BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan 1. Pemerintahan

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas diatas, maka dapat dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

JURNAL KEKUATAN PEMBUKTIAN ALAT BUKTI INFORMASI ATAU DOKUMEN ELEKTRONIK DALAM PERADILAN PERKARA PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberantasan tindak pidana korupsi di negara Indonesia hingga saat

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas

selalu berulang seperti halnya dengan musim yang berganti-ganti dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

PERAN SERTA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. menetapkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dimana salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa (extra ordenary crime) telah

BAB I PENDAHULUAN. makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, ketentuan ini tercantum

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28 D Ayat (1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengatasi atau mewaspadai segala bentuk perubahan sosial atau kebudayaan.

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB III PENUTUP KESIMPULAN. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB III PENUTUP. pada bab-bab sebelumnya maka dapat dijabarkan kesimpulan sebagai berikut:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

BAB III PENUTUP. bencana terhadap kehidupan perekonomian nasional. Pemberantasan korupsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia merupakan Negara Hukum yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal ini dapat dibuktikan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB III PENUTUP. 1) Ada2 (dua) agumentasi perlunya perlindungan hukum bagi Whistle-Blower, mendapatkan apresiasi; dan. khusus dari pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kategori kejahatan kemanusiaan (crime of humanity),apalagi

BAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi masa kini dan masa depan Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik spiritual maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kejahatan yang paling sulit diberantas. Realitas ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berhak untuk mendapat perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia. untuk merumuskan norma hukum dalam penanggulangannya. 1

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia. Undang Dasar 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif, terutama menyangkut masalah peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana yang dapat dikatakan cukup fenomenal adalah korupsi. Tindak pidana ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Di berbagai belahan dunia, masalah korupsi selalu mendapat perhatian yang lebih dibandingkan tindak pidana lainnya..fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan yang dapat menyentuh berbagai macam bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilainilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur. 1 Korupsi dalam praktik hukum di Indonesia selama ini telah menjadi isu sentral. Diagnosis perilaku tentang korupsi tampaknya semakin endemis, dan memiliki kecenderungan seakan-akan membudaya dan menjadi epidemis yang merambah dalam 1 Evi Hartanti, S.H., Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta., edisi ke 2 2007 Hlm. 1

segala hal kehidupan masyarakat. Akibatnya bangsa dan negara dilanda multi krisis yang diawali dengan krisis moneter. Kredibilitas dan kemampuan penegakan hukum melemah. Hal ini dapat menjadi tantangan bagi tegaknya sistem hukum pidana khususnya dalam penerapan sistem peradilan pidana korupsi dalam penegakan hukum. Dalam praktik penegakan hukum di Indonesia, fenomena buruknya penyelenggaraan sistem hukum pidana yang senantiasa muncul dalam masyarakat adalah setiap peluang terjadinya korupsi selalu tidak lepas adanya indikasi kontroversi putusan peradilan dan hasil penanganan korupsi yang dianggap mandul. Hampir setiap media informasi cetak, elektronik, digital internet membuat tentang korupsi yang memberikan gambaran lemahnya upaya pemberantasan korupsi yang jika dikaji lebih mendalam maka dapat kompleksitas dan problematik dalam sistem hukum pidana yantg dianut di Indonesia dan berdampak pada sistem peradilan pidana 2 Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat bergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap atau ditemukan. Dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan dengan saksi, banyak kasus yang tidak terungkap akibat tidak adanya saksi yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Padahal, adanya saksi dan korban merupakan unsur yang sangat menentukan dalam proses peradilan pidana. Keberadaan saksi dan korban dalam proses peradilan pidana selama ini kurang mendapat perhatian masyarakat dan penegak hukum. Kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan banyak disebabkan oleh saksi dan korban takut memberikan kesaksian kepada penegak hukum karena mendapat ancaman dari pihak tertentu. 2 DR. DRS. IGM Nurdjana, SH., M.Hum., Sistem Hukum Pidana Dan Bahaya Laten Korupsi prespektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum. Pustaka Pelajar, Yogyakarta., cetakan 1 tahun 2010 hlm. 11

Dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk mengungkap tindak pidana, perlu diciptakan iklim yang kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum. Pelapor yang demikian itu harus diberi perlindungan hukum dan keamanan yang memadai atas laporannya, sehingga ia tidak merasa terancam atau terintimidasi baik hak maupun jiwanya. Dengan jaminan perlindungan hukum dan keamanan tersebut, diharapkan tercipta suatu keadaan yang memungkinkan masyarakat tidak lagi merasa takut untuk melaporkan suatu tindak pidana yang diketahuinya kepada penegak hukum, karena khawatir atau takut jiwanya terancam oleh pihak tertentu. 3 Proses peradilan yang dicita-citakan bangsa Indonesia adalah proses peradilan yang adil, dalam artian kepentingan semua pihak yang terlibat di dalamnya dapat terlindungi. Proses hukum yang adil disini mengandung arti dilindunginya kepentingan dari para pihak yang terlibat didalamnya sehingga ada keseimbangan dalam pencapaian keadilan. Upaya mewujudkan proses peradilan pidana yang adil cenderung lebih dikaitkan pada pihak tersangka atau terdakwa. Adanya persepsi mengenai kedudukan tersangka atau terdakwa rawan menimbulkan perhatian yang sangat besar pada tersangka dan terdakwa. Orientasinya adalah tersangka atau terdakwa tidak kehilangan hak-hak dasarnya sebagai manusia atau tidak mengalami tindakan yang sewenang-wenang pada saat menjalani pemeriksaan. 3 Penjelasan umum Undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban

Dalam kenyataanya, selain tersangka atau terdakwa ada pula pihak-pihak lain yang juga perlu guna mendapatkan perhatian yaitu korban dan saksi terutama saksi pelapor. Saksi pelapor dalam kapasitasnya sebagai pemberi keterangan yang melaporkan adanya dugaan terjadinya tindak pidana, menjalani semua pemeriksaan dalam proses peradilan pidana sebagaimana halnya pemeriksaan seorang tersangka atau terdakwa. Selama berlangsungnya proses peradilan perlu diupayakan agar saksi pelapor juga tidak kehilangan hak-haknya, selain itu saksi pelapor juga memerlukan jaminan keamanan karena tidak jarang dalam posisinya saksi terancam keselamatan jiwanya. Saksi pelapor mempunyai peranan penting dalam menggali perkara pidana khususnya perkara pidana korupsi, oleh karena itu kepentingan seorang saksi pelapor harus betul-betul diperhatikan. Seorang saksi pelapor senantiasa memberikan keterangan terhadap adanya tindak pidana korupsi yang didengar atau yang dialami sendiri manakala ada perlindungan terhadap kepentingan yang dimilikinya baik itu dalam bentuk perindungan fisik maupun psikologis, sehingga dengan adanya laporan yang diberikan maka akan menambah evektifitas dan kecepatan penegak hukum dalam memberantas korupsi. Bisa dibayangkan bagaimana jalanya suatu persidangan tanpa dihadiri saksi sebagai alat bukti, hal demikian akan sangat menghambat jalannya proses penyelesaian perkara. Oleh karena itu peranan saksi pelapor yang demikan ini akan sangat terasa ironis apabila kedudukan seorang saksi pelapor berada pada posisi yang lemah. Hal ini sangatlah dilematis mengingat saksi pelapor dalam posisinya sangat rentan terhadap adanya ancaman baik ancaman fisik maupun ancaman psikologis atas kesaksian yang diberikannya.

Hampir tidak adanya perlindungan terhadap kepentingan saksi pelapor, menyebabkan masyarakat takut untuk menjadi saksi sehingga mengakibatkan banyak kasus yang tidak terungkap dan terselesaikan. Adapun faktor lain yang menyebabkan ketakutan orang dalam melaporkan dugaan adanya tindak pidana yang terjadi dikarenakan bentuk interogasi yang dilakukan oleh oknum aparat yang berwenang tidak sesuai dengan prosedur pemeriksaan sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan suasana yang tidak nyaman. Tidak jarang terjadi seorang saksi pelapor malah dituduh mempunyai keterlibatan atau bahkan menjadi tersangka sebagai akibat dari keterangan yang disampaikannya. Hal demikian sering terjadi terutama dalam kasus-kasus berat seperti halnya korupsi yang melibatkan orang-orang yang memiliki kekuasaan atau jabatan, sehingga tidak jarang para koruptor tidak lepas dari tuduhan yang ditujukan kepadanya dan kemudian memberikan balasan terhadap individu yang dianggap telah merugikan dirinya, baik itu berupa ancaman yang ditujukan kepada saksi pelapor ataupun melakukan kekerasan terhadap saksi pelapor yang telah melaporkan dirinya terhadap dugaan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, melihat dari kenyataan yang ada perlindungan terhadap saksi pelapor sangat penting kaitannya bagi penyelesaian perkara pidana. Kesediaan masyarakat dalam memberikan kesaksian atau melaporkan adanya tindak pidana korupsi akan memudahkan proses penyelesaian tindak pidana korupsi sehingga hukum dapat ditegakkan. Dengan adanya perlindungan terhadap saksi pelapor terutama dalam pemberian hak-hak yang dianggap bias dimanfaatkan dalam proses peradilan pidana sebagai suatu bentuk penghargaan atas kontribusi saksi itu sendiri dalam proses tersebut

