BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN TINGKAT VO 2 MAX PEMAIN SEPAK BOLA STKIP BBG. Didi Yudha Pranata 1. Abstrak

Suharjana FIK UNY Suharjana FIK UNY

FISIOLOGI DAN OLAH RAGA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

NARASI KEGIATAN TES KEBUGARAN JANTUNG PARU DENGAN METODE ROCKPORT BAGI KARYAWAN DINAS KESEHATAN PROPINSI DIY

Jurnal Siliwangi Vol.3. No.1, 2017 ISSN Seri Pendidikan

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat berdampak buruk pada kesehatan. Menurut Alder dan Higbee, walaupun

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat non progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. CP

BAB I PENDAHULUAN. 10 tahun hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun.

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik.

sebagainya. Menurut Susan M Sawyer et al, 2012 masa remaja merupakan salah satu fase kehidupan saat fungsi fisik hampir mencapai puncaknya.

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala bisa terjadi sebagai akibat. dalam kelompok CP (Hinchcliffe, 2007).

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGIA DI YPAC SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

BAB I PENDAHULUAN. kuratif saja, tetapi juga usaha promotif, preventif, dan rehabilitatif. Gerak yang

BAB I PENDAHULUAN. cendrung untuk sedenter atau tidak banyak melakukan kegiatan. Sekarang ini

ADAPTASI CARDIORESPIRATORY SAAT LATIHAN AEROBIK DAN ANAEROBIK Nugroho Agung S.

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, penduduk lanjut usia. atau lansia adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (1).

BAB I PENDAHULUAN. Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

BAB I PENDAHULUAN. remaja akhir dan dewasa awal berdasarkan tahap perkembangannya, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Volume maksimum oksigen (VO 2

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. aktif pada tingkat yang tepat untuk mempertahankan atau meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. remote control, komputer, lift, escalator dan peralatan canggih lainnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan

BAB I PENDAHULUAN. landasan awal dalam pencapaian prestasi (M. Sajoto, 1988)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. selama metabolisme berkepanjangan saat latihan yang intens. 1,2 Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. angka tersebut 54 tahun untuk wanita dan laki-laki 50,9 tahun. Pada tahun 1985

BAB I PENDAHULUAN. merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization,2007 sekitar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan. mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

PELATIHAN PROGRAM KEBUGARAN BAGI INSTRUKTUR FITNESS SE-KABUPATEN MAGELANG

BAB I PENDAHULUHAN. kelahiran hidup, 334/ kelahiran hidup, dan 307/ kelahiran

BAB I PENDAHULUAN. paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami berbagai perkembangan penyakit yang bersifat degeneratif.

PERBEDAAN LATIHAN FISIK DUA DAN EMPAT KALI PER MINGGU TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN JASMANI MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNJANI ANGKATAN 2009

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. ternyata berhubungan dengan penurunan resiko terkena penyakit

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN LARI AEROBIK DAN LATIHAN RENANG TERHADAP PENINGKATAN KEBUGARAN

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kehamilan, perawatan kehamilan, persalinan, perawatan nifas,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stroke adalah

PERBEDAAN NILAI KAPASITAS VO 2 MAKSIMUM PADA ATLIT SEPAK BOLA DENGAN FUTSAL DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PENGARUH SENAM AEROBIK INTENSITAS RINGAN DAN SEDANG TERHADAP PENURUNAN PERSENTASE LEMAK BADAN DI AEROBIC AND FITNESS CENTRE FORTUNA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100

BAB I PENDAHULUAN. tentunya akan menjadikan penerus bagi keturunan keluarganya kelak. Setiap anak

BAB I PENDAHULUAN. Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan. pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Umbulharjo, Yogyakarta, memiliki 24 kelas, yang masing masing kelas

PERUBAHAN FISIOLOGIS KARENA LATIHAN FISIK Efek latihan a. Perubahan biokhemis b. Sistem sirkulasi dan respirasi c. Komposisi badan, kadar kholesterol

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh persalinan lama sebesar 37%, perdarahan berlebihan sebesar

BAB I PENDAHULUAN. suatu perubahan pembangunan bangsa. Peranan penting tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia pada saat melakukan kegiatan yang intensif. Volume O2max ini

BAB I PENDAHULUAN. yang abnormal, gerakan tak terkendali, dan kegoyangan saat. dengan sifat dari gangguan gerakan yaitu spastic, athetoid,

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, modernisasi merupakan kata yang dapat. dimulai dari kehidupan sosial, ekonomi, pola pikir, ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan tujuan untuk memperoleh prestasi optimal pada cabang-cabang olahraga.

