing-masing sektor keuangan. Contoh 2: 9

Konglomerasi Keuangan terdiri atas LJK A, LJK B, dan LJK C. Total Modal Aktual (TMA) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Net Equity) adalah penjumlahan dari modal aktual LJK A, LJK B, dan LJK C, sesuai ketentuan yang berlaku di masing-masing sektor keuangan. (2) Dalam hal suatu sektor keuangan memiliki pengaturan perhitungan permodalan konsolidasi terhadap Perusahaan Anak, maka modal aktual yang diperhitungkan dalam Total Modal Aktual (TMA) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Net Equity) adalah modal secara konsolidasi Ayat (2) Contoh 1 Konglomerasi Keuangan terdiri atas LJK 1, LJK A, LJK B, dan LJK C. Pada LJK 1 terdapat ketentuan yang mengatur perhitungan modal secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Dengan demikian, Total Modal Aktual (TMA) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Net Equity) 10

adalah modal aktual LJK 1 secara konsolidasi dengan LJK A, LJK B, dan LJK C. Contoh 2: Konglomerasi Keuangan terdiri atas LJK 1, LJK A, LJK B, LJK C, dan LJK D. Pada LJK 1 terdapat ketentuan yang mengatur perhitungan modal secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Dengan demikian, Total Modal Aktual (TMA) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Net Equity) adalah penjumlahan modal aktual LJK 1 secara konsolidasi dengan LJK A, LJK B, dan LJK C ditambah dengan modal aktual LJK D secara individu. 11

(3) Dalam hal pengaturan perhitungan permodalan konsolidasi tidak memperhitungkan modal suatu Perusahaan Anak, maka modal aktual Perusahaan Anak dimaksud diperhitungkan dalam Total Modal Aktual (TMA) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Net Equity). Ayat (3) Contoh Konglomerasi Keuangan terdiri atas bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan efek, dan asuransi. Berdasarkan ketentuan yang mengatur bank, penyertaan kepada Perusahaan Anak berupa perusahaan asuransi menjadi faktor pengurang modal dalam perhitungan modal secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak sehingga modal perusahaan asuransi tersebut tidak ditambahkan ke modal bank secara konsolidasi. Dengan demikian, perhitungan Total Modal Aktual (TMA) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Net Equity) adalah modal aktual bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak berupa Perusahaan Pembiayaan dan Perusahaan Efek ditambah dengan modal aktual perusahaan asuransi secara individu. 12

Pasal 6 Pasal 6 Modal aktual masing-masing LJK secara individu dan/atau secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak dalam Konglomerasi Keuangan, sesuai ketentuan di masing-masing sektor keuangan ditetapkan sebagai berikut: a. untuk bank adalah modal inti aktual dan modal pelengkap aktual sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum; b. untuk perusahaan pembiayaan adalah modal yang telah disesuaikan aktual sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan; c. untuk perusahaan asuransi/reasuransi adalah nilai aktual dari selisih antara aset yang diperkenankan (AYD) dengan kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi; d. untuk perusahaan efek adalah modal kerja bersih yang disesuaikan (MKBD) aktual sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai pemeliharaan dan pelaporan MKBD. Huruf a Modal inti dan modal pelengkap diperhitungkan setelah faktor pengurang modal. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. 13

Pasal 7 Pasal 7 (1) Total Modal Aktual (TMA) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Net Equity) wajib dikurangi dengan faktor pengurang modal berupa: a. penyertaan LJK kepada LJK lain dalam Konglomerasi Keuangan; dan b. penempatan dana hasil penerbitan instrumen modal LJK kepada LJK lain dalam Konglomerasi Keuangan berupa instrumen modal (regulatory capital), Ayat (1) Cukup jelas. (2) Komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b tidak menjadi faktor pengurang modal sepanjang: a. telah diperhitungkan dalam perhitungan modal; atau b. telah diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal, di masing-masing sektor. Ayat (2) Huruf a Contoh Pada ketentuan permodalan di bank umum, penyertaan kepada perusahaan dengan kepemilikan 20% (dua puluh persen) atau kurang telah diperhitungkan dalam perhitungan aset tertimbang menurut risiko. Dengan demikian, penyertaan dimaksud tidak menjadi faktor pengurang modal dalam perhitungan Total Modal Aktual (TMA) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Net Equity). Huruf b Contoh: Pada ketentuan permodalan di bank umum, penyertaan kepada perusahaan anak (contoh: kepemilikan bank lebih dari 20% dan bank 14

