BAB III PIDANA BERSYARAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Undang-undang Dasar

DAMPAK PIDANA BERSYARAT BAGI TERPIDANA DAN MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB IV ANALISIS TENTANG PIDANA BERSYARAT MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI DISPARITAS PUTUSAN PENGADILAN. lembaga yang berwenang kepada orang atau badan hukum yang telah

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

Pasal 48 yang berbunyi :

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

Efektifitas Penerapan Pidana Bersyarat Dalam Mewujudkan Tujuan Pemidanaan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum diciptakan oleh manusia mempunyai tujuan untuk menciptakan

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB II PENGATURAN MENGENAI SANKSI PIDANA BERSYARAT TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016. PENJATUHAN PIDANA TERHADAP PERBUATAN PERCOBAAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA 1 Oleh: Magelhaen Madile 2

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Lex et Societatis, Vol. I/No.2/Apr-Jun/2013

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB III REMISI DALAM KEPPRES RI NO 174 TAHUN maupun yang sudah tercantum dalam peraturan perundang-undangan.

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB II PIDANA BERSYARAT INDONESIA DAN PERTIMBANGAN HAKIM DIDALAMNYA

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668]

Kapita Selekta Ilmu Sosial

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

perundang-undangan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi serta tugas dan wewenang Kejaksaan, maka dapat disimpulkan bahwa:

BAB III PENUTUP. bentrokan yang tajam dan kekacauan yang besar di kalangan masyarakat dan juga alat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS PENJATUHAN HUKUMAN TERHADAP TERDAKWA YANG SUDAH DITAHAN 1 Oleh: Ria Juliana Siregar 2

RELEVANSI PIDANA KERJA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

PERANAN HAKIM PENGAWAS DAN PEGAMAT TERHADAP PELAKSANAAN PUTUSAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II.B KOTA PADANGSIDIMPUAN. Oleh: Marwan Busyro 1

EKSISTENSI PIDANA DENDA MENURUT SISTEM KUHP 1 Oleh : Aisah 2

SUATU TINJAUAN TENTANG PIDANA DENDA DALAM HUKUM PIDANA POSITIF INDONESIA DAN RANCANGAN KUHP. Oleh : Ferdricka Nggeboe

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA MEMBUKA RAHASIA NEGARA SOAL UJIAN NASIONAL

PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

BAB II. PENGATURAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA A. Tindak Pidana Kekerasan Dalam Hukum Pidana

Transkripsi:

36 BAB III PIDANA BERSYARAT A. Pengertian Pidana Bersyarat Pidana bersyarat yang biasa disebut dengan pidana perjanjian atau pidana secara jenggelan, yaitu menjatuhkan pidana kepada seseorang akan tetapi pidana itu tidak usah dijalani kecuali dikemudian hari ternyata terpidana sebelum habis masa percobaan melakukan tindak pidana lagi atau melanggar perjanjian yang diberikan oleh hakim. Jadi putusan pidana tetap ada hanya pelaksana pidana itu saja yang ditangguhkan. 26 adalah : Sedangkan Muladi memberikan pengertian dari pidana bersyarat Suatu pidana dalam hal mana si terpidana tidak usah menjalani pidana tersebut, kecuali bila mana dalam masa percobaan terpidana telah melanggar syarat-syarat umum atau khusus yang telah ditentukan oleh pengadilan. Dalam hal ini pengadilan yang mengadili perkara tersebut mempunyai wewenang untuk melakukan perubahanperubahan syarat-syarat yang telah ditentukan atau memerintahkan agar pidana dijalani. Pidana bersyarat ini merupakan penundaan terhadap pelaksanaan pidana. 27 Maksud dari vonis pidana bersyarat itu untuk memberikan kesempatan kepada terpidana supaya dalam masa percobaan itu ia dapat memperbaiki diri dan tidak melakukan tindak pidana atau melanggar perjanijian 26 R. Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana, (Bogor : Politea, t.th), 40 27 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung : Alumni, 1992), 195-196