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah kelahiran hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi AKB

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Olahraga sangat penting dalam mempertahankan kebugaran dan kesehatan,

2015 KONTRIBUSI DENYUT NADI ISTIRAHAT DAN KAPASITAS VITAL PARU-PARU TERHADAP KAPASITAS AEROBIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan gaya hidup dan gaya hidup negatif dapat menyebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cerebral palsy (CP). CP merupakan gangguan kontrol terhadap fungsi motorik

BAB 1 PENDAHULUAN. ketahanan dan pemulihan kardio-respirasi selama latihan fisik. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan tantangan yang harus ditanggulangi karena diartikan

BAB I LATAR BELAKANG. dalam kondisi aktivitas fisik yang kurang. Frekuensi aktivitas fisik yang kurang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. aktifitas lainnya dan kegiatan rekreasi (Hoeger, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. diemban. Kebugaran jasmani dipertahankan dengan berbagai bentuk latihan.

Vol. 1 No. 1 ISSN Analisis Kapasitas Vital Paru Terhadap VO2Max Mahasiswa Baru FPOK IKIP Mataram Tahun Akademik 2015 / 2016

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) DI YPAC SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. bidang lainnya yang telah memberikan kemudahan dan perubahan pada pola

BAB I PENDAHULUAN. hubungannya dengan kesehatan dan sangat bermanfaat bagi kesehatan

makin berat sampai kelelahan, ukurannya disebut VO 2 max.

PENGARUH SUPLEMEN TERHADAP KADAR ASAM LAKTAT DARAH

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tubuh. Setiap tiga sampai lima detik sinyal - sinyal saraf merangsang proses

PENDAHULUAN Dayung adalah satu cabang olahraga yang membutuhkan kondisi tubuh prima agar dapat tampil sebaik mungkin pada saat latihan maupun ketika p

LATIHAN KETAHANAN (ENDURANCE) Oleh: Prof. Dr. Suharjana, M.Kes Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak penyandang disabilitas, sering dibahasakan dengan anak berkebutuhan khusus (ABK). Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Data akurat tentang jumlah dan kondisi anak berkebutuhan khusus di Indonesia belum ada, namun edasaan data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007, tedapat 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia, dimana sekitar 8,3 jua jiwa diantaanya adalah ana berkebutuhan khusus (Kem Kes, 2010). Setiap anak adalah unik. Mereka tumbuh dan berkembang menjadi dewasa melalui berbagai proses fisiologi maupun anatomi yang sangat kompleks. Anak mengalami proses tumbuh kembang yang dimulai sejak dari dalam kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Setiap tahapan proses tumbuh kembang anak mempunyai ciri khas tersendiri, sehingga jika terjadi masalah pada salah satu tahapan tumbuh kembang tersebut akan berdampak pada kehidupan selanjutnya. Tidak semua anak mengalami proses tumbuh kembang secara wajar sehingga terdapat anak yang memerluan penanganan secara khusus. Beberapa anak yang memiliki gangguan neurologis seperti halnya permasalahan pada struktur dan fungsi jaringan otak, pertumbuhan dan perkembangan itu akan terhambat. Gangguan neurologis itu bisa terjadi karena bayi lahir lebih cepat beberapa minggu dari masa kehamilan rata-rata (prematur) sehingga ada perkembangan otak yang belum selesai. Sebagian besar penyebabnya tejadi pada proses melahirkan yang abnormal, misalnya dengan secio caesaria, bantuan vacum atau bayi kekurangan kadar oksigen dalam otak ketika lahir. Selain itu infeksi virus pada selaput pemungus otak (meningitis), kejadian kejang, serta trauma kepala dibawah usia 5 tahun bisa pula menjadi salah satu penyebab gangguan motorik. Menurut Doman (2003) gangguan yang bersifat motorik yang mempersulit anak untuk bergerak dan beraktifitas secara mandiri tersebut dikenal dengan cerebral palsy.