maka akan menimbulkan keberanian pada masyarakat guna melaporkan dugaan adanya tindak pidana korupsi 4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis menarik suatu permasalahan, yaitu: Bentuk-bentuk perlindungan apa sajakah yang seharusnya atau sebaiknya diberikan pada saksi pelapor dalam tindak pidana korupsi? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : Untuk mengetahui bentuk-bentuk perlindungan apa sajakah yang seharusnya diberikan pada saksi pelapor dalam tindak pidana korupsi D. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian dalam penulisan hukum ini, penulis berharap agar tulian ini berguna untuk : a. Perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum pidana b. Memberikan masukan kepada aparat penegak hukum agar kiranya tidak melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan dalam memberikan perlindungan saksi pelapor dalam tindak pidana korupsi. 4 Emerson Yuntho, Khairiansyah dan Pemberantasan Korupsi. Harian Jawa Pos, diterbitkan pada 28 November 2005. dikutip pada tanggal 30 September 2010.

E. Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dikaji oleh penulis dan bukan merupakan hasil duplikasi ataupun plagiat dari hasil penelitian pihak lain. Penelitian ini merupakan penelitian tentang perlindungan hukum terhadap saksi pelapor tindak pidana korupsi di Indonesia. Penelitian ini melihat fakta apakah dasar hukum peraturan yang ada sudah berjalan dan diterapkan secara baik dalam perlindungan yang seharusnya diberikan pada saksi pelapor dalam tindak pidana korupsi dan mengetahui peranan aparat penegak hukum terhadap perlindungan saksi pelapor tindak pidana korupsi menurut Undangundang No.13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban F. Batasan Konsep Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, atau ia alami sendiri G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dengan menggunakan studi kepustakaan.atau penelitian hukum normatif yang merupakan penelitian yang berfokus pada norma ( law in the book).dan untuk penelitian ini digunakan analisis kualitatif yaitu analisis dengan menggunakan ukuran kualitatif. Proses penalaran dalam menarik kesimpulan digunakan metode berpikir deduktif. 2. Sumber Data Dalam penulisan ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder meliputi: 1). Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari : a) Undang-Undang Dasar 1945 b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana c) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana d) Peraturan perundang-undangan lainya yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti yaitu Undang-undang NO. 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban e) Undang-undang Repubik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi beserta penjelasannya f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan daam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

g) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 2). Bahan Hukum sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari hasil penelitian, hasil karya dari kalangan umum yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 3. Metode Pengumpulan Data Teknik dan juga alat pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara secara langsung dengan nara sumber dimana penulis berkomunikasi secara langsung untuk mendapatkan data yang dipergunakan yang berguna dan berkaitan untuk mendukung penelitian tersebut. a. Data primer Data yang diperoleh dari hasil penelitian di Kantor Poltabes Yogyakarta b. Data sekunder Data yang diperoleh dari buku-buku literatur yang berhubungan dengan permasalahan, peraturan-peraturan yang berkaitan dan media-media cetak ataupun elektronik yang sesuai dengan permasalahan yang ditulis. Sehingga dari bahan tersebut penulis dapat menyimpulkan dan mendapatkan pemahaman mengenai obyek yang akan diteliti 4. Metode Analisis

Untuk membuktikan dan mengkaji permasalahan, maka metode yang dipergunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif yaitu metode analisis data yang didasarkan pada pemahaman dan pengolahan data secara sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara serta penelitian kepustakaan. Karna adanya keeterikatan antara peraturan yang mengatur serta hasil lapangan, sehingga harus ada kecocokan. Dalam menarik kesimpulan digunakan penalaran indiktif yang mengembangkan konsep pemikiran dan pemahaman dari pola-pola yang ada. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM BAGI SAKSI PELAPOR TINDAK PIDANA KORUPSI A.Tinjauan umum tentang Tindak Pidana Korupsi