37 yang telah diadakan, dengan harapan apabila berhasil hukuman yang telah dijatuhkan kepada terpidana itu tidak perlu dijalani selama-lamanya. Hakim mempunyai wewenang untuk dapat menjatuhkan pidana bersyarat itu dalam hal terpidana melakukan suatu tindak pidana dan oleh hakim dijatuhi pidana yang berupa pidana penjara yang selama-lamanya satu tahun atau pidana kurungan yang bukan pengganti denda. Mengenai ketentuan ini Roeslan Saleh berpendapat : Menurut Undang-undang dapat disimpulkan bahwa pidana bersyarat dapat dijatuhkan pada pidana penjara hanyalah apabila hakim tidak ingin menjatuhkan pidana lebih dari satu tahun. Jadi yang menentukannya bukanlah pidana yang diancam atas delik yang dilakukan, tetapi pidana yang dijatuhkan kepada si terdakwa. Apabila hakim berpendapat bahwa perbuatan pidana yang dilakukan itu terlalu berat, maka sebenarnya pidana bersyarat itu tidak mungkin. 28 Mengenai pidana kurungan tidak diadakan seperti halnya pidana penjara, hal ini memang tidak perlu, karena batas pidana kurungan adalah satu tahun, sedangkan untuk pidana denda dimungkinkan bersyarat jika benar-benar menurut keyakinan hakim pembayaran denda itu betul-betul dirasakan berat oleh terpidana. B. Hubungan Pidana Bersyarat Dengan Tujuan Pemidanaan Di Indonesia 1. Pidana Bersyarat menurut Pasal 14 a KUHP Kitab undang-undang hukum pidana merupakan buah hasil dari aliran klasik, yang berpijak pada tiga tiang yakni (a) asas legalitas yang menyatakan (b) asas kesalahan, yang berisi bahwa orang hanya dapat dipidana untuk tindak 28 Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, (Jakarta : Aksara Baru, 1983), 34

38 pidana yang dilakukan dengan sengaja atau karena kealpaan. (c) asas pengimbalan (pembalasan) yang sekuler, yang berisi bahwa pidana secara kongrit tidak dikenakan dengan maksud untuk mencapai suatu hasil yang bermanfaat, melainkan setimpal dengan berat ringan perbuatan yang dilakukan. 29 Ketentuan-ketentuan yang mengatur pidana bersyarat didalam Pasalpasal 14a-14f Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu telah ditambahkan kedalam KUHP dengan staatsblad tahun 1926 nomor 251 jo. Nomor 486 dan mulai diberlakukan di Indonesia pada tanggal 1 januari 1927. Pidana bersyarat itu telah dua belas tahun lebih dimasukan kedalam Wetboek Van straftrecht di negeri belanda, yakni dengan staatsblad tahun 1915 nomor 427. 30 Didalam rencana undang-undang, yang kemudian telah menjadi undang-undang tanggal 12 Juni 1915, staatsblad tahun 1915 Nomor 427 termasuk diatas, para perencananya telah menggunakan perkataan voorwaardelijke strafopschorting yang kemudian telah dipakai di dalam undang-undang yang telah disahkan oleh parlemen. 31 29 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung : Alumni, 1992), 62 30 P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung : Amrico, 1984), 36 31 Ibid., 65