Ada beberapa masalah atau kecacatan pada anak CP. Komplikasi pada anak berkebutuhan khusus atau anak disability, biasanya terjadi pada sistem saraf, sistem muskuloskeletal, sistem urogenital, sistem kulit, sistem kardiovaskular dan sistem pernafasan. Kebugaran fisik telah menjadi topik yang menarik pada anak-anak dengan cacat fisik selama beberapa dekade. Penyebab paling umum sebagian besar cacat fisik di masa anak-anak adalah CP, yang didefinisikan sebagai Sekelompok gangguan perkembangan gerak dan postur menyebabkan keterbatasan aktivitas yang dikaitkan dengan gangguan bukan progresif yang terjadi saat perkembangan otak janin atau bayi. Gangguan motorik terkait dengan CP meliputi spastisitas, penurunan kontrol motorik dan peningkatan koaktifasi dan menghasilkan gangguan kemampuan fungsional. Kemampuan fungsional diklasifiasikan menurut Gross Motor Classification System (GMFCS), yang diidentifikasikan menjadi lima tingkat: anak-anak ditingkat I dan II mampu berjalan tanpa alat bantu jalan, anak-anak ditingkat III dapat berjalan dengan alat bantu jalan, dan anak-anak ditingkat IV dan V tidak bisa ambulasi. Akibat adanya disabilitas ini, anak-anak dengan CP memiliki penurunan kebugaran fisik, yang berhubungan dengan status kesehatan yang rendah dan perkembangan keadaan sekunder, seperti obesitas, penyakit jantung dan diabetes. Penurunan tingkat kebugaran juga dapat berkontribusi atau mungkin menghasilkan aktivitas fisik yang tidak aktif dan akibatnya dapat mempengaruhi partisipasi dalam kehidupan sehari-hari. Kebugaran fisik yang memadai penting untuk kesehatan secara keseluruhan tetapi sangat penting untuk anak dengan kecacatan yang memiliki keterbatasan dalam kegiatan sehari-hari mereka dan memerluakan perhatian khusus (Astrid C. J. Balemans. 2015). Anak-anak dengan CP memiliki tingkat kebugaran fisik rendah dari komponen kapasitas aerobik dan kapasitas anaerobik. Seperti yang dijelaskan oleh Wasserman dkk, kebugaran fisik tergantung pada tiga sistem fisiologis: fungsi otot, fungsi kardiovaskular, dan fungsi pernafasan. Jika kita mempertimbangkan tiga sistem ini pada anak dengan CP, diharapkan gangguan aktivitas motorik langsung mempengaruhi kekuatan otot karena massa otot yang lebih kecil, perubahan

arsitektur dan jenis serat otot dan gangguan koordinasi. Selain itu, massa otot yang kecil menghasilkan ekstraksi oksigen rendah, penurunan VO2max (Astrid C. J. Balemans. 2015). CP adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh kerusakan susunan syaraf pusat. CP diklasifikasikan sebagai ensefalopati statis. CP adalah gangguan non progresif yang mempengaruhi postur tubuh dan gerakan dan umumnya terkait dengan spectrum cacat perkembangan. Pengujian serial fungsi fisiologis dapat memberikan penilaian kuantitatif perbaikan atau penurunan kondisi pasien. Selain itu, ada peningkatan jumlah anak-anak dengan kecacatan yang terlibat dalam kegiatan atletik, dan kebutuhan umpan balik fisiologis latihan untuk atlet penyandang cacat sama seperti orang berbadan sehat. Hal ini diakui bahwa anak-anak dan remaja dengan CP memiliki konsumsi oksigen maksimal yang lebih rendah (VO2max) dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang berbadan sehat, karena aktifitas fisik yang berbeda antara anak CP dengan anak normal, dimana CP memiliki gangguan umum termasuk kehilangan selektif kontrol motor, kelenturan, kelemahan otot, co-kontraksi dan kontraktur. Hal ini akan menyebabkan pembatasan aktivitas seperti kesulitan dalam berjalan dan kegiatan hidup sehari-hari lainnya Anak-anak dengan CP juga memiliki nilai-nilai jelas subnormal untuk daya anaerobik puncak dan daya tahan otot pada tungkai atas dan bawah. VO2 max berkaitan langsung dengan aktivitas fisik, jika dibandingkan anak normal dengan anak disability, VO2 max keduanya sangat berbeda karena anak disability cenderung enggan melakukan aktivitas fisik. Telah banyak penelitian yang mengungkapan bahwa VO2 max berhubungan erat dengan kesehatan sistem kardiovaskular. Nilai VO2max yang baik dapat menunjang kesehatan kardiovaskular pada masa sekarang maupun pada usia lanjut (Ruiz et al, 2007). Jauh sebelum itu Sallis at al di Amerika, juga telah mengidentifikasi adanya hubungan yang erat antara nilai VO2max dengan resiko penyakit kadiovaskular baik pada anak maupun dewasa. Hubungan serupa ditentukan pada penelitian di Irlandia, yaitu adanya hubungan signifikan antara nilai VO2max dengan resiko penyakit kardiovaskular (Hoekstra et al, 2008).