memiliki pengendalian) telah diperhitungkan dalam perhitungan permodalan bank sebagai faktor pengurang modal. Dengan demikian, penyertaan dimaksud tidak menjadi faktor pengurang modal dalam perhitungan Total Modal Aktual (TMA) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Net Equity). BAB III TOTAL MODAL MINIMUM KONGLOMERASI KEUANGAN (AGGREGATE REGULATORY CAPITAL REQUIREMENT) Pasal 8 Pasal 8 (1) Total Modal Minimum (TMM) Ayat (1) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Contoh 1: Regulatory Capital Requirement) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) merupakan nilai nominal penjumlahan dari modal minimum secara individu dan/atau secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak, yang dipersyaratkan bagi masing-masing LJK dalam Konglomerasi Keuangan sesuai ketentuan di masing-masing sektor keuangan. Konglomerasi Keuangan terdiri atas LJK 1, LJK A, LJK B, dan LJK C. Total Modal Aktual (TMM) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Regulatory Capital Requirement) adalah penjumlahan dari modal minimum yang dipersyaratkan bagi LJK 1, LJK A, LJK B, dan LJK C, sesuai ketentuan yang berlaku di masing-masing sektor keuangan. 15

Sehingga rasio KPMM terintegrasi dihitung sebagai berikut: Contoh 2: Konglomerasi Keuangan terdiri atas LJK A, LJK B, dan LJK C. Total Modal Aktual (TMM) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Regulatory Capital Requirement) adalah penjumlahan dari modal minimum yang dipersyaratkan LJK A, LJK B, dan LJK C, sesuai ketentuan yang berlaku di masing-masing sektor keuangan. Sehingga rasio KPMM terintegrasi dihitung sebagai berikut: 16

(2) Dalam hal suatu sektor keuangan memiliki pengaturan perhitungan permodalan konsolidasi terhadap Perusahaan Anak, maka modal minimum yang dipersyaratkan yang diperhitungkan dalam Total Modal Minimum (TMM) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Regulatory Capital Requirement) adalah modal minimum secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak yang dipersyaratkan. Ayat (2) Contoh 1: Konglomerasi Keuangan terdiri atas LJK 1, LJK A, LJK B, dan LJK C. Pada LJK 1 terdapat ketentuan yang mengatur perhitungan modal secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Dengan demikian, Total Modal Minimum (TMM) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Regulatory Capital Requirement) adalah modal minimum yang dipersyaratkan bagi LJK 1 secara konsolidasi dengan LJK A, LJK B, dan LJK C. Sehingga 17

rasio KPMM terintegrasi dihitung sebagai berikut: Contoh 2: Konglomerasi Keuangan terdiri atas LJK 1, LJK A, LJK B, LJK C, dan LJK D. Pada LJK 1 terdapat ketentuan yang mengatur perhitungan modal secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Dengan demikian, Total Modal Minimum (TMM) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Regulatory Capital Requirement) adalah modal minimum yang dipersyaratkan bagi LJK 1 secara konsolidasi dengan LJK A, LJK B, dan LJK C ditambah dengan modal minimum yang dipersyaratkan bagi LJK D secara individu. Sehingga rasio KPMM terintegrasi dihitung 18

sebagai berikut: (3) Dalam hal pengaturan perhitungan permodalan konsolidasi tidak memperhitungkan modal suatu Perusahaan Anak, maka modal minimum yang dipersyaratkan bagi Perusahaan Anak dimaksud diperhitungkan dalam Total Modal Minimum (TMM) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Regulatory Capital Requirement). Ayat (3) Konglomerasi Keuangan terdiri atas bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan efek, dan asuransi. Berdasarkan ketentuan yang mengatur bank, penyertaan kepada Perusahaan Anak berupa perusahaan asuransi menjadi faktor pengurang modal dalam perhitungan modal secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak sehingga modal perusahaan asuransi tersebut tidak ditambahkan ke modal bank secara konsolidasi. Dengan demikian, perhitungan Total Modal Minimum (TMM) 19