39 Pasal pertama yang mengatur pidana bersyarat didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana itu adalah Pasal 14a Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang selanjutnya berbunyi sebagai berukut : 32 (1) Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun atau kurungan, tidak termasuk kurungan pengganti, maka dalam putusannya dapat memerintahkan pula dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu perbuatan pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah diatas habis atau terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan dalam perintah itu. (2) Kecuali dalam perkara pendapatan (penghasilan) dan gadai negara, maka hakim mempunyai kuasa itu juga, apabila dijatuhkan pidana denda, tetapi hanya jika ternyata kepadanya, bahwa bayaran denda itu atau rampasan yang diperintahkan dalam keputusan itu menimbulkan keberatan besar bagi orang yang dipidana itu. (3) Apabila hukum tidak menentukan lain, maka perintah tentang pidana pokok, mengenai juga hukuman tambahan yang dijatuhkan. (4) Perintah itu hanya diberikan, kalau sesudah pemeriksaan hakim yakin, bahwa dapat dilakukan pengawaan yang cukup atas hal yang menetapi syarat umum, yaitu bahwa orang yang dipidana tidak akan melakukan tindak pidana dan atas hal menetapi syarat khusus, jika sekiranya diadakan syarat itu. (5) Dalam putusan yang memberi perintah yang tersebut dalam ayat pertama itu, diterangkan juga sebab-sebabnya atau hal ihwal yang menjadi alasan putusan itu. Di dalam Pasal 14a Kitab-kitab Undang-Undang Hukum Pidana dinyatakan bahwa pidana bersyarat hanya dapat dijatuhkan bilamana memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 4. Dalam putusan yang menjatuhkan pidana penjara, asal lamanya tidak lebih dari satu tahun. Jadi dalam hal ini pidana bersyarat dapat dijatuhkan dalam hubungan dengan pidana penjara, dengan syarat hakim tidak ingin menjatuhkan pidana lebih dari satu tahun. Yang menentukan bukanlah pidana yang diancam atas tindak pidana yang dilakukan, tetapi pidana yang akan dijatuhkan pada si terdakwa. 32 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2008), 7-8

40 5. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan sehubungan dengan pidana kurungan, dengan ketentuan tidak termasuk pidana kurungan pengganti denda. Mengenai pidana kurungan ini tidak diadakan pembatasan, sebab maksimum dari pidana kurungan adalah satu tahun. 6. Dalam hal menyangkut pidana denda, maka pidana bersyarat dapat dijatuhkan, dengan batasan bahwa hakim harus yakin bahwa pembayaran denda betul-betul akan dirasakan berat oleh si terdakwa. 33 2. Tujuan Pidana Bersyarat Sejak di canangkanya sistem pemasyarakatan sebagai program pembinaan bagi nara pidana tahun 1964, pemerintah dalam hal ini Departemen Kehakiman terus berupaya melalui kebijaksanaannya untuk mewujudkan hal tersebut karena sistem yang satu ini memandang narapidana disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk social sehingga di nilai sangat cocok untuk diterapkan di Negara Hukum Indonesia. Inti yang terkandung dalam sistem permasyarakatan ini yakni dengan dijatuhkannya pidana kepada seseorang, tujuan dari pemidanaan dapat tercapai disamping itu terdapat suatu kewajiban untuk melakukan pembinaan dan pendidikan kepada si terpidana selama menjalani masa pidananya, sehingga diharapkan ia mempunyai bekal dan kemampuan fisik maupun mental yang cukup untuk hidup kembali ditengah-tengah masyarakat setelah si terpidana tersebut selesai menjalani pidananya. Sistem pemasyarakatan ini pada tahap pertama di fokuskan sebagai program pembinaan kepada terpidana yang menjalani pidananya dilembaga 33 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung : Alumni, 1992), 63

41 pemasyarakatan karena dijatuhi pidana pencabutan kemerdekaan. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pidana yang satu ini mengandung banyak sekali kelemahan baik terhadap terpidana itu sendiri, maupun bagi masyarakat, sehingga perlu untuk dicarikan alternatif-alternative yang sekiranya mampu untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan itu tanpa mengurangi arti dan tujuan dari pemberian pidana tersebut. Oleh karena itu penerapan pidana bersyarakat harus diarahkan pada manfaat-manfaat sebagai berikut : a. Pidana bersyarat tersebut di satu pihak harus dapat meningkatkan kebebasan individu, dan di lain pihak mempertahankan tertib hukum serta memberikan perlindungan pada masyarakat secara efektif terhadap pelanggaran hukum lebih lanjut. b. Pidana bersyarat harus dapat meningkatkan prestasi masyarakat terhadap falsafah rehabilitasi dengan cara memelihara kesinambungan hubungan antara narapidana dan masyarakat secara normal. c. Pidana bersyarakat berusaha menghindarkan dan melemahkan akibatakibat negatif dari pidana perampasan kemerdekaan yang sering kali menghambat usaha pemasyarakatan kembali narapidana kedalam masyarakat. d. Pidana bersyarat mengurangi biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk membiayai sistem koreksi yang berdayaguna. e. Pidana bersyarat diharapkan dapat membatasi kerugian-kerugian dari penerapan pidana pencabutan kemerdekaan, khususnya terhadap mereka yang hidupnya tergantung kepada si pelaku tindak pidana. f. Pidana bersyarat diharapkan dapat memenuhi tujuan pemidanaan yang bersifat integratif, dalam fungsinya sebagai sarana pencegahan (umum dan khusus), perlindungan masyarakat, memelihara solidaritas masyarakat dan pengimbangan. 34 Syarat atau perjanjian terdiri dari; syarat umum yakni terpidana tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat dipidana dalam jangka waktu yang tertentu (selama dalam masa percobaan). Jadi apabila hakim menjatuhkan 34 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung : Alumni, 1992), 197