VO2max hendaknya menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, tidak terkecuali pada individu dengan anak disability. VO2max adalah volume oksigen maksimum yang dapat digunakan permenit. Menurut Guyton dan Hall (2008) dalam Giri Wiarto (2003) VO2max adalah kecepatan pemakain oksigen dalam metabolisme aerob maksimum. Menurut Thoden dalam modul Suranto (2008) VO2 max merupakan daya tangkap aerobik maksimal menggambarkan jumlah oksigen maksimum yang dikonsumsi per satuan waktu oleh seseorang selama latihan atau tes, dengan latihan yang makin lama makin berat sampai kelelahan, ukurannya disebut VO2 max. Volume VO2max ini adalah suatu tingkatan kemampuan tubuh yang dinyatakan dalam liter per menit atau milliliter/menit/kg berat badan. Setiap sel dalam tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk mengubah makanan menjadi ATP (adenosine triphosphate) yang siap dipakai untuk kerja tiap sel yang paling sedikit mengkonsumsi oksigen adalah otot dalam keadaan istirahat. Sel otot yang berkontraksi membutuhkan banyak ATP. Akibatnya otot yang dipakai dalam latihan membutuhkan lebih banyak oksigen dan menghasilkan CO2. B. Identifikasi Masalah Kebugaran fisik telah menjadi topik yang menarik pada anak-anak dengan cacat fisik selama beberapa dekade. Penyebab paling umum sebagian besar cacat fisik di masa anak-anak adalah CP, yang didefinisikan sebagai '' Sekelompok gangguan perkembangan gerakan dan postur menyebabkan keterbatasan aktivitas yang dikaitkan dengan gangguan bukan progressif yang terjadi saat perkembangan otak janin atau bayi ''. Gangguan motorik terkait dengan CP meliputi spastisitas, penurunan kontrol motorik dan peningkatan koaktifasi, dan menghasilkan gangguan kemampuan fungsional. Kemampuan fungsional diklasifikasikan menurut Gross Motor Classification System (GMFCS), yang diidentifikasikan menjadi lima tingkat: anak-anak di tingkat I dan II mampu berjalan tanpa alat bantu jalan, anak-anak di tingkat III dapat berjalan dengan alat bantu jalan, dan anak-anak di tingkat IV dan V tidak bisa ambulasi (Astrid C. J. Balemans. 2015). Akibat adanya disabiltas ini, anak-anak dengan CP memiliki penurunan kebugaran fisik, yang berhubungan dengan status kesehatan yang rendah dan

perkembangan keadaan sekunder, seperti obesitas, penyakit jantung, dan diabetes. Penurunan tingkat kebugaran juga dapat berkontribusi atau mungkin menghasilkan aktivitas fisik yang tidak aktif dan, akibatnya, dapat mempengaruhi partisipasi dalam kehidupan sehari-hari. Kebugaran fisik yang memadai penting untuk kesehatan secara keseluruhan tetapi sangat penting untuk anak dengan kecacatan yang memiliki keterbatasan dalam kegiatan sehari-hari mereka dan memerlukan perhatian khusus (Astrid C. J. Balemans. 2015). Anak-anak dengan CP memiliki tingkat kebugaran fisik rendah dari komponen kapasitas aerobik dan kapasitas anaerobik. Selain 15% -28% kapasitas maksimal aerobik lebih rendah, kapasitas anaerobik dibutuhkan untuk mempertahankan latihan intensitas tinggi durasi pendek telah dilaporkan hingga 50% lebih rendah pada anak-anak rawat jalan dengan CP dibandingkan dengan anak-anak yang menunjukkan typical development. Walaupun penelitian sebelumnya menunjukkan penurunan nilai-nilai kebugaran aerobik dan anaerobik dalam berjalan pada anak dengan CP, beberapa peneliti telah menyelidiki bagaimana komponen kebugaran ini dipengaruhi oleh tingkat gangguan motorik. Informasi ini dapat digunakan untuk meningkatkan intervensi kebugaran yang ditujukan pada anak dengan berbagai tingkat gangguan motorik (Astrid C. J. Balemans. 2015). Seperti yang dijelaskan oleh Wasserman dkk., kebugaran fisik tergantung pada tiga sistem fisiologis: fungsi otot, fungsi kardiovaskular, dan fungsi pernapasan. jika kita mempertimbangkan tiga sistem ini pada anak dengan CP, mungkin diharapkan gangguan aktivasi motorik langsung mempengaruhi kekuatan otot karena massa otot yang lebih kecil, perubahan arsitektur dan jenis serat otot, dan gangguan koordinasi. Selain itu, massa otot yang kecil menghasilkan ekstraksi oksigen rendah, penurunan peak oxygen uptake (VO2peak), yang pada gilirannya dapat menginduksi penurunan ambang batas ventilasi dan anaerobik (AT) (Astrid C. J. Balemans. 2015). Fungsi kardiovaskular tidak langsung dipengaruhi oleh gangguan motorik yang berhubungan dengan CP. Namun, selama latihan maksimal, Verschuren dan Takken menemukan penurunan peak oxygen pulse (peak O2 pulse), yang mungkin mencerminkan stroke volume yang rendah dan / atau ekstraksi oksigen perifer yang

