BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan yang berada di sebuah desa atau kota harus dilestarikan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN HUTAN

PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN. Naskah Publikasi. Sarjana S-I

UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN [LN 1999/167, TLN 3888]

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah Bumi, air dan kekayaan alam yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hutan dan Penguasaan Hasil Hutan. olehberbagai jenis tumbuh-tumbuhan, di antaranya tumbuhan yanh lebat dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

NOMOR 28 TAHUN 1985 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 7/Juli/2016. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM PENGRUSAKAN HUTAN MENURUT KETENTUAN YANG BERLAKU 1 Oleh: Hendra Djarang 2

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA HUTAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 196 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 91 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

BAB III KECAMATAN KEDUNG ADEM KABUPATEN BOJONEGORO MENURUT PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2003

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 7 Tahun 2000 SERI : B NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR : 07 TAHUN 2000 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PENUTUP. Jumlah tenaga POLHUT/Polisi Hutan yang sangat minim yaitu: dengan jumlah

KEPUTUSAN BUPATI KABUPATEN KUTAI NOMOR /HK-110/2002 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMUNGUTAN DAN PEMANFAATAN KAYU RAKYAT BUPATI KUTAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

B. BIDANG PEMANFAATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

Undang Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang : Kehutanan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN (IPHH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PEMBALAKAN LIAR

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya kayu, tetapi juga sebagai salah satu komponen lingkungan hidup. 1 Hutan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 32/Menhut -II/2010 TENTANG TUKAR MENUKAR KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

3 Felix Deny, Penebangan Hutan Secara Ilegal di Indonesia, 4 Mohammad Arief Riyadi, Penebangan Hutan Secara Liar

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.376, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Tukar Menukar.

BAB IV ANALISA SANKSI ILLEGAL LOGGING MENURUT PERDA JATIM NO 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI KECAMATAN KEDUNG ADEM KABUPATEN BOJONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. membuang limbah industri ke sungai yang mengganggu ekosistem (tempat dimana

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 4

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 94 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

JURNAL KENDALA-KENDALA PENYIDIK DALAM MENANGANI PEMUNGUTAN HASIL HUTAN TANPA IZIN. ( Studi Di Polsek Kesamben,Kabupaten Blitar)

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. penebangan liar atau yang lebih dikenal dengan istilah illegal logging. Illegal

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

this file is downloaded from

PENGATURAN PEMANFAATAN HASIL HUTAN HAK/MILIK DI WILAYAH KABUPATEN PANDEGLANG BUPATI PANDEGLANG,

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peradaban dunia. Menurut pasal 1 ayat (19) Undang-undang Sistem Pendidikan

Lampiran 1. Peraturan perundang-undangan terkait Pemberantasan IL di Indonesia

9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 394, Tambahan Lembaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 47 / KPTS-II / 1998 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan yang berada di sebuah desa atau kota harus dilestarikan oleh Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) serta masyarakat setempat. Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) memiliki tujuan untuk menjaga, melindungi dan memeriksa kondisi kawasan hutan. KPH dan masyarakat mempunyai peran penting dalam menjaga dan melindungi kawasan hutan dari kegiatan illegal logging. Illegal logging dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan penebangan secara berlebihan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Illegal logging menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya kawasan hutan. Masyarakat sebenarnya memiliki kewajiban untuk menjaga dan melindungi kawasan hutan. Berdasarkan Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan bahwa: Setiap orang dilarang: a. Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah. b. Merambah kawasan hutan. c. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan: 1) 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau. 2) 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa. 3) 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai. 4) 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai. 5) 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang. 6) 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. 1

2 d. Membakar hutan. e. Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang. f. Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah. g. Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri. h. Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan. i. Menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang. j. Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang. k. Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang. l. Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan. m. Mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi serta kondisi ekonomi yang menurun menimbulkan banyak sisi negatif bagi masyarakat sekitar kawasan hutan. Hal ini dibuktikan dengan masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan melakukan pelanggaran aturan pemerintah. Pelanggaran yang dilakukan masyarakat diantaranya berupa penebangan, pencurian dan penjualan hasil hutan tanpa izin pihak yang berwenang. Berdasarkan informasi dari Detik.Com (2014), seorang bernama Lasdi (57) warga Dusun Kedung Celeng Desa Sumber Bening Kecamatan Bringin Ngawi, tewas setelah ditembak Polhutmob (Polisi Hutan Mobil). Korban tewas ditembak oleh petugas Polhutmob yang saat itu memergoki Lasdi membawa kayu hasil curian dari hutan.