42 pidana bersyarat, maka kepada terpidana harus diberikan syarat umum yang harus dipenuhi. Arti sosial yang merupakan segi positip dari lembaga pidana bersyarat terletak pada syarat-syarat khusus yang berupa penggantian sebagian atau seluruh kerugian sebab akibat dari perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku atau dapat juga dalam bentuk lain menurut kebijaksanaan hakim asalkan mengenai tingkah laku dari terpidana, dengan catatan syarat-syarat tersebut tidak boleh mengurangi kemerdekaan beragama dan berpolitik bagi si terpidana. Manfaat lain dari syarat yang bersifat khusus ini terutama penggantian kerugian ini ternyata dapat mendukung eksistensi dari lembaga pidana bersyarat itu sebagai suatu pidana. 3. Pidana bersyarat sebagai alternativ pemidanaan Sangat disadari bahwa masalah pidana adalah masalah yang sangat pribadi bagi seorang hakim, tetapi bagaimanapun usaha-usaha yang berusaha menyuguhkan bahkan masukan berkenaan dengan pidana bersyarat masih dipandang penting. Usaha pendayagunaan pidana bersyarat ini sangat penting, sehubungan dengan variabel hukum pidana yang berprikemanusiaan, yaitu hukum pidana yang bercirikan mengutamakan pencegahan, tidak hanya berorientasi kepada perbuatan tetapi juga orang yang melakukan perbuatan tindak pidana. Namun pada prateknya pidana bersyarat dewasa ini tidak seperti didalam teori, penjatuhan pidana bersyarat terhadap pelaku tindak pidana sering

43 kali menuai protes baik oleh masyarakat menganggap penjatuhan pidana bersyarat sama saja dengan hakim memberikan putusan bebas, karena terpidana berkeliaran. Menurut teori, pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat dilakukan oleh yang melaksanakan eksekusi yaitu seorang jaksa. Namun dalam prateknya pengawasan oleh jaksa ini tidak berjalan semestinya. Seakan-akan pengawasan hanya bersifat formalis belaka. Dalam organisasi kejaksanaan negeri sendiri tidak ada bagian yang khusus menangani pidana bersyarat yang sangat penting ini. Setelah perjanjian antara terpidana dan jaksa seakan-akan masalah telah selesai. 35 Jika peradilan kehilangan kewibawaan dan putusannya tidak lagi dihormati, maka tidak ada seorangpun yang dapat menyelesaikan masalahmasalah yang merusak tatanan social. Peradilan adalah klep keamanan, tanpa hal itu tidak ada masyarakat demokratis yang dapat bertahan hidup. 36 Oleh karena itu salah satu cara menjaga kewibawaan hukum adalah dengan melaksanakan hukum secara adil, supaya hukum dipercaya dan dihormati dalam masyarakat. Sangatlah tidak adil jika penjatuhan pidana bersyarat ini dijatuhkan pada delik-delik kekerasan, misalnya : pembunuhan, penganiayaan berat, perampokan, dan lain-lain. Pidana bersyarat rasanya akan lebih mencapai sasaran dan terasa adil jika dijatuhkan hanya terhadap delik tanpa korban. 35 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 1994), 85 36 Muhari Agus Santoso, Paradikma Baru Hukum Pidana, Cetakan 1, (Yogyakarta : Averroes Press, 2002), 3