Konglomerasi Keuangan (Aggregate Regulatory Capital Requirement) adalah modal minimum yang dipersyaratkan bagi bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak berupa Perusahaan Pembiayaan dan Perusahaan Efek ditambah dengan modal minimum yang dipersyaratkan bagi perusahaan asuransi secara individu. Sehingga rasio KPMM terintegrasi dihitung sebagai berikut: Pasal 9 Pasal 9 Modal minimum secara individu dan/atau secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak, yang dipersyaratkan bagi masingmasing LJK dalam Konglomerasi Keuangan sesuai ketentuan di masing-masing sektor keuangan ditetapkan sebagai berikut: a. untuk bank adalah modal minimum sesuai profil risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum; Huruf a Contoh: Bank A memiliki profil risiko 2 (dua) dan memiliki kewajiban penyediaan modal mínimum sesuai profil risiko sebesar 9% dari aset tertimbang menurut risiko (ATMR). Apabila bank memiliki ATMR sebesar Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) maka modal minimum sesuai profil risiko adalah sebesar 9% x Rp1.000.000.000.- = 20

b. untuk perusahaan pembiayaan adalah modal yang telah disesuaikan minimum sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan; c. untuk perusahaan asuransi/reasuransi adalah nilai minimum dari selisih antara aset yang diperkenankan (AYD) dengan kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi; d. untuk perusahaan efek adalah nilai minimum modal kerja bersih yang disesuaikan (MKBD) sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai pemeliharaan dan pelaporan MKBD. Rp90.000.000,- (sembilan puluh juta rupiah) Huruf b Contoh: Perusahaan Pembiayaan A memiliki nilai aset yang telah disesuaikan sebesar Rp2.000.000.000,- (dua milyar rupiah). Apabila rasio permodalan mínimum ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen), maka modal yang telah disesuaikan mínimum adalah sebesar 10% x Rp2.000.000.000,- = Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Huruf c Contoh: Perusahaan Asuransi A memiliki modal mínimum berbasis risiko (MMBR) sebesar Rp1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Apabila target tingkat solvabilitas ditetapkan sebesar 120% (seratus dua puluh persen), maka nilai mínimum dari selisih antara aset yang diperkenankan (AYD) dengan kewajiban adalah sebesar 120% x Rp1.000.000.000,- = Rp1.200.000.000,- (satu milyar dua ratus juta rupiah). Huruf d Cukup jelas. BAB IV MANAJEMEN PERMODALAN KONGLOMERASI KEUANGAN Pasal 10 Pasal 10 Penerapan Manajemen Permodalan Cukup Jelas. Terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) wajib dilakukan oleh 21

Entitas Utama, Direksi dan Dewan Komisaris Entitas Utama. Pasal 11 Pasal 11 (1) Direksi dan Dewan Komisaris Entitas Utama berwenang dan bertanggung jawab untuk memastikan penerapan Manajemen Permodalan Terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usaha Konglomerasi Keuangan. (2) Tanggung jawab Direksi Entitas Utama paling kurang: Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. a. menyusun kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal secara terintegrasi sesuai dengan ukuran, karakteristik, kompleksitas usaha, dan tingkat risiko Konglomerasi Keuangan; dan b. melaksanakan kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal secara terintegrasi; (3) Tanggung jawab Dewan Komisaris Entitas Utama paling kurang: a. mengarahkan, menyetujui, dan mengevaluasi kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal secara terintegrasi; Ayat (3) Huruf a Evaluasi kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal dilakukan secara berkala paling kurang satu tahun sekali atau sewaktu-waktu jika diperlukan. 22

b. mengevaluasi pelaksanaan kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal secara terintegrasi oleh Direksi Entitas Utama. Huruf b Cukup jelas. Pasal 12 Pasal 12 Dalam rangka penerapan Manajemen Cukup jelas. Permodalan Terintegrasi, Entitas Utama wajib paling kurang: a. memiliki kebijakan dan prosedur pengelolaan permodalan secara terintegrasi; b. melakukan penilaian kecukupan modal secara terintegrasi; c. memantau dan melaporkan modal secara terintegrasi; d. memiliki sistem pengendalian intern yang memadai; e. melakukan kaji ulang penerapan Manajemen Permodalan Terintegrasi secara berkala. Pasal 13 Pasal 13 (1) Kebijakan pengelolaan permodalan Ayat (2) secara terintegrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 huruf a paling kurang memuat kebijakan mengenai: a. tingkat permodalan untuk memenuhi Huruf a persyaratan modal minimum Cukup jelas. (regulatory capital); 23