3 Masalah illegal logging secara khusus telah diatur dalam sebuah peraturan. Peraturan tersebut adalah Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2005 tentang pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Kesatuan Pemangkuan Hutan atau yang disingkat (KPH) merupakan badan usaha milik negara yang ditugaskan untuk menjaga, melindungi dan memeriksa kawasan hutan. Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) juga bertugas untuk mengelola kawasan hutan agar tidak terjadi illegal logging. Menurut Zain (1995:37), Perusahan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) adalah: Satu kesatuan produksi yang bertujuan mengadakan usaha-usaha produktif sesuai dengan kebijakasanaan pemerintah dalam rangka meningkatkan pendapatan nasional dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan di bidang perusahaan kehutanan, berupa penanaman, pemeliharaan, eksploitasi, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan. Kesenjangan antara upaya Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) dalam pencegahan illegal logging dengan kenyataan yang ada di masyarakat inilah yang melahirkan perdebatan. Upaya Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) hendaknya selalu mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia dan ternak, kebakaran, serta mempertahankan hak negara atas hutan ataupun hasil hutan. Upaya Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) ini bertolak belakang dengan kenyataan dalam masyarakat sekarang seperti yang telah dipaparkan di atas. Kesenjangan inilah yang mendorong untuk lebih memaksimalkan usaha Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) dalam pencegahan illegal logging.

4 Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian ilmiah mengenai upaya Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ngawi dalam pencegahan illegal logging berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 di Desa Gembol Kecamatan Karanganyar Kabupaten Ngawi. Tema di atas dianggap memiliki keterkaitan dengan Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP UMS. Keterkaitan hubungan tersebut antara lain tertuang di dalam misi Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Misi Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yaitu: 1. Menyelenggarakan pendidikan guru bidang studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan serta ketatanegaraan. 2. Memajukan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta meningkatkan sumber daya manusia yang berkarakter kuat, sehingga mampu memecahkan permasalahan bangsa dan memberikan pelayanan pendidikan menuju masyarakat madani. 3. Menyelenggarakan pendidikan dan membina generasi muda melalui program pendidikan kepramukaan (Buku Pedoman FKIP, 2013:138). Misi Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP UMS salah satunya adalah meningkatkan sumber daya manusia sehingga mampu memecahkan permasalahan bangsa. Illegal logging merupakan salah satu permasalahan yang riil ada di tengah-tengah masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, tersirat bahwa tema penelitian ini selaras dengan misi dari Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP UMS.

5 B. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah upaya yang dilakukan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) dalam pencegahan illegal logging di Desa Gembol Kecamatan Karanganyar Kabupaten Ngawi berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005? 2. Bagaimanakah hambatan dan solusi Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ngawi dalam pencegahan illegal logging di Desa Gembol Kecamatan Karanganyar Kabupaten Ngawi berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005? C. Tujuan 1. Untuk mendeskripsikan upaya yang dilakukan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) dalam pencegahan illegal logging di Desa Gembol Kecamatan Karanganyar Kabupaten Ngawi berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005. 2. Untuk mendeskripsikan hambatan dan solusi Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ngawi dalam pencegahan illegal logging di Desa Gembol Kecamatan Karanganyar Kabupaten Ngawi berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005.

6 D. Manfaat atau Kegunaan Penelitian 1. Manfaat atau kegunaan teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kehutanan dalam pencegahan illegal logging. b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran mengenai teori atau pengetahuan baru mengenai upaya Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) dalam pencegahan illegal logging. 2. Manfaat atau kegunaan praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menyebarluaskan informasi dan masukan mengenai upaya Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kabupaten Ngawi dalam pencegahan illegal logging berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005. b. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar bagi Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kabupaten Ngawi dalam membuat kebijakan mengenai pencegahan illegal logging berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005. E. Daftar Istilah Menurut Maryadi, dkk. (2010:11), daftar istilah merupakan penjelasan dari istilah yang diambil dari kata-kata kunci dalam judul penelitian. Penjelasan istilah setiap kata kunci akan mempermudah pembaca untuk memahami isi yang ada di

7 dalam penelitian ini. Adapun istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 6/Menhut-II/2009 pasal 1 ayat (4), Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) merupakan wilayah hutan yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. 2. Hutan. Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1989:317), hutan artinya tanah luas yang ditumbuhi pohon-pohon (biasanya tidak dipelihara orang). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hutan merupakan tanah yang ditumbuhi pohon-pohon. 3. Pencegahan. Menurut Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1991:176), pencegahan adalah perihal mencegah, penegahan dan penolakan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pencegahan adalah perihal penolakan. 4. Illegal logging. Menurut Sunarto (2007:47), pencurian kayu/pembalakan liar/penebangan liar (illegal logging) merupakan persoalan utama yang sedang dihadapi sektor kehutanan Indonesia. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa illegal logging merupakan penebangan kayu atau perusakan hutan.