44 Namun yang menjadi permasalahan adalah terpidana merasa jera dengan dijatuhi pidana bersyarat, dan tidak akan mengulangi perbuatannya setelah masa percobaan hukumannya selesai, karena pada masa percobaanny terpidana tetap dapat berkeliaran, lalu dimanakah letak tujuan pemidanaan itu sendiri, dimana dalam teorinya selalu dikatakan tujuandari pemidanaan itu adalah membuat pelaku menjadi jera dan memuaskan pihak yang dirugikanbaik masyarakat atau pihak yang menjadi korban. 37 Keuntungan pidana bersyarat Beberapa keuntungan pidana bersyarat yaitu : 1. Memberikan kesempatan kepada terpidana untuk melanjutkan hidupnya sehari-hari sebagai manusia sesuai nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. 2. Memberikan kesempatan kepada narapidana untuk memperbaiki dirinya didalam masyarakat. 3. Mencegah terjadinya stigma. 4. Memberikan kesempatan kepada narapidana untuk berpartisipasi dalam pekerjaan yang secara ekonomis menguntungkan masyarakat dan keluarganya. 5. Biaya lebih murah dari pada perampasan kemerdekaan. 6. Pemanfaatan fasilitas yang ada dalam masyarakat untuk mengadakan rehabilitas narapidana dan 37 Ibid., 4

45 7. Tentunya narapidana bersyarat dapat memenuhi pemidanaan yang bersifat integrativ sebagai penegahan (khusus/umum) perlindungan masyarakat, pemeliharaan solidaritas dan pengimbalannya. Lembaga pidana bersyarat dapat diefektifkan apabila hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pidana bersyarat dapat diatasi. 1. Sistem pengawasan dan pembinaan. Hambatan dalam sistem pengawasan pembinaan : a) Belum melembaganya pola-pola pengawasan yang dilakukan dan sistem dalam pengawasan. b) Pasal 280 ayat (4) KUHP yang mengatur peranan hakim pengawas dan pengaturan didalam pelaksanaan pidana bersyarat belum berfungsi sebagaimana mestinya terhubung, belum adanya pengaturan pelaksanaan Pasal tersebut diatas. 2. Perundang-undangan. Hambatan dalam sistem perundang-undangan : a) Belum adanya pedoman yang jelas tentang penerapan pidana bersyaratyang menyangkut hakekat, tujuan yang hendak dicapai, serta-serta ukuran-ukuran didalam menjatuhkan pidana bersyarat. b) Tidak adanya pedoman penerapan pidana bersyarat tersebut menyebabkan timbulnya pertimbangan-pertimbangan yang mendasar atas subyektifitas hakim didalam mengadili suatu perkara.

46 3. Teknik dan Administrasi Hambatan dalam sistem tekink dan administrasi : a) Terpidana tidak boleh dirumah b) Terpidana berdomisili dipelosok yang tidak terjangkau c) Terpidana secara diam-diam pindah tempat tinggal 4. Sarana dan prasarana Hambatan dalam sistem sarana dan prasarana : a) Kurangnya sarana angkutan untuk tugas pengawasan b) Petugas-petugas jumlahnya terbatas c) Anggaran perjalanan untuk dinas pengawasan jumlahnya terbatas. 5. Proses penjatuhan pidana Hambatan dalam sistem penjatuhan pidana : a) Jaksa maupun hakim sangat selektif dan membatasi diri didalam menuntut atau menjatuhi sangsi pidana bersyarat b) Terpidana tidak boleh memperoleh petukan vonis hakim, sehingga tidak mengetahui secara jelas pertimbangan hakim c) Hakim tidak memperoleh laporan pemeriksaan pribadi pelaku tindak pidana yang sangat penting sebagai bahan untuk memutuskan pidana secara cepat d) Pedoman penjatuhan pidana bersyarat tidak hanya menyangkut halhal yang bersifat obyektif (yang menyangkut perbuatannya), tetapi juga menyangkut hal-hal yang bersifat subyektif (menyangkut si pembuat ).