b. sumber-sumber permodalan baik internal maupun eksternal Konglomerasi Keuangan; c. tindakan yang dilakukan Konglomerasi Keuangan: 1. untuk mengantisipasi seluruh risiko yang ditimbulkan oleh aktivitas Konglomerasi Keuangan; 2. pada saat modal berada di bawah target yang ditetapkan; dan 3. untuk memastikan kepatuhan Konglomerasi Keuangan pada ketentuan yang berlaku mengenai modal minimum. (2) Prosedur pengelolaan permodalan secara terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a paling kurang memuat prosedur perencanaan, penilaian kecukupan, pemantauan permodalan Konglomerasi Keuangan. Huruf b Kebijakan mengenai sumber permodalan internal perlu mempertimbangkan hambatan dalam melakukan transfer modal antar LJK dalam Konglomerasi Keuangan baik karena kondisi internal Konglomerasi Keuangan maupun karena faktor eksternal Konglomerasi Keuangan seperti adanya ketentuan yang berlaku dari otoritas yang menghambat dilakukannya transfer modal. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Dalam proses perencanaan modal mempertimbangkan antara lain target permodalan, risiko, strategi, dan rencana bisnis Konglomerasi Keuangan serta kondisi makroekonomi. Pasal 14 Pasal 14 (1) Dalam melakukan penilaian kecukupan Cukup jelas. modal secara terintegrasi sebagaimana 24

dimaksud dalam Pasal 12 huruf b Entitas Utama wajib mempertimbangkan dan mengidentifikasi: a. indikasi double atau multiple gearing dalam Konglomerasi Keuangan yang menyebabkan modal Konglomerasi Keuangan dinilai lebih besar dari yang seharusnya (overstated); b. indikasi excessive leverage yaitu terdapat pinjaman berlebihan suatu LJK yang ditempatkan dalam bentuk modal pada LJK lain; c. hambatan untuk melakukan transfer modal dari satu LJK kepada LJK lain dalam Konglomerasi Keuangan; dan d. risiko yang signifikan mempengaruhi Konglomerasi keuangan. (2) Entitas Utama wajib mendokumentasikan hasil penilaian kecukupan modal secara terintegrasi. (3) Penilaian kecukupan modal secara terintegrasi dilakukan oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko Terintegrasi (SKMRT) dalam melengkapi tugas dan tanggung jawab SKMRT untuk melakukan penerapan manajemen risiko terintegrasi. Pasal 15 Pasal 15 (1) Dalam melakukan pemantauan dan Cukup jelas. 25

pelaporan modal secara terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c Entitas Utama wajib memiliki sistem informasi yang dapat memberikan informasi dan menghasilkan laporan yang memadai termasuk dampak risiko terhadap kebutuhan modal Konglomerasi Keuangan. (2) Laporan yang dihasilkan dari sistem informasi wajib disampaikan secara berkala kepada Direksi Entitas Utama dan Komite Manajemen Risiko Terintegrasi. (3) Pemantauan dan penyampaian laporan modal secara terintegrasi dilakukan oleh SKMRT dalam melengkapi tugas dan tanggung jawab SKMRT untuk melakukan penerapan manajemen risiko terintegrasi. Pasal 16 Pasal 16 Entitas Utama wajib memiliki sistem Cukup jelas. pengendalian intern sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d yang memadai untuk memastikan keandalan dari penerapan Manajemen Permodalan Terintegrasi. Pasal 17 Pasal 17 Kaji ulang penerapan Manajemen Cukup jelas. 26

Permodalan Terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e dilakukan Satuan Kerja Audit Intern Terintegrasi (SKAIT) dalam melengkapi tugas dan tanggung jawab SKAIT untuk melakukan penerapan manajemen risiko terintegrasi. BAB V PELAPORAN Pasal 18 Pasal 18 (1) Entitas Utama wajib menyampaikan Laporan Kecukupan Permodalan Terintegrasi kepada Otoritas Jasa Keuangan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan secara semesteran untuk posisi akhir Juni dan Desember. (3) Laporan Kecukupan Permodalan Terintegrasi wajib disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat pada tanggal 15 (lima belas) bulan kedua setelah berakhirmya bulan laporan yang bersangkutan dengan alamat: a. Departemen Pengawasan yang bertanggung jawab mengawasi LJK Entitas Utama, bagi Entitas Utama yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Otoritas Jasa Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. 27