berkurang. Meskipun yang terakhir diharapkan di CP karena volume otot yang kecil, stroke volume yang menurun mungkin juga menghasilkan penurunan tingkat aktifitas fisik, yang menginduksi terjadinya deconditioning. Meskipun tidak mungkin fungsi pernapasan dipengaruhi oleh gangguan motorik pada anak rawat jalan, beberapa penulis menyarankan bahwa spastisitas dari otot pernapasan dapat mempengaruhi fungsi paru (Astrid C. J. Balemans. 2015). CP adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh kerusakan susunan syaraf pusat. CP diklasifikasikan sebagai ensefalopati statis. CP adalah gangguan non progresif yang mempengaruhi postur tubuh dan gerakan dan umumnya terkait dengan spectrum cacat perkembangan. Pengujian serial fungsi fisiologis dapat memberikan penilaian kuantitatif perbaikan atau penurunan kondisi pasien. Selain itu, ada peningkatan jumlah anak-anak dengan kecacatan yang terlibat dalam kegiatan atletik, dan kebutuhan umpan balik fisiologis latihan untuk atlet penyandang cacat sama seperti orang berbadan sehat. Hal ini diakui bahwa anak-anak dan remaja dengan CP memiliki konsumsi oksigen maksimal yang lebih rendah (VO2max) dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang berbadan sehat. Anak-anak dengan CP juga memiliki nilai-nilai jelas subnormal untuk daya anaerobik puncak dan daya tahan otot pada tungkai atas dan bawah. VO2 max berkaitan langsung dengan aktivitas fisik, jika dibandingkan anak normal dengan anak disability, VO2 max keduanya sangat berbeda karna anak disability cenderung enggan melakukan aktivitas fisik. Dengan memperhatikan kondisi anak CP saat diberikan latihan exercise, penulis tertarik meneliti kondisi tersebut dengan mengangkat judul Hubungan aktivitas fisik terhadap kapasitas vital paru anak dengan Cerebral palsy. C. Perumusan Masalah Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian ini agar lebih terarah dan mencapai sasaran yang diharapkan, maka perlu dirumuskan lebih dahulu masalahmasalah yang akan dibahas. Penulis merumuskan masalah yang akan diteliti adalah Apakah ada hubungan aktivitas fisik terhadap kapasitas vital paru anak Cerebral Palsy?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik terhadap kapasitas vital paru anak CP. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui kapasitas vital paru anak dengan CP. b. Untuk mengetahui aktivitas fisik anak dengan CP. E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Fakultas Fisioterapi Hasil penelitian akan bermanfaat bagi pimpinan atau para Mahasiswa Fisioterapi di Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul Jakarta, dalam upaya meningkatkan mutu proses belajar mengajar dengan memperhatikan peningkatan VO2max terhadap aktivias fisik anak dengan Cerebral Palsy, saat sebelum dan sesudah pemberian exercise terapi. 2. Bagi anak dengan Cerebral Palsy Hasil penelitian akan bermanfaat bagi anak dengan Cerebral Palsy khususnya di YPAC Jakarta, agar saat diberikan exercise terapi anak dengan Cerebral Palsy tidak mudah lelah. 3. Bagi Peneliti Hasil penelitian akan bermanfaat bagi peneliti sendiri, karena peneliti bisa belajar meneliti dan bisa mengaplikasikan ilmu yang peneliti peroleh di bangku kuliah.