Keuangan; atau b. Kantor Regional atau Kantor Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi LJK Entitas Utama yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Otoritas Jasa Keuangan. (4) Dalam hal tanggal 15 (lima belas) jatuh pada hari Sabtu/Minggu/libur, Laporan Kecukupan Permodalan Terintegrasi disampaikan pada hari kerja berikutnya. (5) Laporan Kecukupan Permodalan Terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat: a. modal aktual dari masing-masing LJK Anggota Konglomerasi Keuangan; b. Total Modal Aktual (TMA) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Net Equity); c. modal minimum yang dipersyaratkan bagi masing-masing LJK anggota Konglomerasi Keuangan; d. Total Modal Minimum (TMM) Konglomerasi Keuangan (Aggregate Regulatory Capital Requirement); e. Rasio KPMM terintegrasi; f. Rincian penyertaan antar LJK dalam Konglomerasi Keuangan; dan g. Rincian penempatan dana hasil penerbitan instrumen modal LJK kepada LJK lain dalam bentuk modal Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Format laporan sebagai berikut 28

(regulatory capital). 29

Pasal 19 Pasal 19 Otoritas Jasa Keuangan sewaktu-waktu dapat meminta Entitas Utama untuk menyampaikan Laporan Kecukupan Permodalan Terintegrasi. BAB VI LAIN-LAIN Pasal 20 Pasal 20 Penerapan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Terintegrasi sebagaimana diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, bagi Konglomerasi Keuangan yang terdiri atas LJK-LJK yang sejenis, berlaku efektif pada saat penerapan manajemen risiko terintegrasi dan tata kelola terintegrasi bagi Konglomerasi Keuangan dimaksud telah berlaku efektif pada masing-masing sektor. BAB VII S A N K S I Pasal 21 Pasal 21 Entitas Utama yang dinyatakan terlambat Cukup jelas. menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari Penyampaian Laporan Kecukupan Permodalan Terintegrasi secara sewaktu-waktu dapat dilakukan antara lain dalam hal Otoritas Jasa Keuangan memerlukan informasi mengenai kondisi permodalan Konglomerasi Keuangan terkini dalam rangka pengawasan terintegrasi terhadap Konglomerasi Keuangan. Yang dimaksud dengan LJK-LJK yang sejenis adalah LJK-LJK yang diatur oleh ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko dan tata kelola yang sama di masing-masing sektor keuangan. Contoh: 1. LJK-LJK berupa perusahaan asuransi. 2. LJK-LJK berupa perusahaan efek. 3. LJK-LJK berupa bank perkreditan rakyat. 30

kalender keterlambatan dengan jumlah maksimum sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal 22 Pasal 22 Konglomerasi Keuangan yang melanggar Cukup jelas. ketentuan dalam Pasal 2 dan Pasal 4; Entitas Utama yang melanggar ketentuan dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 18 dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penurunan tingkat kesehatan; c. pembatalan hasil uji kemampuan dan kepatutan; d. pembatasan kegiatan usaha; e. perintah penggantian manajemen; f. pencantuman manajemen dalam daftar orang tercela; dan/atau g. pembatalan persetujuan, pendaftaran dan pengesahan. Pasal 23 Pasal 23 Mekanisme pengenaan sanksi sebagaimana Cukup jelas. dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 mengacu pada ketentuan yang berlaku bagi LJK pada masing-masing sektor keuangan. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN 31

Pasal 24 Pasal 24 Kewajiban penyampaian Laporan Cukup jelas. Kecukupan Permodalan Terintegrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 pertama kali dilakukan untuk posisi laporan Desember 2015. Pasal 25 Pasal 25 Pengenaan sanksi kewajiban membayar Cukup jelas. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 mulai berlaku sejak: a. 1 Januari 2018, untuk Entitas Utama yang merupakan Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 4; b. 1 Juni 2018, untuk Entitas Utama berupa bank selain Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 4 dan bukan bank. Pasal 26 Pasal 26 Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud Cukup jelas. dalam Pasal 22 mulai berlaku sejak: a. 1 Januari 2019, untuk Entitas Utama yang merupakan Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 4; b. 1 Juni 2019, untuk Entitas Utama berupa bank selain Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 4 dan bukan bank. 32

BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Pasal 27 Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Cukup jelas. Keuangan ini berlaku, LJK tetap wajib menerapkan ketentuan yang berlaku di masing-masing sektor keuangan. Pasal 28 Pasal 28 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai Cukup jelas. berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, MULIAMAN D. HADAD Diundangkan di Jakarta 33

Pada tanggal Batang Tubuh MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA HAMONANGAN LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34